A/N: Aaaargh! Telat sehari dari jadwal apdet Viero! TT_TT. Padahal pengennya apdet bareng terus… *hiks* Padahal sudah senang jadi sejoli dengan Viero… *digampar karena seenaknya mengklaim orang sebagai sejolinya*. Yoa! *bangkit lagi* Maaf membuat Anda sekalian menunggu, para Pembaca. Ini adalah capter terakhir fic ini. Silakan dinikmati yaaa! XD

Disclaimer: Odachi yang punya One Piece dan karakternya. Luna sih, cuma suka main dengan mereka~ XP

Warning: emotion roller coaster alert! (Ace… kasihan dirimu…), oOC karakter (memangnya sifat Dragon begini ya… T_T), shounen ai (ZoSan), Yaoi (AceLuff), AU, dan seperti biasa… TYPO (evil-evil typo).


The Meaning of a Family

Bagian 16 + Epilog

Jadi begitulah…

Smoker yang telponnya baru saja ditutup oleh Ace itu mengernyitkan dahinya. Ia menatap telpon genggamnya dengan aneh dan heran.

"Apa maksudnya… barusan itu?" gumam Smoker tak mengerti.

"Apa kata Ace-san?" tanya Robin, yang duduk tegak di hadapannya, dengan wajah tenang seperti biasa.

"Dia bilang… dia akan pulang…," kata Smoker ragu-ragu, masih dengan alis bertaut, tak melepaskan pandangan dari HP itu.

"Ace akan kembali? Jadi dia benar-benar tak apa-apa?" tanya Garp yang juga duduk di hadapan Smoker, di sebelah kanan Robin, dengan ekspresi sedikit lega.

Ketiga orang dewasa, dua lelaki, satu perempuan itu berkumpul di ruang keluarga Kediaman Monkey D., dengan suasana yang sedikit tegang karena berita bahwa Luffy telah 'dibawa pergi' oleh Dragon.

Robin, Kepala Grup Ohara, itu datang ke rumah Garp sesaat setelah di-SOS oleh Smoker dari telpon selama perjalanan Smoker ke rumah Garp. Sedangkan Smoker sendiri baru sampai beberapa menit kemudian.

Setelah mendengar situasi singkat dari Garp, Robin meminta Chaka, tangan kanannya, mengumpulkan informasi soal Dragon, rumor-rumor dan kabar yang beredar di dunia belakang tentang pria misterius yang namanya menggemparkan dunia itu. Sedangkan ia, Smoker dan Garp sendiri duduk dan berdiskusi bersama bagaimana cara mengambil Luffy kembali dari cengkeraman Dragon.

Tadinya sih, niatnya begitu. Namun, terkadang suatu hal tidak berjalan sesuai rencana karena ada faktor-faktor yang belum diketahui. Dan baru saja, satu faktor besar dari faktor-faktor X itu terkuak dari pembicaraan Smoker di telpon barusan, dengan Ace yang sedang berada di Mansion Newgate.

"Sudah kubilang kan, cucu tertuamu itu berhubungan dengan orang-orang bermasalah," kata Smoker sambil mendengus, dan berpikir kalau kata-katanya barusan bisa bermakna lebih dari satu. "Tapi kita singkirkan dulu masalah itu. Sekarang ada yang ingin kutanyakan padamu, Kabag Garp," sekarang Smoker memasang wajah sangat serius sambil menatap Garp.

"Apa?" tanya Garp heran.

"Tadi ditelpon kau bilang kalau ada beberapa hal yang belum kau ceritakan pada pihak kepolisian… tentang keluargamu. Lalu, baru saja di telpon, Ace mengatakan sesuatu yang sangat menggangguku," Smoker memejamkan matanya, wajahnya masih tetap serius. "'Dragon… ayah Luffy…', apa maksudnya itu?" Ia kembali membuka mata dan menatap Garp dengan tajam.

Baik Garp maupun Robin melebarkan matanya saat mendengar hal itu.

"Dragon… ayah Luffy…?" Robin sangat terkejut.

"Si mulut besar itu…!" gerutu Garp sambil memegang kepalanya dengan satu tangan.

"Jadi itu benar? Dragon, Kepala Pasukan Revolusi itu… adalah AYAH Luffy?" tanya Robin, menoleh ke arah Garp juga sekarang dengan tatapan masih tak percaya.

Garp menghela nafas panjang. "Apa boleh buat… suatu saat pasti akan ketahuan juga," desahnya pelan dengan wajah pasrah. Percuma juga ditutupi terus. "Memang benar, Dragon… Monkey D. Dragon, adalah anak lelakiku, ayah Luffy," katanya sedikit lemas. Rahasia terbesar keluarga D. sudah terbongkar sekarang. Tak ada lagi yang bisa Garp lakukan untuk melindunginya.

"Pertama kalinya aku mendengar nama lengkap Dragon…," gumam Robin, merasa sedikit limbung. Informasi ini begitu dasyat. Siapa sangka ayah dari bosnya di Geng Topi Jerami adalah orang yang paling berbahaya saat ini?

"Ada apa sih, dengan keluarga D. ini…?" desah Smoker ikut-ikutan lemas. Ia tak habis pikir kenapa semua anggota keluarga D. tak ada yang beres. Kakek yang merupakan orang ternama, petinggi militer AL sekaligus Kepala Bagian di Kepolisian, ayah yang menjadi Pimpinan Pasukan Revolusi, rival si kakek yang penjahat internasional yang paling ditakuti di seluruh dunia, anak tertua yang entah kenapa adalah anak dari rival si kakek itu, sekaligus berhubungan dengan Geng Jenggot Putih, lalu anak bungsu yang jadi kepala Geng Topi Jerami yang namanya mulai merebak di seluruh Grand Line dan Jipanggu.

Benar-benar keluarga yang LUAR BIASA ABNORMAL. Pasti tidak ada lagi keluarga seperti keluarga D. ini di seluruh Jipanggu… bukan, di seluruh dunia.

"Jadi… soal Luffy yang 'dibawa pergi' oleh Dragon itu, sebenarnya… mungkinkah karena sang ayah hanya ingin 'jalan-jalan' dengan anaknya?" tanya Robin kemudian, mencoba berspekulasi dengan penasaran karena ia tak tahu Dragon itu orang yang seperti apa selain 'dia berbahaya.' Kalau sifatnya mirip dengan Garp atau Luffy, Robin rasa kecemasan mereka terhadap nama Dragon sedikit berlebihan.

"Tidak. Dragon itu orangnya membosankan dan serius bukan main. Tidak ada mirip-miripnya denganku atau Luffy selain sifat tak mau kalah dan keras kepalanya," kata Garp dengan perasaan dongkol.

Apa dia sadar kalau baru saja dia mengatai diri sendiri keras kepala?—pikir Robin dan Smoker bersamaan dengan sebulir keringat di belakang kepala mereka.

"Tidak mungkin dia hanya ingin mengajak Luffy jalan-jalan. Aku sudah bilang, kan, aku tak tahu apa tujuan Dragon datang ke Grand Line setelah sebelas tahun lamanya dia menghilang. Dragon memang selalu punya agenda tersendiri, dan tak ada yang bisa membaca pikiran dan maksudnya," lanjut Garp lagi dengan wajah serius lagi, memikirkan tingkah anak semata wayangnya yang selalu membuat orang lain sakit kepala itu. "Karena itulah… dia menjadi orang yang sangat berbahaya."

Smoker menyandarkan punggungnya di sandaran sofa sambil menggaruk-garuk kepala berambut silvernya. "Tapi kalau Luffy adalah puteranya… dia tak akan melukainya, kan?" tanyanya sedikit khawatir dan berharap, campur aduk.

"Yah… makanya, kubilang tadi kalau 'kurasa Luffy tidak sedang dalam bahaya.' Sifat Dragon itu aneh dan susah ditebak (Seperti Anda dong…—pikir Robin dan Smoker lagi dengan salah tingkah), tapi yang jelas, aku tahu pasti kalau dia tak akan melukai darah dagingnya sendiri," kata Garp yakin.

"Kalau begitu kita hanya bisa menunggu sampai Dragon menelpon lagi," kata Robin mengerjapkan mata hitam abu-abunya yang lentik itu sambil berdiri. "Aku akan membuatkan minuman. Kalian ingin minum sesuatu?" tanyanya dengan senyuman yang kalem.

"Seperti biasa, sikap tenangmu itu membuat orang lain jengkel," kata Smoker sambil merengut.

"Ah, tapi panik pun tidak akan mengubah hal yang sudah terjadi," kata Robin masih dengan senyum kalemnya.

"Aku ingin cokelat panas," kata Garp tegas.

Smoker salah tingkah lagi melihat kelakuan Garp yang seperti anak kecil itu. Robin hanya terkikik ringan menyaksikannya.

"Baiklah, Pak Smoker ingin kopi atau teh?" tanya Robin sekali lagi.

"Kopi hitam tanpa gula," kata Smoker sedikit pasrah, sambil menghela nafas panjang.

"Tolong ditunggu sebentar. Pak Garp, pinjam dapurnya, ya," kata Robin sembari berjalan ke arah dapur. Robin sudah beberapa kali datang ke rumah Luffy karena diundang oleh bos Geng Topi Jerami itu untuk bermain, jadi dia sudah hafal dengan susunan ruangan di rumah keluarga Monkey D. tersebut.

Nah, sembari menunggu kabar selanjutnya, saatnya memikirkan strategi apa yang harus mereka lakukan kalau nanti kasus ini berkembang ke arah yang tidak diinginkan….

Ooo—Ace x Luffy—ooO


Saat ini, di mansion Newgate, telah berkumpul para pemimpin geng kecil di bawah naungan Perusahaan Raksasa Grup Jenggot Putih. Merekalah sahabat-sahabat Ace yang berniat membantu saudara tersayang mereka dalam menghadapi Pemimpin Pasukan Revolusi, Dragon, yang kabarnya telah menculik adik yang sangat dicintai Ace, Luffy.

Meskipun mereka tidak tahu detil permasalahan kenapa Luffy bisa sampai diculik atau ada hubungan apa Luffy dengan Dragon… atau Ace dengan Dragon, dalam kasus ini, mereka tetap berkumpul tanpa banyak bertanya karena saat ini Ace membutuhkan mereka.

Begitulah pikir orang-orang berotak sederhana itu. Akan tetapi….

Ace memantau dari kanan ke kiri, melihat siapa saja yang sudah berkumpul. "Ini sudah semuanya, kan?" tanyanya sedikit berharap sambil mengerutkan kening.

"Osu!"

"Kami akan membantumu, Ace!"

"Jangan khawatir, Saudaraku! Kami siap menempuh bahaya untuk menolong adikmu!"

"Aaace! Kita berjuang bersamaaa!"

Teriakan-teriakan nyaring penuh semangat dari para 'saudaranya' di Grup Jenggot Putih pun menghantam gendang telinga Ace sesaat setelahnya, hampir saja membuat Ace tersungkur saking dasyatnya mereka berteriak.

Te… terlalu banyak…! Seperti mau perang dunia saja…—pikir Ace salah tingkah sembari menyeimbangkan tubuhnya. Izou mikir apa, sih? Kalau begini caranya, bakal terjadi keributan besar dan polisi pasti bakal ikut campur, kan!

Ace menghela nafas panjang. Memang akan mengecewakan para saudaranya yang sudah siap bertempur, tetapi dia tetap harus meminta mereka mundur dengan alasan 'kerahasiaan' dan 'kemanan.'

"Izou!" Ace memanggil Izou yang sedang bercakap-cakap dengan Jozu.

"Oh, Ace!" Jozu melambai padanya.

"Jozu!" Ace meringis, menyapa pria berkulit gelap dengan tubuh besar itu balik. "Pinjam Izou sebentar," katanya sambil menarik penghibur cantik itu ke sisinya supaya mereka bisa bicara berdua tanpa ada gangguan.

"Ada apa, Ace? Orangnya kurang?" tanya Izou sudah siap menelpon lagi kalau perlu.

"Kebanyakan tahu! Ini kan, bukan urusan bisnis resmi Papi! Lagipula kalau orang sebanyak ini berkumpul di rumah kakek, nanti dikira kita mau menyerang kakek, dong!" protes Ace sedikit keras, meskipun dengan nada rendah dan suara kecil supaya yang lain tidak mendengar. Bulir-bulir keringat sudah mulai berjatuhan dari belakang kepalanya.

"Ah… benar juga. Kakek Ace kan Mayjen Angkatan Laut Monkey D. Garp, ya?" Izou manggut-manggut.

"Itu posisinya di Militer AL. Sudah hampir pensiun. Sekarang Kakekku menjabat posisi Kepala Bagian di Kantor Kepolisian Kota Grand Line," kata Ace sambil mendengus, merasa sedikit kesal karena teringat betapa luar biasa sejarah karir kakeknya itu.

"Yah, yang jelas kakekmu itu orang yang terkenal luar biasa. Bahkan suaranya pun masih sangat berpengaruh di Angkatan Laut, kan?" kata Izou sambil tersenyum bersimpati. "Pasti repot punya kakek seperti itu…," katanya sedikit iba.

"Cerewet. Kau tidak akan bisa membayangkan susahnya. Lagipula, sekarang aku tidak peduli lagi dengan hal seperti itu," kata Ace masih dengan perasaan sedikit sebal.

"Mungkin karena itu juga Dragon menculik adikmu, ya? Karena Dragon musuh Pemerintah, dan Militer adalah tombak kekuasaan pemerintah. Adikmu sepertinya jadi korban sampingan perseteruan dua kubu itu karena 'nama' kakekmu?" Izou berspekulasi.

"Jangan bicara begitu soal Luffy. Masalah ini jauh lebih pribadi dari hal semacam itu," kata Ace dengan wajah serius sambil menggigit bibir bawahnya.

"Pribadi?" tanya Izou sambil memiringkan kepalanya. Ace hampir bisa melihat tanda tanya imaginer di atas kepala Izou.

"Aku tak bisa mengatakan detilnya, tapi kita hanya bisa bergerak secara tersembunyi. Aku tak ingin Luffy ada dalam bahaya. Kita bawa saja beberapa orang. Aku, kau, Marco, Sabo, Thatch, Vista, dan Jozu. Yang lainnya kita minta tinggal sebagai tim 'bala bantuan' saja. Kita akan menelpon mereka kalau kita terdesak dan membutuhkan bantuan mereka," kata Ace yakin.

"Boleh saja. Biar aku yang beri tahu mereka," kata Izou setuju. Arahan Ace masuk akal, sih. Bisa gawat kalau polisi ikut campur masalah ini. Nama Papi dipertaruhkan soalnya. Kan, Ace dan kawan-kawan memikul nama Jenggot Putih di punggung mereka.

"Tolong ya," kata Ace sambil tersenyum kecil. Kalau untuk soal relasi publik, Izou memang bisa diandalkan.

Segera saja Izou mengumumkan rencana 'penyerangan' mereka, dan Ace kembali berpikir soal Luffy. Ia berharap kalau Luffy masih bertahan apapun yang terjadi. Meskipun Ace tak tahu kenapa Dragon tiba-tiba muncul dan apa tujuannya membawa pergi Luffy, ia tetap akan menghadapinya dan membawa Luffy pulang. "Tunggu ya, Luffy…!"

Ooo—Ace x Luffy—ooO


"Um… jadi… kita akan ke mana?" tanya Luffy kemudian setelah menyelesaikan segala isu yang ia punyai dengan ayahnya.

Yah, dibilang selesai, sebetulnya juga belum betul-betul selesai. Namun, setidaknya Luffy sudah tidak lagi menganggap dirinya sebagai alasan orang tuanya meninggalkan dirinya. Lalu, meskipun dia sudah bisa sedikit memahami tindakan ayahnya, Dragon, yang pergi belasan tahun lalu untuk 'mengubah dunia', bukan berarti Luffy sudah melupakan semua sakit hatinya. Terlebih lagi kalau dia harus mematuhi kata-kata Dragon.

Maaf saja, ya. Dragon tidak hadir dalam hidup Luffy selama ini. Tidak ada alasan bagi Luffy untuk menuruti keinginan sang ayah sekarang.

"Sudah kubiang, aku akan membawamu pulang," kata Dragon sambil kembali membaca kertas-kertas dalam map misterius yang ada di atas meja.

"Makanya… pulang ke mana? Kalau Ayah berniat membawaku pergi bersama Ayah, maaf saja. Aku tidak mau," kata Luffy terus terang.

Keadaan di dalam trailer jadi sunyi sesaat. Tidak ada yang berani bicara kecuali kedua ayah dan anak itu. Terlebih lagi, rekan-rekan Dragon memperhatikan interaksi keduanya dengan pandangan sangat tertarik.

"Jangan ge-er. Mana mungkin aku membawamu bersamaku. Kau bodoh, ya?" ujar Dragon dengan kata-kata menggigit, tetapi dengan expresi dan nada suara datar, membuat Luffy sedikit kesal. Pembuluh darah pun bermunculan di kepala dan wajah Luffy.

"Ayah menyebalkan," balas Luffy dengan gurat-gurat kedongkolan di wajah dan kepalan tangan yang bergetar di depannya.

Bisik-bisik di antara makhluk-makhluk berjubah panjang dan bertudung di sekeliling Luffy dan Dragon pun merebak kembali.

"Hebat sekali bocah itu. Dia berani menentang kata-kata Dragon."

"Yah… anaknya sih…."

"Tapi, rupanya Dragon bisa berkomunikasi dengan normal juga, ya?"

"Tidak menyangka kalau bakal melihat hal begini di depan mata…."

Dragon yang mendengar kasak-kusuk tak jelas itu lantas melirik rekan-rekannya dengan tajam, merasa sedikit terganggu dan risih. Ditusuk tatapan setajam pisau dari pimpinan mereka, kontan orang-orang itu tercekat dan diam.

Seram…!—pikir mereka bersamaan sambil berlinangan air mata saking takutnya.

"Lantas, kalau tidak bermaksud membawaku bersama Ayah, aku akan dibawa pulang ke mana?" tanya Luffy lagi kembali ke persoalan semula.

"Sudah jelas kan? Tentu saja kembali ke rumah kakekmu," jawab Dragon, sama sekali tak melihat ke arah Luffy. Sikap ayahnya itu benar-benar menjengkelkan bagi Luffy.

Luffy pernah bilang kalau dia benci diabaikan, kan?

"Hei, Yah… kalau sedang berbicara dengan orang, bisa tidak melihat ke arahnya?" pinta Luffy dengan wajah cemberutnya yang sangat imut seperti anak kucing itu, membuat dagu semua orang di sekelilingnya, tidak termasuk ayahnya karena dia tidak melihat Luffy, terjatuh dengan ekspresi syok.

I… IMUUUT!—pikir semuanya serentak.

"Tu-tunggu! Kenapa bocah itu jadi imut sekali!"

"Baru sadar…, ternyata wajahnya lucu dan manis sekali."

"Tidak mirip Dragon… pasti mirip ibunya."

"Pantas saja Dragon tidak mau melihat ke arahnya…."

Bisik-bisik diwarnai tatapan tak percaya pun berlanjut, tapi kali ini Dragon tidak menggubris mereka dan meletakkan bahan bacaannya sekali lagi di meja.

Dragon menghela nafas. "Dari dulu kau memang benci diabaikan, ya," katanya sambil memejamkan mata.

"Yah, ayah kan ayahku, pasti tahu dong. Lagipula, aku dibesarkan kakek begitu lho," kata Luffy bangga.

"Masuk akal," timpal Dragon yang teringat dengan perangai ayahnya, Garp, yang selalu berisik dan antik itu.

"Oke… jadi ayah akan mengembalikanku ke tempat kakek begitu saja?" tanya Luffy lagi sedikit skeptis dengan hal semudah itu, pasti ada apa-apanya. "Sepertinya ayah habis melakukan sesuatu yang ilegal, ya? Ada agenda khusus apa, nih? Menjadikanku sebagai pengalih perhatian?" tebak Luffy asal saja, seperti kata instingnya, karena ia cuma ingin membuat ayahnya kesal sedikit saja.

EH!—Di luar dugaan, semua orang dalam trailer terkejut mendengar pernyataan Luffy. Ya, bahkan Dragon pun sedikit terkejut. Matanya terbuka, melebar sesaat sebelum kembali ke ekspresi dasarnya yang datar dan dingin itu.

Hening sesaat.

Keheningan pun berlanjut sebelum, "Fu… hahahaha!" tiba-tiba saja Dragon tertawa memecahnya, membuat semua rekannya hampir terkena serangan jantung saking kagetnya.

ASTAGANAGA! D-DRAGON TERTAWAAAAAAAAA!—semuanya langsung terperanggah dengan wajah memucat berekspresi sangat syok bagai baru saja melihat mayat hidup. Hanya Luffy yang memasang ekspresi salah tingkah.

"Apanya yang lucu?" tanya Luffy heran.

"Ha…, rupanya kau terlalu banyak terlibat dengan geng-geng jalanan, ya, Luffy, sampai bisa melihat rencanaku begitu," kata Dragon masih sedikit terkekeh ringan.

"EH! Memangnya ada rencana begitu?" tanya rekan-rekannya keras bersamaan, makin kaget saja. Ternyata Dragon punya rencana sampingan seperti itu. Itu di luar rencana awal mereka sebelum menjalankan misi mereka yang seharusnya hanya: datang, tanam, dan cabut alisas kabur secara diam-diam. Tidak pernah disebutkan adanya umpan penarik perhatian di mana pun dalam agenda misi mereka.

"Yah, berpapasan dengan Luffy di jalan bukan rencanaku, sih. Tapi sudah kejadian, buat apa menyia-nyiakan kesempatan emas? Kalau perhatian para pengejar teralihkan oleh kita, benih-benih yang sudah kita tanam di sana akan bisa bekerja dengan lebih aman dan leluasa, kan?" kata Dragon lagi dengan percaya diri. "Makin banyak waktu yang kita ulur untuk membuat mereka bekerja, makin besar hasil yang akan kita dapat besok," lanjutnya.

"Dasar Ayah licik…," kata Luffy dengan wajah sebal karena sudah dimanfaatkan. Meskipun ia tak tahu apa yang sudah dilakukan ayahnya sebelum berpapasan dengannya, tetap saja tindakan Dragon yang penuh perhitungan itu sedikit menyebalkan.

"Dragon, apa tidak apa-apa membahayakan anakmu?" tanya salah seorang rekan Dragon.

"Tidak ada yang tahu kalau Luffy adalah anakku. Paling-paling dia cuma akan dianggap korban sampingan," kata Dragon datar, membuat Luffy makin jengkel saja.

"Hei!" protes Luffy tak terima kalau hanya dianggap sebagai ekstra.

"Lagipula… Luffy ingin pulang ke tempat kakek dan Ace, kan?" kata Dragon lagi sambil menatap Luffy lekat-lekat.

Mendengar nama Ace, Luffy teringat lagi dengan tujuannya yang buru-buru pulang tadi. Dia tak bisa protes lagi karena kata-kata ayahnya memang benar. Lagipula… memang Luffy harus segera mencari dan menemui Ace karena ada hal penting yang harus Luffy ungkapkan pada Ace.

Jika seandainya perasaan Ace memang serupa dengan perasaan Luffy pada sang kakak tercinta…, Luffy tak ingin kehilangan kesempatan ini. Ia ingin terus bersama Ace, terus….

"Aku mencintaimu… Luffy…."

Wajah Luffy kontan memerah saat ia teringat mimpinya tadi pagi. Mimpi ketika Ace menyatakan cinta pada Luffy dan mencium bibirnya… dan kejadian setelah itu, saat Luffy terbangun dan mencium Ace, dan bagaimana perasaannya yang begitu merindukan sentuhan kakaknya yang membuat jantungnya berdebar dengan lebih kencang dan perasaan bahagia yang membuncah….

Perubahan ekspresi Luffy itu tentu tak luput dari perhatian ayahnya. Dragon menaikkan sebelah alis matanya dengan ekspresi yang sedikit heran.

Luffy, sadar diperhatikan, tersentak sekejap, kembali dari ingatannya yang membingungkan sekaligus menggairahkan itu ke dunia nyata di mana ia harus berhadapan langsung dengan ayahnya. "A-apa?" tanyanya dengan sedikit terbata-bata.

Wajah Luffy masih memerah dan terlihat sangat manis menurut orang-orang yang ada di sekelilingnya. Bahkan Dragon menganggap hal ini sedikit menarik.

Kemudian, Dragon pun memutuskan untuk mengetes hipotesis yang baru saja terformula dalam pikirannya. "Ace," katanya.

Luffy sedikit berkedut lagi mendengar nama itu, wajahnya makin memerah.

"Hm…, ada apa dengan kau dan Ace, Luffy?" tanya Dragon dengan senyuman 'orang baik' yang malah justru sangat menyeramkan kalau muncul dari wajahnya.

HIIIIIIIIII! Senyumnya MENGERIKAAAAN!—pikir semuanya dengan panik dan pucat, bahkan Luffy pun berpikiran kalau Dragon jadi sedikit aneh.

"T-tidak ada apa-apa," kata Luffy sambil membuang muka, mencoba menahan ekspresinya supaya tidak meledak malu. Ini kali pertama Luffy merasakan perasaan seperti ini pada seseorang, jadi ia tak begitu tahu harus bersikap bagaimana. Apalagi kalau ditanya langsung hal seperti itu.

Lagipula, kenapa Luffy harus menjelaskan dirinya pada Dragon? Ayahnya saja tidak pernah ada di sana ketika Luffy membutuhkannya. Dia tidak berhak meminta penjelasan apa-apa dari Luffy.

Namun, sepertinya Dragon sudah memahaminya dari gelagat Luffy yang canggung dan aneh. Dia hanya menghela nafas panjang. "Sudah kuduga hal seperti ini akan terjadi," desahnya.

"Eh?" Luffy mengangkat wajahnya dan melihat ayahnya dengan heran.

Dragon memasang ekspresi pasrah. "Anak itu dari dulu memang…," Dragon menggeleng-gelengkan kepalanya saat teringat hal antik di kenangan masa lalunya.

"Ayah… kalau Luffy sudah besar, dia akan jadi istriku!"

Ace kecil yang masih berumur lima tahun dalam ingatan Dragon menyatakan hal itu dengan nada yakin dan suara lantang. Dragon yang sedang membaca koran hanya bisa menatapnya dengan salah tingkah, sedangkan Ruina yang sedang menelpon itu terkikik geli dengan keantikan sifat anak tertuanya.

"Ace… anak lelaki tidak bisa jadi 'istri' lelaki lain," kata Dragon mencoba mengoreksi pemahaman Ace yang salah kaprah itu.

"Tidak apa-apa, kan? Lagipula Luffy kan 'Putri' yang sangat manis, dan Ace adalah 'Pangeran' Berkuda Putih," kata Ruina dengan wajah berangan-angan, seperti sedang membayangkan anak-anaknya dalam kostum negeri dongeng.

"Benar, Ibu?" Wajah dan mata Ace terlihat berbinar-binar mendengar kata-kata ibunya yang mendukung.

"Lagi-lagi kau mengatakan hal tak bertanggung jawab begitu…," kata Dragon sambil mendengus.

"Tentu saja, Ace. Pasti Kau dan Luffy akan jadi pasangan yang sangat imut dan serasi... Lalu Ace akan selalu ada di sisi Luffy, menjaga dan melindunginya, ya," kata ibunya sembari meletakkan telponnya dan menghampiri Ace sebelum mengangkat anak itu tinggi-tinggi dalam gendongannya.

"Iya! Ace janji akan menjaga Luffy! Karena Ace sangat suka Luffy!" seru Ace sambil tertawa dengan ceria.

"Benar, benar… Ace anak yang baik, ya," kata Ruina sambil memeluk Ace dengan sayang. "Tidak mirip dengan seseorang di sini."

Dragon tersentak dan mengerjapkan matanya beberapa kali saat kembali dari rangkaian ingatannya bersama keluarganya.

"'Anak itu'… siapa?" tanya Luffy kemudian, membuat Dragon menoleh ke arah puteranya lagi.

"Meskipun begitu… tak kusangka sekarang malah giliranmu yang begini, Luffy," komentarnya tanpa menjawab pertanyaan Luffy sambil kembali menatap mata anaknya itu dengan lekatnya.

"Apa yang sedang Ayah bicarakan?" tanya Luffy jadi sedikit bingung.

"Tentang Ace…," kata Dragon dan Luffy berkedut lagi mendengar namanya. "Kau menyukai kakakmu, Luffy?" tanyanya serius.

Wajah Luffy merona lagi, tetapi ekspresinya terkontrol dan serius. "Bukan 'suka'," jawab Luffy pelan, "ini 'cinta'," lanjutnya dengan suara dan tatapan yang sangat yakin.

"Begitu ya," Dragon memejamkan mata lagi. "Kalau begitu… mungkin aku tak akan mengembalikanmu padanya," kata Dragon dengan ekspresi sangat serius sekarang.

"Apa…?" Luffy melebarkan kedua kelopak matanya mendengar hal itu. "Ayah tidak berhak melakukan hal seperti itu!" teriak Luffy sambil menatap Dragon dengan marah.

"Tentu saja berhak. Ayah tetap ayahmu," kata Dragon, "dan Ace adalah anak ayah juga," lanjutnya masih dengan ekspresi yang begitu seriusnya, membuat Luffy menelan ludah. "Kalian 'kakak beradik', tidak diizinkan untuk membina hubungan asmara," Dragon merasionalisasinya, dan itu juga yang membuat Luffy makin emosi.

"Ace bukan kakak kandungku!" jerit Luffy keras-keras sampai memekakkan telinga orang-orang di sekitarnya, dan yang paling kaget dengan jeritan penuh emosi itu… adalah Luffy sendiri.

"Luffy bukan adikku."

Kata-kata Ace terngiang sekali lagi di benak Luffy, tetapi setelah jeritan Luffy sendiri barusan, sekarang Luffy jadi benar-benar mengerti perasaan Ace. Perasaan kuat Ace yang mati-matian mengungkapkan hal itu meskipun sangat menyakitkan dengan kesungguhan sepenuh hati, perasaan Ace yang ingin lebih mencintai dan dicintai Luffy, perasaan yang menginginkan Luffy seutuhnya, bahkan lebih dari 'keluarga'.

Perasaan ingin memiliki.

Dragon tersenyum saat melihat 'kesadaran' yang muncul dalam ekspresi Luffy. "Kau sudah paham hal itu, rupanya," komentarnya pelan, membuat Luffy terkejut lagi.

"Ayah…," Luffy melihat ke arah Dragon dengan tatapan takjub.

Ayahnya tahu bahwa ada secuil keraguan dalam hati Luffy. Meskipun Luffy sadar ia 'mencintai' Ace, ia masih belum yakin kalau cintanya pada Ace adalah cinta asmara. Lalu… baru saja… ayahnya 'memastikan' perasaan Luffy itu.

Tapi bagaimana Ayah bisa tahu… tentang hal seperti itu?—pikir Luffy sedikit heran. Jangan-jangan Dragon itu cenayang.

"Kalau begitu, tinggal satu hal yang ingin kupastikan," kata Dragon sembari menatap ke luar jendela mobil yang gelap dan dihantam hujan deras itu. "Sebesar apa keingin Ace untuk 'memiliki' mu… Ayah ingin tahu hal itu."

Seringai Dragon yang terlihat oleh Luffy itu sedikit membuatnya was-was. "Apa yang… akan ayah lakukan?" tanya Luffy dengan wajah khawatir.

"Bukan hal yang berbahaya," jawab Dragon masih dengan ekspresi yang mencurigakan. "Ayah ingin melihat kesungguhan hati Ace…. Kalau memang Ace serius dengan perasaannya terhadapmu, dia akan datang pada ayah, dan merebutmu kembali meskipun harus dengan paksa," jelasnya pelan. "Nah, Luffy," lanjutnya sambil menoleh ke arah Luffy lagi. "Permintaan ayah hanya satu. Apa kau akan menuruti keinginan egois ayah yang terakhir?"

"Eh?" Luffy melebarkan matanya lagi dengan sangat kaget ketika mendengar hal itu.

Sedangkan rekan-rekan Dragon yang lain merasa kalau keberadaan mereka di dekat sana benar-benar telah dilupakan oleh ayah dan anak itu.

Ooo—Ace x Luffy—ooO


"Lalu… kenapa harus memakai mobilku?" protes Sabo yang tengah menyetir sedan CV silvernya dengan tampang sebal.

"Apa boleh buat, kan? Di mobil kami semua ada stiker lambang Jenggot Putihnya," kata Marco yang duduk di jok belakang, tepat di belakang kursi Sabo sambil meringis. "Bisa gawat kalau ketahuan polisi, kan?"

"Dan Ace tidak punya mobil sendiri karena tidak boleh menyetir. Dia suka ketiduran tanpa memperhatikan tempat dan waktu kalau penyakitnya sedang kambuh, sih…," Izou manggut-manggut di sebelah Marco.

"Vista, geser sedikit, dong! Sempit nih! Mau membuatku gepeng, ya!" protes Jozu yang duduk terhimpit di sisi paling kanan jok belakang yang secara ajaib bisa muat diduduki empat orang pria. Tiga di antaranya memiliki tinggi di atas 180 cm dan berat rata-rata 65 kg. Yang seorang memang bertubuh lebih ramping dan kecil, tetapi dia tetap laki-laki dewasa yang cukup makan tempat.

"Jangan ngomong seenaknya, Jozu. Mana mungkin aku bisa geser lebih dari ini. Nanti Izou terhimpit antara aku dan Marco, kan?" tanggap Vista dengan wajah tenang. Sama sekali tak kelihatan kalau dia juga merasa kesempitan.

"Wah, Vista memang gentleman, ya," Izou tersenyum lembut ke arah pria bertubuh besar di sebelahnya yang mencoba mati-matian membuat ruang supaya Izou bisa duduk dengan nyaman.

Kadang-kadang Izou suka berpikir kalau Vista masih menganggap Izou itu perempuan meskipun paman itu seharusnya sudah sadar apa jenis kelamin Izou yang sebenarnya. Yah, Izou tak akan protes sih, kalau dia sering mendapat perlakuan khusus begini.

"Berisik, ah! Aku jadi tak bisa konsentrasi menelpon nih!" seru Ace yang duduk di kursi penumpang depan dengan sewot mendengar percakapan konyol dan tak penting sobat-sobatnya.

"Ace, aku tak mau dikatai oleh orang yang tak bisa menyetir dan pinjam HP orang lain untuk menelpon," kata Sabo masih jengkel.

Mereka semua sama saja, sih. Sukanya memanfaatkan orang lain tanpa melihat situasi orang yang dimanfaatkan. Sabo kan, sedang tidur dengan nyenyaknya tadi, tapi malah dibangunkan dengan paksa dan disuruh jadi supir. Mana nasib mobilnya juga dipertanyakan, lagi. Mereka bakal berperang dengan Dragon begitu, lho! Mobil pribadi Sabo yang dia beli dengan uang hasil kerja kerasnya sampai menangis darah bakal jadi korban, nih!

"Tak ada pilihan lain, kan? HP-ku ketinggalan di rumah," kata Ace cemberut sambil mencoba beberapa nomor ke telpon genggam di tangannya. Entah kenapa tidak ada yang mengangkat telpon di pihak sana. "Sial, pada ke mana sih, di saat genting begini!" protesnya kesal sambil mencoba nomor lain lagi.

"Kau sadar kalau ini masih jam tiga di pagi buta, kan? Mana ada yang akan mengangkat telpon di jam segini kecuali polisi atau restoran 24 jam? Atau penjahat…," kata Marco dengan salah tingkah saat melihat sobatnya yang super sewot itu.

"Aku yakin kalau Sanji dan Zoro masih bangun. Tadi Luffy ada di rumah mereka sebelum Dragon membawanya. Mereka pasti kaget kan, kalau tiba-tiba dikunjungi orang macam Dragon? Apalagi lewat tengah malam begini!" Ace beralasan.

"Yah… kalau tiba-tiba dikunjungi orang setenar itu di malam hari, siapapun juga bakal kaget," kata Vista setuju.

"Kalau aku mungkin nggak bakal tidur, ya?" Izou meringis sambil memegang pipinya dengan genit, membuat semuanya salah tingkah karena kata-kata ambigunya yang bisa diartikan macam-macam.

Orang ini kok tidak punya malu, sih…!—pikir Sabo, Marco, dan Ace merinding. Entah apa yang dipikirkan Jozu, tapi dia cengengesan tak jelas, dan Vista menutup wajahnya dengan malu.

"Oya, Thatch mana? Aku tidak melihatnya tadi," kata Jozu kemudian, sadar kalau tim mereka kurang satu.

"Thatch bilang dia akan menjaga Papi hari ini," jawab Vista sambil mengingat. "Bisa kacau kalau Papi diserang waktu kita tidak ada di sana, kan?" lanjutnya.

"Hee… pengertian juga orang itu," kata Jozu sambil memiringkan kepalanya. Sepertinya dia sudah terbiasa dengan ruang sempit itu, sebab dia sudah tidak protes lagi. "Tapi Papi kan sedang tidur… dan di rumah banyak saudara kita yang bisa menjaga Papi," lanjutnya dengan sebulir keringat mengalir dari pipinya.

"Kurasa jenis pengertian Thatch itu ya… begitu melihat kita berdesakan di mobil, dia tak sampai hati kalau mau memaksa ikut," kata Sabo sambil berbelok di tikungan yang akan membawa mereka semua ke rumah kakek Ace.

"Hahaha, Thatch sekali ya?" komentar Izou sambil tertawa ringan, sangat setuju dengan pemikiran Sabo.

Ace yang masih sibuk mencoba menelpon, akhirnya bereaksi. "Tersambung!" katanya.

"Bukannya dari tadi juga tersambung ya?" tanya Marco heran. "Kan hanya tidak diangkat saja."

"Yang tadi ponsel Sanji dan telpon rumahnya. Yang ini ponsel Zoro. Kau tahu, anak itu tidak pernah mengaktifkan ponselnya karena mengganggu meditasinya katanya," kata Ace sembari menunggu Zoro mengangkat ponsel itu.

"Halo." Telpon itu diangkat dan Ace hampir berteriak 'yes!' saking semangatnya.

"Ah, Zoro? Ini Ace," sapa Ace dengan buru-buru.

"Ace? Kenapa menelpon ke ponselku? Hei, ini jam tiga pagi, lho. Apa kau tak berpikir kalau aku mungkin sedang tidur?" Suara Zoro terdengar kaget dan heran karena Ace menelpon ponselnya. Lagipula, kok Ace bisa tahu nomor ponselnya, sih?

"Hei, daripada itu ada yang ingin kutanyakan! Kenapa kalian membiarkan Dragon membawa Luffy?" tanya Ace langsung tanpa basa-basi.

"Hah?" Nada suara Zoro terdengar bingung. "Drapon membawa Luffy? Kau bicara apa, sih? Luffy keluar rumah sendiri, kok. Katanya ingin cepat-cepat menemuimu."

"Eh…?" Ace membelalakkan matanya dengan terkejut.

"Tadi sudah kuperingatkan kalau masih hujan sih…. Kau belum ketemu dia? Tunggu, kau bilang dia dibawa pergi? Oleh Drapon? Ada apa ini, Ace?"

Ace sudah tidak mendengarkan suara Zoro saat ia mendengar kalau Luffy sedang dalam perjalanan menuju dirinya saat dibawa oleh Dragon. Ia sangat kaget sampai tak tahu harus berkata apa.

Apa maksudnya…? Luffy ingin cepat-cepat menemuiku…?

"Ace?" Suara Zoro di telpon membuyarkan lamunan Ace.

"Ah… sori kalau begitu, Zoro, sudah mengganggumu di pagi buta begini. Salam buat Sanji, ya. Daah," kata Ace sambil buru-buru memutus telpon itu biarpun Zoro mencoba berbicara lebih lanjut.

"Bagaimana?" tanya Sabo, melepaskan pandangannya dari jalan yang hampir banjir karena air hujan yang turun seperti air terjun dari langit itu.

"Sepertinya Luffy ditangkap di luar. Zoro bilang dia keluar rumah sendiri tadi," kata Ace sambil menggaruk-garuk lehernya, masih merasa cemas.

"Keluar sendiri? Di tengah malam berbadai begini?" tanya Marco dengan wajah makin heran. Ternyata adik dan kakak sama saja. Sama-sama gila.

"Yah… katanya… Luffy ingin cepat-cepat menemuiku…," Ace menghela nafas panjang. "Seharusnya tadi aku tidak buang-buang waktu dan langsung menjemput Luffy. Ini salahku karena membiarkannya sendirian…," katanya sambil memasang wajah sangat menyesal. Kenapa juga tadi dia setuju menunggu sampai besok… eh, pagi nanti?

"Itu bukan salahmu, Ace. Jangan menyalahkan diri sendiri. Jelas-jelas ini salah Dragon yang menculik Luffy," kata Izou sambil menepuk pundak Ace dari belakang dengan iba.

"Yah… kita sedang mencoba untuk mengambil dia kembali kan, Ace?" tambah Marco sambil tersenyum mencoba menenangkan hati Ace yang pasti sedang gundah sekarang ini.

"Iya…," balas Ace tersenyum sendu. Wajahnya masih terlihat khawatir, membuat yang lain ikut cemas. "Kuharap Luffy benar-benar baik-baik saja."

Ooo—Ace x Luffy—ooO


Firasat Zoro jadi tidak enak sesaat setelah Ace memutus telpon mereka. Ace sepertinya terdengar sangat khawatir tadi. Lalu, apa maksudnya Luffy dibawa pergi?

"Zoro?" Sanji yang tidur di sebelah Zoro memanggilnya sambil mengusap-usap matanya dengan mengantuk. "Ada apa? Siapa yang menelpon?" tanyanya sambil menguap.

"Dari Ace," jawab Zoro.

"Ah…," Sanji tersenyum, mengira ini soal hubungan Ace dan Luffy yang pasti langsung nyambung setelah Luffy pulang tadi. "Tidak bisa menunggu sampai besok pagi untuk berterima kasih, ya?" komentarnya sambil terkekeh.

"Bukan… dia protes kenapa kita membiarkan Dra-… Drapon? Atau apa~ begitu membawa Luffy pergi, katanya," Zoro tampak bingung. "Aku juga kurang mengerti. Tapi dia kedengaran sangat cemas," jelasnya.

"Tunggu, seseorang membawa Luffy pergi?" tanya Sanji langsung bersiaga. "Hei… kau pikir gampang, ya, membawa Luffy? Dia kuat sekali, lho. Anak itu kan yang menghajar Crocodile sampai setengah mati, tahu." Wajah Sanji langsung berkeringat memikirkannya.

"Apa menurutmu dia telah dijebak?" tanya Zoro jadi khawatir sekarang.

"Yah, ini Luffy, sih… dia lemah sama tipuan," Sanji jadi salah tingkah. "Tunggu, tadi kau bilang siapa yang membawanya?" Tiba-tiba Sanji jadi tersadar.

"Drapon?" tanya Zoro.

"Hei… maksudnya… bukan DRAGON, kan?" Kontan wajah Sanji memucat dan Zoro tersentak.

"Dragon… Pasukan Revolusi…?"

Sanji dan Zoro saling pandang dengan wajah ngeri sebelum keduanya mencapai mufakat dalam diskusi tanpa kata-kata mereka. "TELPON PAK SMOKER!" dan keduanya pun buru-buru menekan nomor Smoker di HP Zoro.

Ooo—Zoro x Sanji—ooO


Smoker, Robin dan Garp masih menunggu. Kali ini mereka bertiga pindah ke luar rumah untuk menyambut datangnya Ace… dan bala bantuannya, menurut Smoker; karena dia tahu pasti bahwa Grup Jenggot Putih tak akan membiarkan Ace bergerak sendirian melawan Dragon.

Lagipula, Dragon baru saja mengontak mereka kalau dirinya akan segera tiba; dan dia bilang, dia akan mengantar Luffy pulang dengan selamat asalkan syarat tertentu yang akan diajukannya nanti dipenuhi terlebih dulu. Akan tetapi, pria menyebalkan itu tak mau mengatakan syaratnya sampai dia ada di sana. Kemungkinan ia akan membuat Smoker dkk kelabakan dulu sebelum membebaskan Luffy dan kabur.

Smoker belum pernah berhadapan dengan Dragon secara langsung, tapi kata Garp, dia bukan tipe penjahat kecil yang suka mengingkari janji. Kalau dia bilang akan melepaskan Luffy, dia pasti akan melepaskannya. Setidaknya, Smoker mempercayai kata-kata Garp karena hanya dia yang paling baik mengenal sifat Dragon.

Benar saja, beberapa menit kemudian, sebuah mobil CV silver meluncur masuk ke halaman rumah Garp. Smoker kontan bersiaga dengan memegang pistol di pinggangnya dan meminta Garp dan Robin untuk mundur ke belakangnya. Garp protes karena dia juga pihak berwenang, dan Robin juga berniat menentang karena dia tak selemah yang Smoker kira. Akhirnya Smoker menyerah dan membiarkan keduanya berbuat sesuka mereka.

Ace cepat-cepat keluar dari mobil, tapi yang lain tinggal di dalam karena Smoker ada di situ. Sabo adalah informan rahasia Grup Jenggot Putih, bisa gawat kalau kelihatan bersama Ace yang sudah ketahuan merupakan salah satu 'anak' Newgate. Jadi, ia mau tak mau harus tinggal. Yang lain tetap tinggal di mobil supaya tak perlu berbicara dengan Smoker karena mereka memang tak terlalu percaya pada polisi. Izou ditahan dalam mobil karena dia pasti akan menggoda Smoker dan membuatnya kesal nanti. Daripada mencari masalah, mereka memilih cari aman saja.

"Portgas! Ternyata kau…," Smoker menghela nafas, sedikit lega melihat sosok pemuda itu dan bukan sosok Dragon atau siapapun yang berasosiasi dengan pimpinan Pasukan Revolusi itu.

"Ada kabar dari Dragon?" tanya Ace dengan wajah cemas menanti-nanti.

Smoker melihat ke arah mobil berwarna perak yang tetap menyala mesinnya, tapi kacanya benar-benar digelapkan jadi dia hanya bisa melihat siluet sosok-sosok lelaki di dalamnya, dan bukan wajah mereka. Ia tak berniat untuk bertanya lebih jauh juga karena saat ini bukan itu yang menjadi masalah. "Barusan dia menelpon. Katanya dia akan datang kemari," jawabnya singkat.

"Langsung dibawa ke sini begitu saja? Pasti ada syaratnya, kan?" tanya Ace heran.

"Dia bilang akan mengatakan syaratnya di sini," kata Robin menimpali. Ace menyapa wanita itu dan mengangguk, memahami ucapannya.

"Ace, kau ini membuat kakek cemas saja!" kata Garp sambil berniat menepuk bahu Ace keras-keras, tapi cucunya itu radarnya terlalu kuat atau bagaimana, semuanya sukses dihindari.

"Aku tidak bermaksud begitu! Aku cuma mencoba mengejar Luffy tadi," sanggah Ace sambil mendengus.

"Lantas kenapa kau malah berakhir di tempat Newgate?" tanya Smoker pelan supaya tidak terdengar Garp sambil menatap tajam pada Ace.

Yah, Smoker merasa kalau seharusnya Garp sudah tahu relasi cucunya dengan Grup Jenggot Putih. Garp kan Kepala Bagian di Kepolisian Grand Line. Tapi sepertinya Ace tak tahu kalau Garp sudah tahu, jadi… sudahlah. Hubungan keluarga ini memang terlalu rumit untuk dipahami. Untuk jaga-jaga saja, dia akan menjaga rahasia Ace yang satu ini juga.

Ace mengalihkan pandangan, merasa sedikit bersalah. Dia tak mungkin mengatakan alasannya pergi mencari Luffy adalah karena Luffy mendengar Ace mengatakan bahwa Luffy bukan adiknya, dan Luffy yang syok lantas melarikan diri. Hal itu akan berlanjut ke pertanyaan kenapa ia berkata demikian, dan ia tak ingin mengatakan kalau dia jatuh cinta pada Luffy meskipun Smoker sepertinya sudah menduga gelagat itu.

"Yang itu… tak bisa kuceritakan," kata Ace pelan sambil menunduk. Smoker hanya menghela nafas panjang lagi.

"Kau benar-benar anak yang merepotkan," kata Smoker sambil mengacak-acak rambut Ace yang memang sudah berantakan dari sananya.

Ace cukup kaget saat menerima tindakan yang menyatakan betapa Smoker juga mengkhawatirkannya dan ia merasa tersentuh. Acepun tersenyum lembut. "Terima kasih," katanya pelan. Garp dan Robin juga ikut tersenyum dengan suasana hangat itu.

Namun, belum sempat kembali dari perasaan yang hangat dan lembut itu, sesuatu yang tak terduga terjadi.

Yang tersadar lebih dulu adalah Robin yang pendengarannya paling tajam. "Suara apa itu?" tanyanya sambil mencoba mempertajam pendengarannya di sela-sela hujan dan angin badai itu untuk mendengar dengan lebih jelas, suara mendayu-dayu yang sayup-sayup terdengar olehnya.

"Suara?" tanya Ace heran, tak mendengar apa yang didengar Robin.

"Sst. Aku juga mendengarnya," kata Smoker menoleh ke arah yang sama dengan Robin.

Perlahan tetapi pasti, suara berdentum-dentum itu kemudian semakin keras dan keras sampai Ace dan semuanya juga mendengarnya.

Asal suara itu… adalah dari langit.

"Hei-hei…!" Smoker menatap apa yang ada di atas mereka dengan mata terbelalak tak percaya.

"Ini bohong, kan…!" Ace menjatuhkan dagunya dengan wajah syok, sedangkan Robin melihatnya dengan takjub.

"Ke—, KENAPA ADA HELIKOPTER DI ATAS RUMAHKU!" teriak Garp paling kaget, tetapi teriakannya pun tak terdengar karena kalah dengan suara baling-baling helikopter hitam yang menderu-deru, menyayat angin dan hujan badai malam itu.

"Aah, halo semua!" ada suara muncul dari heli tersebut, suara yang cukup keras dari megafon sehingga semuanya bisa mendengarnya dengan baik.

"Suara itu…!" Garp langsung mengenalinya.

"DRAGON!" teriak Ace keras-keras.

"Oh… rupanya tamu utamanya sudah datang," kata Dragon dari heli tersebut. Tak ada yang bisa melihat sosok lelaki itu di heli karena gelapnya malam dan derasnya hujan, juga karena lampu spotlight yang dipancarkan dari sistem navigasi helikopter tersebut membutakan mata mereka, tapi dari suaranya saja semua bisa melihat ekspresi arogan Dragon.

"Itu Dragon?" teriak Robin terkejut.

"Ter… ternyata dia juga orang yang sangat nyentrik. Masa' menggunakan helikopter di tengah badai begini… apalagi dia terbang rendah di tempat yang tidak ada landasan heli-nya…!" komentar Smoker masih tak percaya dengan apa yang dia lihat. "Orang-orang D itu semuanya setengah gila…!" tambahnya pelan.

"Lama tak jumpa… Ace," sapa Dragon secara individual terhadap Ace dengan suara yang sangat tenang, dan Ace merasa yakin kalau lelaki itu sedang menyeringai ke arahnya. Dragon pasti bisa melihatnya dari atas sana.

"Kau…! KEMBALIKAN LUFFY!" teriak Ace keras-keras, tak menggubris semua orang yang tersentak kaget dengan percakapan yang begitu kasual antara dirinya dan Dragon.

"Jangan buru-buru begitu," kata Dragon dengan nada yang datar dan dingin. "Ada syarat yang harus dipenuhi sebelum aku melepaskan anak lucu itu," lanjutnya ringan.

"Apa yang kau inginkan, Dragon?" teriak Smoker berniat mengalihkan perhatian Dragon padanya.

"Aku tidak ada urusan dengan pihak Pemerintah," kata-kata Dragon sangat tajam dan dingin, membuat bulu kuduk Smoker berdiri dan meremang. "Permintaanku hanya satu. Ace… datanglah padaku sendirian. Kalau kau datang, anak itu akan kukembalikan," katanya kembali bercakap-cakap dengan Ace saja.

"Apa…? Syarat macam apa itu!" protes Sabo tak terima dari dalam mobil.

"Jangan termakan muslihatnya, Ace!" teriak Marco sedikit emosi juga.

"Apa Dragon bermaksud merekrut Ace menjadi anggota Pasukan Revolusi!" Teriak Vista tak percaya.

"Whoa! Heli-nya jauh lebih besar dari punya Papi!" seru Jozu paling tak nyambung dengan permasalahan saat ini, membuat rekan-rekannya jatuh tersungkur.

"BUKAN SAATNYA MENGOMENTARI HAL SEPERTI ITU, KAN!" teriak ketiganya emosi pada Jozu yang lamban itu.

"Ace… jangan turuti kata-katanya," kata Smoker tegas. "Kita masih bisa melakukan hal lain untuk menolong Luffy," bujuknya kemudian.

"A… aku…?" Ace masih membelalakkan mata karena terkejut. Dragon memintanya datang padanya sendirian? Apa yang dia rencanakan?

"Nah, apa keputusanmu?" tanya Dragon tanpa basa-basi. Suaranya terdengar sangat serius.

Bagaimana ini…?

"Ace! Dengarkan aku! Dragon orang yang berbahaya meski dia ayah Luffy!" kata Smoker sambil memegang pundak Ace. "Kita akan pikirkan cara lain untuk menyelamatkan Luffy!"

"Pilihan yang mudah bukan, Ace? Kau datang padaku… Luffy kukembalikan," kata Dragon lagi makin serius. "Atau… kau terlalu takut untuk mengambil apa yang kau inginkan?"

Keraguan Ace kontan menghilang saat mendengar hal itu. "Bawa aku ke tempat Luffy!" teriaknya yakin.

"Ace!" seru Smoker dengan ekspresi horor, tak menyangka kalau Ace akan menyanggupi begitu saja tanpa protes. "Kabag Garp! Katakan sesuatu!" Smoker meminta bantuan Garp, tetapi pak tua itu hanya menatap ke arah helikopter itu dengan wajah sangat serius.

"Tidak… aku ingin lihat apa yang akan dilakukannya," kata Garp pelan.

"Kabag Garp!" Smoker makin syok karena Garp sampai memutuskan hal senekad itu. Lawan mereka adalah DRAGON, lho! Meskipun dia adalah anak kandung Garp, dia tetap penjahat yang sangat berbahaya! Apa yang dipikirkan Pak Tua itu!

"Ace-san…," Robin melirik ke arah Ace dengan cemas.

"Tidak apa-apa. Kami akan kembali dengan selamat… mungkin," kata Ace sambil meringis. "Yang jelas aku akan bisa bertemu Luffy."

"Jawaban yang bagus," kata Dragon seolah menanggapi apa yang Ace katakan pada Robin. "Nah, akan kulempar tangga tali, pegangan yang erat di tangga itu," katanya kemudian.

Beberapa waktu setelahnya sebuah tangga dari tali berbahan kuat diturunkan dari heli dan Ace cepat-cepat menghampirinya.

"Ace! Apa yang kau lakukan, bodooooh!" teriak Marco tak terima, setengah badannya sampai keluar dari jendela mobil.

"Sori, Marco! Ada yang harus kulakukan meski sampai harus berkorban nyawa," kata Ace sambil meringis senang.

"ACE!" Jozu dan Izou juga keluar dari mobil dan mencoba mencegahnya.

"Nah, ayo pergi," kata Dragon sambil perlahan-lahan mengangkat tubuh Ace dengan tali yang terikat di helikopter tersebut. Helikopternya juga perlahan melayang makin tinggi di udara sebelum melaju pergi menjauhi rumah Garp.

"Me-mereka betul-betul pergi…!" Vista terperanggah dengan kejadian tak terduga itu.

"Dasar Ace IDIOT! Sekarang sanderanya jadi DUA ORANG, kan!" teriak Sabo panik.

"Apa tak apa-apa membiarkan Ace sendirian menghadapi Dragon…?" tanya Robin cemas pada Garp.

"Kabag Garp! Kenapa membiarkan Ace pergi sendiri?" protes Smoker tak terima.

"Nada suara Dragon… ada yang ingin Dragon bicarakan dengan anak itu," kata Garp dengan tatapan yakin. "Ada yang harus ia pastikan dengan mata kepala Dragon sendiri… Mungkin…."

"Aku mencintai Luffy, Kakek."

Garp teringat dengan pernyataan Ace itu dan ia menutup mulutnya.

Mungkin… Dragon menyadari hal itu juga….

Ooo—Ace x Luffy—ooO


Ace tidak tahu ke mana helikopter tersebut membawanya. Yang jelas, tiga sampai empat puluh menit kemudian ia diminta untuk turun di sebuah lapangan yang sangat gelap dan sepi.

Badai tengah malam tersebut mulai mereda. Terjunan air hujan kini telah berubah menjadi rintik-rintik kecil dan angin pun sudah tidak lagi bertiup seolah akan membawa pergi semua yang disapunya. Malam sudah hampir berganti subuh. Ketika Heli tersebut mendarat beberapa meter di depan Ace dan seseorang turun dari helikopter tersebut, Ace hanya bisa menelan ludah dengan tegang.

Dragon muncul ke hadapan Ace dengan ekspresi dinginnya yang menakutkan. Meskipun sudah belasan tahun mereka tak bertemu, sang ayah masih memiliki pengaruh terhadap Ace yang dulu sangat menghormatinya, setidaknya sampai dia berumur enam tahun.

"Dragon…!" desah Ace sambil melotot tajam pada lelaki yang sampai kemarin masih ia sangka ayah kandungnya.

"Kau tak akan memanggilku 'ayah', Ace?" tanya lelaki berambut hitam panjang itu dengan kalem.

"Kau bukan ayahku," kata Ace sengit.

"Fuh… memang benar," kata Dragon memejamkan mata, masih dengan ekspresi datar.

"Kau bukan lagi ayahku semenjak kau pergi, Dragon," kata Ace lagi, membuat Dragon membuka mata dan menatap Ace heran. Ia kira Ace mengatakan hal seperti itu karena ia tahu kalau Dragon bukan ayah kandungnya, tapi sepertinya bukan itu alasannya berkata demikian. "Kau membuat Luffy sengsara, kau tahu itu? Ia terus menyalahkan dirinya atas kepergianmu dan ibu! Padahal kau tahu betapa sensitif perasaannya setelah ibu pergi…! Kenapa kau tetap pergi meninggalkannya?" tanya Ace tak mengerti. "Padahal seharusnya kau sayang padanya! Padahal kau bilang kau sayang pada kami…! Kenapa kau pergi, Dragon? Kenapa kau tak mengajak kami juga?"

Tatapan Ace yang sangat sedih, marah, dan kecewa itu membuat Dragon membelalakkan mata dengan sangat terkejut. Reaksi Ace jauh lebih seperti anak yang ia tinggalkan dibanding reaksi Luffy terhadapnya. Ini sungguh di luar dugaan.

"Kau tahu bagaimana perasaan kami yang waktu itu masih anak-anak? Kau tahu apa yang harus kami tanggung karena merasa tidak memiliki orang tua? Apa kau mengerti apa yang harus kulakukan untuk bisa terus menjaga Luffy? Kau sudah merebut segalanya dariku! Kau masih belum puas juga!"

Tiap teriakan Ace diwarnai kesedihan dan kepahitan yang membuncah. Kegetiran dan penderitaan yang selama ini tersimpan rapat dalam hati meluap bersama kata-kata dan air matanya, dan Dragon hanya bisa menatap Ace tanpa berkedip, terus mendengarkan segala uneg-uneg yang memang pantas dilempar ke muka Dragon.

"Lalu sekarang kau akan mengambil Luffy juga…! Apa masih belum puas kau mengambil masa kecilku, kau masih mau merebut satu-satunya yang kumiliki? Kembalikan Luffy padaku…! KEMBALIKAN LUFFY!" jerit Ace keras-keras penuh emosi, sampai suaranya serasa pecah, sampai tenggorokannya sakit, sampai ia terengah-engah.

"Itu… perasaanmu sebagai seorang anak terhadap ayahnya, Ace?" tanya Dragon dengan wajah pokernya yang sama sekali tidak menunjukan emosi, membuat hati Ace tenggelam karena begitu bodohnya ia berpikir bahwa Dragon masih punya apa yang disebut sebagai 'perasaan' manusia.

"DRAGON!" jerit Ace dengan penuh angkara murka.

"Jujur saja… bukan hal itu yang ingin kudengar darimu," kata Dragon, tak melepaskan tatapan setajam pedangnya dari mata Ace, membuat wajah Ace memucat. "Katakan satu saja alasan kenapa aku harus memberikan Luffy padamu, Ace," lontarnya dengan tatapan serius. "Kau punya satu kesempatan… kalau alasanmu tidak tepat… jangan harap kau bisa bertemu Luffy lagi."

Ace menggertakkan giginya, mengepalkan kedua tinjunya di samping tubuhnya, membenamkan kukunya ke kedua telapak tangannya sampai berdarah, dan memelototi Dragon dengan sangat marah.

Beraninya Dragon mendikte Ace seperti ini…! Beraninya orang yang sudah meninggalkan Luffy dan dirinya memberikan ujian pada hati dan perasaannya…!

Ace mencoba mengatur nafasnya yang mulai tesengal-sengal karena emosi yang meluap-luap. Ia benar-benar sangat marah sekarang. Dragon tak punya hak melakukan apa yang sedang ia lakukan saat ini. Dia tak berhak berlaku selayaknya ayah setelah meninggalkan Luffy dan dirinya dulu.

Ng…? Tunggu!—Lalu Ace tiba-tiba saja tersadar. Berlaku sebagai… 'ayah'?

"Itu… perasaanmu sebagai anak terhadap ayahnya, Ace? Jujur saja… bukan hal itu yang ingin kudengar darimu."

Ace menyadarinya saat mengingat kata-kata Dragon dengan seksama. Ace… masih berlaku sebagai seorang anak…! Yang membuat Dragon bersikap begini… pasti…!

Ace menatap Dragon sekali lagi dengan tatapan yakin. Segala emosi dan amarahnya sebagai anak terhadap ayahnya ia kesampingkan di dasar hatinya. Pertanyaan Dragon adalah… alasan apa yang akan Ace berikan padanya agar Dragon mau menyerahkan Luffy kepada Ace. Kalau begitu….

Ace memejamkan mata dan menarik nafas dalam-dalam sebelum menjeritkan dan meluapkan seluruh perasaannya cintanya. "AKU MENCINTAI LUFFY, DRAGON! AKU JATUH HATI PADANYA! LUFFY ADALAH SEGALANYA BAGIKU DAN AKU BERJANJI AKAN TERUS MENJAGA DAN MEMBAHAGIAKAN LUFFY SAMPAI AKHIR HAYATKU! KARENA ITU… KUMOHON BERIKAN LUFFY PADAKU!"

Suara Ace begitu nyaring dan lantang, begitu yakin dan penuh resolusi meminta restu Dragon agar bisa meminang Luffy. Luapan kasih sayang dan cinta terhadap Luffy tercurah dari kata-kata Ace dan Dragon tersenyum puas mendengarnya, merasakan perasaan lembut Ace yang turut menyapu hatinya. "Itu baru anakku," katanya sambil memejamkan mata.

"Sudah cukup kan, Ayah? Kalau lebih dari ini aku bakal menangis, nih!" kata Luffy dengan mata berkaca-kaca dari dalam helikopter.

"Pulanglah, Luffy. Ace sudah menunggumu," kata Dragon sambil kembali ke dalam heli bersamaan dengan saat Luffy hampir akan melompat keluar. Ia menahan diri dan meraih jubah ayahnya, membuat Dragon menoleh ke arahnya.

"Ayah…, setidaknya kirim kabar kalau masih hidup ya. Meskipun aku tidak menganggap ayah keluarga, ayah tetap ayahku. Kalau aku merasa cemas, itu insting seorang anak, kan?" pinta Luffy sambil menatap mata Dragon dengan yakin.

Dragon melebarkan matanya sesaat sebelum ia tersenyum. "Huh, bodoh. Kalu aku melakukan itu, bisa-bisa Pemerintah jadi mampu melacak dan menangkapku," katanya sok dingin.

"Ha, dasar tidak jujur," ejek Luffy, menjulurkan lidahnya dengan usil sambil tersenyum juga saat ia melompat keluar heli. "Selamat tinggal, Ayah," katanya sembari melambai dengan satu tangan, membalikkan badannya untuk melesat menuju 'rumah'-nya yang sesungguhnya.

"AAAAAAAACE!" teriak Luffy keras-keras, memanggil nama lelaki yang paling ia cintai di dunia ini, sambil berlari ke arah Ace dengan semangatnya.

"Oh…!" Ace melebarkan matanya ketika mendengar suara Luffy dan melihat sosoknya yang berlari, dan serta merta berteriak juga, "LUFFYYYYYY!" Sang kakak pun ikut berlari ke arah sang adik.

Ketika keduanya bertemu dan bertubrukan, Ace memeluk tubuh Luffy erat-erat sambil terus menggumamkan namanya, "Luffy, Luffy, Luffy…!" bagai sedang memanjatkan doa, dengan seluruh perasaan cintanya.

Luffy pun membalas pernyataan cinta Ace sambil memeluk leher kakak yang lebih tinggi darinya itu dengan bergumam, "Suka, suka, suka…!" dan tiap kata suka itu diiringi dengan ciuman-ciuman kecil di wajah Ace, pipinya, hidungnya, dahinya, kelopak matanya, dan yang terakhir, "Cinta…," ciuman di bibir Ace yang panas membara, bagaikan luapan gunung berapi yang meletus setelah sekian lamanya memendam lava dalam perut bumi.

Lalu ketika kedua saudara tak sedarah yang saling mencintai itu tenggelam dalam perasaan bahagia mereka yang akhirnya bisa bersatu, Dragon dan rekan-rekannya pun terbang pergi ke langit yang masih berhias bintang-bintang karena matahari pagi masih bersembunyi.

Hujan telah berhenti sekarang. Suasana di dunia Ace dan Luffy menjadi tenang, hangat, dan sunyi. Bahkan suara heli yang menderu-deru di langit itu sama sekali tak digubris oleh kedua insan yang sedang bercumbu itu.

Dari dalam helikopter, Dragon memperhatikan anak-anak tersayangnya yang tersenyum bahagia.

"Tidak apa-apa tuh, membiarkan kedua anakmu seperti itu?" tanya salah seorang rekan Dragon yang ternyata adalah seorang pria eksotis berwajah lebar dengan make-up tebal.

"Ivankov, mereka adalah anak-anakku. Memang apa yang kau harapkan?" tanya Dragon pelan tanpa menoleh ke arahnya.

"Begitu, ya. Ternyata pikiran Dragon terbuka juga untuk hal-hal tabu," kata salah seorang yang lain, pria bertubuh besar berambut keriting sebahu dengan topi lucu berbentuk telinga beruang yang bertengger di kepalanya, dan ia membawa buku besar yang terlihat seperti alkitab. "Semoga Tuhan mengampuni kita semua."

"Kuma…," Dragon melirik ke arahnya dengan sedikit salah tingkah. "Tapi bisa dibilang aku cukup iri dengan mereka," gumam Dragon sambil melihat keluar jendela lagi. "Andaikan saja ada secuil saja keberanian mereka yang tertambat padaku juga… pasti…."

"Sekali saja…, katakan perasaanmu padaku yang sesungguhnya…!"

"Pasti… aku bisa mengatakannya padanya…," bisik Dragon sambil memejamkan mata, mengingat-ingat masa lalunya. "Karena ada kalanya… perasaan itu harus ducapkan baru bisa dimengerti…."

Namun, cerita itu lebih baik ia simpan sendiri dalam hati. Suatu saat, jika waktunya tepat dan tiba, akan ada orang lain yang mendengarkan cerita ini dari Dragon. Suatu hari nanti… pasti.

"Dragon…?" semua rekannya menatap Dragon dengan tatapan heran.

Dragon tersenyum lagi. "Yah…, biarlah mereka hidup bebas seperti ayahnya," lanjutnya dengan ekspresi percaya diri. "Sekarang, kita lanjutkan perjuangan kita untuk mengubah dunia."

Ooo—Ace x Luffy—ooO


Ace masih merengkuh Luffy dengan pelukan erat, tak mau melepaskannya. Luffy masih mencium bibir Ace dengan panasnya. Jemarinya bertautan dengan rambut Ace yang basah dan tubuh mereka dekat dan begitu rapat, tak ada ruang lagi di antara mereka.

"Luffy…," bisik Ace dengan suara serak yang tercekat saat ia melepas ciuman itu untuk mengambil nafas, jantungnya berdebar-debar dengan kencangnya, memukul-mukul dadanya yang serasa mau pecah.

"Ace… jangan… lepaskan aku lagi… ya?" bisik Luffy balik dengan nafas memburu. Kedua tangannya mencengkeram punggung dan tengkuk Ace erat-erat juga.

Ace menatap mata Luffy dalam-dalam dengan penuh hasrat dan gairah sambil tersenyum lembut. "Aku sayang… mn," Ace menggelengkan kepalanya. "Aku mencintaimu… Luffy…," kata Ace lagi dengan begitu lembutnya, membuat perasaan Luffy serasa melayang ke angkasa.

"Aku juga… sangat-sangat cinta pada Ace!" balas Luffy sambil menempelkan dahinya ke dahi Ace. Senyumnya yang secerah matahari pagi itu benar-benar disinari oleh sang surya yang baru saja mengintip dari balik horizon. Begitu gemilang…, begitu cemerlang…, begitu… bahagia.

"Mulai sekarang mungkin akan banyak tantangan baru bagi kita berdua, Luffy. Karena hubungan yang akan kita bina ini tidaklah mudah," kata Ace sambil membelai rambut Luffy dengan sayang.

"Aku tahu… tapi asalkan ada Ace di sisiku, aku tak takut apa-apa lagi," jawab Luffy dengan senyuman yakin, penuh percaya diri. "Sampai kapan pun… aku tak akan melepaskan Ace," tambahnya sambil mempererat jeratannya di tubuh Ace.

"Nah… ayo pulang bersamaku, Luffy," kata Ace sambil meraih tangan Luffy di belakang lehernya, menggenggamnya erat-erat dan tak akan pernah melepaskannya juga.

"Yup! Ayo pulang!" tanggap Luffy dengan semangat, membalas genggaman Ace sama eratnya.

Nah… akhirnya mereka bisa saling memiliki. Sekarang… tinggal bagaimana cara mereka menjelaskan hal ini pada teman-teman dan keluarga mereka… juga membereskan sisa-sisa kekacauan yang ditinggalkan Dragon di rumah mereka nanti.

Ooo—Ace x Luffy—ooO


~EPILOG~


Beberapa bulan kemudian…

Hiruk pikuk terdengar nyaring dari rumah keluarga Zeff dan Jessica.

"Ah, Ace! Kotak yang itu jangan ditaruh di bawah! Barang pecah belah, tahu!" protes Sanji keras sambil menggendong kardus dan berjalan ke arah Ace yang ada di luar rumah.

"Oh, sori…!" kata Ace sambil mengangkat lagi kotak yang baru saja dia letakkan di bagian bawah bagasi mobil itu.

"Luffy! Jangan ngemil terus! Bantu aku, dong!" teriak Zoro yang tengah berjuang memindahkan kotak kardus besar dari kamarnya dari arah atas tangga, sedangkan sang bos, Luffy tengah merampok kulkas di dapur.

"Eh~! Kok tahu kalau aku sedang makan? Zoro, kau esper ya?" teriak Luffy balik.

Pembuluh darah mulai bermunculan di pelipis Sanji. "Luffy! Kalau kau tidak menjauh dari kulkas, aku tak akan mengizinkanmu makan masakanku selama sebulan!" ancamnya keras dengan taring-taring bermunculan.

"Hiyaaaa! Maaf, Sanji! Tidak kuulangi lagi, deh!" teriak Luffy panik meskipun tangannya masih berada dalam kulkas.

Ace tertawa salah tingkah melihatnya.

Zeff dan Jessica yang ada di sana hanya bisa diam melihat keributan dalam rumah mereka dengan sebulir keringat terjatuh dari belakang kepala mereka.

"Tapi… tidak bisa dipercaya… ya. Sanji dan Zoro benar-benar akan pindah, nih?" tanya Nami sambil memlester kotak-kotak kardus perkakas masak Sanji yang belum sempat ditutup.

"Kurasa karena 'aktivitas malam' mereka mulai mengganggu, kan?" Vivi yang membantu Nami terkikik geli dengan wajah memerah.

Dasar Fujoshi…—pikir Nami salah tingkah.

"Lalu biaya apartemennya bagaimana, Sanji?" tanya Usopp yang sedang membantu memindahkan kardus juga ke mobil.

"Kerja sambilan, dong. Si marimo diam-diam punya banyak tabungan tuh," kata Sanji meringis.

"Kau memanfaatkan adikmu ya?" tuduh Usopp sambil memincingkan mata.

"Wah, tentu saja tidak. Kan aku yang 'kakak'," kata Sanji bangga. "Aku juga sudah mengumpulkan cukup uang dari kerja sambilan di Baratie. Oh, itu akan jadi pekerjaan tetap nanti kalau Ayah sudah pensiun," katanya.

"Ace-san dan Luffy-san kapan pindahnya?" tanya Robin di dekat Ace.

"Ah… untuk sementara Luffy tetap di rumah kakek. Lagipula aku bisa menginap di sana semauku. Toh kakek juga jarang di rumah," kata Ace sambil meringis. "Tapi suatu saat aku juga akan mengajak Luffy pindah ke rumahku," kata Ace yakin.

"Franky! Brook! Sofanya jangan dibawa, dong! Itu punya rumah ini!" teriak Sanji dengan wajah horor.

"Ah, perabotan rumahnya tidak ya? Yohoho," kata Brook dengan lengan dan kaki gemetar saking kurusnya dia dan memaksakan diri mengangkat sofa seberat itu.

"Brook, kau main biola saja, sana!" protes Franky karena merasa kasihan.

"Kembalikan sofanya ke ruang tengah dulu dong!" protes Sanji balik dengan salah tingkah.

"Sanji… jangan marah-marah melulu. Kurang kalsium ya?" kata Luffy sambil lalu dengan sebungkus cheetos di tangannya, masih ngemil saja.

"Luffy! Kubilang jangan ngemil terus dan bantu aku!" Zoro yang sudah turun ke bawah dengan kardus yang sangat besar di kedua tangannya berteriak berang karena Luffy sama sekali tak membantunya.

"Aah, Zoro! Kalau membawa benda seberat itu, ototmu bisa terluka!" kata Chopper mewanti dengan cemas di sebelahnya.

Sanji menghela nafas lemas. "Kenapa aku minta bantuan mereka sih…?" keluhnya tak percaya kenapa dirinya sebodoh ini mau saja meminta tolong pada anggota Geng Topi Jerami yang tak bisa beres-beres dengan benar itu. Alhasil, keributan di rumahnya pun makin menjadi-jadi.

"Yah, kita kan, keluarga," kata Ace sambil meringis.

"Oya, Ace… ngomong-ngomong bagaimana reaksi teman-temanmu setelah malam itu?" tanya Sanji yang sudah dikabari Smoker soal penculikan Luffy dan Ace waktu itu.

Paginya, Sanji dan Zoro datang ke rumah Luffy, dan bagaimana syoknya mereka saat tahu bahwa Ace secara EPIC telah membawa Luffy pulang dari tangan Dragon seorang diri. Lalu terbongkarnya hubungan Ace dengan Grup Jenggot Putih, dan rahasia Luffy dan Ace yang tenyata memang bukan saudara kandung karena mereka berciuman di depan banyak orang. Ace tidak bilang siapa orang tua kandungnya, tapi dia bilang kalau dia diangkat anak oleh keluarga Monkey D. sebagai anak sulung.

Rahasia bahwa Luffy adalah anak kandung Dragon sama sekali tidak diceritakan. Ace dan Luffy sepakat untuk menyembunyikannya meskipun Smoker dan Robin sudah tahu hal itu. Akan terlalu berisiko membongkar hal sebesar itu secara luas. Entah apa yang akan dilakukan pihak pemerintah pada Luffy dan Ace kalau sampai ketahuan mereka. Smoker sekali lagi terpaksa melindungi rahasia keluarga Monkey D. Ace juga, Luffy juga. Ia secara natural telah bisa menerima hubungan Ace dan Luffy yang jauh lebih meningkat setelah keduanya kembali dari Dragon.

Kedua ayah mereka merupakan orang-orang yang berbahaya. Hanya keduanya yang tahu bagaimana rasanya memiliki orang tua macam Roger dan Dragon meskipun keduanya tidak dirawat oleh mereka. Mungkin mereka memang ditakdirkan untuk bersama.

"Aah, terjadi keributan besar di markas Jenggot Putih," kata Ace salah tingkah. "Tapi sudah teratasi kok. Papi juga sudah tahu asal-usul kelahiranku," lanjutnya sambil tersenyum. "Dan bonusnya, Papi cukup menyukai Luffy. Luffy ditawari jadi anak Papi juga tuh, tapi langsung ditolak di tempat. Luffy memang tak kenal takut!" Ace tertawa mengingat ekspresi horor para saudaranya saat Luffy menolak langsung tawaran Newgate dan memanggilnya Paman Berjenggot. Ace hanya bisa tertawa terpingkal-pingkal di belakang Newgate yang juga tertawa keras dengan humor di wajahnya. Selera humor Newgate memang sangat bagus, sih.

Saudara-saudara Ace di Jenggot Putih sepertinya juga sangat menyukai Luffy yang bertampang imut dan bersifat polos itu. Ace dan Sabo, dan tentu saja Marco, sampai harus menjaganya mati-matian bagai induk elang menjaga telurnya supaya sobat-sobatnya yang lain tidak berlaku macam-macam pada adik… sekaligus kekasih tercinta Ace.

"Itu memang sifat Luffy, sih…," komentar Sanji salah tingkah lagi. "Yah, tapi syukurlah, semuanya berakhir baik," lanjutnya sembari tersenyum lembut saat melihat Luffy yang berebut kentang goreng dengan Usopp. "Aku sempat cemas waktu Pak Smoker bilang kau ikut dibawa pergi, Ace," katanya.

"Ha, tak akan ada yang bisa memisahkan aku dengan Luffy, sekalipun itu Dragon," kata Ace dengan wajah bangga.

"Ace! Sanji! Kita foto dulu yuk sama semuanya! Kenang-kenangan buat rumah Sanji dan Zoro yang baru nanti!" usul Luffy sambil melambai-lambaikan kamera ke arah Ace dan Sanji yang masih mengobrol.

"Oke!" kata Sanji sambil meringis. "Yuk, Ace!" ajaknya bersemangat.

"Oke!" kata Ace sambil tersenyum girang.

"Ayah, tolong ambil foto kami, ya!" pinta Sanji sambil menyerahkan kameranya pada Zeff yang hanya bisa pasrah dimintai tolong. "Ibu, sini ikut foto dengan kami!" ajak Sanji menarik tangan Jessica ke kerumunan sobat-sobatnya yang sudah berkumpul di depan pintu masuk rumah mereka.

"Ya, ayo merapat semua~," kata Zeff dengan kamera di tangan dan depan wajah. "Satu… dua… CHEESE!"

"YAAAAAAAY!" teriak semuanya bersamaan dengan senyum super ceria.

Kemudian foto kenang-kenangan itu pun dicetak besar-besar dan dipanjang di dinding apartemen baru Sanji dan Zoro. Semuanya juga diberi kopi foto tersebut dengan berbagai ukuran. Luffy menyimpan foto itu di bingkai di atas meja kecil di kamarnya, Ace menempelkan foto itu di gabus, di dinding atas meja studinya. Usopp memajang foto itu di ruang klub koran SMA Grand Line dan mengabadikan momen itu dalam artikel utama koran sekolah minggu tersebut, Nami meletakkan foto itu di dompetnya, dan Vivi punya ruangan khusus untuk menyimpan foto itu bersama koleksi foto-foto seksi Sanji bersama Zoro serta Ace bersama Luffy.

Meskipun momen itu terlihat seperti momen kumpul biasa, bagi semua yang terlibat dalam cerita ini, momen tersebut adalah kenangan yang sangat berarti. Karena momen kebersamaan mereka dalam foto itu adalah cerminan perasaan mereka yang sangat berbahagia dengan keluarga pilihan mereka. Cinta dan persahabatan, kasih sayang dan rasa saling membutuhkan. Mereka akan selalu ada di sana, di sisi orang yang mereka sayangi. Mereka akan selalu mendukung masing-masing individu.

Karena merekalah… keluarga.

Epilog Selesai

~The Meaning of a Family TAMAT~


A/N: Ba… BANZAAAAI! XDDDD Se… selesai sudah fic ini *menangis darah karena nggak tidur semalaman*. Banyak banget tugas yang mesti luna beresin dulu, tapi akhirnya fic ini selesai juga dengan selamat. Aah, sayang banget nggak bisa ngeluarin ibu Luffy lagi di sini… mungkin nanti ada cerita khusus tentang Dragon dan dia deh… tapi kapan bikinnya? Cerita backgroundnya saja nggak jelas begitu… TT_TT *dibogem*. Maaf kalau ada yang nggak puas dengan akhir ini… mungkin terasa agak terburu-buru, ya? Yaaah, masih akan ada oneshot tambahan sih… sekuel dari cerita ini yang isinya bakal dipenuhi fanservis pasangan ternama kita: ZoSan dan AceLuff! HOHOHO! *dilindes karena bikin janji seenaknya*. Entah kapan luna ada waktu bikinnya, tapi pasti dibikin kok, ditunggu saja, ya.

Ucapan banyak-banyak terima kasih ditujukan bagi para pembaca (yang tidak bisa disebutkan satu per satu) yang sudah membaca, meng-fave, dan meng-alert cerita ini sampai akhir (bahkan rela harus nunggu setahun dulu setelah capter 10 T_T, tapi tetap dengan setia menanti dan mengikuti, MAAF BANGET, yaaa), juga pada para reviewer tercinta yang senantiasa mengingatkan betapa banyak typo di fic ini (biarpun sudah luna cek, pasti tetap saja ada typo TT_TT), dan memberi semangat buat luna menyelesaikan fic ini (luna BAHAGIAAA BANGET tiap kali baca review kalian). Lalu spesial THANKS buat Shinomori_Naomi yang membantu luna mengecek dan mengedit ketikan luna agar lebih enak dibaca di capter-capter awal (MAKASIH BERAT YAAA!), dan tak lupa spesial-spesial THANKS buat Viero D. Eclipse yang secara tak langsung sudah mengompori luna untuk mengetik dan mengapdet fic ini lebih cepat dengan kecepatan apdet ceritanya sendiri yang LUAR BIASA CEPAT itu, serta ship pairingnya yang persis dengan luna juga, luna bagai menemukan BELAHAN JIWA di fandom ONE PIECE ini (Viero, kapan-kapan bikin cerita kolab yuuuk! XDDD)

Akhir kata, TERIMA KASIH BANYAK sudah menemani luna terus sampai fic ini selesai. Ini hanya perpisahan sementara, Pembaca! Kita akan SEGERA berjumpa lagi di proyek One Piece fic Indo luna selanjutnya ^_^

Dengan CINTA,

Lunaryu~~~