Sapphire0: tolong, jika cerita ini membuat anda semua bingung, bilang aja...


Summary: Seorang gadis diperkosa di dalam mimpinya. Mimpi itu nampak begitu nyata, begitu asli. Tapi, jika memang hal itu terjadi, mengapa dia bisa melihatnya? Apa hubungan antara dirinya dengan gadis itu? Gadis yang begitu mirip dengannya, seperti bayangan cermin.


CHAPTER II
Simulacrum

Show me what it's like
To be the last one standing
And teach me wrong from right
And I'll show you what I can be
Say it for me
Say it to me
And I'll leave this life behind me
Say it if it's worth savin' me

-- Savin' Me by Nickelback


Lagi-lagi, aku terbangun dengan tiba-tiba. Mimpi-mimpi itu semakin sering muncul… Tentu saja, mimpi yang lebih sering muncul adalah mimpi dimana kesiksaan yang ada adalah secara fisik. Namun, tetap saja…

Sejak malam itu, mimpi 'itu' muncul sekali dua kali. Setiap kali mimpi 'itu' muncul, aku bisa merasakan rasa takut yang amat sangat menggerogoti jiwaku. Rasa takut yang kurasakan… Aku tidak menyukainya.

Aku tahu bahwa rasa takut itu bukan milikku, melainkan milik gadis itu. Gadis yang memiliki rupa yang sangat mirip denganku…

Jika ingatanku benar, maka mimpi 'itu' sudah terjadi sekitar tiga kali dalam setahun lebih ini, jika mimpiku malam ini juga dihitung.

Tiba-tiba, aku merasa mual. Aku tidak percaya bahwa orang yang sebegitu bejatnya benar-benar ada… Untuk memperkosa seorang anak yang bahkan belum genap 12 tahun… mereka pastilah sudah kehilangan hati nurani mereka.

Kuangkat kepalaku dan kubiarkan mataku menjelajahi langit luas diatasku, langit gelap tanpa satupun cahaya bintang. Aku kemudian menyadari seberkas cahaya oranye muncul dari horizon, menandakan pagi akan segera datang.

Kupejamkan mataku dan kubiarkan sisa-sisa angin malam yang dingin berhembus, menyentuh kulitku. Aku menggigil saat angin itu membelai tuduhku dengan lembut.

Aku seharusnya sadar bahwa orang-orang seperti 'mereka' bukan lagi sesuatu yang baru di dunia ini. Orang-orang yang hidup di dunia ini sudah kehilangan rasa kemanusiawian mereka… Mereka tidak lagi pantas disebut manusia…

Kubuka mataku. Aku menoleh ke arah topengku, topeng polos berbentuk wajah dan berwarna putih pucat dengan ekspresi yang dingin. Topeng yang memiliki kontur permukaan persis seperti wajah, seolah-olah topeng itu sendiri merupakan sebuah 'wajah', lengkap dengan tonjolan kecil berbentuk hidung, bibir, dan mata, membentuk wajah yang sempurna.

Aku tidak memiliki sebuah nama, aku sendiri bahkan tidak memiliki identitas sejak awal. Sejauh yang kuingat, aku sudah hidup sendiri tanpa siapapun di sisiku. Tidak teman, apalagi keluarga.

Sejak dulu, aku sudah dipaksa untuk bertahan hidup dengan kekuatanku sendiri. Anak yatim-piatu, dan juga mereka yang hidup di jalanan, mereka tidak memiliki tempat di dunia yang gila ini. Mereka hanya dilihat sebagai makhluk yang paling rendah, bahkan lebih rendah daripada binatang. Anak-anak itu tidak memiliki siapapun untuk melindungi mereka, sehingga orang-orang memperlakukan mereka sesuka hati mereka.

Mereka tidak lebih dari seorang budak.

Aku tahu, karena aku pernah menjadi salah satu dari anak-anak tersebut… Setidaknya, sampai Tuanku membawaku bersamanya. Dia memperlakukanku seperti putranya sendiri.

Setidaknya, kupikir begitu.

Beliau mengajariku begaimana caranya untuk menjadi seorang Samurai, dan segera, aku menjadi seorang yang patut dicontoh saat umurku masih kecil. Aku sudah menjadi seorang ahli pedang dalam waktu yang sangat singkat. Aku tidak tahu, apakah saat itu dia bangga kepadaku.

Selama aku hidup bersamanya, tidak pernah sekalipun dia memberiku sebuah nama. Setelah aku menjadi seorang ahli pedang, dia hanya memberiku sebuah gelar; Deathmask.

Kupejamkan mataku saat aku mengingat sebuah kenangan yang menurutku cukup menyakitkan. Dia, yang sudah kuanggap sebagai ayahku sendiri, mengkhianati kepercayaanku.

Aku, yang telah hidup di dunia di mana aku tidak bisa percaya pada siapapun, bukanlah orang yang bisa memaafkan dengan mudahnya orang yang telah mengkhianatiku. Rasa sayangku berubah menjadi benci pada detik itu. Sebilah pedang yang dia berikan padaku saat aku 'lulus' dari menjadi 'muridnya' menusuk jantungnya, membunuhnya seketika.

Umurku saat itu masih 8 tahun. Dialah orang yang pertama kali kubunuh dengan tanganku sendiri.

Setelah itu, aku melarikan diri dari kediaman Tuanku. Perasaan bersalah terus menghantuiku, bahkan hingga saat ini. Namun, aku tidak menyesal. Tidak sekalipun.

Aku sudah tidak mau lagi diperdaya oleh siapapun.

Tidak lama, aku belajar untuk menggunakan chakra. Kuajari diriku untuk menjadi ninja secara otodidak. Meskipun begitu, aku masih yakin akan kemampuanku sebagai seorang ninja. Mungkin karena itu, bisa dibilang aku adalah setengah ninja-setengah samurai. TApi, kurasa gelarku sebagai Ronin jauh lebih cocok untuk sekarang.

AKu kemudian pergi bertualang. Tidur malamku sering ditemani oleh mimpi itu, mimpi akan kehidupan gadis itu, gadis yang memiliki rupa yang mirip denganku.

Sebagai anak tanpa orang tua yang juga pernah diperlakukan semena-mena, aku bisa mengerti perasaan gadis itu, aku bisa bersimpati dengannya. Meskipun begitu, tetap saja aku memiliki batas akan hal-hal tertentu, dan perkosaan itu sudah jauh melewati batas.

Kuambil topengku dan kupasangkan ke wajahku. Kubersihkan sisa-sisa kemahku dang kuyakinkan agar tidak ada satupun hal yang dapat membuktikan bahwa pernah ada orang di tempat itu. Seraya matahari terbit, akupun bergerak meninggalkan tempat itu, melanjutkan pencarianku akan gadis itu. Kulompati pohon demi pohon dalam hutan yang terletak di suatu tempat dalam Hi no Kuni.

Aku sudah pernah untuk mencoba mencari gadis itu di negara ini, namun saat itu aku tidak menemukannya. Aku juga sudah mencari di Rai no Kuni dan Kaze no Kuni, namun tetap saja gadis itu tidak kutemukan. Aku kemudian teringat bahwa ada suatu tempat dalam Hi no Kuni yang belum sempat kucari, karena itulah aku sekarang kembali ke negara ini.

Tidak lama, akupun sampai ke suatu bukit yang cukup tinggi, dimana aku bisa melihat sebuah desa yang cukup makmur terhampar dibawah bukit ini. Desa yang cukup berwarna, jika dibandingkan dengan Suna ataupun Kumo.

Konohagakure no Sato… Desa yang pernah melahirkan ninja-ninja hebat yang masuk dalam sejarah dunia ini… Desa yang hingga sekarang masih cukup ditakuti di setiap penjuru. Desa dimana seseorang dapat hidup makmur tanpa diskriminasi, dibuktikan dari banyaknya orang yang 'berbeda' yang diterima oleh desa itu.

Desa menjijikkan yang bersembunyi dibalik prestasi dan usaha para leluhur mereka.

Kutatap tembok yang mengelilingi desa itu, juga pintu-pintu gerbangnya. Kuperhatikan dan kupelajari, sembari merencanakan sebuah cara untuk masuk ke tempat itu tanpa diketahui siapapun.

Namun, aku tahu bahwa hal itu hamper tidak mungkin. Dari tempatku berdiri, aku dapat melihat beberapa chuunin menjaga setiap pintu gerbang yang ada. Di atas tembok mereka juga terdapat penjaga yang berpatroli di sekelilingnya. Aku tidak bisa menyusup masuk, dan aku tahu itu sejak pertama kali aku kemari.

Tapi, aku tidak bisa untuk tidak mencoba lagi.

Kuperhatikan lagi gerbang dari desa tersebut, dan aku kemutian melihat sebuah tim yang terdiri dari 3 anak seumuranku dan seorang jonin dengan rambut puti keabu-abuan. Aku kemudian sadar bahwa mereka adalah para genin yang akan pergi untuk sebuah misi. Kurasa pria tua yang ada di samping jounin itu adalah kliennya.

Aku kemudian melompat turun dan bersembunyi di balik pohon demi melihat mereka lebih dekat lagi. Kuperhatikan bahwa jounin-sensei mereka adalah seseorang yang dapat kukenali. Dia adalah Hatake Kakashi, seorang jounin yang namanya melejit dalam dunia ninja. Aku kemudian semakin berhati-hati setelah mengenali jounin itu.

Kuarahkan pandanganku kearah para genin muda yang ada dibelakangnya. Kulihat seorang anak laki-laki berambut hitam legam dengan poni panjang yang sampai ke dagunya dan berbelah tengah. Rambut bagian belakangnya juga disasak ke atas. Matanya berwarna hitam.

Disampingnya, ada seorang anak perempuan berambut pink yang panjangnya sampai ke punggungnya. Matanya berwarna hijau emerald. Kurasa, dia juga adalah seorang genin dibawah pengawasan jounin berambut putih itu.

Aku kemudian menyadari seorang anak yang berada jauh di depan mereka. Rambutnya berwarna pirang dengan style pendek berantakan yang mirip dengan rambut cowok, namun aku sangat yakin bahwa anak itu adalah seorang anak perempuan. Matanya yang berwarna biru itu nampak kosong, hampir tidak berbeda dengan mata orang yang sudah mati. Aku kemudian menyadari tiga garis horizontal yang menghiasi kedua pipinya, dan rupa wajahnya yang—tidak salah lagi—sangat mirip denganku.

Meskipun dari segi penampilan dia sangat mirip seperti laki-laki, aku tahu—dan aku yakin dengan amat sangat—dia adalah seorang perempuan. Dia sangat mirip seperti 'tubuh' yang kulihat dalam mimpiku. 'Padahal kalau rambutnya dirapikan sedikit, pasti dia akan terlihat manis,' pikirku melenceng.

Akupun menyeringai dibawah topengku sebelum aku melompat turun dari persembunyianku, mengikuti mereka diam-diam dari belakang.

'Bingo.'


Sapphire09: Read and Review, please!!