Summary: Cerita ceria Ueki dan Mori yang begitu panjang. Mereka begitu bahagia dan 'lengkap', dari A-Z. Drabble :-D
Pairing: Of course! Ueki-Mori, mungkin akan diselingi tokoh-tokoh lain.
Disclaimer: I do not own Law of Ueki.
A to Z
a multichap fanfic Law of Ueki
"1st Alphabet: A"
Abstract
" There is plenty of courage among us for the abstract but not for the concrete."
-Hellen Keller-
"Keadilan yang kau maksud itu.." tanya Mori Ai suatu hari, "Apakah itu hal yang konkret atau abstrak?" Gadis itu bertanya bukan tanpa alasan. Ia mengerti bahwa temannya yang satu ini memang sangat bersemangat akan menegakkan keadilan, tapi … apa sebenarnya tindakan konkret yang bisa dilakukan untuk menegakkan keadilan? Ia tidak tahu. Ia sering sekali melihat orang yang memiliki semangat, tapi hanya berbentuk hal muluk-muluk yang akhirnya tidak mengubah apa-apa. Meski ia tahu Ueki berbeda dari kebanyakan orang, ia ingin tahu dari orangnya sendiri.
Laki-laki berambut hijau itu, sembari menyapu taman, balik bertanya "Apakah sebenarnya konkret itu? Bisakah kamu menggunakan istilah yang lebih mudah dimengerti?" Yah, kita sudah tahu berapa kecepatan berpikir tokoh utama kita yang satu ini.
Mori berpikir sejenak sebelum akhirnya menjelaskan. "Err..," kata Mori mencoba menjelaskan, "konkret itu hal yang nyata. Bukan hanya sesuatu yang berada dalam kepalamu dan tidak diwujudkan."
"Aku tidak tahu," jawab Ueki, "Satu-satunya yang aku tahu adalah, aku melakukan apa hal yang menurutku benar."
Dan jawaban pendek tapi singkat dari Ueki itu sudah cukup menjawab rasa penasaran Mori. Bahwa temannya ini bukan hanya sekedar bicara, tapi juga bertindak.
Semangat memang sesuatu hal yang klise, tapi semangat yang diwujudkan adalah hal terealistis yang pernah ada.
Age
"Age is something that doesn't matter, unless you are a cheese."
-Billie Burke-
Terkadang Mori penasaran. Apakah umur akan mempengaruhinya? Apakah suatu hari, karena waktu, ia akan berubah? Ia bingung setiap kali memikirkannya, sekaligus takut. Takut jika ia berubah menjadi seseorang yang tak pernah ia bayangkan.
Tapi, ia jauh lebih takut lagi jika Ueki berubah. Ueki adalah orang yang paling ia sayangi karena segala yang ada di dalam dirinya. Dan ia takut jika suatu hari Ueki berubah, ia tak lagi menyayanginya sebagai teman. Dan jika itu terjadi, ia tak punya lagi orang untuk disayangi, kecuali keluarganya, tentu saja.
Namun, waktu demi waktu, detik demi detik, bulan demi detik, kekhawatiran Mori itu tidak terjadi. Tak ada satu hal yang betul-betul mengubahnya, begitu juga hal yang mengubah Ueki. Mereka tetap sahabat, yang saling menyayangi dan ia tetap menjitak Ueki nyaris setiap hari.
Apart
"A friend is a hand that is always holding yours, no matter how close or far apart you may be. A friend is someone who is always there and will always, always care. A friend is a feeling of forever in the heart."
-anonym-
"… aku akan pergi ke Inggris 3 bulan lagi. Hanya sebentar, satu tahun," kata Mori dengan lidah yang kelu, terasa begitu berat untuk mengatakannya. Ia tak ingin meninggalkan Jepang, tapi ini adalah dinas kerja ayahnya. Ia terpaksa ikut dengan ayahnya, karena ia tak punya sanak famili di Tokyo. Dan setelah ia mengatakan itu, rasanya ia jadi tak punya nafsu makan untuk memakan takoyaki yang ada di depannya.
Ueki tetap memasang muka tanpa ekspresinya, seakan-akan ia tak terlalu peduli. Ia tetap sibuk memakan bento buatan ayahnya yang terlihat lezat.
"Hei, bodoh, mengapa kau memasang tampang seperti itu?" tanya Mori kesal. Memang sih, ia tak ingin membuat Ueki sedih akibat berita ini, tapi bukan berarti ia senang melihat Ueki tanpa ekspresi seperti ini. Kan mereka bersahabat, jadi setidaknya Ueki harusnya memasang tampang kaget, atau apalah.
"Pergilah," akhirnya satu kata pun keluar dari Ueki, "dan tetap telepon aku. Aku pasti akan bosan dan capek membersihkan taman tanpa kamu."
Kalau ia sekarang tidak sedang berada di tempat umum (baca: kelas), ingin rasanya Mori memeluk Ueki erat-erat.
Around
"Live your beliefs and you can turn the world around."
-Mark Twain-
Kelas, rumah, taman, jalan yang selalu mereka lalui. Semua itu adalah dunia sekeliling mereka, yang tidak sempurna. Dan mereka tentu punya impian mereka untuk menjadikan dunia sekeliling mereka lebih indah.
Dan Ueki, ia selalu mencoba untuk mengubah lingkungan sekelilingnya menjadi lebih baik. Membersihkan taman hanyalah salah satu hal yang sering ia lakukan untuk mengubah lingkungannya menjadi lebih baik. Ia juga sering menolong orang, tak peduli bahwa ia yang akan terluka jika ia melakukannya. Singkatnya, ia selalu melakukan apa yang ia percaya untuk mengubah lingkungan sekitarnya.
Dan, meski ia tak menyadarinya, banyak hal yang ia pengaruhi. Mulai dari teman sekelasnya, Ai Mori, keluarganya yang kini jadi lebih memperhatikan lingkungan, orang-orang yang Ueki tolong yang kini ingin bisa menolong seseorang seperti yang telah Ueki lakukan, orang-orang yang jadi lebih suka ke taman kota karena taman itu bersih – taman itu dibersihkan Ueki dan Mori-. Dan itu semua baru sebagian kecil dampak dari seseorang bernama Ueki Kosuke.
Dan dampak yang terbesar dari kebaikannya, bukan hal-hal bombastis semacam ia mendapat penghargaan Nobel atau yang lainnya. Melainkan kepuasan hatinya sendiri yang membuat ia semakin bersemangat melakukan kebaikan, dan akhirnya, itu kembali berdampak pada lingkungannya, dan ia kembali puas, dan sebagiannya. Seperti lingkaran setan. Tapi, ini lingkaran setan yang tak perlu diputus.
Arts
"All art is but imitation of nature."
-Lucius Annaeus Seneca-
"Ah.. kita mendapat tugas seni rupa untuk melukis sesuatu di atas kanvas. Ah, mana aku tak ada ide lagi," kata Mori kesal tepat setelah bel berdering tanda murid-murid sudah boleh pulang.
Ueki, yang sama-sama tidak bisa menggambar, berkata, "Yaa… benar juga sih."
"Mana beli cat akrilik mahal sementara uang sakuku menipis" sungut Mori lagi.
Dan lagi-lagi, Ueki berkata, "Ya… benar juga sih."
"Dan aku sama sekali tidak pintar mewarnai dengan cat," kembali Mori mengeluh akan tugas senirupanya.
"Iya juga sih..," dan kembali Ueki meng-iya kan kata Mori.
Mori, yang sudah dongkol karena dari tadi Ueki hanya meng-iya kan kata-katanya, berkata, "Hei, Ueki, jangan terus menerus mengiyakan, dong! Kamu setidaknya kasih pendapat kek, atau ngasih saran enaknya gimana!"
Melihat Mori marah, Ueki jadi takut untuk mengungkapkan pikiran yang sedari tadi ada di kepalanya. Padahal ia tadinya hendak menyampaikan gagasannya seandainya Mori tidak marah.
"Ah, maafkan aku, Ueki, aku jadi marah-marah," kata Mori, dengan cepat segera menyadari kesalahannya –membentak-bentak Ueki sampai ia takut.
"Err.. tidak apa-apa kok," kata Ueki. Ia lalu mengambil nafas sejenak untuk menyampaikan gagasannya. "Sebenarnya aku punya ide untuk menyelesaikan tugas ini."
"Bagaimana caranya?" tanya Mori, penasaran.
"Bagaimana kalau kita ke mana gitu.. err.. taman, pantai, atau apalah, lalu kita menggambar pemandangannya?" kata Ueki antusias.
"Wah, bagus tuh!" kata Mori.
Memang segala hal akan selalu kembali pada alam. Alamlah inspirasi terbesar manusia.
To be continued.
A/N: Ahahaha. Gaje fic. Ngaku deh, jangan boong. Mana asal idenya aneh pula. Ceritanya, beberapa minggu yang lalu keluarga saya jual mobil Atoz lama, lalu dibeliin Jazz. Nah, beberapa hari yang lalu, Ru dan keluarga ngomongin mobil Atoz lama kami. Dan kami sempet ngebahas tentang Atoz yang selalu kami ucapkan dengan pronouncation a-tos, padahal harusnya a-to-z (pronouncation bahasa inggris). Dan lahirlah fic ini!
Oh ya, reviewnya, ya…