Selama sekolah dulu, Lu Han jarang menggunakan otaknya untuk berpikir keras untuk menyelesaikan soal-soal. Ia tidak peduli terhadap nilai yang bagus karena cita-citanya sebagai model tidak memerlukan nilai yang bagus. Akan tetapi, saat ini Lu Han memaksakan otaknya untuk bekerja sangat keras selama 30 tahun.

Ia juga untuk pertama kali membuka situs pencari untuk menelusuri hal lain selain fashion. Lu Han butuh referensi sebanyak mungkin mengenai pernikahan. Untungnya banyak sekali orang yang mau berbagi cerita pernikahan mereka di internet.

Meskipun ia sudah menghabiskan banyak waktu di berbagai situs, semuanya tidak membuat perasaan Lu Han lebih baik. Setiap orang memiliki cerita yang berbeda. Ada yang membuat kesal, sedih, senang, dan juga bingung bersamaan.

Menurut Lu Han menikah ini bukan tujuan hidup. Ia sering mendengar banyak wanita yang memilih menikah karena tidak tahan hidup sendirian. Dengan kata lain, mereka lelah dengan pekerjaan yang mereka punya dan ingin memiliki seseorang yang bisa menafkahi mereka. Padahal hidup setelah pernikahan tidak akan semudah itu berubah. Bagaimana jika gaji suaminya ternyata pas-pasan? Atau bagaimana jika suatu saat suami mereka bangkrut?

Ada juga yang menikah karena cinta. Lu Han paling mengagumi cerita yang ini. Meskipun banyak yang mengatakan bahwa cinta saja tidak cukup. Perlu didukung dengan ekonomi dan komitmen yang baik. Lu Han setuju dengan hal ini karena ini tidak tahu kapan cinta itu akan mempertahankan pernikahan. Ia tidak tahu apakah ia bisa mencintai suaminya sepuluh atau bahkan dua puluh tahun lagi? Ia saja tidak pernah berhubungan dengan pria lebih dari satu tahun.

"Xing, ceritakan padaku, kenapa kau menikah dengan Baixian?" Tanya Lu Han pada Yixing setelah akhirnya menyerah berkutat dengan internet. Ia butuh cerita dari orang berpengalaman di dunia nyata. Akhirnya, ia memutuskan mendatangi Yixing dan kebetulan ada Chanlie juga yang baru pulang dari bulan madu.

"Hmm, aku juga tidak tahu."

"Yah! Bagaimana bisa kau tidak tahu?!"

Lu Han tidak tahu bagaimana kedua sepupunya bisa mengenal laki-laki yang kini menjadi suami mereka. Saat itu ia sudah pindah ke Amerika. Seingatnya dulu Yixing dan Chanlie tidak punya pasangan.

"Tunggu, bukankah dulu pacarmu bukan Baixian? Seseorang dari Inggris kalau tidak salah. Bagaimana bisa kau berakhir dengan Baixian?"

"Ya, kau benar. Pacarku dulu namanya Mark. Aku pertama kali bertemu Baixian di bandara saat mengantar Mark pulang ke Inggris."

"Oh! Oh, jadi kau berselingkuh dengannya?"

"Tentu saja tidak, jie. Aku bahkan tidak kenal Baixian waktu itu. Kami hanya berpapasan saja, tapi aku mengingat wajahnya. Kami bertemu lagi di kampus. Ternyata temanku berteman dengannya. Dari situ kami berkenalan, berpacaran, kemudian setelah lulus kami menikah. Selesai."

"Ahh. Begitu."

Lu Han ingat dulu Yixing sering sekali menelponnya untuk belajar bahasa Inggris. Gadis itu masih berusia sembilan belas dan ia terdengar sangat jatuh cinta dengan lelaki asing yang dikenalnya dari situs perjodohan. Yixing menangis semalaman ketika Mark memutuskannya lewat chat. Lu Han yang saat itu masih baru merintis karir, juga ikut sedih dan ditelpon Yixing setiap hari.

"Kalau Chanlie, bagaimana?" Lu Han beralih pada sepupunya yang paling muda.

"Hmm, sejujurnya aku dijodohkan."

"Apa?! Kau dijodohkan?"

Gadis jangkung tersebut mengangguk. Lu Han tidak terlalu mengetahui cerita cinta Chanlie. Meskipun tahu ia populer di kalangan anak laki-laki. Chanlie jarang menghubunginya kecuali ada keperluan penting seperti mengucapkan ulang tahun atau selamat tahun baru. Ia hanya akan mengobrol dengan Chanlie ketika menelpon Yixing dan kebetulan mereka ada di ruangan yang sama.

"Kris ge itu anak teman bisnis Baba. Baba bilang kami akan terlihat serasi karena kami sama-sama tinggi."

Mereka bertiga tertawa mendengar ucapan Chanlie.

"Baba bercerita pada Kris jika aku sulit mendapatkan pacar karena terlalu tinggi dan Kris merespon dengan,'kenapa tidak jadi pacarku saja? Aku juga tinggi', begitu."

"Ya ampun, berani sekali lelaki itu."

"Sebenarnya aku juga naksir Kris ge karena dia sangat tampan dan tinggi. Kupikir, ia sangat cocok denganku."

"Ish, dasar kau gadis genit!"

"Aku tidak menyangka bahwa ia juga menyukaiku."

"Lalu kalian menikah?"

"Hmm, aku sangat menyukainya dan ia bilang ia bisa melihat masa depannya denganku-" Lu Han dan Yixing spontan berteriak geli mendengar cerita Chanlie. "Kami menikah setelah enam bulan berpacaran."

"Bagaimana bisa orang tuamu mengijinkanmu?"

"Mereka sangat percaya Kris ge karena ia sangat dewasa dan bertanggung jawab. Ia juga memiliki pekerjaan tetap. Mama bilang tidak baik terlalu lama berpacaran. Kris juga berpendapat demikian, akhirnya kami memutuskan menikah."

"Kau masih dua puluh satu. Apakah kau tidak merasa takut?"

"Takut apa, jie?"

"Kau masih sangat mudah, Chanlie! Masa depanmu masih panjang. Kau bisa menjadi apa saja yang kau mau. Bekerja, jalan-jalan, atau apapun impianmu. Dengan menikah, bagaimana kau bisa melakukan itu semua?"

Chanlie belum lulus kuliah, masih ada 2 semester lagi. Bagi Lu Han akan sulit untuk menggapai semua cita-cita ketika ia memiliki komitmen dengan orang lain. Bagaimana bisa seseorang mengejar mimpi yang pastinya sangat sulit dan di saat yang bersamaan harus memikirkan keberadaan suaminya? Bukankah lebih baik menggapai mimpi dulu baru kemudian menikah?

"Sejujurnya, seminggu sebelum pernikahan aku sempat freak out. Seharian aku habiskan berpikir ulang. Apakah ini sudah benar? Apakah aku bisa menjadi istri yang baik? Apakah aku bisa menerima Kris apa adanya? Otakku dipenuhi berbagai macam pertanyaan dan rasanya nyaris meledak."

"Lalu, apa yang membuatmu memutuskan untuk lanjut?"

"Hmm, tiba-tiba saja Kris menelponku dan semua perasaanku gundahku hilang."

"Wow, semudah itu? Apa yang dia katakan?"

"I love you."

"Heyyy!" Lu Han dan Yixing berseru geli dengan jawaban Chanlie.

"Ya, sungguh! Ia hanya menelpon untuk mengucapkan I love you dan tiba-tiba semuanya baik-baik saja. Aku jadi berpikir bahwa aku tidak sendirian. Aku bisa melewati apapun di masa depan karena Kris ada di sampingku."

"Yah, kenapa kalian sangat manis sekali?"

Chanlie hanya tersipu malu mendengar godaan Lu Han dan Yixing. Terkadang suaminya bisa jadi sangat romantis dan membuat Chanlie tersipu dan geli di saat yang bersamaan. Ia senang jika Kris bersikap romantis ketika mereka sedang berdua saja, tetapi ketika ada orang lain di sekitar mereka Chanlie akan jadi malu setengah mati.

"Kris bilang aku tetap bisa menjadi apapun asalkan tetap di sampingnya. Ia tidak pernah melarangku melakukan apapun. Ia bahkan menawarkan agar aku sekolah di Kanada setelah ini. Ia sangat supportive."

"Aku tidak siap, kalian tahu?" aku Lu Han. "Aku masih memiliki banyak impian dan aku takut pernikahan membuatku mengorbankan semuanya."

"Nantinya akan ada perubahan prioritas, tentu saja." Nasihat Yixing. "Menurutku itu wajar karena kau tidak lagi hidup sendirian."

"Tapi itu menyenangkan, jie." Tambah Chanlie. "Kau akan punya seseorang yang akan bisa kau andalkan. Kau akan punya teman, saudara, anak, suami, dan terkadang musuh di waktu yang bersamaan."

"Tidak terlalu jauh seperti saat kita main rumah-rumahan dulu, tapi ini nyata."

"Meskipun Lu Han jie sekarang berpikir bahwa ini beban, tapi suatu saat nanti kau akan berpikir bahwa semuanya worth it."

"Benarkah?" gumam Lu Han ragu. "Maksudku, aku tidak tahu Sehun itu seperti apa. Bagaimana jika kami tidak cocok dan berakhir dengan perceraian?"

Banyak sekali keraguan di benak Lu Han saat ini. Konsep Lu Han tentang cinta sedikit berbeda dengan orang kebanyakan. Ia tidak percaya dengan cinta pada pandangan pertama. Itu nafsu karena ia melihat orang tersebut hanya dari fisiknya saja. Menurut Lu Han, cinta adalah sebuat proses. Ia akan datang ketika mereka sudah mengenal terlebih dahulu dan menjalani hari bersama-sama. Lu Han harus tahu bagaimana sifat partnernya terlebih dahulu sebelum bisa mengatakan apakah ia jatuh cinta atau tidak.

"Seperti tumbuhan, kalian tahu? Diawali dari tunas, kemudian tumbuh daun, batang, bunga, dan kemudian berbuah."

"Tanaman harus diberi pupuk, air, dan butuh sinar matahari untuk tumbuh. Ibaratkan hal itu seperti perhatian untuk pasanganmu. Butuh pengorbanan untuk menyediakan pupuk, air dan sinar matahari. Kau juga harus berkorban untuk suamimu nanti." Ujar Yixing menjelaskan.

"Selain itu tanaman bergantung pada cuaca. Akan indah di musim semi, kering di musim panas, mulai menguning di musim gugur, dan membeku di musim dingin. Pernikahan juga seperti itu. Tidak setiap hari akan bahagia." Tambah Chanlie dengan bijak.

"Hey, kau baru menikah seminggu. Kenapa kau jadi pandai bicara?" goda Yixing.

"Ya, tidakkah kau terlalu dewasa untuk seumuranmu?"

"Bukankah itu bagus? Aku lebih berpengalaman dibanding Lu jie untuk percintaan."

"Aiya, anak ini!"

Lu Han ingin sekali mencubit pipi Chanlie yang mengejeknya. Sungguh tidak bisa dipercaya sepupunya yang dulu manja sekarang sudah menjadi wanita dewasa dan menjadi istri seseorang.

"Kau mungkin belum mengalaminya, jie, tapi aku merasa kesepian ketika Yixing jie menikah." Ucap Chanlie.

"Hei, aku tidak pernah dengar soal ini! Kau kesepian ketika aku menikah? Apa kau sesayang itu padaku?"

"Bukan begitu. Maksudku, aku melihat bagaimana kau sangat bahagia hari itu. Aku bersamamu sebelum pemberkatan. Kau terlihat luar biasa dengan gaun pengantinmu, semua orang mengucapkan selamat untukmu. Kau menangis karena terharu. Kemudian aku berpikir, sebentar lagi aku akan kehilangan Yixing jie. Kau akan jadi istri orang lain dan membangun keluarga baru dengannya dan waktu itu aku masih single-"

"Kau baru berusia tujuh belas tahun!" sela Yixing sambil mencubit lengan Chanlie.

"Pemikiranmu sudah sejauh itu saat tujuh belas?!" Lu Han berseru kaget.

"Apa salahnya sih?! Biarkan aku melanjutkan." Chanlie membela diri dengan sengit. "Lu Han jie juga ada di Amerika ketika itu, jadi aku sendirian. Entah bagaimana aku jadi merasa kesepian. Rasanya Yixing jie akan pergi ke tempat yang jauh. Aku bertekad suatu saat nanti aku akan jadi seperti Yixing jie. Aku akan menikah dan bahagia."

"Aww, sayang. Sekarang kau tidak kesepian kan?"

Kenyataannya setelah menikah, Yixing tetap tinggal di rumah keluarganya karena rumah sakit tempat Baixian bekerja lebih dekat dengan rumah keluarga Yixing. Chanlie tetap bisa bertemu Yixing setiap hari dan bahkan ikut membantu mengasuh anaknya. Malahan, sebentar lagi Chanlie lah yang akan ikut suaminya pindah ke Kanada.

"Apakah kau juga merasa kesepian saat Chanlie menikah kemarin?" Tanya Yixing pada Lu Han.

"Aku lebih merasa terharu. Dulu ia sangat kecil dan selalu mengekori kita kemanapun, sekarang ia sudah jadi wanita dewasa yang akan memiliki kehidupannya sendiri. Rasanya waktu cepat sekali berlalu."

"Ya, aku juga berpikir begitu. Aku tidak sabar menunggumu menjadi seoarang ibu. Kau bisa tanya apa saja padaku, Chanlie."

Mereka berdiskusi mengenai dilema menjadi seorang ibu. Sesuatu yang Lu Han sama sekali tidak tahu, jadi ia hanya menyimak saja. Sesekali menggangguk setuju, tapi tidak menyela ketika mendengar sesuatu yang tidak ia suka.

Melihat dua sepupunya dengan antusias membicarakan pasangan masing-masing, membuat Lu Han bertanya-tanya, apakah seindah itu rasanya jatuh cinta? Apakah bisa pernikahan dilakukan tanpa cinta? Apakah ia bisa mencintai Sehun dalam waktu singkat?

Untuk pertanyaan terakhir, jawabannya tidak. Ia kagum dengan sifat Sehun yang baik hati dan sangat altruistik, tapi apakah Sehun akan bersikap sama setelah mereka menikah? Apakah mereka bisa hidup bahagia selamanya?

"Sudah kubilang pernikan tidak akan selalu bahagia." Ujar Chanlie lagi.

"Kehidupan ini seperti dua sisi uang koin, kau tahu? Semuanya berpasangan. Siang dan malam, sedih dan senang, cinta dan benci. Jadi, di pernikahan juga sama."

"Kurasa kuncinya adalah kompromi. Kita harus bisa saling mengerti dan menghargai, itu saja. Suami tidak akan pernah menjadi sempurna, begitu pula dengan kita. Jika ada masalah harus diselesaikan dan saling memaafkan."

"Begitukah?"

"Ya. Mudah kok berkompromi dengan orang yang kau cintai karena kau pasti rela melakukan apa saja untuknya."

"Benarkah?"

"Walaupun jika sudah lima tahun menikah, semuanya bukan hanya karena cinta." Celetuk Yixing. "Suamimu adalah keluargamu. Apa yang kau lakukan dengan keluarga? Kau menerima segala kekurangan dan kelebihan mereka tanpa pamrih. Tujuan berkeluarga adalah menjadi pribadi yang lebih baik. Itu saja."

"Yah! Kenapa kalian sangat bijak sekali? Menikah membuat kalian pandai bicara." Gerutu Lu Han.

Mungkin kasus Lu Han dengan Yixing dan Chanlie sedikit berbeda. Ia senang sepupunya bisa menikah dengan orang yang mereka cintai, sementara Lu Han harus dipaksa. Meskipun Chanlie juga dijodohkan, ia beruntung bisa mengenal Kris dan jatuh cinta. Di sisi lain, menurut Lu Han, Chanlie adalah orang yang mudah jatuh cinta.

"Bagaimana menurut kalian tentang Sehun?"

"Demi Tuhan dia sangat tampan!"

"Yeah, keluarga Wu punya gen yang bagus."

"Aku melihatnya di pestaku kemarin. Kalian terlihat akrab."

"Ah, masa?"

"Ya, kau bahkan makan semeja dengannya dan berdansa."

"Itu karena mamaku."

"Dia kelihatannya baik. Kalau aku tidak bertemu Kris lebih dulu, mungkin aku akan naksir padanya."

"Hey! Kau sudah menikah. Dasar genit!"

"Menurutku dia cocok denganmu, jie. Kalian sempurna. Cantik dan tampan. Kudengar ia juga tinggal di Amerika."

"Wah, benarkah? Kris tidak pernah cerita padaku. Kalau aku jadi Lu jie aku akan jatuh cinta padanya dalam sekejap mata. Dia sempurna."

Ya, Lu Han setuju jika Sehun sangat sempurna. Hal ini menimbulkan satu pertanyaan lagi, kenapa pria sempurna seperti Sehun mau dijodohkan oleh orang tuanya?

"Sama denganmu. Kau cantik dan masih single." Seru Chanlie.

"Bukan itu maksudku. Kau tahu kan bagaimana pendapatku tentang pernikahan?"

"Jie, terkadang kau harus berpikir secara sederhana. Buang segala kemungkinan negatif yang ada di kepalamu. Lakukan saja yang ada. Jika kau tidak mencintainya, menikahlah demi ibumu. Bibi memang tidak mengatakannya secara langsung, tapi ia sangat peduli padamu, kau tahu? Dia sering merindukanmu, tapi ia takut mengganggumu di sana. Ia selalu khawatir padamu karena kau sendirian di Amerika. Aku baru merasakan hal ini setelah aku punya anak. Sebesar apapun anakku, ia adalah darah dagingku. Aku tidak akan tega membiarkannya sendirian." Jelas Yixing panjang lebar.

"Aku tidak sendirian. Ada teman dan manajer di agensi."

"Tapi, tetap saja, jie. Kita tinggal berjauhan. Bagaimana jika sesuatu yang buruk mendadak terjadi? Aku tahu Lu jie bisa menjaga diri, tapi tetap saja perasaan cemas itu ada. Mungkin kekhawatiran bibi akan berkurang setelah kau menikah."

Terbiasa hidup sendiri selama 10 tahun ini membuat Lu Han tampak egois. Dulu, ketika tahun pertama Lu Han di Amerika, ia pikir orang tuanya tidak terlalu peduli padanya karena mereka jarang menelpon. Lu Han benar-benar merasa sendirian sehingga ia mulai menyibukkan diri dengan mengambil job sebanyak mungkin. Sampai pada akhirnya ia terbiasa dengan pekerjaan dan malas pulang.

Sekarang ketika ia sedang ada di China, perasaan kesepian itu datang lagi sebab ia bosan tidak melakukan apapun. Sepertinya Lu Han harus belajar mengerti perasaan kedua orang tuanya. Apalagi setelah sekian lama hidup berbeda benua. Lu Han bukan anak yang suka melawan orang tua, tetapi jika dipikir kembali ia juga tidak sepenuhnya berbakti.

Lu Han kembali ke rumah, setelah makan siang. Ia menemukan mamanya tertidur di sofa dengan selimut tebal. Babanya ada di sebelah Mama, sibuk memeras handuk kecil dari dalam wadah berisi air hangat kemudian meletakkan handuk tersebut di dahi sang Mama.

"Apakah Mama sakit?" Lu Han bergegas mendekat. Ia jadi sangat khawatir.

"Sst, hanya flu. Dia selalu terkena flu di musim dingin." Jawab Babanya dengan suara tenang. Sepertinya sudah terbiasa dengan kondisi mama seperti ini.

Lu Han jadi ingin menangis melihat mamanya terbaring lemah. Menatap mamanya dari jarak sedekat ini membuat Lu Han menyadari bahwa mamanya sudah tua. Garis-garis keriput semakin mendominasi wajahnya. Mamanya lebih muda dari mama Yixing dan Chanlie, tapi orang-orang sering salah menduga ia adalah yang tertua. Apakah mama banyak pikiran?

Jujur saja, Lu Han tidak terlalu paham bagaimana keadaan rumahnya selama ia tinggal di Amerika. Ia beberapa bulan sekali bertukar kabar dengan mamanya, tetapi mama selalu bilang baik-baik saja. Ia selalu bilang rindu anak satu-satunya, tapi tidak pernah mengeluh sedikitpun. Lu Han baru mengetahui dari Yixing ketika papanya operasi usus buntu dan mama mempunyai darah tinggi. Kabar itupun selalu ia terima setelah mereka keluar dari rumah sakit.

Orang tua Lu Han adalah orang yang sederhana. Mereka selalu menolak ketika Lu Han mengajak mereka berkunjung ke Amerika dan selalu berpesan agar Lu Han menabung saja. Sebagai seorang model, Lu Han memiliki uang yang cukup, tapi Baba dan Mamanya tidak pernah meminta, meskipun Lu Han secara rutin mengirimkan uang ke rumah.

Apa yang bisa Lu Han lakukan untuk membuat orang tuanya bahagia?

Dalam benaknya, Lu Han tahu apa yang harus ia lakukan. Hanya saja, ia masih belum yakin. Mungkin ia sudah mendapatkan tambahan pencerahan dari Yixing dan Chanlie, tapi bagaimana dengan Sehun?

"Apa yang bisa kulakukan?" Kali ini Lu Han sudah menangis, tidak tega melihat mamanya sakit.

"Cukup kompres air hangat saja dan biarkan ia istirahat, ok?"

Lu Han berakhir menunggui mamanya sampai ia bangun. Ia membantu baba menyiapkan makan malam untuk mama dan memberinya obat. Sudah berkali-kali baba bilang ini tidak serius, tapi Lu Han sangat takut. Ini pertama kalinya ia melihat mama kesakitan. Beruntung sekali ada Baba yang mengurus mama.

"Karena itu kau harus menikah. Agar ada seseorang yang mengurusmu ketika sakit."

Lu Han ingin menjawab ia punya manajer, tapi tertahan di ujung lidah. Pasti rasanya berbeda ketika dirawat suami dan manajer. Manajernya pasti sangat peduli, tapi perhatian yang diberikan pasti berbeda. Yang satu khawatir karena ia anggota keluarga, sedangkan yang lainnya khawatir karena hubungan pekerjaan.

Pikiran Lu Han jadi menerawang kepada Sehun. Selama beberapa hari bersama Sehun, Lu Han cukup senang. Sehun pemuda yang baik dan poin tambahan untuknya karena sangat tampan. Pasti sangat beruntung orang yang akan dicintai Sehun. Lu Han jadi khawatir pada dirinya sendiri. Apakah ia sudah pantas untuk Sehun? Apakah ia bisa mengimbangi Sehun? Apakah Sehun akan merawatnya seperti Baba merawat Mama?

Lu Han kembali melihat Mamanya yang sekarang terlihat lebih baik. Perkataan Yixing kembali terngiang. Ia bisa menikah demi kebahagiaan mamanya. Toh tujuan mamanya baik. Ia adalah satu-satunya orang yang paling mengerti Lu Han selain dirinya sendiri. Pilihan Mama mungkin tepat.

"Ma, aku sudah memutuskan."

"Memutuskan apa?"

"Aku mau menikah dengan Sehun."