"Leader memanggilmu.", ujar Benzi.

"Untuk apa?", tanyaku. Aku ingin meyakinkan jawabanku dengan apa yang keluar dari mulutnya.

"Tentang 'Moth'. Dia ingin meminta beberapa informasi yang kebetulan cocok ia temukan. "

Informasi?

****

"Fied, aku senang kau mau datang. Kuharap kau tak lelah kupanggil bolak – balik." sambut Mazo hangat. Aku tersenyum. Beberapa – yang terdiri dari divisi atas – sedikit heran melihat diriku. Aku tak memakai perban dan semua senjataku. Mungkin ada yang berpikir aku tampak rapuh.

Gaoh – leader villain berdiri di sebelahnya, di dekat jendela sambil tersenyum misterius.

Baik, ini membuatku merinding.

Aku duduk di sebelah Rokoz. Dia tidak bereaksi apapun. Entah kenapa semuanya dingin di sini. Dingin dalam arti lain. Tidak seperti di hall tadi. Aku menutup mata, berusaha mengatur napas agar tenang kembali.

"Jadi, Fied, aku mencari informasi tentang 'moth' ini. Aku menemukan beberapa dokumen yang menujukkan 'moth' menyerang beberapa orang yang – well – bernsib sama sepertimu.", ujar Mazo.

"Apa maksud anda, Leader?" Tanyaku tak mengerti.

"Bahwa 'moth' menyerang orang – orang dengan nama belakang 'White' turun temurun. Beberapa dibunuh keluarganya sendiri karena gagal melawan 'moth' yang merasuk ke tubuhnya dan…"

"….tidak bisa mengendalikan diri walau sudah memiliki tubuh dengan huruf Frios di tiap inci kulitnya." Lanjutku. "Ya, itu leluhurku. Salah satunya."

Semua menoleh padaku.

Ini rahasia keluarga yang sudah umum di kalangan penyihir. Keluarga White bermusuhan dengan 'Moth'. Entah sejak keturunan ke berapa di zaman dulu, yang pasti permusuhan itu diturunkan pada anak – anak dari kedua pihak. Kali ini yang bermasalah adalah aku. Keluarga 'White' sangat suka diincar 'Moth'. Alasannya masih kurang jelas, tapi kudengar, kekuatan kami tergolong lezat.

Bagi yang hebat. Bukan anak bau kencur sepertiku.

"Jadi, ini rahasia lainnya?"Tanya Mazo.

"Darimana kau tahu ini?" Tanyaku sedikit tajam.

"Dokumen rahasia. Terima kasih pada Shuu, info bahwa kau penyihir membuatnya memeriksa namamu. Salah satunya adalah nama belakangmu," jelasnya mantap dan berwibawa. Dia bersandar di kursi.

"Jadi ini masalah keluarga?" Tanya lelaki berambut bitu dengan tanda di pipinya.

"Bisa dibilang begitu. A Gradient," ucap Gaoh santai. Ia kembali pada kursinya. "Jadi biarkan dia menyelesaikannya sendiri."

"Aku kurang setuju," sela Rokoz.

Dia berdiri dengan tegak. Sedotan terayun di bibirnya.

"Maaf, jika aku lancang, leader. Fied sudah mengatakan kebenarannya. Apa lagi ini tentang keluarganya – yang sudah berujung perang dan terlibat dengan kita – apa tidak boleh memberinya bantuan?"

"Atas dasar apa kau mengatakan itu?" Tanya Gaoh sedikit gusar.

"Karena kami HERO! Sudah sewajarnya membantu sesuai apa yang kami sandang selama
ini!" Ujar Rokoz setajam pisau.

Keadaan mulai memanas.

"Tapi…..", ujar seseorang. Semua menoleh padanya. Rena dari divisi lima HERO.

"Aku pernah mendengar kasus serangan 'moth' yang tidak melibatkan keluarga 'White'. Maksudku kasus – kasus itu membuat target tak bisa melakukan apapun. Khususnya mengeluarkan ide. Mereka mati setelah beberapa hari."

"Tapi itu seharusnya tugas kami, Villain sebagai penyebar Artblock," timpal orang berambut merah, Krain dari divisi tiga Villain. "Tak mungkin ada yang punya kekuatan itu selain kami.

"Itu berarti kalian hendak mengatakan kalian dalang dibalik semua ini?" Pancing Olympus.

"Kami tidak melakukan apapun!" Teriak Raigen sambil menggebrak meja. Illumiel dari divisi satu Hero menyiapkan pedangnya.

"CUKUP!" Seru Mazo tegas. "Yang salah akan terlihat nanti!"

"Nanti? Ehehe….", ujar seseorang. Kami menoleh ke arah yang bisa kami jangkau. Tak ada yang berbicara begitu. Orang itu dari luar.

Suara pecahan kaca terdengan keras. Lengan – lengan panjang berbulu membawanya naik ke atas ruangan dan mendarat tepat di hadapanku. Mata kami beradu.

Neo – adik kembar kakak angkatku, Noe.

"Halo, nak. Hebat kau bisa lolos. Padahal kami ingin kau bergabung dengan kami dan menjadi 'moth' kuat yang liar," ujarnya sambil berbisik di telingaku. Dia tak mempedulikan orang – orang hero dan villain yang siap dengan senjata mereka.

Neo menoleh, tersenyum meremehkan. "Hentikan perlawanan kalian yang sia – sia.
Kalian hanya akan jadi makanan larva nantinya."

"Apa maksudmu?" Tanya Blank.

"Manusia memang sulit mengerti filsafat ya…"

"Neo, cukup!" Ujarku setengah membentak. Dia menyeringai.

"Bisa melawan juga kau, sampah! Aku heran kenapa kakakku tergerak hatinya dan menolong kau – yang seharusnya jadi salah satu mayat yang menumpuk di kota kecil dua belas tahun lalu."

Ia menoleh pada divisi atas.

"Ah, kalian menemukan dokumen kecil yang ditulis Efenaz White rupanya. Hanya ada satu bagian yang ingin aku benarkan saudara – saudara! Bahwa kami memakan manusia yang seninya tinggi! tidak pandang bulu! baik sari, essence dan darahnya! itu kekuatan kami agar 'moth' lebih berkuasa."

Aku rasa semua tahu ke mana pembicaraan ini.

"Kalian pikir hanya villain yang menyebarkan artblock? Salah! Bahkan Villainpun bisa kena senjatanya sendiri. Kami hanya menggunakan itu untuk memperoleh yang kami mau! Dan kami lebih dari artblock yang kalian buat!"

"Apa maksud kalian?" Hardik Gaoh.

Neo berbisik dengan dramatis. "Kami Color – lifeblock. Sesuatu yang berasal dari hawa jahat dan ide gagal manusia. Bahkan lebih dari artblock yang kalian buat."
Semuanya terperangah. Begitu juga aku.

"Dan…" ia merentangkan lengan – lengan laba – labanya. "…yang terkena serangan kami akan menjadi kaum kami'moth'! Bahkan yang memiliki sebagian tubuhnya."

Aku tahu kata – kata itu ditujukan untukku. Tanda untuk takdir yang menyedihkan.

"Kami akan menyerang kalian. Persiapkan saja diri masing – masing untuk dikuliti hidup – hidup."

Angin besar tiba – tiba membuat kami tak bisa melihat. Dalam sedetik, Neo hilang.

"Fied….", ucap Mazo. Aku masih duduk di tempat. Hanya aku yang masih menempel pada kursi.

"Sepertinya, masalah ini akan jadi rumit." ujar Gaoh.