No Title

By: Y.E

Disclaimer: Natsume

Seorang anak laki-laki sedang sibuk memasukkan beberapa baju ke dalam sebuah ransel besar. Selain baju, laki-laki itu juga memasukkan beberapa peralatan memasak dan beberapa buku ke dalam kardus-kardus dan mengepaknya. Di sisi lain, seorang anak perempuan juga sedang melakukan hal yang sama seperti lelaki itu. Namun gerakan anak perempuan tersebut tidak bersemangat dan wajahnya terlihat muram.

Sang anak laki-laki menoleh melalui pundaknya dan memperhatikan si anak perempuan. Ia menghela napas sebentar sebelum kemudian mendekati anak perempuan itu dan duduk di sebelahnya. Anak perempuan itu menghentikan kegiatannya dan menatap heran pada anak laki-laki itu. "Kau kenapa, Claire? Tidak lega ya, kalau kita pindah?" tanya anak laki-laki itu.

Anak perempuan yang dipanggil Claire itu hanya diam. Matanya terus melekat pada mata anak laki-laki itu sampai akhirnya ia membuka suara. "Memangnya kenapa? Kenapa tiba-tiba Kak Jack bertanya begitu?"

Jack menghela napas lagi. "Haaaaaah.... Benar juga, ya. Percuma aku bertanya begitu kepadamu. Lupakan saja. Sana, bereskan barang-barangmu lagi." Setelah berkata begitu, Jack sendiri juga kembali membereskan barang-barangnya.

Jack dan Claire, anak dari satu ibu yang lain ayah. Ibu mereka pertama kali menikah dengan ayah Jack. Hubungan mereka berjalan baik. Saat Ibunya melahirkan Jack, keretakan hubungan mereka mulai terlihat. Ibunya menuduh Ayahnya berselingkuh. Kenyataannya, Ayah Jack memang berselingkuh. Dan saat Ayahnya sedang pergi bersama perempuan simpanannya, mobil mereka mengalami kecelakaan dan menewaskan keduanya. Jack saat itu sudah berusia 5 tahun. Pengalamannya selama beberapa tahun pertengkaran orangtuanya mau tidak mau membuatnya dewasa sebelum waktunya. Ia mengerti kenapa kedua orangtuanya bertengkar. Ia mengerti kenapa Ayahnya bisa dan dengan siapa Ayahnya meninggal. Maka dari itu, saat pemakaman Ayahnya, Jack sama sekali tidak mengeluarkan air mata. Ia hanya terdiam menemani Ibunya yang menangis tersedu-sedu.

Tetapi ada satu fakta yang membuat Jack terkejut. Yang ia tahu hanyalah, saat Ayahnya berselingkuh, kerja Ibunya hanya terus keluar malam dan mabuk-mabukan. Jack bahkan harus menyiapkan makanannya sendiri atau ikut makan malam bersama para tetangga yang mengerti dan baik hati. Tapi Jack tidak pernah tahu kalau Ibunya yang selalu keluar malam dan mabuk-mabukan itu ternyata hamil di luar nikah. Saat perut Ibunya mulai membuncit itulah, Ibunya sudah jarang keluar rumah. Dengan seringnya Ibunya di rumah, hubungan Jack dengan sang Ibu mulai membaik. Jack juga mulai menyadari betapa menyesal Ibunya yang sudah menelantarkannya seenaknya. Jack mulai berjanji dalam hati, ia akan melindungi adik dan Ibunya. Selalu. Setiap hari. Setiap waktu. Selamanya. Dari sinilah, untuk yang pertama kalinya, Jack berani berharap banyak dari keluarga yang akan dibangunnya kembali.

Fakta kedua yang tidak terduga juga membuat Jack shock adalah.... orang yang sudah menghamili Ibunya –Ayah Claire- telah ditangkap sebelum bertanggung jawab. Ia ditangkap karena sebenarnya selama ini dia bekerja sebagai bandar narkoba. Dan saat dipenjara, diberitahukan bahwa ia bunuh diri di dalam sel tahanannya dengan melukai lehernya menggunakan pisau cukur. Saat ditemukan, ia sudah bersimbah darah dan sudah tak dapat ditolong lagi. Maka dari itu, kali ini Ibu Jack harus berusaha menjaga anak-anaknya sendirian. Mereka masih memiliki sedikit keberuntungan. Keuangan mereka dibantu oleh sanak saudara yang masih peduli.

Fakta ketiga, Ibunya meninggal saat melahirkan anaknya yang kedua. Meninggal. Tentu saja Jack tidak menerima kepergian Ibunya. Jack sudah berteriak. Ia sudah memanggil Ibunya berkali-kali. Namun Ibunya tak pernah lagi membuka matanya. Ibunya takkan pernah kembali lagi. Dalam sekejap, harapan Jack membangun kembali keluarga bahagia bersama Ibu dan adiknya yang baru runtuh. Hancur. Remuk. Hilang ditelan angin. Jatuh ke dalam lubang kegelapan yang sangat besar yang tidak memungkinkan untuk kembali keluar. Keinginannya tidak akan pernah tercapai lagi selamanya.

Tapi..... Entah kenapa.... Jack tidak bisa membenci bayi mungil yang ada di gendongannya saat itu. Bayi kecil yang masih berlumuran darah. Bayi yang sedang menangis. Bisa saja saat itu juga Jack membanting bayi itu ke lantai karena bayi itulah penyebab tidak langsung Ibunya meninggal. Tapi yang dilakukannya adalah memeluk bayi itu dan menggumamkan namanya berkali-kali. Nama yang sudah ia dan Ibunya siapkan saat mengetahui bahwa jenis kelamin janin Ibunya adalah perempuan. Nama yang selalu disebut Ibunya dengan senyuman hangat. Nama dari bayi yang sudah dinanti-nantikan dan merenggut nyawa sang Ibu.

"Claire..."

Dan sekarang, Jack sudah beranjak dewasa dan Claire pun sudah remaja. Jack berumur 21 tahun dan Claire yang terpaut 5 tahun dari Jack berumur 16 tahun. Selama ini mereka sudah lama menumpang di rumah kerabat. Saat Jack lulus, ia ingin Claire berhenti sekolah dan ikut dengannya menjadi petani. Ya, mereka berniat pindah ke perkebunan yang diwariskan oleh kakek mereka. Awalnya ini ditentang keras oleh kerabat keluarga Ibunya. Namun akhirnya mereka setuju juga setelah diyakinkan berulang kali oleh Jack. Tentu saja sekarang Jack memiliki keinginan baru. Melindungi sang adik untuk sang Ibu. Jack bersumpah seumur hidup ia tidak akan pernah menangis lagi. Ia akan menjadi laki-laki. Terakhir kali ia menangis adalah saat kematian sang Ibu dan saat pemakaman Ibunya. Selebihnya, air matanya tidak akan pernah dikeluarkannya lagi.

"Kak, ini sudah selesai semua," ujar Claire datar sambil menunjuk kearah tumpukan kardus-kardus yang ditumpuk rapi secara berurutan dari atas ke bawah.

"Oh, iya. Ya sudah. Nanti biar aku yang urus," jawab Jack sambil mengacak-acak rambut Claire.

Claire hanya diam, tidak membalas mengacak-acak rambut Jack atau memberikan reaksi lain yang usil. Ia hanya mengangguk dan pergi ke arah kamarnya sendiri.

Jack menghela napas lagi untuk yang kesekian kalinya hari ini. Entah kapan adiknya yang satu ini bisa lebih berekspresi dan lebih sering tertawa. Padahal dulu Claire tidak begini. Inilah satu-satunya alasan kenapa Jack menyuruh Claire berhenti sekolah saja dan ikut dengannya. Harapannya yang lain, Claire bisa kembali seperti semula. Seperti yang dulu lagi.

"Ah iya...." Claire menengok ke belakang, ke arah Jack. Jack hanya memperhatikan Claire, menunggu gadis itu bicara. "Selamat malam," katanya tanpa senyuman lalu kembali menaiki tangga menuju kamarnya.

"Ya, malam juga, Claire," balas Jack. Entah Claire mendengar atau tidak karena ia masih terus saja berjalan menaiki tangga dan tidak lagi menoleh ke belakang. Bunyi engsel pintu yang tertutup sampai di telinga Jack. Jack menghela napas lagi sebelum akhirnya memutuskan menuju kamarnya sendiri. Paginya mereka sudah harus berangkat ke pelabuhan.

Next Morning~~

Jack baru saja selesai mandi. Ia turun ke bawah dan mendapati adiknya sudah rapi dan sudah duduk manis di meja makan, sedang mengoleskan selai pada rotinya. "Pagi Claire-ku sayaaaaanggg....." sapa Jack ceria sambil –seperti biasa- mengacak-acak rambut Claire. Claire tidak menjawab dan tidak berekspresi. Ia hanya merapikan kembali rambutnya dan kembali menekuni kerjaannya. Jack juga tidak terlalu memusingkan perilaku adiknya itu. Sudah biasa. Ia mengambil tempat duduk di sebelah Claire.

"Ini...." Claire menyodorkan sepiring roti yang tadi sudah ia oleskan selai kearah Jack. Hanya itu saja yang dikatakannya. Ia bahkan tidak mau repot-repot bilang 'Selamat makan' dan langsung memakan roti bagiannya sendiri.

Jack menghela napas untuk yang kepertama-kalinya hari ini. "Selamat makan..." katanya, lebih untuk dirinya sendiri. "Dimana yang lain?"

"Paman kerja. Sisanya sekolah. Bibi ada di kamar mandi," jawab Claire singkat.

Tak lama kemudian, datanglah Bibi Lyla, adik dari Ibu mereka. "Selamat pagi Jack, Claire."

"Pagi juga, Bi," jawab Jack ramah. Claire tidak membalas sapaan itu sama sekali.

"Jam berapa kalian berangkat hari ini?"

Jack melirik jam dinding yang ada di dinding atas meja makan. "Sebentar lagi. Selesai sarapan dan mengecek barang-barang, kami akan langsung pergi."

"Maaf ya tidak bisa mengantar. Paman sibuk dan anak-anak sendiri sedang sekolah. Tapi Paman kalian titip salam, kalian harus hati-hati. Kalau ada apa-apa, kalian bisa menghubungi kami, ya?" ujar Bibi Lyla dengan raut khawatir. Dia memang Bibi yang baik. Memang, ia cukup terpukul dengan kematian kakak perempuan satu-satunya. Namun ia mampu membesarkan kedua anaknya sendiri beserta Claire dan Jack dengan baik.

"Tidak apa-apa. Bibi juga..jaga diri baik-baik ya..." balas Jack sambil merangkul pundak Bibinya itu. Lyla balas merangkul Jack. Saat ia melepaskan rangkulan Jack dan hendak melakukan hal yang sama pada Claire, gadis itu sudah berdiri, mengangkat piring kotornya, meletakkannya di bak cuci dan pergi secepatnya dari ruang makan.

Lyla memandang punggung Claire yang berjalan menjauh dan menutup pintu yang menghubungkan ruang tamu dengan ruang makan. Jack memandang maklum dan menepuk pundak Bibinya itu. "Jack, apa kau yakin membawa Claire bersamamu adalah pilihan yang tepat? Apa kau yakin dia akan kembali seperti semula kalau tidak tinggal di kota ini lagi?"

Jack mengangguk. "Aku tidak tahu akan kembali seperti semula atau tidak. Tapi setidaknya, dia akan memulai kehidupan baru. Kota ini terlalu....banyak kenangan buruk untuknya."

"Jagalah baik-baik dia saat kalian sudah sampai di sana. Jangan sampai kejadian-kejadian yang Claire alami di sekolahnya dulu juga dialaminya di sana."

"Hmm.. Kalau soal terulangnya kejadian itu kurasa tidak mungkin. Orang-orang di desa itu baik-baik, berbeda dengan orang-orang kota yang tamak dan licik." Jeda sesaat, kemudian Jack memakai topinya dan mengeluarkan cengiran khas-nya. "Pokoknya Bibi tenang saja. Claire akan baik-baik saja selama yang menjaganya adalah aku."

Lyla menatap Jack dan akhirnya tersenyum hangat. "Aku percaya padamu Jack. Kau memang dari dulu bisa diandalkan. Mirip sekali dengan kakak."

"Aku kan memang anaknya Ibu!!" ujar Jack bangga sambil menepuk dadanya.

Pintu terbuka. Jack dan Lyla menoleh dan mendapati Claire yang sudah lengkap membopong tas punggung yang lumayan besar dan tas selempang yang lebih kecil. "Barang-barangnya sudah diantar," katanya singkat, namun Jack sudah mengerti maksudnya.

"Baiklah," katanya sambil mengambil tasnya sendiri. "Kami pergi dulu ya Bi. Sampaikan salam kami pada orang-orang rumah lainnya."

"Hati-hati ya... Aku akan merindukan kalian," kata Lyla saat mengantarkan Claire dan Jack menuju pintu. "Claire..." panggilnya pada Claire. Claire menoleh ke arahnya. "Jaga dirimu baik-baik, ya...." katanya lagi dengan mata berkaca-kaca. Claire hanya mengangguk singkat dan segera keluar rumah dan menaiki taksi yang sudah mereka pesan sebelumnya untuk mengantarkan mereka ke pelabuhan.

"Haaah, dasar anak itu..." Jack mendekati Bibinya dan menepuk pundaknya pelan. "Pokoknya tenang saja." Setelah mengatakan itu, Jack menyusul Claire ke dalam taksi. Taksi tersebut pun melaju, meninggalkan halaman rumah Lyla. Lyla memandang taksi tersebut sampai taksi itu hilang di belokan. Setetes air mata jatuh mengalir di pipinya.

Jack sedikit melirik Claire yang duduk diam di taksi. Matanya memandang lurus ke depan namun terlihat kosong. Jack tidak memusingkan hal ini. Claire memang selalu begitu. Tapi ia sedikit bertanya-tanya dalam hati. Apa selama ini Claire tidak menyayangi Lyla yang sudah bersusah payah merawatnya itu? Apa tidak terbesit sedikit saja, di dalam hati Claire, untuk mengucapkan salam perpisahan pada Lyla?

In the afternoon

"Hwaaa.... Sampai juga yah..." ujar Jack begitu mereka berdua menginjak tanah perkebunan peninggalan kakek mereka. Pertaniannya memang cukup luas namun karena sudah lama tidak dirawat, kondisinya agak berantakan. "Heh, segini saja mah, kecil membereskannya," kata Jack penuh percaya diri.

"Kalau begitu bersihkan saja sendiri," ujar Claire datar dengan nada yang agak ketus.

"Eh.... Masa gitu sih, Claire? Maksudku, kalau aku dan kamu yang membereskan, hanya segini saja sih kecil. Ahahahahahaha."

"Huh..." Claire membuang muka dan kembali melihat-lihat ke sekitar pertanian. Ada pohon apel yang lumayan besar beserta sarang madu juga. Perkebunan itu sudah lengkap dengan lahannya, kandang sapi dan kandang ayam. Juga ada kandang anjing. Eh? Anjing?

"Kak, kenapa ada kandang anjing? Memangnya kita punya anjing ya?" tanya Claire yang merasa aneh dengan keberadaan kandang anjing tersebut. Bersamaan dengan itu, terdengar suara gonggongan anjing. Mereka berdua berbalik dan melihat anak anjing yang sedang berlari ke arah mereka.

"Ini dia!" seru Jack seraya mengangkat anak anjing itu. "Aku memesannya. Kupikir mungkin akan menyenangkan kalau kita punya hewan piaraan lain selain hewan ternak. Tidak apa-apa, kan?"

"Hn... Terserah."

"Mau dikasih nama apa nih, anjing lucu ini?"

"Terserah."

"Halo! Selamat sore!" sapa seorang bapak-bapak bulat yang bertubuh pendek. Jack dan Claire menoleh bersamaan.

"Ah, kau Thomas kan? Walikota di sini 'kan??" tanya Jack sambil menurunkan anjing yang belum bernama itu ke tanah. Anjing itu langsung berlari entah kemana. Claire memperhatikan anjing itu sebentar sebelum akhirnya melihat kearah bapak-bapak tadi.

"Ya. Kau Jack ya? Wah, kupikir kalian akan datang besok pagi. Apa tidak terlalu malam sekarang? Kalian capek?" tanya Thomas ramah.

"Ah, tidak juga kok. Hahahaha. Perkenalkan, ini adikku. Namanya Claire," ujar Jack, menunjuk ke arah Claire.

"Ah, halo Claire. Saya Thomas. Walikota di sini," sahut Thomas sambil mengulurkan tangannya pada Claire. Semula Claire hanya memperhatikan tangan yang terjulur itu. Kemudian ia memutuskan untuk mengabaikannya. Ia membuang muka dan berjalan masuk ke rumah kecil yang sekarang menjadi rumahnya dengan kakaknya, membuka pintu dan menutupnya dengan keras.

"Ah... Maafkan dia , dia memang orangnya begitu. Pendiam dan pemalu. Ahahaha.... sekali lagi maaf ya...." ujar Jack sambil membungkukkan badan.

"Yaah... Tidak apa-apa kok," jawab Thomas, tersenyum. "Pemalu ya... Kalau sudah biasa tinggal di sini juga nanti akan berubah sendiri kok... Hahahahaha.... Baiklah, saya permisi dulu ya Jack. Kalau ada apa-apa, jangan sungkan meminta bantuan saya."

"Baik-baik. Terima kasih banyak Pak Walikota. Selamat malam..." ujar Jack sambil melambaikan tangannya. Kemudian ia menyusul Claire masuk ke dalam rumah. Dilihatnya adiknya itu sedang sibuk mengeluarkan barang-barang dari kardus yang sampai lebih dulu dibandingkan mereka. Jack langsung ikut membantu membereskan barang-barang itu dan mulai mengisi rumah tersebut. "Hei Claire. Kalau lain kali ada yang mengajak salaman begitu.... Kau harusnya menyambutnya. Yang seperti tadi itu tidak sopan, kau tahu??"

Claire tetap tidak menjawab. Ia melempar kunci rumah yang sekarang ditempatinya dengan Jack. Sebelumnya mereka juga sudah mengira kalau barang-barang mereka yang akan sampai lebih dulu sehingga mereka sebelumnya sempat menyerahkan kunci duplikat rumah itu pada salah satu pekerja. Claire menyimpan kunci duplikatnya dan kembali menekuni pekerjaannya. Tangannya dengan lincah membuka selotip kardus dan mengeluarkan barang-barang yang ada di dalamnya. Dengan cekatan ia meletakkan barang-barang si tempat seharusnya mereka berada. Ia menggantungkan jam dinding dan lukisan kecil. Menaruh pot bunga dan kembali membuka kardus lainnya. Sekali lagi, Jack hanya bisa menghela napas melihat tingkah adik perempuannya ini.

Sekitar jam 9 p.m mereka sudah selesai menaruh perabotan-perabotan yang kecil-kecil. Barang-barang besar seperti ranjang, lemari dan lain-lain baru akan sampai keesokan harinya. Claire merebahkan tubuhnya di sofa kecil yang lumayan empuk.

"Capek?" tanya Jack sambil menyodorkan sekaleng soda pada Claire. Claire menatap kaleng itu sebentar. "Nggak diracun kok! Takutan amat sih!"

"Tahu kok," jawab Claire sambil menyambar kaleng tersebut. "Makasih," ujarnya tanpa tersenyum.

"Senyum dikit dong, lain kali..."

"Untuk apa?"

Akhirnya Jack menyerah mengajak Claire ngobrol. Ia menggelar kasur lipat di lantai dan mengambil selimut dan bantal, kemudian meletakkannya di kasur lipat itu sendiri. Lalu ia mengambil bantal dan selimut yang lain dan berjalan ke pojok ruangan.

"Kak. Kasur lipatnya untuk apa?" tanya Claire saat Jack merebahkan dirinya di lantai dan mulai menyelimuti dirinya sendiri.

"Untuk kamu. Masa untuk setan??" jawab Jack bermaksud mengajak bercanda, namun melihat wajah super serius Claire, cengirannya jadi hilang. "Kamu tidur saja di sana. Tidak apa-apa kok aku tidur lantai. Kasur kita kan belum sampai."

Tanpa mengucapkan terima kasih, Claire bergerak mematikan lampu dan tidur di kasur lipat tersebut. Jack hanya bisa menghela napas lagi melihat kelakuan adiknya yang selalu begitu dan tidak pernah mencoba bersikap manis seperti dulu lagi.

"Ng.... S... Selamat tidur. Terima kasih...... Kak....."

Jack tersentak. 'Claire yang bilang begitu? Malu-malu pula? Aku tidak sedang bermimpi kan?' batin Jack. Kemudian ia tersenyum, walaupun Claire tidak dapat melihat senyumannya, dan berkata, "Sama-sama. Aku sayang padamu."

******

"Hai. Kamu anak baru di sekolah ini?? Siapa namamu?"

"Claire! Mulai sekarang kita teman ya!!"

"Aku dan Claire sudah jadi sahabat. Iya 'kan Claire?"

".....kita akan selalu sama-sama..."

"Aku.... Aku benci sekali padamu, Claire!! Aku BENCI!!!"

******

Claire terbangun dengan mata terbelalak dan napas yang memburu. 'Mimpi itu lagi...' batinnya. Potongan-potongan masa lalunya akhir-akhir ini mulai muncul kembali di mimpinya. Ia menepis keringat dingin di dahinya dengan punggung tangannya. 'Sudah tidak apa-apa... Sekarang aku di sini dengan Jack...bukan di sana lagi...' ujarnya menenangkan diri sendiri. Ia melirik Jack yang sedang pulas di pojok ruangan. 'Ya.. Tidak ada yang perlu ditakutkan lagi...' pikirnya lagi. Namun pikirannya bertolak belakang dengan hatinya. Ia masih memikirkan potongan-potongan mimpi itu sampai akhirnya terlelap lagi.

Next morning.

Para pekerja dari jasa pengangkutan barang sedang sibuk memindahkan barang-barang Jack dan Claire ke dalam rumah baru mereka. Jack dan Claire mengawasi kerja mereka dalam diam. Sebenarnya Jack sudah mencoba mengajak Claire bercakap-cakap. Namun seperti biasa, Claire hanya menanggapi dengan anggukan, gumaman, bahkan terkadang tidak menanggapi sama sekali. Setelah sekitar satu jam mereka (kebanyakan Jack) meneriaki para pekerja untuk memberitahu dimana barang-barang tersebut harus diletakkan, pekerjaan para pekerja itu berakhir dengan mendaratnya uang Jack di tangan mereka beserta beberapa tip.

"Nah. Selesai sudah....!!" seru Jack sambil memandangi rumah mungilnya yang sekarang sudah terisi penuh perabotan. "Hem.. Harus diperluas beberapa bagian nih..."

"Hei, Kak. Kita bersihkan ladang saja yuk..." ajak Claire.

"Enak saja. Mau menghindar ya?" tanya Jack penuh selidik. "Kita 'kan mau berkeliling kota Mineral ini! Kita belum berkenalan dengan semua penduduk di sini 'kan??"

"Ugh... Kakak saja deh. Aku nggak mau..." sahut Claire.

"Tidak boleh 'tidak'! Kau harus bisa ber-sosialisasi, Claire... Kalau tidak, aku ragu apa kau nantinya akan bisa menghasilkan keturunan..." ujar Jack dengan cengirannya. Tapi bukan cengiran khasnya yang hangat, melainkan cengiran mengejek.

Claire hanya diam dengan tatapan dingin. Namun kelihatannya ia tidak bermaksud membantah juga. "Kau memaksa?" tanyanya angkuh.

"Iya!" balas Jack dengan menaikkan dagunya, tidak kalah angkuh. "Aku kakakmu dan kau harus dan wajib mendengarkan kata-kataku!"

Claire menghela napas dan akhirnya berkata. "Ya sudahlah. Terserah kau saja."

Mau tidak mau, Jack agak kaget juga mendengarnya. "Eh?? Kau tidak mencoba melawan?"

Claire memandangnya dengan tatapan tajam. "Kau mau aku mengubah pikiranku, Kak?" tanyanya dengan nada penuh penekanan pada kata 'Kak'.

"Eh.. Tidak sih..." Dalam hati, Jack sudah waspada terlebih dahulu. Kalau Claire mau-mau saja diajak bertemu orang lain, berarti ada apa-apanya. Jack mulai menyiapkan dirinya untuk menghadapi segala strategi Claire.

Maka kedua kakak beradik itupun melangkah keluar perkebunan dan mulai menuju rumah penduduk Mineral Town lainnya.

.

..

...

....

TBC~~~~~~~~~~~~~~~~~


Y.E: huwa~~ (nangis terharu...) Akhirnya bisa ngetik lagi.... Sebenernya yah... Ini udah diketik dari kemaren-kemaren loh... Tapi lama.. Nggak tau kenapa nih, tangan Y.E lemes. Susah digerakin. Dasar tangan aneh...

Kappa: Udah tangan sendiri juga yang aneh...

Y.E: huwa~~ Kappa!!! I miss u so much~!!

Kappa: But I didn't miss u~~! Eh? Kok si Kappa yang ganteng ini nggak ada di sini?

Y.E: Karena ini cerita waras. Bukan cerita nggak waras.

Kappa: What is the maksud??

Y.E: Hem... Saran, kritik dan nasihat selalu siterima dengan tangan terbuka ^^

Kappa: Kalau merepotkan, tidak usah nge-riview aja. Ndak opo-opo..~~