Sukses dan gemilang, Itachi sudah sangat bersyukur akan nikmat hidupnya kali ini kalau saja sang Ibu dan setiap orang yang di temuinya di pesta tidak menanyai hal tabu, tentu Itachi semakin bersyukur tapi tidak mereka terus saja mengusiknya dengan kalimat tanya:

"Chi kapan kawin?"

"Chi kapan bawa gandengan?"

"Chi mana cewekmu"

"Chi berapa umurmu sekarang?"

"Itachi bibi punya anak yang cantik, mau bibi kenalin?"

"Tidak, dengan anak bibi saja Chi."

"Anak bibi saja Chi. Dia lebih cantik."

"Chi..."

"Chi..."

"Chi..."

Telinga Itachi terasa berdenging, dia tidak sanggup lagi menampung kalimat tanya menoton semua orang. Tidak bisakah mereka berhenti menanyai hal menyebalkan itu. Itachi bukan tidak ingin menjalin kasih hanya saja belum ada kepikiran sejauh itu untuk saat ini. Itachi pernah beberapa kali ganti gandengan, ya meski hanya dari pihak perempuan yang mengklaim Itachi sebagai pasangan mereka, dan hubungan mereka tidak pernah ada yang bertahan lama, mengingat sifat Itachi yang terlalu kaku dan tidak memiliki romantisme sama sekali. Dialah pria workaholic sejati.

Dan hanya karena Adiknya sudah menikah dan punya anak, orang-orang sekitarnya selalu mengusiknya dengan kalimat tanya yang membuat Itachi terasa di teror di setiap kesempatan. Padahal dia punya moto kuat yang dia tanam dalam benaknya; tidak ada perempuan dan pernikahan! Namun belakangan moto hidupnya sedikit goyah acapkali ibunya sering menanyainya kapan dirinya memberi cucu dengan tampang memelas andalannya.

"May—" ucapan Itachi yang belum selesai harus terhenti karena semua orang di pesta sudah terlanjur bersorai gembira duluan, mengira Itachi berucap May yang berarti di bulan May pria itu akan mengakhiri masa lajangnya di usia 30-an dengan menikah. Dan pertanyaan heboh kembali terlontar, mereka sangat penasaran siapa kiranya gadis beruntung yang akan di pilih Itachi.

Itachi yang melihat antusiasme semua orang di buat heran sendiri namun pria itu tidak ambil perduli, terserah mereka mau mengartikan apa. Itachi enjoy kemudian melenggang pergi dari pesta yang di buat Ayahnya untuk merayakan 25th berdirinya perusahaan keluarga mereka, menuju balkon untuk mencari ketenangan sendiri mengingat di ballroom hotel teramat berisik bukan dari musik lembut yang mengalun melainkan lebih ke suara dari banyak orang yang lebih dominan namun sayang ketenangan itu sekejap saja terusik karena kedatangan sang sepupu yang tanpa di undang dengan tampang begitu cerah dan cara jalan antusias.

"Chi benar? Kau mau nikah di bulan May? Secepat itu? Luar biasa! Siapa gadis itu? Apa aku mengenalnya? Apa dia cantik? Anak siapa? Atau jangan-jangan kau kembali dengan mantanmu?" senyum cerah Shisui, masih tak percaya namun merasa bahagia kalau memang benar. Itachi menatap sang sepupu yang tengah mengoceh tidak karuan.

"Siapa yang bilang begitu?" heran Itachi.

"Lha tadi?" hilang sudah senyum Shisui.

Itachi tersenyum tanpa makna. "Terserah ya Shi. Yang penting aku tidak pernah bilang begitu."

"Jadi kau menipu kami?" Shisui langsung kesal.

"Tidak, kalian saja yang mengambil kesimpulan sendiri, padahal aku belum selesai bicara," ucap Itachi berdasar kebenaran.

"Akh sialan kau."

Itachi tergelak ringan menatap Shisui yang berlalu dengan mulut terus mengupat tiada akhir bahkan suaranya masih terdengar walau sang sepupu sudah menjauh sekian meter.

"Menikah ya," Itachi menggumam dengan geli akan kalimat yang terucap dari mulut. Mendengus, bibirnya lantas tersungging senyum miring.

"Yang benar saja! Itu tak'kan terjadi padaku," Pria itu menggoyang gelas yang di pegang tangan kanannya membuat cairan keemasan didalamnya berputar perlahan.

"Tidak ada satupun wanita didunia ini yang mampu menggetarkan hatiku," pria itu meminum sampanye dalam gelasnya hingga seperempat.

"Kecuali mungkin—" lagi-lagi senyum miring tersungging di bibir tipis Itachi.

"Ada bidadari yang jatuh dari langit dan aku bersumpah akan menikahinya detik ini juga," Itachi tersenyum puas akan doanya yang tidak akan mungkin pernah terkabul.

Kenapa? Tentu saja, di zaman sekarang mana ada bidadari turun dari khayangan.

Iyakan?

Ya, setidaknya itulah pemikiran Itachi menurut realita.

Itachi dengan kebanggaannya memandang langit bercahaya bulan dengan binaran bahagia namun tak berapa lama senyum yang tadi terlihat perlahan memudar kala onixnya melihat sesuatu bergerak sangat cepat dari langit atau lebih terlihat jatuh dari bulan dan sebelum Itachi ber-reaksi apapun atas apa yang dia lihat benda tersebut sudah menjatuhinya duluan lebih tepatnya jatuh didalam kedua lengan Itachi yang tengah berdiri di dekat pembatas balkon lantai teratas hotel tersebut. Gelas yang semula dia pegang jatuh berderai membentur permukaan lantai berubin.

Benda tersebut yang ternyata seorang gadis berhelai pirang emas panjang beriris safir dan memakai gaun indah serupa putri kerajaan dengan wajah teramat cantik serupa bidadari malah membuat Itachi jadi memucat.

WHAT THE HELL!!!

TAMAT!