Chapter 7

Malam itu, di kediaman keluarga Nara, Shikaku dan Yoshino sedang duduk berdua di teras rumah.

"Yoshino.. sudahlah, jangan menangis terus.." Shikaku menepuk-nepuk punggung Yoshino dengan lembut.

Yoshino masih menangis sesenggukan. Entah apa yang ia tangisi. Mungkin soal Shikamaru yang kabur dari rumah.

"Shikaku.." kata Yoshino di sela tangisnya. "Bagaimana kalau Shikamaru tidak kembali ke rumah ini lagi..?"

"Jangan berpikir begitu. Mungkin sebentar lagi dia pulang. Kita tunggu saja.." kata Shikaku menenangkan. "Lagipula, ini juga salahmu! Teganya kau mengurung anak sendiri di dalam rumah! Kau pikir Shikamaru itu binatang peliharaan!?"

Yoshino tersentak mendengar ucapan Shikaku. "Huu..huu.." tangisnya semakin kencang. Mirip seperti tangisan anak balita.

"Eh..eh..sudah-sudah.. tidak usah pedulikan kata-kataku barusan.. aku salah bicara.." kata Shikaku buru-buru. "Aduh.. sudah dong.. jangan menangis terus.. nanti matamu bengkak.." Shikaku kewalahan.

'Heran.. kabur ke mana sih, dia?! Bikin panik saja!' pikir Shikaku gemas.

"Aku heran dengan dengan anak itu. Kenapa sih, dia tidak mau dijodohkan dengan Ino?" tanya Yoshino sambil mengusap air matanya.

"Yoshinoo.. Shikamaru kan punya pilihan sendiri. Dia tidak akan mau dijodohkan atau menikah dengan wanita lain yang tidak disukainya. Anak jaman sekarang kan berbeda. Caramu itu terlalu kuno, tahu," jawab Shikaku. "Lagipula, Shikamaru dan Temari cukup serasi, kok. Kau sadar tidak, sejak Shikamaru berhubungan dengan gadis itu, ia menjadi lebih bersemangat dan hari-harinya terasa lebih menyenangkan. Lihat saja, tiap hari kan kerjanya hanya tidur-tiduran. Dalam sehari, dia bisa berkata 'merepotkan' sampai puluhan kali. Tapi sekarang lihat, dia jadi lebih ceria kan? Itu semua pasti karena Temari. Perlu kau ketahui juga, dia—"

"Ya ya aku tahu! Aku memang salah! Sudahlah, kau diam saja. Cerewet sekali," komen Yoshino.

Samar-samar, terdengar suara teriakkan dari jauh. Perlahan, pemilik suara itu menampakkan dirinya, bersama empat orang lainnya. Mereka adalah Shikamaru, Temari, Sai, Ino, dan Inoichi.

"Ayah.. Ibu.." suara Shikamaru melemah, ketika melihat Yoshino bercucuran air mata. Ia tahu, Yoshino pasti akan sangat marah padanya.

"Bu.." Shikamaru menunduk. Ia tak berani melihat wajah Yoshino. "Maaf.. aku—"

Kata-kata Shikamaru terputus. Ia merasakan sepasang tangan yang mendekap tubuhnya. "Ibu tahu, kamu menderita karena ulah ibu sendiri," kata Yoshino terisak. Ia memeluk erat Shikamaru.

"Kukira.. ibu akan marah.." kata Shikamaru.

"Tidak, Nak," Yoshino melepas pelukannya, "kamu begini juga gara-gara ibu, kan?"

Inoichi—dengan ragu—menggandeng Ino untuk menghadap Yoshino.

"Yo..shino.." Inoichi menunduk, begitu juga dengan Ino. Sejurus kemudian, mereka berdua sama-sama berlutut di hadapan Yoshino dan Shikaku. Seperti sedang menyembah Dewa (?).

"Hei! Kalian kenapa? Kenapa berlutut?" Shikaku menarik lengan Inoichi. Tapi Inoichi menampiknya.

"Aku, dan Ino.. kami berdua mau minta maaf.." kata Inoichi tersendat-sendat.

"Minta maaf soal apa?" tanya Yoshino bingung. Ia melirik Shikamaru. Shikamaru hanya diam, menunggu Inoichi buka mulut.

"Soal.. perjodohan antara Ino dan Shikamaru.. aku telah menipu kalian.." jawab Inoichi dengan suara yang makin mengecil dan bergetar.

"Apa maksudmu?" suara Yoshino meninggi.

"Sebenarnya, aku bermaksud… (ga usah disebutin ya, kepanjangan)… begitu.." jelas Inoichi. Perlahan ia mengangkat kepalanya—melihat reaksi kedua suami-istri itu.

"Jadi selama ini, aku ditipu!? Kalian ini!! Dasar matre!!" Yoshino naik pitam. Kepalan tinjunya nyaris mendarat di muka Inoichi, sebelum akhirnya berhasil ditahan Shikaku.

"Kami benar-benar minta maaf.." kata Inoichi dan Ino berbarengan.

Yoshino masih mengepalkan tangannya. Mukanya merah padam karena emosi. Ia tidak menanggapi permintaan maaf kedua bapak-anak itu, selain hanya dengan mata terbelalak.

"Sudahlah, Yoshino.. kita maafkan saja dia. Marah pun tidak ada gunanya. Sudahlah, tenangkan dirimu, jangan emosi.." kata Shikaku menenangkan.

"Tapi aku tidak terima, Shikaku! Gara-gara hal ini, aku sampai tega mengurung anakku sendiri di rumah selama berhari-hari! Kalau dari dulu aku tahu niat busuk kalian, aku tidak akan memperlakukan anakku seperti waktu itu!" kata Yoshino emosi.

"Yoshino, aku benar-benar menyesal. Aku minta maaf.." kata Inoichi.

Yoshino berusaha keras menenangkan dirinya sendiri. "Lebih baik kita bicarakan baik-baik di dalam," kata Yoshino singkat, lalu masuk ke rumahnya. Diikuti Shikaku, Ino, Inoichi, Sai, Shikamaru, dan Temari.

----SKIP----

Note: Gw ga begitu ngerti tentang perjodohan bla bla bla. Gw kan ga pernah ngerasain gimana rasanya dijodohin ama ortu sendiri (yaiyalah, orang blom waktunya), otomatis gw ga tau apa yang terjadi waktu mereka melakukan perjodohan anak. Jadi, di-skip aja ya. Gw ga tau mo nulis apa (nulis? Ngetik kali).

----SKIP----

Setelah mereka semua membicarakan masalah itu baik-baik, mereka keluar dari rumah itu dengan perasaan lega bercampur senang.

"Yoshino, terima kasih, ya, atas pengertiannya," ucap Inoichi tulus.

"Ya, sama-sama. Aku minta satu hal, jangan kau ulangi hal yang sama kepada Sai. Aku tidak mau, nasib Sai seperti Shikamaru," pesan Yoshino. Ia berpaling ke arah Temari.

"Nona Temari.."

"Oba-san, jangan panggil aku nona. Panggil saja Temari," ralat Temari.

"Temari, aku minta maaf, ya. Selama ini, aku mengganggu hubungan kalian berdua. Aku juga sering bersikap kasar jika bertemu denganmu. Sekali lagi aku minta maaf. Aku merasa bersalah," sesal Yoshino.

Temari meraih tangan Yoshino dan menggenggamnya dengan erat. Pertanda bahwa ia mau memaafkan ulah Yoshino. "Yang lalu, jangan dipikirkan lagi. Aku sudah melupakannya, kok," kata Temari. Seulas senyum mengembang di wajahnya.

"Ini pasti akan menjadi ulang tahunmu yang paling mengesankan, bukan?" Shikaku tiba-tiba menyela. "Tanjoubi omedeto, Temari," lanjutnya.

"Darimana kau tahu, Temari ulang tahun?" tanya Yoshino.

"Siapa lagi kalau bukan dari anakmu," jawab Shikaku sambil melirik Shikamaru. "Beberapa hari yang lalu, ketika dia masih di'sekap' di rumah, ia sering menggumam, 'sebentar lagi 23 Agustus.. Temari ulang tahun.. Apa yang harus kuperbuat, sementara aku dikurung di rumah?' aku sering mendengarnya tiap malam," jelas Shikaku.

"Temari-san, hari ini kau ulang tahun? Wah, kebetulan sekali! Tanjoubi omedeto gazaimasu ne!" penyakit heboh Ino mulai kumat. Ia menyalami Temari dengan girang.

"Arigato.." Temari menyambut jabat tangan Ino.

Yang lain pun ikut memberi selamat.

Kira-kira, itulah yang terjadi pada sore itu. Semua terlihat gembira, terutama Temari. Baginya, ini merupakan hari ulang tahunnya yang paling mengesankan, seperti yang dikatakan Shikaku.

'Arigatou, Kami-sama.. Harapanku terkabul..' Temari tersenyum bahagia.

***

Malamnya, di penginapan Konoha…

Tok tok tok! Terdengar suara seseorang mengetuk pintu dari luar.

Temari menyapa, "Siapa?"

"Saya pengurus penginapan ini," orang itu menjawab. Suaranya terdengar berat dan angker. Kedengarannya seperti dibuat-buat.

'Pengurus penginapan? Mau apa lagi dia datang kemari?' pikir Temari, lalu bangkit dari tempat tidurnya. 'Aku kan sudah bayar uang penginapan!' ia mendengus kesal. Beberapa hari yang lalu, pengurus penginapan itu memang sering mendatangi kamar Temari, hanya untuk menagih uang penginapan.

Temari membuka pintu kamar dengan ogah-ogahan sambil berkata dengan agak emosi, "Tuan! Aku kan sudah bayar uang pe—" Temari menghentikan kata-katanya, ketika ia melihat rupa orang yang mengaku sebagai pengurus penginapan itu. "Shikamaru?"

Tawa Shikamaru meledak. "Gomen, aku cuma bercanda.." kata Shikamaru di sela tawanya. Lalu ia kembali tertawa seperti tadi.

"Ah! Kau ini. Membuatku kaget saja. Mau apa kau ke sini?" tanya Temari, lalu mengajak Shikamaru masuk.

"Kenapa? Tidak boleh? Ya sudah, aku pulang lagi," Shikamaru berbalik ke arah pintu.

"Eh.. jangan pergi! Aku tidak rela kalau sampai harus kehilanganmu lagi.." Temari menarik lengan Shikamaru.

"Jangan berpikir sejauh itu. Aku berjanji, tidak akan meninggalkanmu lagi," kata Shikamaru. "Aku ke sini ingin mengajakmu ke suatu tempat."

"Ke mana?" tanya Temari penasaran.

"Ke tempat favoritku," jawab Shikamaru.

"Dimana? Di atas bukit seperti waktu itu? Kalau ke sana, aku tidak mau ikut! Kau pikir aku tidak lelah menaiki anak-anak tangga itu!?" kata Temari bertubi-tubi.

"Tidak, tidak.. kali ini berbeda," jawab Shikamaru. "Bukannya kau wanita perkasa? Menaiki anak tangga saja, masa' tidak kuat?" tanya Shikamaru dengan nada meremehkan.

"Sehebat-hebatnya aku, aku paling benci kalau harus menaiki ribuan anak tangga seperti itu. Kalau begitu, kau ingin mengajakku ke mana?"

"Jangan cerewet! Nanti kau akan tahu sendiri.." kata Shikamaru dengan nada misterius.

'Kata-katanya.. persis seperti waktu itu.. waktu ia mengajakku ke atas bukit..' Temari mengingat-ingat.

Kita mau ke mana sih? Beritahu aku!

Jangan cerewet! Nanti kau akan tahu sendiri..

***

Setelah lama berjalan, akhirnya mereka berdua sampai di tempat yang dituju Shikamaru.

"Nah, kita sudah sampai," kata Shikamaru.

Temari melihat sekelilingnya. Hanya ada lahan rumput yang sangat luas, dengan dikelilingi tembok kusam yang tinggi dan kokoh. Lapangan rumput itu melingkar, mirip seperti stadion pertandingan. Ya, tempat itu adalah tempat dilangsungkannya ujian Chuunin.

"Hei, apakah ujian Chuunin akan dimulai malam ini? Kenapa masih sepi?" tanya Temari. Ia mengira Shikamaru mengajaknya ke tempat itu untuk menjadi panitia pelaksana ujian Chuunin tahap ke-3.

"Tentu saja tidak. Aku ke mengajakmu ke sini hanya untuk mengingat masa lalu," kata Shikamaru sambil memandang langit malam. "Masih ingat kan, waktu kita bertarung di tempat ini?"

Temari memandang lapangan luas di hadapannya. Itu semakin membuatnya mengingat kejadian sekitar 3-4 tahun yang lalu. "Tolong jangan ingatkan aku dengan kejadian itu," kata Temari dengan nada kesal, "aku jadi merasa payah karena aku kalah darimu."

"Tidak," ralat Shikamaru, "kau yang menang."

"Tapi kan—"

"Masih bisa mengelak? Sudah jelas kau membuatku kewalahan."

"Tapi—"

"Mau mengelak lagi? Aku memang kalah darimu. Kuakui, kau memang hebat."

Temari menyerah. Ia hanya tersenyum kecil.

"Bagaimana kalau kita ke sana?" ajak Shikamaru. Ia menunjuk ke arah kursi penonton yang berada di atas.

"Untuk apa?"

"Sudahlah, ikut saja."

Srak.. Srek..

Tunggu! Sepertinya ada suara langkah kaki yang membuntuti mereka berdua..

***

Tempat itu dipenuhi kursi penonton yang berjejer. Sayangnya, tidak ada lampu di tempat itu. Kesannya jadi suasana saat mati listrik.

Shikamaru dan Temari duduk di salah satu kursi penonton. Mereka duduk berdampingan, sambil melihat bulan purnama yang bersinar sangat terang di langit, seakan mengalahkan kegelapan malam itu.

Untuk beberapa saat, mereka sama-sama terdiam. Hanya ada suara hembusan angin malam yang terdengar.

"Oh ya, Temari, soal ulang tahunmu, aku minta maaf ya. Aku tidak memberimu apa-apa," suara Shikamaru memecah kesunyian.

"Untuk apa memberiku hadiah," kata Temari, "toh hari ini aku sudah dapat hadiah yang paling berharga." Temari tersenyum lebar, lalu memeluk lengan kanan Shikamaru dan bersandar di pundaknya.

"Kau lega ya, ibuku membatalkan perjodohanku dengan Ino?" tebak Shikamaru.

"Begitulah.." jawab Temari, "aku tidak tahu bagaimana rasanya jika kau lebih memilih Ino."

Shikamaru tersenyum jahil, lalu melontarkan pertanyaan, "Kalau aku benar-benar memilih Ino, bagaimana perasaanmu?"

Temari mengangkat kepalanya—menatap Shikamaru lekat-lekat dengan tatapan tajam. Lalu ia kembali bersandar di pundak Shikamaru. "Mungkin aku bakal bunuh diri," jawab Temari sekenanya.

"Ahahah!" Shikamaru tertawa garing, "tidak mungkin aku lebih menyukai Ino. Aku sudah kenal Ino sejak dulu, dan aku tahu persis sifatnya. Dia bukan tipe wanita idamanku."

"Selamnya, aku hanya mencintaimu," kata Shikamaru tulus.

"Gombal!" komen Temari sambil tertawa pelan.

Wajah Shikamaru berubah jadi serius. Dengan gerak reflek, tangan kirinya menyentuh pipi Temari. Temari agak terkejut, perlahan ia menurunkan kedua tangannya yang melingkar di lengan Shikamaru.

Mereka saling bertatap muka dengan mulut membisu. Wajah Temari memerah. Jantungnya berdegup kencang.

"..'Cause I can't leave you.." kata-kata itu meluncur dengan sangat sukses dari bibir Shikamaru. Entah darimana ia belajar bahasa asing itu. Mungkin dari Tsunade. Menurut kalian?

Perlahan, Shikamaru mendekatkan wajahnya ke Temari.

Temari jadi tegang namun ia berusaha mengontrol dirinya. Ia pun terlarut dalam suasana itu. Mereka berdua sama-sama memejamkan mata..

Sedikit lagi bibir mereka saling bersentuhan.. Sedikit lagi, yak, yak, yak.. hampir.. nyariiis.. daaaaaan..

"SHIKAMARUUU!! NYALIMU BESAR JUGA YA!! HEBAT!!"

Shikamaru dan Temari sama-sama tersentak. Mereka berdua saling menjauhkan diri dengan muka memerah karena malu. Ada seseorang yang mempergoki mereka berdua. Ehm.. sepertinya tidak hanya seorang. Ada 1 orang lainnya yang ikut 'menonton'. 2 orang iseng itu mengintip dari balik kursi penonton.

"Shikamaru! Kau belajar hal itu dari mana? Dari ero-sennin ya?" 'hama-pengganggu-momen' itu berjalan mendekat. Rambut kuningnya mulai terlihat sedikit demi sedikit. Mulutnya yang lebar menampakkan gigi-giginya yang nyaris seperti gigi serigala.

Pasti Naruto. Siapa lagi kalau bukan dia?

"Na..Naruto?! Sejak.. sejak kapan kau di situ?!" tanya Shikamaru gagap.

"Heheh.." Naruto garuk-garuk kepala dengan tampang autis, "sejak kau keluar dari penginapan Temari-san.."

Sementara itu, terdengar suara geraman dari balik kursi penonton. "Grrr.." kira-kira begitulah bunyinya, "NA-RU-TO!! KENAPA KAU MENGACAUKAN 'PERTUNJUKAN' INI!?" suaranya terdengar kewanitaan dan tak asing lagi di telinga mereka.

Wanita itu keluar dari tempat persembunyiannya. Terlihat jelas urat-urat yang menonjol di tangannya yang mengepal.

"Tadi itu hampir saja terjadi, kalau kau tidak merusaknya!!" omel wanita itu lagi. Ia bersiap melayangkan tinjunya.

"Sakura-chan.. gomen, aku tidak sengaja.." Naruto garuk-garuk kepala sambil meringis.

"Shaaanaaaroooo!!!" kepalan tinju Sakura mendarat di muka Naruto dengan dahsyat. Naruto melayang sampai jatuh menabrak pagar pembatas.

Dan sekarang, Sakura malah asyik menghajar Naruto habis-habisan.

Shikamaru dan Temari yang melihatnya, tertawa bersama-sama.

Shikamaru merasa sedikit lega. Setidaknya, hanya Sakura dan Naruto yang melihat 'pertunjukan perdana' Shikamaru dan Temari yang meskipun akhirnya 'gagal di tengah jalan' akibat ulah Naruto.

Yah.. Semoga saja hanya dua sahabat iseng itu yang melihat..

***

"Izumo, tadi itu menakjubkan sekali, ya? "

"Ya!! Sayang sekali, Naruto mengacaukannya!!"

...Sepertinya Shikamaru salah…

-FIN-

#$^&^^$&^*(&!%^%#!*)%*^%&#^*$^!$&!$&!$&!#$%#*(!%^#*&%#*()%(*#%&(*#%^

-ending yang aneh dan GELO-

Akhirnya.. datang juga (loh!?).. akhirnya selesai juga.. sesuai dengan harapan gw, chapter 7 bakal diupdate hari rabu.

Sumpah, gw mati-matian ngebikin chapter ini (ga sampe mati juga sih). Otak gw sempet blank gara-gara ga ada ide buat nulis chapter 7 (nulis? Ngetik kali). Tapi akhirnyaaa.. gw berhasil nyelesaiin fic ini!! HOORRAAY!!

Menurut gw, fic ini aneh, ga nyambung ama judul atopun genre-nya, lebay, pokoknya ya gitu lah. Intinya GELO banget ni crita. Kalo menurut kalian gimana? GELO juga? Silahkan review, saran, kritik, tapi jangan FLAME ya.

Maap ya, kalo tokoh-tokoh di sini jadi OOC. Soalnya ini juga ngedukung jalannya crita. Skali lagi maaap.. banget..

Masalah deskripsi, jujur, gw bener-bener lemah. Gw ga pinter bikin deskripsi, karna kebanyakan di fic ini isinya dialog.

Makasih ya, buat semua yang udah review fic ini. Gw blajar banyak dari kalian semua.. makasih banget.. xie xie.. arigatou.. mathur nuwun..

Makasih juga buat kalian yang udah ngeFave fic ini.. gw seneeeng bangeet..

REVIEW ya!

Note: buat Morino GeLo, WOI! Urusin dong account lu! Bikin account kaga diurusin! Gemana seh!? Gelo lu!

Oya gw lupa bilang! Gw ingetin skali lagi, fic ini sekuel dari fic gw yang judulnya 'It is you'. Jadi kalo ada adegan yang ada hubungannya dengan adegan di 'it is you', kalian yang uda baca 'it is you' pasti ngerti. kalo ga ngerti, kalian musti baca dulu tuh 'it is you'! Males? yaudah, terserah.. ^^