| oh bunda |

| haruskah kuungkap |

Rick terbangun di pagi hari sambil terduduk di kasurnya. Cuaca terasa sangat dingin, karena sedang turun hujan deras.

"Pagi kak..." sapa Popuri yang tidur di sebelah tempat tidur Rick. Sama seperti Rick, dia juga baru terbangun dari tidurnya.

"Pagi Popuri," sapa Rick perlahan sambil mengucek mata kirinya lalu memasang kacamatanya. Dia lalu mendekati ibunya yang masih terbaring di tempat tidur. "Ibu, bangunlah, sudah pagi. Hari ini hujan, jadi ayo kita sarapan sama-sama, ya?"

Lillia tak menjawab. Hanya sebuah bunyi deheman yang cukup keras terdengar, lalu disertai dengan batuk-batuk dari situ.

Rick langsung terdiam. Penyakit ibunya sedang kambuh. Ibunya kini terlihat sangat pucat dan terus saja terbatuk-batuk. Beberapa helai rambut ibunya terlihat berantakan di bantal. Rick bergetar. "Ibu... Ibu kenapa?!"

| kuucap betapaku mencintai |

| kau bagai penerang hidupku |

| hanya 'kan pudarkan semua yang menyemu |

Popuri berlari menghampiri ibunya dan kakaknya. "Ibu... Ibu kenapa, kak?!"

Rick memegangi kening ibunya. Panas terbakar. Tangan Rick bergetar dan menjauh.

"Ibu... Jangan-jangan ibu kambuh lagi?!" isak Popuri panik. "Ha... Hari ini hari Rabu, dan Clinic tutup, kan?!"

Lillia hanya bisa bergetar menahan sakit di tempat tidur, membuat kedua anaknya terus merasakan kekhawatiran tiada henti. Rick menatap ibunya, sedangkan adiknya mulai menangis dan mencoba menggenggam tangan ibunya yang masih bergetar dan dingin.

Pikiran Rick menerawang...

| oh Tuhan lindungi dia dari segala sengatan dunia |

| sinari dengan belai-Mu |

| hiasi hari-harinya dan kumohon padamu Tuhan |

| saat nanti akan dia jelang |

| bahagia yang sesungguhnya tak terbatas dunia |

-_-__-_-

---Flashback ---

"Hya! Hyaaat!" Rick mengacungkan pedang-pedangan plastik pada ibu dan adiknya. "Popuri! Ibu! Akan kulawan kalian!!!"

"Kakak! Rasain nih! Kakak enggak bakalan bisa ngalahin Popuri sama ibu!!" Popuri ikut mengacungkan pedang pada kakaknya.

"Waah, ibu menyerah, kakak Rick!" Lillia tertawa kecil saat melihat kedua anak-anaknya sedang bermain perang-perangan dengan pedang plastik di siang Spring yang hangat di ruang tamu rumah pertanian Poultry.

"Hyaat! Ibu, kena!" teriak Rick senang saat berpura-pura menebas ibunya dengan pedang-pedangan plastiknya.

"Aaaaaaah... Ibu mati..." desah Lillia memegangi dadanya dengan ekspresi kesakitan, memejamkan mata dan langsung jatuh terkapar di lantai, membuat kedua anaknya kaget.

"Kak Rick!" teriak Popuri. "Gara-gara kakak Rick ibu mati!"

Rick langsung panik, membiarkan pedang plastiknya terjatuh juga ke lantai, lalu menghampiri ibunya diikuti oleh adiknya. "Ibu bangunlah!"

Lillia tersenyum saat kedua anaknya panik melihat keadaannya dibalik 'pura-pura mati'nya. Dia langsung bangun dari pura-pura matinya dan langsung memeluk kedua anaknya. "Kalian kena!"

Popuri dan Rick kaget saat Lillia memeluknya, dan mereka tertawa berderai bertiga.

-_-__-_-

Rick mengingat masa lalu itu. Masa lalu yang awalnya hanyalah masa lalu yang dianggapnya khayalan belaka, kini menjadi nyata di saat ini. Ibunya sekarat, dan tak ada yang bisa dilakukannya. Perlahan-lahan langkahnya mundur, menjauhi ibu dan adiknya lalu berlari menuju ruang tamu.

"Kakak! Kakak mau kemana? Kakak!!!" teriak Popuri yang masih menangis di dekat tempat tidur ibunya. "Kakak! Jangan tinggalkan kami! Kakak!!"

"Popuri..." Lillia tersenyum sambil disertai napas yang tak teratur. "Ba, bantu ibu bangun, nak..."

"Ibu?! Ibu tak apa-apa?!!" tanya Popuri sambil mendekap ibunya. "Kumohon ibu, jangan mati!"

"Ibu takkan mati... Ibu hanya ingin mendekati kakakmu... Nah, sekarang... Bantu ibu bangun menuju kakakmu, nak..." Lillia mencoba untuk bangkit dari tempat tidur.

Popuri yang masih menangis membantu ibunya untuk bangkit, dan turun menuju lantai satu dimana Rick berada. "Hati-hati jalannya, ibu..."

"Iya sayang..." jawab ibunya dengan nada yang terputus-putus, membuat Popuri sedikit hati-hati membantunya turun ke lantai satu.

| oh Tuhan lindungi dia dari segala sengatan dunia |

| sinari dengan belai-Mu |

| hiasi hari-harinya dan kumohon padamu Tuhan |

| saat nanti akan dia jelang |

| bahagia yang sesungguhnya tak terbatas dunia |

--- 1st floor of Poultry Farm ---

Rick duduk di sofa dekat perapian yang tak dinyalakan. Lantai satu masih gelap karena lampunya memang padam karena sekringnya mati. Hanya seberkas cahaya kecil dari api yang terbakar di sumbu lilin dekat perapian yang menerangi ruangan itu.

Rick perlahan menangis, mengingat ibunya yang sedang sekarat.

Ayah, kapan kau kembali? Apa kau akan kembali sesuai janjimu sewaktuku kecil? Aku kini tak bisa melakukan apa-apa. Hanya aku satu-satunya pria disini, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa untuk menyelamatkan ibu yang kini sekarat.

Oh tuhan, kumohon jangan renggut nyawanya lebih dulu. Kumohon, sembuhkanlah ibuku dan kembalikan ayahku agar kami bisa bersama-sama kembali sebagai keluarga.

Kumohon tuhan, kabulkanlah doaku... Dan... Tolong selamatkan ibuku...

"Rick..."

Rick menoleh, mendengar ada seseorang memanggil namanya.

Kedua bola mata Rick melebar. Ibunya mencoba berjalan sendiri mendekatinya. Popuri dibelakangnya, masih menangis karena keadaan ibunya yang berjalan tersendat-sendat menghampirinya.

"Rick... Kemari sebentar, nak..."

Rick terdiam di tempatnya. Dia masih terlalu ketakutan mendekati ibunya.

| oh Tuhan lindungi dia dari segala sengatan dunia |

| sinari dengan belai-Mu |

| hiasi hari-harinya dan kumohon padamu Tuhan |

| saat nanti akan dia jelang |

| bahagia yang sesungguhnya tak terbatas dunia |

Lillia memeluk anak sulungnya, membuat Rick merasakan kehangatan ibunya saat kedua lengan ibunya melingkar di dadanya.

"Ibu takkan mati, nak... Ibu pasti akan bertahan sampai esok tiba..." bisik Lillia. "... Untuk itu, ijinkan ibu bersandar di pangkuanmu, ya...?"

Rick tetap tak menjawab dan terus terdiam. Lillia tersenyum lalu menyenderkan kepalanya ke pangkuan Rick, membuat Rick tersentak. Dia teringat kembali saat dirinya yang sakit saat kecil dulu bersandar di pangkuan ibunya, meminta perhatiannya seperti anak-anak sewajarnya. Namun kini... Ibunya yang kini sekarat bersandar di pangkuannya sendiri. Air matanya menetes perlahan.

"Rick anak yang baik kok... Ibu sayang sekali sama Rick dan Popuri..." bisik Lillia sambil mengelus lutut Rick yang disandarinya. "Kau kakak yang baik. Kau akan sayang ibu terus, kan...?"

Popuri hanya bisa terus menonton pemandangan itu sambil terus menangis. Perlahan dia berjalan mendekati ibu dan kakaknya lalu mengelus rambut ibunya yang tergerai kusut tanpa diikat seperti biasa.

Sosok Rick memang kurang terlihat jelas karena sinar lilin di atas perapian yang remang-remang, namun Lillia bisa mengetahui Rick menangis melalui tangan Rick yang bergetar memegangi punggung tangan ibunya.

CUP.

Rick menggamit tangan kiri ibunya dan mengecupnya. Lillia bisa merasakan pipi Rick yang hangat karena tangisannya.

"Iya.... Ibu... Rick dan Popuri sayang sama ibu..." bisik Rick sambil terisak pelan di keheningan, dan menggengam tangan Lillia yang masih terasa panas.

Lillia tersenyum, sambil sesekali merintih perlahan karena penyakitnya.

| tak terbatas dunia... |

--+--

Chapter ini selesai!

Huweeeeeeeeeeeeeeeee!!!

Chapter ini klip video lagunya bener-bener bikin pengen nangis! Serius, dalam 3 menit lagu ini udah bikin anisha nangis!

Huweeee!! -nangis seliter-

Wahai mama, siapapun dan dimanapun engkau berada, aku menyayangimu... Sangatt!!
-niruin Ruben Onsu dari acara Happy Family-
-dilempar bakul sama Ruben-

RnR!