Author: Hikari Rio

Disclaimer: Fullmetal Alchemist, Eyeshield 21,YugiOh! Duel Monster, Yugioh! 5D's, Ookiku Furikabutte, Naruto bukanlah milik saya!

Rating: T / PG13

Pairing: RoyEd, HiruSena, SetoYami, JackYusei, AbeMiha, SasuNaru, SaiNaru

Genre: Romance, Fluff, Light Humor, General

Summary: Selamat datang…ada yang bisa kami bantu?

Warning: OOC, AU, OC, Shonen Ai…

A/N: Writer's block itu mengerikan…hm…

Ya-Ha! Untuk yang lama menunggu ES21! SET HUT! GO!

-IV-

Chocolate Caramel Pudding Parfait

(Hiruma Youichi x Sena Kobayakawa)

21 Desember.

Hari itu, hujan salju turun dengan lembut dan membiarkan cahaya matahari menembus tirai awan. Kilauan tumpukan salju putih yang seperti bubuk mutiara berharga, menutup daun pepohonan pinus yang dipasang di titik ramai kota untuk dihias sebagai pohon natal. Lampu warna-warni, pita merah dan keemasan, mistletoe, holly, serta tiruan kereta Santa yang ditaruh di bawah pohon besar, menjadi pemandangan umum pada minggu-minggu libur besar yang digabung dengan penyambutan tahun baru tersebut.

Bagi para pelaku bisnis, tentu saja ini merupakan kesempatan super besar dalam meraup keuntungan usaha mereka. Begitu pula dengan kafe 7th Heaven yang membuat tema khusus bulan tersebut. Para pegawainya memakai kostum Santa yang dimodifikasi (pastinya tanpa janggut putih besar maupun perut gendut) sembari melayani permintaan pelanggan.

Roy yang menggagas ide ini beranggapan, bahwa tema bulan itu adalah mengabulkan impian para pelanggan. Plus ada menu khusus olahan cokelat mint dan potongan harga pada paket tertentu. Rencana yang disusun dengan melihat pangsa pasar serta kesempatan menjual ini memang sangat tepat dilancarkan. Tapi tentu saja, kompensasinya mereka semua kewalahan dengan pelanggan yang datang, serta pesanan yang meningkat jumlahnya dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Itu berarti kerja lembur untuk membuat parsel, mengantarkan barang, dan membuat kue-kue.

Kerja ekstra di hari libur tak pernah menyenangkan bagi siapapun, terkecuali jika mereka benar-benar memiliki waktu kosong. Yah, ini bukan masalah bagi Roy, Seto, dan Abe.

Roy memang pemilik resto, Seto bisa kerja dimana saja asalkan ada laptop yang menyimpan data utama pekerjaannya, dan Abe sudah masuk waktu libur sekolah.

Tapi ini masalah bagi yang lainnya. Jack mendapat banyak kontrak kerja dan pengambilan foto untuk tema pakaian musim dingin, ditambah waktu kerja di kafe, ia nyaris tumbang setelah seminggu menjalani semuanya. Sasuke dan Sai yang sama-sama kuliah, juga buru-buru menyelesaikan tumpukan tugas mereka sebelum bisa berlibur dengan tenang. Tapi lain halnya dengan Hiruma.

Tak ada yang tahu apa yang dilakukan Hiruma pada minggu-minggu dimana pegawai lainnya begitu sibuk. Memang Roy mendapati anak buahnya ini terlihat lebih pucat dan kelelahan, walaupun begitu, ia jelas tak terlihat kewalahan mengatur waktunya. Ah, yang satu ini memang selalu menjadi misteri.

Namun begitu tanggal di kalender menunjukkan 21 Desember, Hiruma terlihat menunjukkan wajah yang begitu cerah. Tentu saja, karena ini hari ulang tahun orang yang disayanginya. Plus, hari itu jatuh di hari Minggu. Itu artinya semua rencana yang disusunnya bisa berjalan dengan amat lancar tanpa diganggu kesibukan di kafe.

Roy sudah mengatur mengenai candle light dinner yang sudah mereka rencanakan sejak dua minggu yang lalu dengan anggota lainnya. Sang pemilik kafe masih bisa mengingat 'debat' perencanaan konsep makan malam beberapa waktu lalu seusai mereka bekerja sebagai host….

-.-.-.-.-.-.-.-.-.-

"Christmas White!" Abe mengusulkan dengan ceria. Itu rencananya juga untuk mengajak Mihashi nanti. Yah, setelah hadiah ulang tahunnya kemarin dulu, ia ingin rasanya buru-buru melakukan sesuatu untuk membalasnya. Tapi Hiruma tampaknya tak setuju, karena seniornya itu memasang wajah tak suka.

"Kau ingin aku menderita ya?" Kata-kata dengan nada super dingin.

Seto mengangkat alisnya heran. "Biasa saja kan? Rasanya itu cukup normal….ah, tapi aku lupa kita sedang membicarakan tentangmu, Hiruma Youichi…" Ia mengangguk-angguk paham.

"Hm…membingungkan. Apa yang standar saja?" Jack ikut menimpali komentar tadi.

Tokoh utama dari rencana tersebut menggeram lemas. "Jangan dong…."

"Hah…tak kusangka memikirkan konsep saja bisa sebegini rumitnya. Ah,hampir lupa. Kau juga belum memberitahu kami siapa pacarmu…" Hanya pewaris Uchiha yang tampaknya tak terlalu pusing memikirkan masalahnya karena sedari tadi dia terus mengemil mashed potato di mangkuk.

"Iya…kalau dengan tambahan data, mungkin kami bisa lebih memperkecil temanya." Abe mengangguk sini quarterback iblis itu tercekat ragu melihat tatapan rekan-rekan kerjanya.

"…Ugh…i-itu…" Ia kedengaran ragu. Sai terkekeh kecil mendengarnya.

"Fufu…"

Sasuke melirik pada sumber tawa kecil tadi. "Oh, Sai? Kau tahu ya?"

"Siapa dia?" Satu-satunya pemuda berambut eboni disana bertanya singkat, yang dibalas senyum misterius sang pelukis.

Senyuman Sai terlihat lebih menyebalkan sekarang."Wah…siapa ya? Hiruma-kun, lebih baik kau beritahu yang lain juga. Kalau hanya aku dan Roy-san yang tahu, kami tak bisa kerja sama dengan baik."

Hiruma tampak kesulitan, ia tahu mengenai itu, tapi tetap saja, pasti reaksi yang dikeluarkan mereka akan sangat sesuai dengan bayangannya."Kh….ah…sial….dia…."

"…." Keempat karyawan lainnya menunggu dengan sabar menanti jawaban yang keluar dari mulut pemuda tadi. Hiruma menghembuskan napas pendek dengan keras…

"Eyeshield 21."

"…."

"…."

"…."

Hiruma mulai menghitung dalam hati. /Satu…dua…/

"EEEEEEEEEEEHHHHHHH?" Jeritan kaget terdengar dari mereka yang mengelilingi meja makan.

"EYESHIELD?" Seto menekankan ulang.

"Kobayakawa Sena?" Sasuke memperjelas.

"Dia…dia….yang dapat MVP American Football SMA tahun lalu?" Abe memandang kagum. Woh,tak disangka pacar Hiruma seorang superstar olah raga!

"Si mungil yang pendatang baru yang jadi ikon brand Eclatan? (1)" Jack ternganga dengan fakta itu. Hebat sekali ia tak tahu, padahal beberapa kali ia bertemu dengannya di beberapa sesi fotografi. "Tapi yang pasti…"

"MANA MUNGKIN ANAK SEMANIS ITU MAU DENGANMU?" Teriak keempatnya berbarengan.

"Oh..Tuhan…Kasihan Sena.." Jack berseimpati sentimental.

Sai yang melihatnya tertawa kecil menanggapi."Seperti malaikat yang dijebak oleh iblis ya?"

Dan akhirnya, Seto mengeluarkan satu uneg-uneg yang paling memungkinkan untuk memeberi jawaban dari keanehan itu. Ia memandang curiga, "Kau pasti mengancam dia supaya menerimamu ya?"

Hiruma menggebrak meja dengan kesal dan malu."BERISIK! Enak saja! Aku usaha sendiri tahu! Dia tulus padaku, jadi jangan seenaknya ya!"

"Ooooh…begitu…" Yang lainnya hanya menjawab datar tak peduli.

Sang QB hanya menahan amarahnya dengan memberi tatapan benci. "Kalian… suatu saat pasti akan kuhajar satu-satu."

Belum turun tegangan antara Hiruma dan lima orang lainnya di ruangan tersebut, Roy yang sejak tadi sangat tenang menikmati kopi sorenya, memanggil pelan.

"Hiruma?"

Pemuda pirang tadi mendelik, namun langsung berubah serius ketika melihat air muka bosnya yang tegang."A-apa?"

Roy menatap lurus padanya dan dengan lancar berkata."Kau suka tipe shota ya?"

CTAK!

Sepertinya tadi terdengar suara sesuatu yang putus di otak Hiruma, karena berikutnya ia tak tanggung mengeluarkan berjubel amunisi dari entah-bagian-mana di balik bajunya. Tapi ia tersenyum sangat lembut. Yang lainnya seolah bisa melihat ilusi background merah muda dan balon-balon sabun yang berterbangan.

"Kalau kalian masih banyak bicara, mari kuantar ke neraka dengan damai."

"Tidak. Terima kasih. Mohon maaf." Ujar mereka serempak. Perlu waktu sekitar semenit sebelum semuanya kembali ke keadaan semula. Yah, tidak semuanya sih, karena Hiruma masih menyangga AK-47nya di bahu.

"Ehm…oke, kembali ke topik awal. Setidaknya sekarang kita mengumpulkan poin penting."Roy lebih dulu bersikap normal dan kembali siaga.

Jack mengangguk, "Oke. Aku sudah dapat ide soal pakaiannya. Tidak apa-apa seandainya aku permisi ke kamarku sekarang ? Aku harus menelepon beberapa orang agar barangnya datang tepat waktu." Yang lainnya hanya memberi gesture persetujuan, sebelum ia beranjak dari kursi dan berjalan menuju kamarnya. "Oh, dan beritahu aku tentang pembagian tugas lainnya nanti!" tambahnya.

"Ya…ya…"

"Pintar sekali. Padahal ia juga cari kesempatan untuk menelepon Yusei-kun." Sai tertawa kecil.

Bos mereka mengangguk pelan."Tapi soal fashion sih, sudah tak mungkin diragukan. Jadi biar saja ia menyelesaikan bagian itu. Nah, tema dekorasinya…"

-.-.-.-.-.-.-.-.-

Pada akhirnya tema yang terpilih adalah 'Magnificient' atau 'Luar Biasa'. Kobayakawa Sena memang dapat dikatakan pribadi yang tak menonjol sebelumnya, tapi ia membawa perubahan besar bagi seorang Hiruma Youichi. 'Kaki emas'nya berlari membawa impian Hiruma untuk memenangkan Christmas Bowl, setahap demi setahap namun pasti. Seperti berlian mentah, Hiruma mengasah kemampuan yang ia temukan itu dengan hati-hati agar dapat bersinar di lapangan. Perlu waktu setahun hingga ia bisa memetik hasilnya.

Namun mungkin dampak terbesar selain mewujudkan impiannya, adalah hati Sena yang benar-benar tulus untuk melakukan sesuatu. Menjadi seorang yang selalu berkecimpung dalam hal yang tak terjamah oleh hukum dan begitu liar, membuatnya tak terbiasa dengan pemuda itu sebelumnya. Rasa tak nyaman luar biasa karena ada seorang yang begitu…berdedikasi pada impian yang sama dengannya tanpa perlu ia mengancam.

Ia sempat curiga jika mungkin suatu saat nanti ia akan meminta imbalan atau berbalik mengancamnya (bukan jadi masalah sih…). Ia tak pernah percaya pada 'persahabatan' atau apapun itu diluar Musashi dan Kurita sebelumnya. Sang iblis Deimon ini sudah cukup merasakan bagaimana seorang bisa mengkhianati kepercayaannya.

Itu bukan hal menyenangkan…

Tapi Sena? Bukan hanya mendapatkan dan menjaga kepercayaan itu, ia bahkan terus berpegang dan mendorong Hiruma agar mau membuka dirinya. Mungkin hal ini yang nanti membuatnya terus tertarik dan menaruh perhatian pada sekecil apapun hal yang terjadi pada pemuda mungil itu. Heh, ya…dan berujung pada kisah roman dalam hidupnya yang bahkan ia tak pernah khayalkan sedikitpun karena fokusnya pada hal lain. (terutama blackmail dan football…)

Bisa mendekati sang Iblis saja sudah menganggumkan, apalagi hingga membuatnya jatuh hati. Belum lagi, keramahan dan pribadinya yang lembut membuat orang senang bicara padanya. Rasanya tak berlebihan jika Hiruma menganggapnya seorang luar biasa yang telah mengubah hidupnya. Ya, itu kira-kira kata yang tepat untuk merangkum semuanya.

Roy tertawa kecil memikirkan hal tadi ditengah sibuknya ia menghiasi kue ulang tahun spesial hari itu. /Sena-kun sejauh ini mungkin orang pertama yang bisa melihat siapa Hiruma jauh di dalam pribadinya yang begitu kompleks…/ pikirnya sembari mengambil rautan cokelat untuk topping. /Kuharap semuanya baik-baik saja untuk keduanya…sampai saat ini, bisa dikatakan kisah mereka yang mungkin jadi bab termudah di novelku. Mereka…/

"Sempurna." Ucapnya pada diri sendiri setelah kue yang dibuatnya selesai juga mengakhiri dialog pikirannya.

"Oooh! Roy-san, kau hebat!" Sasuke bersiul pelan menatap kue ulang tahun di atas meja dapur yang sekarang sudah rampung.

Novelis itu tersenyum bangga."Haha…bagaimana menurutmu? Apa ia akan menyukainya?"

" 'Mereka' maksudmu? Karena kurasa kau juga harus tanya pendapat Hiruma lebih dulu." Pemuda stoic tadi kembali menatap hasil karya bos mereka. Kue, yang seringkali identik dengan kadar gula tinggi, digantinya dengan bahan vanilla spongecake dan gula jagung. Tak terlalu manis, namun juga tak terlampau tawar sekalipun ditengahnya ia berikan selai blueberry.

Hiasan luarnya memakai whipped cream susu rendah lemak, ia berpikir bahwa olahragawan ada baiknya tak memakan sesuatu yang punya resiko mengganggu keseimbangan metabolisme mereka sekecil apapun. Pinggiran kuenya ditutupi dengan parutan campuran cokelat hitam dan putih, untuk kombinasi. (Roy benar-benar memikirkan bahwa kue yang dibuatnya dapat dimakan kedua pasangan itu tanpa khawatir akan selera mereka satu sama lain ketika catatan saja, Hiruma tak begitu suka gula.)

Mengingat pemeran utama dari ulang tahun kali itu adalah seorang pemain football, Roy membuatkan miniatur lapangan football diatasnya sebagai hiasan. Warna rumput hijau didapatkan dari parutan cokelat putih yang sudah diberi pewarna makanan dan tribun penonton yang mengelilingi setengah cake dibuat dari tambahan bahan cake yang sama, hanya saja dihiasi dengan whipped cream mocha sehingga tekstur dan warnanya seperti kayu.

Dan untuk kesempurnaan akhir, diatas 'lapangan' football mini tersebut dan bersandar pada 'tribun', diletakkan cokelat cetak berbentuk bola football yang diatasnya diberi tulisan elok dari cokelat putih.

Happy Birthday to My Dearest Sena

-Love always, Youichi-

Sasuke memberi tatapan kagum sekali lagi pada kue tersebut, "Wow…itu kata-kata yang hebat. Dengan nama kecil dan sangat gamblang dikatakan. Kujamin bahwa Hiruma akan berpikir antara mencekikmu atau berterima kasih."

Roy tertawa kecil mendengarnya, "Oh, kau pikir begitu? Sejujurnya akupun agak ragu awalnya akan menuliskan ucapan apa, tapi mengingat Hiruma bukanlah tipe orang yang…em, kau tahu lah…romantis lembut seperti pada umumnya, jadi kubantu saja lewat tulisan ini. Yah, walaupun kuyakin Hiruma mampu menunjukkan itu dengan caranya sendiri yang dimengerti oleh Sena-kun."

Pewaris Uchiha itu mengangguk paham sebelum mencoba melanjutkan apa yang ingin dikatakan Roy, "Dan kau berpikir untuk membantu Hiruma sekali saja memberikan hal romantis secara langsung tanpa berbelit-belit di hari spesial bagi Sena-kun melalui kue ini. Pemikiran yang bagus sekali. Kau memang hebat, Roy-san…"

/Sebenarnya aku semalaman memikirkan konsepnya…kalau reaksinya bagus, novelku juga pasti berjalan mulus kan? Hahaha…./ " Ya, tentu saja. Aku ini memang hebat…" ujarnya penuh kemenangan.

"Ah, Roy-san, jangan lupa masih ada lagi makanan berat dan minumannya loh..." Sasuke menggulung lengan kemejanya sebelum mulai mengeluarkan perkakas dapur untuk memasak.

"Oh, ya, kau benar." Angguknya paham sebelum memasukkan kue ulang tahun itu ke dalam kulkas dan membaca ulang kembali menu yang sudah mereka rencanakan sebelumnya.

(((1x21)))

Sementara itu di dalam kafe, Hiruma berkali-kali melirik jam tangannya dan mengecek kesiapan dirinya. Jack, yang jujur saja sangat kesal melihatnya tak tenang, menegurnya agar perhatian pemuda itu teralih."Oi, Hiruma."

"Hm?"

Model tadi memulai, "Aku tahu kau berencana untuk mengajak pacarmu kencan berkeliling kota, tapi tolong jangan membuat orang lain yang sedang mendekorasi ruangan dan kelengkapan untuk nanti malam jadi semakin tegang karena kau berjalan hilir mudik tak jelas seperti itu." Ujarnya sebal. Hiruma menghentikan langkahnya dan mendadak diam.

"Oh. Maaf, kurasa." Ujarnya ragu.

Seto yang sedang menyelesaikan rangkaian bunga, menangkap alasan dibalik tindakan tadi, "Kau cemas?" ujarnya santai.

"Yah…"

"Tumben sekali, bukankah sudah beberapa kali kau mengajaknya berkencan? Kurasa kau sudah terbiasa sebelumnya." CEO itu mengangkat alis penasaran.

"Ah, itu karena kali ini…" Belum selesai Hiruma bicara, Abe memanggilnya dari tangga menuju lantai atas.

"Hiruma-senpai, bak rendamnya sudah kuisi. Waktumu satu jam untuk siap-siap." Katanya santai sembari turun ke lantai bawah. Hiruma mengangguk paham sebelum pergi dalam diam.

"Senpai kenapa?" Catcher itu akhirnya mengutarakan pikirannya.

Seto mengangkat bahunya ringan. "Kurasa ia tak biasa memercayakan rencana yang dikerjakan orang lain. Lihat saja, ia datang pagi sekali kemari untuk mengecek semuanya padahal waktu kencannya masih lama. Yah, kau tahu dia…mencemaskan seluruh detail untuk segalanya. Dasar perfeksionis…"

Dua orang lainnya saling bertatapan lemas dengan pikiran yang sama akan orang yang bicara tadi. /Bukankah dia juga begitu? Bahkan lebih parah…/ Mereka tak mengindahkan lagi masalah tersebut dan melanjutkan merapikan balkon serta mengecek pencahayaan untuk malam nanti. Tak terasa waktu satu jam sudah berlalu dan suara cepat langkah kaki yang menuruni tangga membuat perhatian mereka teralih.

"Oke, aku berangkat !" Itu suara Hiruma, yang sekarang kedengarannya sudah tak tegang lagi.

"Yeah, semoga beruntung!" Abe mendukung tanpa mengalihkan pandangannya dari bawah taplak meja yang sedang dilipatnya untuk dihias.

"Kuharap semuanya lancar." Seto memberinya semangat dan melambaikan tangan dengan santai.

"Kau terlihat keren, sobat. Ayo, jemput pujaanmu sana." Jack menggodanya dengan nada jahil.

QB yang mendengarnya hanya mengeleringkan mata setengah kesal."Pokoknya kupercayakan semua pada kalian. Jya!" Hiruma melambai semangat sebelum mengambil coat musim dinginnya sembari memainkan kunci mobil ditangannya dengan gemerincing riang dan akhirnya pergi ke lantai bawah.

Tak lama setelah pemuda pirang itu pergi, suara langkah kaki di anak tangga menuju ke balkon kembali terdengar. Kali ini rupanya Sai yang datang dengan membawa hiasan lampu. Senyumnya yang seperti biasa, menyelingi komentar yang ia utarakan,

"Hilman hari ini begitu semangat ya?"

Yang lainnya mengangguk setuju, tanpa sadar suatu hal yang begitu santai dan otomatis dikatakan oleh Sai akan membawa kekacauan hari itu…

-x-x-x-x-x-x-

Di pintu timur stasiun kota bawah tanah, seorang pemuda mungil berambut cokelat maroon, dengan mata caramel hangat dan wajah manis, menunggu dengan sabar di salah satu bangku pengunjung. Sesekali ia membenarkan letak muffler putihnya agar tetap hangat membalut lehernya. Pemuda ini memakai long coat berbahan semi beludru berwarna putih gading, senada dengan sepatu boot pendek dan penutup telinganya. Dari desainnya, sudah terlihat bahwa yang dikenakannya bukanlah sembarang pakaian musim dingin dari departement store biasa, apa yang dikenakannya sekelas butik atau runway model musim dingin terbaru. Orang yang berpapasan dengannya, mau tak mau pasti akan menyangka ia idol atau semacamnya.

Namun pertanyaan terbesar dari mereka pastilah sama. Sedang apa anak semanis ini menunggu sendirian di bangku stasiun?

Yah…siapapun yang ditunggunya dengan begitu sabar, pastilah orang yang sangat beruntung. Atau itulah pikiran Hiruma ketika akhirnya berhasil sampai di stasiun kereta dan melihat junior mungilnya duduk sendiri sembari menyeruput sekaleng kopi hangat. Ia mengutuk hujan salju yang turun deras dan berhasil membuat mobilnya terjebak karena jalanan yang tertumpuk salju tebal. Sudah satu jam sebelum waktu perjanjian ia berangkat dari kafe tempatnya bekerja, tapi apa mau dikata kalau sudah nasibnya, ia terlambat setengah jam karena harus menunggu mobil pengeruk untuk membersihkan tumpukan salju.

Pemuda pirang itu menarik napas untuk menenangkan diri dan merapikan jubah panjangnya, perlahan menerobos arus orang-orang di stasiun, ia mendekati pemuda mungil tadi.

"Hei." Panggilnya lembut. Wajah mungil dihadapannya mengadah dan menatapnya sayu, jelas sekali ia mulai mengantuk karena udara dingin. Namun senyum lembut menyambut Hiruma seperti biasanya.

"Hiruma-san...Bagaimana perjalananmu tadi ?" tanya Sena, pandangannya tak lepas dari seniornya yang berjongkok didepannya dan menggenggam kedua tangannya, melepaskan sarung tangan yang sudah basah sebelum memberi respon dengan mengangkat bahu.

"Mobilku terjebak salju. Menyebalkan juga karena ada beberapa ruas jalan yang macet…dan…yah…orang-orang berbelanja…kau tahu…banyak sekali event bulan ini." jawabnya sembari menggosok pelan tangan mungil tadi, berusaha menghangatkan kembali jemari kecil pemiliknya.

Sena tersenyum sipu melihatnya. Terkadang pacarnya ini memang melakukan sesuatu yang manis dengan spontan tanpa peduli sekitarnya. Andai ia tahu berapa banyak orang yang menginginkan perhatian seperti itu...

"Kenapa kau tersenyum begitu? Hm? Memikirkan sesuatu tentangku?" Juniornya agak kaget dengan pertanyaan tadi. Memang sudah sekitar setengah tahun ia bersama Hiruma, tapi masih saja ada perilaku yang kadang tak bisa ia pahami tentangnya, dan hal ini adalah salah satunya.

/…Kok…?/ Sena mengerenyit kecil mendengar pertanyaan itu. /Biasanya ia…tak pernah sekalipun…/

"Ah…bukan apa-apa." Jawabnya pelan. Dilihatnya pemuda pirang yang hari ini berpakaian lengkap (long coat, syal, sarung tangan, celana, sepatu, dan sweaternya berwarna hitam semua.) menatap hangat dengan bola mata hijau tosca dibalik bingkai kacamatanya. Sena tersadar, "Hiruma-san? Kau pakai kacamata."

"Aa…ya…bagaimana menurutmu? Cocok tidak?" tanyanya lagi.

/Oke….itu sangat aneh…./ Pemuda mungil dihadapannya makin heran dengan sopan santun hari itu, tapi mengingat ini hari istimewa dan Hiruma memang mengatakan akan memberikan sesuatu yang berbeda, ia tak mengindahkannya. Sena menyadari satu hal lagi, bahwa gaya rambut Hiruma berbeda dari biasanya. Kali ini ia menyisirnya turun dengan sedikit gel untuk membuat gaya acak. Runningback itu tertawa kecil sebelum berkomentar, "Ya, cocok. Seperti eksekutif muda."

Hiruma yang mendengarnya hanya meniupkan udara hangat ke tangan mungil yang masih digenggamnya tadi, tapi Sena tahu kalau seniornya itu berusaha menyembunyikan senyum simpul yang terkembang. "Kau tahu? Tadi sewaktu aku memasuki peron dan melihatmu duduk sendirian disini…aku mematung."

Sena mengangkat alis. "Aa? Kenapa?"

Bola mata hijau tosca memandang lurus padanya ketika pemiliknya menjawab."Karena kau terlihat seperti boneka keramik yang diukir begitu halus…Aku tak percaya bahwa aku merasa senang karena ilusi lampu redup membuatmu terlihat bersinar seperti…" Hiruma berhenti bicara, ia menggali memorinya untuk mendapatkan kata yang tepat dan menemukan satu. "…malaikat ?"

Juniornya ternganga mendengar hal itu. Otomatis ia menarik tangannya dan meletakkan salah satu telapak tangannya di dahi QB tadi. Entah mengapa ia jadi merasa takut."…Hiruma-san, kau yakin hari ini kau sehat ?" tanyanya cemas.

/Tapi suhu tubuhnya normal…sedikit dingin karena hujan salju sih…tapi normal…/ pikirnya bingung. Sang iblis tampaknya tak peduli dengan komentar tadi yang..hm, mungkin dapat dibilang sarkasme halus juga. Ia dengan cuek kembali melanjutkan pembicaraan.

"Hei…pakaiannya sangat cocok untukmu.…Syukurlah ukurannya pas…" Hiruma bangkit dari lututnya dan mengangguk-angguk kecil menilai penampilan Sena. Tak ayal juniornya tersipu lembut.

"…Ah, seharusnya…aku yang berterima kasih…Um…untuk pakaiannya. Hadiah yang mengejutkan…Sankyu…" Ujarnya pelan.

Tapi pemuda pirang itu menggeleng pelan."Aku lebih senang kalau kau tak puas dengan ini saja, masih banyak hadiah untukmu hari ini."

"Oh, astaga…Hiruma-san, ini sudah cukup…Aku tak begitu-" Telapak tangan dengan sarung tangan hitam, otomatis menghentikan kalimatnya.

"Maaf, tapi hari ini kau takkan bisa menolak hadiah dariku." Ujar pacarnya itu tak kalah keras kepala. Sena terdiam sebelum menghela pelan dan memberi senyum lelah.

"Mmh…Jangan terlalu berlebihan ya?" pintanya khawatir. Terakhir kali Hiruma bicara begitu, 'hadiah' yang didapatkannya adalah rangkaian bunga yang nyaris memenuhi tiap sudut rumahnya. Butuh waktu untuk membereskannya…walau memang hal yang dilakukan seniornya itu manis sekali.

"Kujamin kau akan suka." Didengarnya Hiruma berusaha meyakinkan dirinya. Sena mengangguk paham.

"Un…"

Quarterback itu kembali mengecek jam sebelum mengulurkan tangannya pada pemuda mungil tadi. "Nah…kita berangkat sekarang ?"

Sena tersenyum riang dan menerima tawaran tadi. "Ya. Ayo."

Jawabnya sebelum keduanya keluar dari stasiun dan pergi menuju mobil Hiruma. Sepanjang perjalanan, tangan keduanya tak melepas genggaman satu sama lain.

(((1x21)))

TAP! TEP! TAP! TEP!

"Yosh! Ayo, minggir semuanya! Ini hidangan yang terakhir!" Roy memberi peringatan pada karyawannya yang lain ketika membawa makanan yang masih panas ke atas balkon.

Abe dengan cekatan langsung membantu mengambil nampan di tangan kiri bosnya."Eits! Biar kubantu, Roy-san."

Roy menyeimbangkan tangan kanannya yang membawa nampan berisi sup."Trims. Ini yang terakhir." Ujarnya sembari mengatur letak makanan pembuka tadi sementara Abe menaruh yang lainnya di dapur kopi.

Seusai mengatur makanan Roy mundur beberapa langkah untuk mengamati hasil kerja mereka. Karyawan lainnya turut bangga dengan karya mereka, dan menghela lega.

"Fhuh…akhirnya…" Jack menggeleng senang.

"Selesai juga." Seto melanjutkan komentarnya.

"Kerja kalian hebat." Sasuke yang bekerja di dapur bersama Roy juga ikut mengomentari.

Balkon tersebut disihir dengan hiasan bola lampu kecil dan besar yang digantung acak di atasnya hingga ke lantai, membuat ilusi seperti 'tirai bintang' yang turun dari langit. Lilin-lilin diatur sedemikian rupa di tiap sudut balkon agar cahaya dan hangatnya terjaga berpendar lembut, sementara tirai merah sutra memantulkan cahaya tersebut, memberi kesan 'mewah' dan romantis.

Satu meja yang berada di tengah balkon, diberi taplak berwarna hitam sementara alat makan diatasnya bertolak belakang dengan warna perak. Taburan kelopak bunga mawar diantara alat makan dan jalan setapak menuju meja, serta rangkaian bunga (lili, mawar, lavender, bluebells) memberi wewangian lembut yang tertiup udara malam.

Dan tentu saja, di sudut kanan balkon, adalah tempat pemuda yang lainnya akan memainkan musik mengiringi waktu santap malam. Rangkaian alat musik sudah diatur agar tak menghalangi Sai yang menjadi butler malam itu untuk mengantarkan tiap course makanan dari ruang dapur lantai dua.

Sai tertawa kecil. "Tinggal menutup tirai untuk masuk kemari dan kejutannya siap."

"Bingo." Abe membenarkan.

"Oke, karena semuanya sudah siap, tinggal kita yang menyiapkan diri. Ganti pakaian kalian dan-" Belum selesai Roy bicara, suara pintu lantai satu membuat semuanya siaga.

BRAK! KLING! KLING!

"Pintu depan." Jack langsung bangkit dari kursinya.

"Celaka, lupa kututup waktu buang sampah tadi." Sai terbelalak mengingat tugas sebelumnya.

"Siapa?" Seto dengan sigap segera turun ke lantai dasar. Diikuti dengan pandangan curiga lima orang lainnya. Kemungkinan terbesar dari adanya orang yang masuk ke sana adalah pencuri. Tapi rasanya tak mungkin jika mereka membanting pintu keras-keras untuk memberitahukan kedatangan mereka. Oh…kecuali perampok bersenjata, itu lain ceritanya.

Memegang senapan kecil yang selalu ia bawa di kantung ikat pinggangnya, sang CEO yang berada paling depan, mencari-cari siapa orang yang membuat kegaduhan tadi. Betapa kagetnya mereka berenam hingga menghentikan langkah mereka dengan kaku.

"Hiruma ?" ujar mereka bersamaan ketika melihat sesosok pemuda pirang yang membenamkan wajahnya di lipatan tangan dengan frustasi.

-x-x-x-x-x-

Hiruma Youichi tak pernah melakukan kesalahan sebodoh ini dalam hidupnya. Dengan langkah cepat dan dihantui perasaan luar biasa kacau, satu-satunya tempat yang terpikir olehnya untuk merenung bukanlah apartemen yang letaknya lebih dekat dengan tempatnya menyadari hal itu tadi, melainkan kafe dimana ia bekerja.

Wangi teh hitam tercium olehnya ketika secangkir minuman tersebut diletakkan didepannya. Hangat perlahan terasa dari uap yang keluar dari teh tersebut. Sudah sekitar satu jam ia terdiam menenangkan diri tanpa diusik oleh rekan kerjanya yang lain. Ia tahu mereka ada di ruangan itu, memperhatikannya dengan bingung dan cemas namun tetap menunggunya untuk siap bicara. Dan ketika ia perlahan menyesap teh di cangkir, itu tandanya ia siap. Didengarnya suara bosnya bicara,

"Bukankah seharusnya kau pergi kencan hari ini ?" tanya Roy.

"Ya." Jawabnya parau. Ia sungguh tak ingin mengingatnya dan berharap bisa memutar balik waktu.

"Lalu…kenapa kau kembali sendirian? Dan sangat cepat…" Bosnya bertanya lagi. Ia mencuri pandang pada karyawannya yang lain dan mendapati mereka sama penasarannya. "Apa dia tak datang ?" Roy mencoba memberi opsi ketika tak mendengar jawaban apapun.

"….dia datang." Ekspresi Hiruma terlihat sakit.

/Sepertinya terjadi hal yang buruk…/ Seto melempar pandang pada Jack untuk selanjutnya bertanya. Mungkin karakter ceria bisa sedikit membuat atmosfirnya tak begitu tertekan.

"Err…jangan-jangan karena pakaian yang kupilihkan ya? Aduduh..maaf Hiruma…tapi-"

"Dia menyukainya. Sangat cocok. Terima kasih." Ujarnya cepat dengan senyum pahit.

Semuanya terdiam lagi mendengar kalimat tadi, sampai akhirnya Seto langsung bicara pada intinya. "Apa yang terjadi?"

Pemuda pirang itu tetap menunduk menatap meja sebelum mengangkat wajahnya dan dengan lurus melihat lawan bicaranya. "Lihat aku." Ujarnya singkat.

Sementara kelima orang lainnya saling melempar pandangan bingung, hanya bos mereka yang tiba-tiba dengan cepat merenggut kerah bajunya dan berbisik marah sekaligus cemas, "Kau keluar kencan dengannya di kota dengan dandanan seperti ini ?"

Hiruma tak menjawab maupun bereaksi apapun. Lima orang lainnya akhirnya tersadar apa masalahnya.

"Oh…astaga…" Sasuke memijat pelan dahinya.

"Seharusnya aku tahu ada yang salah waktu Sai bilang sesuatu pada kita…" Jack berbisik pelan.

"Dan aku sama sekali tak menyadari poin itu." Sai turut menatapnya simpati.

Abe, yang termuda diantara mereka dan yang paling membenci basa-basi, mengutarakan pikirannya dengan langsung, "Jangan katakan kau bersikap seperti host."

Roy melepaskan genggamannya ketika Hiruma akhirnya menggeliat melepaskan diri."Sayangnya…aku melakukannya…" ujarnya sebelum perlahan duduk kembali.

Bosnya menggeleng pelan, "Kau tahu popularitasmu sendiri kan ? Apalagi di kota ini…Agh, bisa kubayangkan apa yang terjadi tadi…"

Pemuda pirang itu berbisik parau, "Aku lupa…aku benar-benar tak ingat…dipikiranku hanya ingin memberikannya sesuatu yang berbeda dari biasanya. Kupikir ini ide yang bagus…tapi…"

"Tapi kau berubah ke mode 'host' secara total…" sambung Seto.

Hiruma menyesap pelan lagi tehnya. Ia menarik napas panjang untuk memulai,"Awalnya semua baik-baik saja. Aku dan dia…kami berkeliling ke beberapa tempat. Toko olah raga itu pasti, karena memang kami selalu berhubungan dengan hal itu. Aku membelikannya wrist band untuk quarterback…karena bagaimanapun sekarang ia memegang posisi itu juga." Hiruma tersenyum kecil disini, sementara yang lainnya hanya diam menunggu ia melanjutkan.

"Dan dia terlihat senang…senyumnya waktu itu terlihat indah sekali…" ujarnya. "Tapi inilah awal kesalahanku dimulai…"

-.-.-.-.-.-

"Ara? Hilman-sama?" Seorang gadis berambut pirang panjang menyapanya riang di meja kasir.

"Oh, halo Rika-chan!" Balasnya riang sembari melempar senyum menggoda.

"Owh…kau tampan sekali hari ini, Hilman-sama. Berbelanja untuk tahun baru?" Rika mengajaknya bicara sembari menghitung seluruh barang yang dibeli Hiruma. Pemuda pirang didepannya dengan santai menanggapi,

"Ya, begitulah. Apa kau akan datang ke kafe lagi?"

"Kalau waktuku kosong ya?" Gadis itu mengangguk sembari tersipu.

Hiruma memberinya senyum lembut sebelum mengambil tangan gadis itu dan memberi kecupan di atasnya."Tentu saja. Kami menunggumu."

"Hihihi…Oh, aku pasti kesana. Ah, semuanya 5000 Yen."

Pemuda pirang tadi mengambil beberapa lembar uang dari dompetnya untuk membayar barang belanja mereka, "Trims, Rika-chan. Sampai jumpa lagi."

"Jya! Terima kasih banyak untuk kunjungannya." Gadis itu melambai riang sebelum Hiruma keluar dari toko. Dari sudut matanya, quarterback Deimon ini bisa melihat kliennya itu langsung diserbu pertanyaan dari karyawati lain disana.

KLING! KLING!

Bola mata tosca mencari-cari pasangannya yang tadi dikatakan akan menunggu sembari melihat-lihat kota, dilihatnya Sena berdiri menunggu di tembok pembatas toko. "Hei, maaf lama menunggu."

Sena memberinya senyum kecil sebelum menjawab pelan,"Tidak apa-apa."

"Kau yakin?"

Pemuda mungil itu mengangguk.

"Hm…baiklah…berikutnya! Ayo!" katanya menggandeng tangan pasangannya dan melangkah cepat ke tempat lain.

"Uwwa! Tu-Hiruma-san!" Sena tak sempat protes karena suaranya tertelan arus orang-orang yang berjalan berlawanan arah.

Tempat berikutnya adalah toko yang menjual berbagai aksesori pakaian. Hiruma berulang kali menawarkan aksesori bergaya gothic dan punk, tapi ditolak langsung oleh Sena. Tentu saja, imejnya sungguh bertolak belakang, bisa-bisa orang tuanya gelagapan nanti. Akhirnya Sena 'dibebaskan' untuk memilih benda yang cocok untuknya, (pacarnya bersikeras, pokoknya ketika mereka keluar dari toko, Sena harus memiliki minimal satu barang sebagai hadiah darinya.)

Andai Hiruma lebih sadar diri, mungkin ia bisa merasakan emosi tiap orang yang memerhatikannya. Karena hari itu, Sena sama sekali tak merasa senang untuk berjalan-jalan dengannya.

Ya, tentu saja.

Lagipula mana ada seorang yang senang ketika berulang kali pacarnya didatangi banyak wanita yang tak ia kenal sembari bercengkrama akrab serta bermain genit. Dari toko pertama, ia melihat dari luar jendela, hingga toko terakhir dimana Hiruma tak sadar dirinya menunggu di bangku depan toko.

Ia tahu betul tentang pekerjaan sambilan Hiruma sebagai host di 7th Heaven. Ia juga sadar kalau itu semua merupakan hak pribadi seniornya. Selama ini ia berusaha memahami dan memaklumi keadaan tersebut, tapi tetap saja melihatnya secara langsung membuatnya benar-benar tak nyaman. Ditambah lagi sikap seniornya yang biasanya berubah menjadi 180 derajat sepanjang hari itu…

Hingga pada akhirnya ia sadar sudah sekitar dua jam mereka berkeliling kota dan mendadak merasa haus. "Hiruma-san?"

"Hm?" gumam seniornya dengan nada riang.

"Aku haus. Boleh aku ke minimarket sebentar?"tanyanya lelah./Kalau begini terus…aku tak tahan…/

"Biar kubelikan."

"Tak usah, aku bisa sendiri." Ujarnya tanpa menunggu jawaban dan segera masuk ke mini market. Berusaha menenangkan dirinya, Sena berkeliling mencari panganan ringan sebagai pengalih perhatian. Ia mengambil snack rumput laut dan teh hijau sebagai camilan kecil sebelum membayarnya di kasir. Mata karamelnya menangkap sesuatu di rak samping,

/Ah,ini permen karet favorit Hiruma-san !/ pikirnya senang. "Um, tolong tambah yang ini ya." Ujarnya pada penjaga kasir.

"Oh, baiklah."Penjaga kasir tadi mengangguk pelan. Apa yang Sena tak sangka selanjutnya adalah pria tua di depannya mengajaknya mengobrol sembari menghitung harga barang. "Haa…aku iri…"

"Eh? Pada apa?"

"Kau lihat di luar sana?" Pria itu menunjuk ke luar kaca mini market, dimana di seberang jalan ada seorang pemuda yang penuh dikelilingi wanita muda. Pemuda mungil tadi tercekat melihatnya."Malam bersalju dikelilingi wanita cantik. Pria yang beruntung dihangatkan oleh mereka. Laku begitu, pasti mudah mendapatkan apa yang ia mau ya? Oh, totalnya 2800 Yen, nak."

"…Begitu ya?…ah,terima kasih…"Sena menjawab pelan sebelum membayar semuanya dan melangkah pergi.

Dari kaca toko, tampak Hiruma yang menyudahi percakapan-entah-apa dengan mereka semua dan para wanita tadi membubarkan diri. Sena sungguh bersyukur lampu penyebrangan di dekatnya menyala merah. Karena berikutnya, ia tak mengindahkan Hiruma yang melambaikan tangannya dari seberang jalan dan langsung berbelok pergi dengan langkah cepat.

Di sisi jalan lainnya, sang quarterback tak punya kesempatan untuk memanggil Sena karena ia membaur cepat diantara orang-orang yang berseliweran. Pemuda pirang itu mengerutkan dahinya bingung, /Oh, apa dia ingin main sedikit?/ pikirnya usil dan dengan cepat mengejar langkah kaki juniornya.

Tapi selang sepuluh menit, Sena sama sekali tak menurunkan tempo berjalannya dan ini mulai membuat Hiruma cemas. Ia tampaknya baru menyadari bahwa pemuda mungil itu benar-benar ingin kabur. Hingga akhirnya dilihatnya ada percabangan jalan, Hiruma memanggilnya, "Tunggu, Sena! Oi!"

Tapi langkahnya tak berhenti.

/Sial! Kenapa sih?/ Hiruma mempercepat langkahnya, berlari sembari berusaha menggapai lengan pemuda mungil yang tak jauh berada di depannya.

TAP! TEP! TAP! TEP!

"Tunggu! Hei, kubilang tunggu!"

Dari sekelebat apa yang ia tangkap di sekelilingnya, Hiruma tampaknya menyadari bahwa Sena mencari stasiun kereta terdekat."Chibi, dengarkan aku! Berhenti!"

TEP!

Pemuda mungil tadi menghentikan langkahnya. Dan seketika itu pula Hiruma melakukan hal yang sama. Namun entah kemana niatnya untuk menarik Sena tadi. Kakinya mematung ketika melihat pundak kecil yang jatuh seolah kelelahan. Tapi Eyeshield tak semudah itu lelah hanya karena berjalan cepat selama kisaran 20 menit.

Berusaha mengendalikan napasnya lagi, udara dingin kini benar-benar terasa menusuk di kulitnya yang tak tertutup apa yang berikutnya bisa membuatnya merasa itu bukan apa-apa. Karena berikutnya Sena berbalik dan menatapnya kecewa…bukan, kata itu terlalu meremehkan, tatapan itu…pedih.

Baru membuka mulutnya untuk bicara, ia keduluan oleh runningback yang berdiri beberapa meter didepannya, "Aku ingin pulang."ujarnya singkat.

Hiruma mengangguk paham berusaha mendekat, namun pemuda mungil itu mundur menjauhinya."Sena?" tanyanya bingung.

"Aku lelah."

Quarterback yang mendengarnya mulai kesal dengan kucing-kucingan dan mood yang tak jelas seperti ini."Kalau begitu, kau bisa katakan padaku. Tak usah berlari seperti itu!" ujarnya kesal, ia tak pernah menyangka kalau Sena akan membentaknya.

"PADAMU? MEMANGNYA KAU SIAPA?"

"APA MAKSUDMU? SUDAH PASTI-"

"HARI INI! Setelah dua bulan tak bertemu karena Hiruma-san begitu sibuk dengan ujian akhir dan seleksi universitas dan aku yang juga disibukkan oleh pertandingan Christmas Bowl…akhirnya aku bisa pergi berdua dengannya…dia mengajakku pergi di hari ulang tahunku…" suaranya mengecil di akhir ucapannya. Hiruma menarik napas berusaha menenangkan dirinya dan menjelaskan, tapi Sena memotongnya lagi.

"…Justru karena-"

"SEHARUSNYA! SEHARUSNYA HARI INI AKU KENCAN DENGAN HIRUMA YOUICHI, PACARKU! BUKAN DENGAN SEORANG HOST YANG DIPANGGIL HILMAN-SAMA!"

Seolah tersiram oleh seember air musim dingin, Hiruma baru menyadari apa kebodohannya. Lidahnya kaku ketika medengar Sena bicara lagi,

"Sudah cukup, aku ingin pulang. Oyasumi." Ujarnya datar sebelum berbalik pergi menuju stasiun kereta bawah tanah, meninggalkan sang iblis yang hanya bisa terdiam tanpa kata-kata.

-.-.-.-.-.-.-.-.-.-

Hening ruangan utama di kafe 7th Heaven ketika Hiruma mengakhiri ceritanya. Seto bersandar di tembok, sedangkan Roy, Abe,dan Sai tetap berdiri menatapnya, Jack duduk tak bergeming di seberang meja, sementara Sasuke bertopang dagu di meja lain di dekatnya. Terdengar suara helaan seseorang sebelum satu persatu dari mereka berkomentar,

"Bodoh." Itu Seto..

"Idiot." Sai…

"Cara yang bagus untuk mengacaukan semuanya." Jack…

"Hebat…aku tak tahu harus bicara apalagi." Sasuke…

"Oh, wow..." Abe…

"…."

Hiruma mendelik pelan pada bosnya, ia diam sejenak sebelum bicara."Kau tak menceramahiku juga ?"

Pria berambut hitam itu menatapnya datar, ia tampaknya menimbang sesuatu dalam benaknya. "Hiruma…"

"Ya?"

Roy menghela pelan, "Kau bilang…Sena-kun sudah tahu soal pekerjaanmu sebagai host di sini?"

Ia mengangkat bahunya lelah."Ya…kuberitahu segalanya. Lagipula, aku tak ingin merahasiakan sesuatu dari hubungan kami…" Kelima pegawai lainnya terdiam mendengarkan percakapan keduanya. Mereka menangkap, bahwa sepertinya Roy ingin meluruskan setahap demi setahap.

"…Pernahkan kau memikirkan perasaannya tentang hal ini ? Tentang…kau sebagai seorang…host ?" Roy bertanya takut.

Hiruma menggeleng. "Baru hari ini setelah ia lari dariku…Ah, aku bodoh…haha.." tawanya parau.

"Memangnya ada apa dengan hal itu?" Abe bertanya gamblang. Jelas sekali ia tak punya pengalaman apapun tentang hal ini. Yah, wajar…dia paling muda sih..

Seto bisa merasakan kekakuan atmosfir diantara kedua orang yang mendengarnya dan berusaha menjelaskan dengan nantinya ini akan jadi masalah mereka bersama juga. Pemuda bermata lazuli itu berdehem,"Begini Abe-kun…seandainya saja, Mihashi-kun bekerja sebagai host profesional. Apa perasaanmu?"

"Uh…was-was tentunya…maksudku, dia seharusnya bersamaku…tapi justru dekat dengan banyak orang…Yah, normalnya sih cemburu…" Jawabnya polos sembari membayangkan imej pitcher-nya yang sangat berbeda. /Aku lebih suka Ren yang biasanya./ pikirnya cepat.

CEO muda tadi tersenyum kecil."Benar. Dan sekarang, andaikata kau tahu hal tersebut, lalu kau menerima dengan sepenuh hati keadaannya."

Abe memotong buru-buru."Whoa…aku tak sebaik itu…"

"Kan andaikata…."

"Oh, oke."

"Dan dia berlaku sangat berbeda jika bersamamu, dia yang hanya untukmu. Bagaimana menurutmu?"

Catcher tadi berpikir sejenak sebelum menjawab."Um…yah, kurasa saat bersamanya akan selalu kukenang…dan..oh.." Sepertinya ia mengerti maksud percakapan Hiruma dan bosnya sebelumnya, tapi pemuda itu terus melanjutkan ragu-ragu. "Kalau...ia memperlakukanku sama seperti kliennya…atau menunjukkan kedekatan seperti itu dengan orang lain di waktu yang hanya untuk kami berdua, di waktu yang selalu kujadikan harta ketika bersamanya…"

"Rasanya orang yang kusayangi sebelumnya sudah tak ada dan bukan milikku lagi." Seto melengkapi kalimat tadi. Hiruma yang mendengarnya mendengus pelan. Tampaknya ia mengakui host utama di kafe itu berhasil menjelaskan dengan sempurna.

"Aku menyakitinya…bisa kuingat dengan jelas wajahnya sewaktu berteriak padaku…" Pemuda pirang itu memejamkan matanya erat. "…Padahal selama ini dia begitu sabar…"

Jack menghela pelan."Minta maaflah."

"Memangnya aku pantas dimaafkan?"

Sai mendecak kesal,"Jangan menilai dirimu begitu."

"Tapi memang kenyataannya seperti itu! Ini hari ulang tahunnya! Seharusnya aku memberinya kado yang membuatnya bahagia! Bukannya…ah...sial!"

"Kau sayang sekali padanya ya?" Sasuke memandang simpati.

Hiruma tak menjawab hal yang sudah pasti itu dan melanjutkan racauan frustasinya. "Apalagi minggu ini aku pindah ke asrama Saikyoudai…Dan dia akan pergi ke universitas Notre Dame untuk belajar disana selama setengah tahun..."

Roy terdiam dan menghela panjang. / Jadi selama ini dia kelelahan karena mempersiapkan diri untuk ujian universitas…Hebat sekali masih meyisihkan waktu untuk kerja sambilan…/"Kau masih punya banyak waktu. Biarkan semuanya tenang dan nanti kau minta maaf padanya. Jelaskan semuanya…dan uh, mungkin ini akan sangat merugikanku, tapi sebaiknya kau berhenti kerja sebagai host untuk amannya."

"Dia berangkat lusa pagi." Quarterback itu menjawab cepat.

"Oh…" Bosnya terpaku. Profesional memang lebih ketat jadwalnya, padahal menjelang Natal dan Tahun Baru, tapi justru jadwal latihan sudah akan dimulai.

"..."

"..."

"..."

Seto memijat dahinya pelan dan menyimpulkan percakapan mereka."Artinya harus dilakukan hari ini. Karena besok pasti sibuk untuk mempersiapkan segala hal untuk lusa nanti."

Jack mengangguk setuju."Ya, masa bodoh dengan hasilnya apakah kau tetap dibenci atau dimaafkan. Sejujurnya, lebih cepat lebih baik."

"Dan jangan melalui telepon! Kau datang langsung bertemu dengannya." Sai memotong jalan pikiran Hiruma yang memang ke arah sana. Pemuda pirang itu tak pandai bicara sentimental berduaan dengan seseorang, apalagi orang itu pacarnya sendiri. Ugh…pasti canggung.

"Kalau begitu sekalian bawa kue untuk oleh-oleh." Celetuk Sasuke yang tampaknya lega melihat perkembangan positif dari percakapan mereka. Walau apa yang dikatakannya tadi justru membuat hening kafe itu.

Seringai tipis menyungging di bibir Roy, ada kilatan aneh dimatanya ketika ia memulai. "Ah…tunggu. Kalau dengan cara biasa, itu sangat bukan Hiruma. Aku ada ide supaya ini jadi hal menyenangkan…"

"Aku tak suka idemu." Hiruma menolak tegas. Apapun yang nanti akan dikatakan Roy,pastinya hal gila yang membuat mereka kerepotan.

"Kurasa akan menarik. Apa kita ikut serta?" ujar Sang CEO muda kasual. Dia bisa melihat karyawan lain yang ada di sekitar meja tempat Hiruma duduk, memberi tatapan semangat untuk bertualang.

"Oh, tentu saja." Jawabnya jelas.

Semuanya terdiam lagi menunggu persetujuan hingga akhirnya si empunya masalah menghela pasrah, "Baiklah. Terserah kalian. Tolong bantu aku. Tapi kalau makin kacau…"

"Tidak akan. Kujamin itu." Senyum misterius sang novelis terus berada disana hingga ia selesai mengutarakan rencananya.

(((1x21)))

Hujan salju yang turun lembut malam itu, tetap tak bisa membuat Sena yang memandangnya, tersihir untuk tidur. Dua jam sebelum tengah malam, dirinya masih terjaga duduk menyelimuti diri dan memandang salju dengan bersandar di sisi jendela kamarnya. Matanya masih sembab karena tangis kecewanya yang ditahan, ketika sampai di rumah akhirnya pecah juga.

Beringsut sedikit untuk melingkarkan selimutnya lebih erat, Sena memainkan boneka beruang kecil bersayap kelelawar yang dipeluknya tadi. Hadiah dari Hiruma sewaktu mereka pergi ke game center itu, selalu jadi sahabatnya kalau hatinya gundah. Ia menarik sayap boneka tadi dan membuatnya seolah mengepak.

"Haa…" helanya pelan ketika mengingat hal sore tadi. Orang tuanya sendiri kaget kenapa ia pulang cepat, padahal biasanya jika Hiruma yang mengajaknya pergi, selalu berakhir dengan ia menginap di apartemen seniornya itu. Tapi apa mau dikata, pikirannya kalut waktu itu.

Memang, Hiruma yang biasanya itu sikapnya kasar, kata-katanya terlalu menusuk, dan pribadinya sangat membingungkan. Tapi Sena tahu betul kalau dia sebenarnya baik, apalagi sejak kaptennya itu menyatakan perasaannya dan ia menerimanya. Banyak sisi lembut dari Hiruma yang tak diperlihatkan pada orang lain.

Tentu saja, dia Hiruma Youichi. Sang iblis Deimon. Sudah pasti dengan apa yang diperbuatnya selama ini, ia akan menuai buah yang sama. Memiliki banyak musuh membuatnya harus tampak sempurna, kelemahan dengan memperlihatkan sisi sentimental seperti orang pada umumnya adalah tak boleh. Sebenarnya berat bertindak sebagai orang baik yang terlihat antagonis.

Pemuda mungil ini memejamkan matanya lelah. /Mungkin aku terlalu berlebihan tadi…Hiruma-san bukan tipe orang yang dengan sengaja mengumbar hal seperti itu…Tapi aku…/ pikirnya dalam diam. Setelah dua bulan hanya bertahan dengan pertemuan-pertemuan kecil di sekolah, akhirnya mereka bisa pergi berdua. Awalnya ia berencana membuat kenangan banyak-banyak dengan Hiruma sebelum ia pergi ke Notre Dame. Sejujurnya, memikirkan hubungan jangka panjang dengan Hiruma yang bekerja sebagai host semakin membuatnya cemas.

Sena memotong pikiran buruknya dan mencuri pandang pada jam weker di samping tempat tidurnya yang menunjukkan pukul 22.18 malam. "Kurasa lebih baik aku tidur…" bisiknya lelah sebelum bangkit dari duduknya. Belum sempat ia menutup jendela, ponselnya berdering.

PLIP! PLIP! PLIP!PLIP!

/Siapa yang menelepon malam-malam begini sih?/ Kutuknya setengah berharap dan takut kalau yang meneleponnya itu Hiruma. Ketika melihat caller idnya, dengan panik ia buru-buru menjawab,

"Mo-Moshi-moshi…Yasaka-san (2)?" jawabnya panik. Malam-malam begini bosnya di perusahaan modeling meneleponnya? Pasti ada apa-apa…

"Sena-kun? Untunglah kau belum tidur. Aku ingin minta tolong. Hari ini ada pemotretan dengan latar langit malam, tapi model yang kukontrak tak bisa melakukannya karena cedera sewaktu latihan runway. Kau bisa dapat ijin keluar malam ini? "

Sena menghela pelan, "Iya…kurasa bisa." /Nanti kutulis pesan untuk Mama…daripada aku tak melakukan apapun dan merenung terus…/

Suara di seberang telepon terdengar lega mendengarnya."Oh…syukurlah. Karena aku tak mau menghilangkan kontrak kerjanya. Maaf, ya. Padahal kau sudah menyerahkan surat mundur minggu lalu. Nanti pasti kuberi bonus. Ah….kalau begitu, lima belas menit lagi akan ada kendaraan yang menjemputmu. Kau siap-siaplah."

"Aku paham." Ia mengangguk walau lawan bicaranya tak melihat.

"Baiklah. Selanjutnya kru yang akan menjelaskan segalanya padamu. Selamat malam."

"Un…" Gumamnya sebelum jalur telepon diputus. "Yah….begadang lagi…" Ujarnya senang sebelum memasukkan barang yang sekiranya diperlukan nanti ke dalam tasnya. Berganti pakaian dengan coat yang ia kenakan tadi siang, setelahnya ia segera turun ke lantai bawah. Mendapati lampu yang sudah dipadamkan, ia mengambil kesimpulan bahwa orang tuanya sudah pergi tidur.

/Um…kertas..kertas…/ pikirnya sembari merobek kertas catatan dari meja telepon, menuliskan pesan bahwa ia pergi keluar malam itu, dan menempelkannya di kulkas dengan magnet.

Dan seperti lonceng penanda, suara deru mobil yang begitu dekat menjadi petunjuknya untuk segera pergi. Pelan-pelan agar langkah kakinya tak membangunkan kedua orang tuanya, ia pergi ke pintu depan dan menguncinya sebelum pergi. Benar saja, di depan rumahnya sudah ada mobil…limosin?

"Hah?" Sena menghentikan langkahnya kebingungan. /A-apa tak terlalu berlebihan ? Baru kali ini…/ Belum hilang rasa kagetnya, seorang lelaki muda keluar dari sana dan membukakan slot pagar rumahnya dan membungkuk memberi salam.

"Err…anou…" Pemuda mungil itu menggumam bingung, tak tahu harus bertanya apa.

Pria tadi menegakkan kembali tubuhnya dan memberi senyum ramah."Selamat malam, saya Roy Mustang yang akan jadi pengemudi di perjalanan ini. Kalau semuanya sudah siap, bisa kita berangkat sekarang, Tuan?"

"A-ah…iya…um…maaf, tapi…kenapa limosin? Maksudku…"

"Oh, ini karena kami sudah merepotkan anda malam ini, jadi mereka memberikan pelayanan khusus." Ujarnya sopan sembari memberikan gesture agar lawan bicaranya segera masuk ke mobil.

Sena mengangguk ragu sebelum masuk ke dalam limosin dan membiarkan Roy menutup pintu belakang. Ia tak sempat melihat pria tadi menyunggingkan senyum misterius sebelum berbalik pergi ke bangku pengemudi.

-x-x-x-x-x-

Sejujurnya, sejak awal ia dijemput tadi, Sena sudah merasakan ada hal yang berbeda dengan tahapan yang biasa dilaluinya sebelum melakukan pengambilan foto. Bukannya menuju gedung seperti biasanya, kali ini ia diajak ke butik privat untuk fitting pakaian yang katanya akan dipakai untuk pemotretan nanti.

Dan…sekarang ia berdiri di depan kaca besar untuk melihat kecocokan baju yang ditawarkan si empunya galeri yang mengenalkan dirinya dengan nama, Uchiha Sasuke. Pemuda tampan yang kelihatannya umurnya tak beda jauh darinya ini, penuh senyum membantunya memilihkan pakaian.

"Bagaimana ? Apa menurutmu yang itu ukurannya pas?" ujar pemuda berambut hitam itu. Ia merujuk pada pakaian yang kali ini sedang dikenakan Sena. Coat putih panjang berkerah sepanjang lutut dari bahan kulit dengan kancing tunggal, turtle neck dengan bordir khusus di sekitar lingkar leher, celana berukuran pas dari bahan jeans campuran yang diberi spot washed out khusus hingga bercorak naga, dan sepatu boot cokelat tua berbordir serupa.

Sena mengangguk pelan, "Ya, kurasa yang ini saja. Apa benar ini yang dipakai untuk malam nanti?"

"Oh, tenang saja. Sebenarnya yang manapun asal dari koleksi terbaru kami tidak apa-apa. Toh, anda cocok memakai yang manapun juga." Ia memberi kilau senyuman yang mengingatkan Sena pada pengemudi limosin tadi. "Ya, kalau begitu, biarkan saya meengepaknya dulu. Semoga malam ini semuanya berjalan lancar."

Sena mengangguk dan membalas senyum."Kalau begitu terima kasih."

Andai ia tak buru-buru kembali ke lobi depan, mungkin ia kali ini ia bisa melihat senyuman yang sama di wajah pemuda stoic itu.

-x-x-x-x-x-

Lagi-lagi mereka tak langsung pergi ke gedung perusahan, namun ke sebuah galeri aksesori di tengah kota. Yang membuatnya kaget, pemiliknya adalah Jack Atlus. Model papan atas yang rasanya namanya sudah tak asing lagi. Kali ini perhentiannya di tempat tersebut tak makan waktu lama, sebelum akhirnya ia dibawa lagi pergi menuju sebuah gedung bergaya Eropa kuno di dekat taman kota yang katanya disanalah pemotretan akan dilakukan.

Sena disambut oleh, lagi-lagi seorang yang tampan. Kali ini seorang pemuda berambut cokelat eboni dan bermata biru lazuli di balik kacamatanya dan pemuda pucat yang memberinya senyum aneh."Selamat malam, saya Seth yang akan jadi hair dresser anda kali ini. Dan ini Sai, ia yang bertugas menjadi stylist untuk membantu anda. Mari silakan, kita kerjakan semuanya di dalam. Sudah kami siapkan semuanya."

/ Oke, ini sangat aneh…./ pikir Sena ketika Sai merapikan rambutnya dengan mousse. /Pertama limosin mewah….kedua supir yang tak pernah kulihat, lalu butik privat keluarga Uchiha, butik aksesori milik Jack Atlus, lalu stylist dan hairdresser baru. Hanya satu kesamaan dari orang-orang yang kutemui ini...wajah mereka semua jauh di atas rata-rata…/

Ia menghela pelan. Yah…apapun keanehan yang ditemuinya ini, ia berharap segera selesai mengerjakan semuanya dan segera pulang untuk tidur. Pikirannya masih belum jernih dari masalah tadi sore.

"Nah, sudah selesai. Berikutnya, Abe yang akan jadi asisten anda untuk menunjukkan tempat dan menjelaskan konsep semuanya." Sai memberinya senyum yang sama sembari menunjuk seorang anak lelaki yang seumuran dengannya.

"Silakan lewat sini." Ujarnya membimbing Sena.

"Ah, terima kasih." Ia membalas dengan senyum lembut sebelum melangkah pergi mengikuti anak tadi. Ketika pintu ruangan ditutup, 'Seth' mengeluarkan ponselnya yang di set dalam mode diam dari saku celana untuk menjawab telepon yang masuk.

"Ya, dia sudah masuk. Tinggal tahap terakhir yang dikerjakan. Lebih baik kalian cepat kembali." jawabnya santai sebelum menutup ponsel dan berbalik pada Sai.

"Kita siap-siap sekarang ?" ujar pemuda itu.

'Seth' mengangguk dan memberinya senyum tipis."Tentu saja."

-x-x-x-x-x-

"Kali ini temanya adalah 'Magnificient Night'. Malam yang luar biasa. Kami membuat efek hujan bintang yang akan membantu hasil pencahayaan foto, tanpa editing yang berlebihan." Jelas Abe ketika mereka berjalan menyeberangi ruangan gelap yang pinggiran dan atasnya tertutup kain hitam besar, seolah seperti berada dalam arena rumah hantu yang dibuat di festival sekolah. Hanya saja bola-bola lampu kecil berbentuk bintang yang digantung dari atas atap, menyala berkelap-kelip lembut bersamaan dengan pendar cat flouroscent yang dilukis di atas kain hitam tadi, membuat siapapun yang melewatinya seolah berada di galaksi bimasakti.

"Tempat yang indah…" gumam Sena sembari menganggumi ruangan tadi. Siapapun yang membuat semua ini, pastilah mengerjakannya sepenuh hati.

"Terima kasih banyak." Abe tersenyum mendengarnya. "Ah, tapi bukan disini tempatnya, melainkan di balkon luar." Ujarnya sembari membuka gerendel pintu kaca besar menuju balkon. "Dan tentu saja, anda takkan sendirian, karena partner anda akan menemani anda nanti." Pemuda tadi melangkah ke sisi pintu dan memberinya jalan untuk keluar.

"Partner? Siapa-" Sena terdiam ketika melihat sosok pemuda berambut pirang dengan mata hijau tosca yang sangat dikenalnya bersandar santai di pagar balkon. "Hiruma-san?" Ia mencoba memastikan.

Karena pemuda itu terlihat berbeda, memakai jas putih tanpa kancing dimana dibaliknya ia memakai kemeja hijau gelap dengan dua kancing atas terbuka dan ujungnya tak dimasukkan ke dalam celana bahan berwarna hitam berpotongan lurus yang dikenakannya. Dari remang cahaya lilin, kilau lembut dari kalung perak halus yang dikenakan di leher jenjangnya berpadu kontras dengan warna hijau tua. Sena bisa melihat dua anting-anting hitam yang biasa dikenakan Hiruma di masing-masing telinganya, diganti dengan satu anting bulat kecil berwarna perak yang sama dengan kalungnya. Wangi musk parfum peppermint lembut tercium olehnya ketika angin malam bertiup lembut. Pendar cahaya lilin dan cahaya gedung kota di belakangnya membuatnya terlihat seperti lukisan…(3)

Sena tersipu melihatnya. /Dia…Ah, tunggu…jangan-jangan…/ Dan sekejap, otaknya menghubungkan semua kejadian tadi. Ia menggeram kesal ketika sadar, "Ini semua rencanamu ?"

Hiruma dengan tenang menjawab."Ya."

Running back itu menggeleng pelan. Pergi dari sana dan menjauhi Hiruma takkan menyelesaikan apapun. Ia tahu betapa keras kepalanya seniornya itu."Kau ingin apa, Hiruma-san?" tanyanya lelah. Mau membenci seperti apapun, Sena tahu dirinya pasti akan memaafkan Hiruma. Terlanjur sayang….tapi keadaan ini membuatnya kelelahan secara mental.

"Marahlah padaku."

Sena mengadah terkejut. "Ha?"

"Caci maki aku kalau kau merasa itu perlu. Katakan semua yang kau tak suka agar aku paham perasaanmu. Dengan begitu aku bisa menjelaskan semuanya dan minta maaf." Ujarnya parau.

"A…" Melihat sosok yang biasanya begitu tanpa cela dan ditakuti tersebut memandangnya pedih justru membuat hatinya sakit. "Aku…"

"Tidak apa-apa. Katakan saja. Jangan merasa bahwa aku lebih superior dan mengekangmu." Ucapnya lagi sembari mendekati Sena dan berlutut di depannya dengan kaki kirinya.

Pemuda mungil tadi terdiam cukup lama sebelum memulai dengan ragu dan mengalihkan pandang dari lawan bicaranya. "Aku…egois…keinginanku terlalu banyak…" Hiruma yang tak bicara apapun berarti ia dengan sabar mendengarkannya.

"Aku ingin Hiruma-san hanya untukku…aku tak mau ia terlalu sibuk dengan segala urusanya yang dirahasiakan padaku….aku tak mau hanya tahu sedikit hal tentangnya…aku tak perlu hadiah-hadiah yang begitu banyak karena membuatku merasa hanya mengambil keuntungan darinya…dan karena selama ini jarang bertemu dengannya…aku ingin tahu…" Sena tercekat dan menggigit bibir bawahnya.

"Ya ?" bujuk seniornya sabar.

"Apa dia…benar-benar setia dan menyayangiku ?" Sena bisa merasakan angin dingin menyapu pipinya yang lembab karena bulir air mata yang mengalir bebas.

Dirasakannya lengan panjang memeluknya lembut dan suara berbisik di telinganya."…Maaf…Sena.."

"Aku benci Hiruma-san." Isaknya ketika ia membenamkan wajahnya pada kemeja hijau.

"Aku tahu."

"Aku membencimu."

Tangan besar mengusap punggunya menenangkan."Ya. Tidak apa-apa."

Keduanya terdiam, Sena berusaha menghentikan tangisnya sementara Hiruma memeluknya untuk menenangkan. "Aku yang salah." Ujar seniornya tiba-tiba.

"Selalu seenaknya saja tanpa peduli perasaanmu. Sejujurnya, mungkin aku masih belum siap membuka diri dan percaya sepenuhnya pada orang lain sehingga merahasiakan banyak hal darimu…" Pemuda jangkung tadi menumpu dagunya diantara lebat rambut cokelat maroon. /Harum…/

"Aku berhenti dari pekerjaanku sebagai host." Ia mendekap lebih erat ketika merasakan geliat Sena. "Karena aku ingin menghabiskan waktu lebih banyak bersamamu agar bisa mengenalmu lebih jauh. Karena aku ingin kau yakin kalau aku takkan berpaling."

"Hiruma…"

Ia melepaskan Sena dan membingkai wajah mungil itu ditangannya, "Tapi aku terus membuatmu menangis…" Ia mengusap jejak air mata disana. "Setiap kali ingin memberimu kejutan…rasanya aku mendadak bertingkah bodoh. Mulai dari gulali yang terlalu besar, kelopak bunga yang sangat merepotkan untuk dibersihkan ketika layu, kembang api yang nyaris meledakkan sekolah…"

Running back dipelukanya tertawa kecil, "Ya…aku ingat…"

"…dan membuatmu seolah kau hanyalah pelangganku..." lanjutnya lagi. Ini membuat keduanya terdiam.

"Apa…dengan semua hal itu aku masih diberi kesempatan?" ujarnya takut. "Aku paham kalau kau lelah denganku…Mungkin juga kau ingin berpisah…tapi…" Ia menunduk. Sulit sekali rasanya melanjutkan ucapannya.

Tapi lain halnya dengan Sena yang tersenyum penuh pengertian. /Dia…ternyata hanya orang yang sangat canggung…/

"Hei…Youichi?" Panggilnya sayang.

Hiruma mengadah. Ini pertama kalinya ia dipanggil dengan nama kecilnya oleh Sena. Ada…perasaan yang ganjil…

"Sampai kapanpun, kekasihku hanya ada satu." Senyumnya lembut. "Tetaplah bersamaku." Pipi kecilnya memerah lembut sewaktu menyatakan hal itu.

Antara senang dan kesal, Hiruma mengutuk dalam hati. /Curang…dia curang….selalu saja…sepolos ini…Sedalam apa kau ingin aku menyayangimu?/

"Terima kasih." Ujarnya pelan. Didukung dengan atmosfir yang tepat, ia memberanikan diri mendekat. Tapi belum sempat ia mengecup Sena, suara batuk seseorang di pintu balkon membuat keduanya buru-buru menjauh. Mereka melupakan Abe yang sejak tadi berdiri disana. Tapi pemuda itu tampaknya menikmati sekali, karena senyum lebar tersungging di wajahnya.

"Apa boleh kami mulai ?" Tanyanya pada Hiruma.

Hiruma yang batal mengutruk catcher itu, justru teringat rencana mereka dan mengagguk setuju."Ah, kau benar. Silakan saja.". Hal ini jelas membuat Sena kebingungan melihat interaksi keduanya.

"Ada apa lagi ?"

"Hanya hal kecil." Ujar seniornya misterius. Tepat seusai ia mengatakan kalimat itu, hal pertama yang disadari Sena adalah, pengemudi limosin yang tadi mengantarnya, buru-buru masuk ke area balkon, mematikan semua lilin yang ada disana. Dan sebelum semuanya menjadi gelap, dibantu cahaya lampu kota, ia melihat hair dresser dan stylist yang membantunya tadi, bersiap menarik tali misterius yang tergantung di dekat jendela. Selanjutnya adalah Jack dan pemilik butik Uchiha, yang terlihat menyiapkan diri mereka di piano besar di ujung ruangan.

"A-anou..Hiruma-san? Kenapa-"

"Ssh….lihat…"

Dalam gelap, Sena merasakan tubuhnya diputar ke arah yang berlawanan, menghadap ke arah pintu balkon yang terbuka lebar. Denting piano mulai terdengar mengalun bersama suara seorang pria yang bernyanyi dengan tempo lebih lambat dari lagu seharunya,

"Happy birthday…"

Sena bisa melihat cahaya lilin yang mendekat, muncul dari kegelapan di ruang seberang balkon.

"Happy birthday…"

Kedua adalah kelipan tipis confetti yang terpantul lampu kota...

"Happy birthday…"

Lampu-lampu kecil yang terjuntai dari langit-langit (awalnya tak terlihat karena gelap malam), menyala dengan lembut seperti hujan bintang dan membuat confetti yang jatuh perlahan seperti debu kosmik.

"...to…you…"

Dan sebuah kue ulang tahun yang dibawakan oleh Abe, berhenti tepat di depannya ketika lagu berakhir.

"Selamat ulang tahun, Sena." Ia mendengar seniornya berbisik di belakangnya. "Aku belum terlambat mengucapkannya kan?"

Hiruma memperlihatkan jam tangannya, ia bisa melihat jarum jam menunjukkan waktu nyaris tengah malam. "Kurasa belum." Sena membenarkan.

"Tiup lilinnya sana." Pemuda pirang tadi menyuruhnya.

"Sena-kun, jangan lupa harapanmu." Abe mengingatkannya sebelum ia memulai. Running back mungil ini menatap kuenya dengan hangat,

Happy Birthday to My Dearest Sena

-Love always, Youichi-

Dalam hati ia tertawa kecil. Sudah pasti bukan Hiruma sendiri yang meminta tulisannya. Ia menyapu pandangannya pada tiap-tiap orang yang berada di balkon, pada ruangan yang dihias begitu indah, mengingat alunan musih yang dimainkan, dan kembali pada kue di depannya. /Mereka…teman-temannya di sini ya?/

"Orang-orang yang baik…" bisiknya pelan sebelum memejamkan matanya memohon permintaan dan meniup ketujuhbelas lilin yang menyala.

/Harapanku…sudah terkabul…Hiruma-san…akhirnya memiliki tempat dimana ia dapat jadi dirinya sendiri tanpa cemas terhadap hal apapun…/

(((1x21)))

Keesokan paginya, setelah pesta kecil namun mewah, keenam karyawan 7th Heaven yang akhirnya tidur di gedung kafe ini, dengan lahap menyantap roti panggang dan sisa sup yang dibuat terlalu banyak oleh Roy.

Jack yang memulai pembicaraan,"Akhirnya Sena-kun menginap di apartemennya Hiruma ya?"

"Sepertinya begitu. Biarpun bilangnya akan mengantar pulang…yah, paling pagi ini benar-benar akan diantar." Ujar Sasuke diantar kunyahan rotinya. "Kalian tahu lah mereka mau apa…" ucapannya dijawab dengan gumaman paham dari karyawan lainnya.

"Tapi, Sena-kun manis sekali ya….jadi iri punya pacar seperti itu…" Sai menggigit-gigit ujung sendoknya dengan sebal.

"Aku setuju. Dan dia bilang suaraku bagus lho... " Jack menambahi dengan senang.

"Dan permainan pianoku juga dipujinya." Sasuke tersenyum-senyum sendiri. Dipuji sama orang semanis itu siapa yang tak suka sih?

"Apalagi sikapnya yang bisa memahami Hiruma…wow…" Abe berdecak kagum.

"Hiruma sialan, bisa-bisanya diterima anak sebaik itu. Kau tahu, bahkan ia begitu akrab pada kami yang di ruang ganti. Kupikir kalau model itu akan cuek saja pada orang yang ditugasi membenahi segala hal…tapi dia sungguh ramah." Seto mengutruk kesal.

"Ya, bahkan di mobil juga ia mengajakku ngobrol dengan santai." Roy membenarkan.

Hening ruangan makan itu sebelum mereka menghela bersamaan."….Haaaaaaa…" Helaan antara sebal dan senang untuk kawan mereka yang dianggap paling bejat tapi juga paling beruntung.

"Tapi, kemarin itu hebat sekali ya?" Seto memulai lagi seusai menyesap kopi pagi di cangkirnya.

"Aku angkat topi untuk Roy-san. Bisa-bisanya terpikir ide dadakan seperti itu." Sai mengangguk setuju.

"Haha…tidak akan berjalan lancar kalau Hiruma tak berhasil mengancam bosnya Sena agar ia menelepon di malam hari." Tawa novelis itu sembari mengoleskan selai di roti.

"Iya sih…tapi benar-benar deh persiapannya….soal butik aksesori milikku sih tak apa. Tapi, untung saja disini ada CEO Kaiba Corp. Dapat limosin darimana kalau tak ada dia?" Ujar sang model yang menyeruput supnya dengan lahap.

Pewaris Uchiha yang duduk di depannya mengangguk membenarkan."Dan kenapa kau bisa tahu kalau kakakku itu punya usaha butik ?"

"Dan bagaimana kau bisa menebak aku pernah belajar untuk jadi hairdresser?" Seto juga ikut menimpali.

"Oh, itu ada di profil kerja kalian sebelum masuk kemari." Ujar Roy dengan tenang.

"Hah? Ada yang begitu ya? Aku tak ingat mengisinya." Abe menghentikan kunyahannya.

"Oh, tidak ada. Hanya itulah alasan mengapa aku menerima Hiruma disini." Hening ruangan itu ketika satu persatu dari mereka menyadari apa penyebab bos mereka selalu tahu hal-hal detail mengenai karyawannya.

"…."

"…."

Sasuke yang pertama menggebrak meja."SI BRENGSEK ITU!"

"Rugi aku membantunya!" Abe yang melanjutkan.

"…Hm…mau dibalas apa ya?" Sai dengan tenang merencanakan pembalasan dendamnya.

"Yang benar saja!" Seto menggeleng tak percaya.

"Awas ya….Akan kuadukan pada Sena-kun…" Jack sebenarnya memiliki ide paling bagus tapi itu tak berlangsung lama.

"Pada siapa?" ujar suara yang jadi bahan pembicaraan tiba-tiba.

"GYAA! Hiruma!" Mereka berteriak kaget bersamaan ketika melihat Hiruma yang bersandar di kusen pintu. Entah sejak kapan ia muncul…

"Kau seperti hantu saja." Roy mengomentari dengan tenang. Dilihatnya pemuda pirang itu mengangkat bahu.

"Sebenarnya pagi ini aku ingin mengantar Kuso Chibi pulang. Tapi ia bersikeras ingin mengucapkan sesuatu pada kalian…jadi…yah, kuantar kemari dulu." Ia menunjuk pada seorang yang malu-malu keluar dari balik punggungnya.

"Pa-pagi…"

Mendadak wajah keenamnya menjadi cerah melihat pemuda mungil itu.

"Sena-kun! Ara…ayo sarapan disini!" Roy dengan langkah cepat, tanpa disadari Hiruma, sudah membawa Sena untuk duduk di kursi kosong dan satu persatu host di kafe itu bergiliran melayaninya.

"Biar kugeser bangkunya."

"Silakan roti panggangnya."

"Sup hangat untukmu."

"Teh lemon untuk menyegarkan hari."

"Omelete keju agar siap menyongsong hari."

"OI!" Hiruma berteriak sebal.

"Apa?" Ujar mereka serempak dengan cuek. Senang rasanya bisa mengusik Hiruma.

"Kalian bosan hidup ya? Jangan mendekatinya!" teriaknya sebal. Sekarang ia bisa mengerti kenapa Abe terlihat marah besar sewaktu Mihashi yang berkunjung ke sana mendapat perlakuan sama.

Sena tertawa kecil mendengar amarah tak serius itu."Ahaha…sudahlah Hiruma-san…Tidak apa-apa kok. Toh aku memang ingin bicara dengan mereka." Kali ini keenamnya memandang bingung sebelum dengan tertib kembali ke bangku makan mereka.

"Cih…" Hiruma mengumpat pelan mendengar hal itu, tapi ia tetap tenang sewaktu mendekati bangku Sena dan berdiri di belakangnya.

"Um…pertama, aku ingin berterima kasih untuk semuanya. Apa yang kalian lakukan untukku dan Hiruma-san kemarin benar-benar sangat membantu kami." Ujarnya bijak.

Seniornya mengeleringkan mata dengan kesal."Kuso Chibi…jangan sentimental begitu pada mereka…"

"Tidak apa-apa kan?" ujarnya sebelum melanjutkan. "Dan terima kasih banyak selama ini. Kalian semua karyawan kafe ini ? Dan host juga?"

Mereka mengguman jawab setengah bingung."Ya…" /Selama ini ?/

"Roy-san, apa kau pemiliknya?" Sena memastikan.

Pria itu mengangguk."Benar. Maaf sudah menipumu sebelumnya."

"Tidak apa-apa. Toh aku sudah tahu." Pemuda mungil itu menenangkan, tapi Roy justru keheranan.

"Eh?"

"Mana ada supir yang pakai sepatu Burberry Fall." Sena memberinya senyum penuh rasa tahu.

"Ah..begitu ya?" Sial…penyamarannya terbongkar karena sepatu mahal favoritnya. Tentu saja, supir dengan gaji sebesar apapun takkan buang-buang gajinya demi sepasang sepatu. Ia berdecak kagum untuk pengamatan Sena.

"Tapi, hal yang ingin kubicarakan bukan mengenai itu." Ia kembali ke mode serius. "Aku ingin berterima kasih karena kalian sudah membuatnya nyaman berada disini."

"Eh?"

"Chibi...Apa maksudnya ini?" Pacarnya jadi terdengar seperti orang tuanya…menyebalkan..

Sena tak memedulikan suara dibelakangnya dan tetap melanjutkan."Kalian teman-temannya 'kan?"

"Kau bisa katakan begitu…" Seto melempar pandangan tak yakin pada yang lain.

"Haha…biarpun tak yakin. Tapi aku tahu persis kalau Hiruma-san senang berada disini."

Hiruma terbelalak. "Apa? Tunggu dulu, jadi kau kemari karena ingin bicara tentangku pada mereka?"

"Tuh kan?" Sena menunjuk ke arahnya dan seketika Hiruma paham.

"Ah…"

"Sikapnya memang buruk, sering mengancam, kata-katanya kasar, dan selalu seenaknya sendiri. Tapi bukan berarti dia orang jahat…Kalian pasti tahu betul tentang hal itu."

"Ya." Mereka mengiyakan, walau Hiruma memberi tatapan super dingin.

"Besok aku akan pergi ke Notre Dame dan itu artinya selama setengah tahun aku takkan bisa bertemu Hiruma-san secara langsung…Jadi, tolong jaga dia." Sena membungkuk sopan sebelum menghadapi seniornya yang terlihat siap meledak.

"Kau apa-apaan sih?"

"Soalnya kalau kutinggal, nanti kau pasti buat kekacauan."

"Aku tak seperti itu !"

"Sekalipun benar, tetap saja mengkhawatirkan…"

"Harusnya aku yang bilang begitu! Bagaimana kalau nanti kau disana malah bertemu orang mesum atau semacamnya? Bagaimana kalau kau ditipu karena kendala bahasamu itu? Ah…sial…harusnya aku mengajarimu lebih banyak sebelum ini…"

Keduanya tak sadar mereka diperhatikan oleh penghuni ruangan yang lainnya. Keenamnya bertukar pandang kesepahaman sebelum Roy bicara,

"Sena-kun."

"Ya?"

"Tenang saja. Dia pasti kami jaga baik-baik."

Pemuda bermata hijau yang bersandar pada kursi Sena memberinya pandangan mengancam."Kau benar sudah bosan hidup ya?"

"Terima kasih banyak untuk semuanya." Sena membungkuk lagi.

"Tch…terserahlah. Ayo, Chibi, nanti kau keteteran mempersiapkan untuk besok." Hiruma memainkan kunci mobilnya dan melangkah menuju pintu keluar.

"Eeh? I-iya.." Belum sempat ia menyusul, Roy menggenggam pergelangan tangannya dan memberikan kotak kue ukuran sedang.

"Hm, Sena-kun tunggu. Ini ada sedikit kudapan. Bawalah."

Sena tersenyum lebar melihatnya."Terima kasih, Roy-san…Um, aku permisi dulu. Nanti kalau ketemu lagi, kubawakan oleh-oleh! Jya, minna! Hiee! Hiruma-san, tunggu!" Pemuda mungil itu mengejar seniornya yang sudah pergi duluan tanpa pamit dengan langkah cepat.

Hening kembali ruangan makan di kafe itu selama beberapa saat. Sai memecahnya dengan komentar yang tepat.

"Mereka datang dan pergi seperti badai."

Seto mengiyakan. "Kau benar."

"Mereka cocok ya?" celetuk Abe.

Jack mengangguk."Mau tak mau aku harus setuju denganmu…Sena-kun pengertian sekali."

"Yah….sepi lagi. Setelah ini Hiruma pasti sibuk mencari cara agar mereka kontak terus, Abe juga pulang ke rumah selama liburan tahun baru, aku juga harus kembali ke keluarga besar, Seto-san sudah pasti menemani adiknya, Jack punya rencana dengan Yusei-kun, dan bos, kau bagaimana? Liburan ini kau pergi ke suatu tempat?" Sasuke menyimpulkan dengan cerdas.

Novelis itu mengadah dan menyunggingkan senyum misterius."Oh, aku? Aku tetap disini menulis kelanjutan novelku…Lagipula idenya sudah menumpuk…"

"Hoo…oke…"

Keenamnya melanjutkan kembali sarapan pagi dalam damai sebelum memulai kembali hari mereka yang sibuk. Senyuman Roy sampai tengah hari masih belum terhapus ketika ia mencicipi menu baru yang dibuatnya sebagai kudapan untuk dibawa Sena pagi tadi. Parfait dengan puding cokelat caramel kental yang diberi sentuhan akhir whipped cream.

Seperti rasa cokelat yang pahit manis, kisah mereka mungkin takkan selamanya indah. Satu pelajaran yang diingat selalu dari kejadian ini, tak akan ada hubungan yang selamanya berjalan lancar. Bagaimana mempertahankannya tergantung dari keinginan dan usaha masing-masing pihak. Dan jika itu berhasil, seperti whipped cream yang mengimbangi rasa ekstrim caramel dan lembutnya pudding…

"Sudah kuduga…mereka itu sempurna…" Bisiknya sebelum menyuap lagi makanan penutupnya.

Salju turun lembut di cerahnya langit hari itu…menutup cerita ini untuk memulai cerita yang baru…

...TBC...

A/N: Sejujurnya saya kesulitan bikin chapter ini. Saya ga tahu kemana biasanya cowo dengan cowo pergi berduaan bwat nge-date. Bingung setengah mati!...Dan entah kenapa jadinya begini, maaf klo terlalu OOC... dan..ternyata chapternya kepanjangan...duh...=.=

((1))Eclatan ini sebenernya nama kerajaan dari manga Royal Fiance...tapi ya sudahlah...

((2)) Yasaka Ritsu dari Denkou Sekka Boys –komik yaoi rekomen nih! Mantap! Tapi 19+ ya! Hahahha...XD- , di manga aslinya dia model sekaligus pewaris perusahaan. Yah...disini saya pinjem chara doang...

((3)) Baju Hiruma disini sama dengan yang dipakai di ending ES21 – Daydream...Disini dia berjalan di tengah kota, dengan efek bubble pendar yang wow! Ganteng bebs!XD Untuk antingnya itu, simple bulat kecil warna perak. Klo digambar mah, bulet kecil aja...Karena menurut petunjuk dari majalah MensMags, kalau mau pakai perhiasan kalung, anting-anting ga boleh dengan desain berlebihan, nanti terlihat berat...

Next chap: Spicy Tomato Scone

Pairing: Most canon yaoi pairing ever...SasuNaru...:)

Terima kasih telah membaca! Komentarnya saya tunggu ya!