Disclaimer:

Naruto: Masashi Kishimoto

Love Live! Idol School Project: Sakurako Kimino and Masaru Oda

.

.

.

Bulan Tidak Terlihat

By Hikasya

.

.

.

Bagian 1. Putus

.

.

.

"Hubungan kita sudah berakhir!" Toujou Nozomi mengatakan kalimat itu dengan air bening yang berlinang di dua pipinya.

"Tapi, kenapa, Nozomi?" Namikaze Naruto mengerutkan keningnya. Mukanya kusam dengan sorot mata yang meredup.

"Aku tidak bisa menikah denganmu!"

Nozomi melepaskan cincin pertunangan yang disematkan Naruto ke jari manisnya, sebulan yang lalu. Dia menaruh cincin itu ke telapak tangan Naruto yang digenggamnya. Hati Naruto seakan tertusuk jutaan pisau kekecewaan dan kesedihan. Jiwanya berguncang dengan keputusan Nozomi yang tiba-tiba.

Nozomi langsung berlari meninggalkan Naruto di tengah hujan deras yang mengguyur malam. Dia tidak mau melihat ke belakang lagi untuk memastikan keadaan Naruto. Secepatnya sampai di rumah agar Naruto tidak mengejarnya.

Naruto terpojok dengan air mata yang bercampur dengan air hujan. Padahal dia ingin membawa Nozomi untuk menemui keluarganya dan membicarakan pernikahan yang akan digelar dalam waktu dekat. Namun, entah apa terjadi sehingga Nozomi bisa berubah pikiran. Mendadak memutuskan hubungan cinta ini.

"Tidak! Nozomi!" teriak Naruto dengan suara yang keras, menggelegar. Meluapkan kemarahan pada hujan yang tidak bersalah.

.

.

.

Nozomi kini berdiri di halte bus, bersama orang-orang. Dia ingin pergi membeli makanan untuk Ayahnya. Suasana sepi. Semua orang sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing seperti menelepon, membaca, tertawa, bermain ponsel, dan berbagai aktivitas lainnya. Mereka sedang menunggu bus dengan hujan daun-daun kering yang berserakan di jalanan.

Tiba-tiba, angin bertiup kencang menerpa Nozomi dan semua orang. Rambut dan pakaian mereka bergoyang-goyang. Beberapa orang pun merapikan rambutnya yang berantakan, termasuk Nozomi. Daun-daun yang berserakan di jalanan ikut terbang bersama dersik itu. Menambah semarak suasana menjelang tengah hari.

Senyuman tidak pernah tampak di wajah Nozomi sejak memutuskan hubungan dengan Naruto. Hanya kekusaman yang tercermin, dan mata yang sayu yang tidak bercahaya lagi. Dirinya sedang berusaha melupakan Naruto. Namun, belum bisa melakukannya karena hatinya masih merindukan Naruto.

Sedang apa Naruto sekarang? Batin Nozomi.

Di tangan kanan Nozomi, tergenggam sebuah ponsel. Nomor telepon Naruto masih tersimpan di daftar kontak, menuntun Nozomi pernah berpikir ingin menghubungi Naruto. Tapi, Nozomi menahan keinginan hatinya agar tidak memberi harapan untuk Naruto. Jiwanya berharap Naruto melupakannya dan mendapatkan pengganti yang lebih baik dari dirinya.

Harapan Nozomi terkabul. Di seberang sana, terlihat sosok yang menyerupai Naruto. Nozomi membelalakkan netranya.

Naruto, batin Nozomi lagi.

Naruto tidak sendirian, melainkan dengan seorang gadis. Tangannya digenggam oleh gadis itu. Tawanya mengembang dengan wajah yang berseri-seri. Gadis itu juga tertawa dan berbincang mesra dengannya. Pemandangan itu sangat membuat dada Nozomi terasa sakit. Nozomi mematung dengan wajah syok.

Naruto dan Nozomi baru saja putus, dua bulan yang lalu. Selama itu, Naruto sudah mendapatkan pengganti Nozomi. Secepat itukah, dia berpindah ke hati lain? Padahal dia dan Nozomi sudah menjalin hubungan cinta sejak SMA. Mereka saling setia hingga memutuskan menikah setelah tamat kuliah. Namun, takdir berkata lain, sesuatu memaksa Nozomi membatalkan pernikahan itu.

Menyakitkan. Itulah yang dirasakan Nozomi. Jantungnya berdetak kencang, terasa memilukan. Kedua matanya memanas, air bening memaksa keluar dari sana. Bibirnya bergetar, menahan isakan.

Nozomi tidak kuat lagi. Kakinya terayun cepat meninggalkan tempat itu, bertepatan bus pun datang dan berhenti di depan halte. Pintu bus terbuka otomatis. Semua orang masuk satu persatu dan disusul oleh Nozomi.

Pintu bus tertutup otomatis lagi. Bus berjalan lagi. Membawa Nozomi yang duduk di bangku sendirian. Gadis itu melihat ke luar jendela yang terbuka lebar. Air mata seperti butiran cahaya mengalir deras di dua pipinya.

Naruto, aku sangat merindukanmu.

Nozomi membatin itu sambil menyeka air matanya. Berusaha tegar di tengah kesedihan yang menimpanya.

.

.

.

Nozomi tiba di rumahnya yang berdekatan dengan kuil. Dia menggeser pintu dari samping.

"Aku pulang!" seru Nozomi melepaskan sepatu dan meletakkan sepatunya di dekat pintu yang ditutupnya lagi.

"Selamat datang," balas Ayah yang datang dari lorong, "Nozomi, akhirnya kamu pulang, nak."

"Maaf, aku telat, Ayah."

"Tidak apa-apa."

"Ayo, Ayah makan dulu, ya!"

Nozomi berjalan cepat menuju Ayah yang duduk di dekat meja berkaki rendah. Ayah mengangguk. Kedua matanya sayu dan wajah pucat. Tubuhnya lemah karena sedang sakit sehingga tidak bisa menjalankan tugasnya sebagai Pendeta.

"Maaf, ya, Ayah. Aku tidak sempat memasak, makanya beli makanan cepat saji begini," ujar Nozomi memberi nasi kotak pada Ayah.

"Tidak apa-apa, Nozomi. Yang penting, Ayah bisa makan sekarang," sahut Ayah tersenyum. Dia membuka penutup nasi kotak dan segera makan dengan lahap.

"Makannya pelan-pelan saja, Ayah."

"Iya."

Ayah mengangguk lagi. Nozomi mengerutkan kening dengan muka cemas. Dia juga makan bersama Ayah dalam suasana yang hening.

Usai makan, Ayah minum obat. Nozomi menyuruhnya untuk beristirahat di kamar. Gadis itu menyelimuti Ayah dengan kain tebal. Memperlakukan orang tua satu-satunya dengan penuh kasih sayang.

Ayah tertidur pulas karena pengaruh obat dari dokter. Nozomi bergerak pelan meninggalkannya. Menutup pintu kamar dengan bunyi yang halus. Kemudian beranjak pergi ke kuil untuk menjalankan tugasnya sebagai Miko.

Nozomi sudah berganti pakaian dengan pakaian Miko. Dia membersihkan halaman depan kuil yang dipenuhi daun-daun kering berwarna-warni. Angin dingin menusuk kulitnya, tetapi ditahannya. Wajahnya yang serius menjadi sasaran potretan seseorang.

Terdengar suara kamera yang nyaring, mengagetkan Nozomi. Kedua mata gadis itu membulat sempurna saat melihat seorang pria berambut merah datang mendekatinya. Pria itu memegang kamera digital dengan kedua tangannya.

"Permisi, apa benar ini rumahnya Toujou Nozomi?" tanya pria itu dengan wajah yang datar.

"Ya, benar," jawab Nozomi sembari memegang tangkai sapu lidi dengan erat.

"Aku ingin bertemu dengan Toujou Nozomi."

"Ya. Aku sendiri."

"Oh, kamu orangnya. Kebetulan sekali, aku ingin membeli kue yang kamu promosikan lewat media sosial."

"A ... apa? Ma ... mau beli kue?"

Nozomi membelalakkan mata dengan tubuh bergetar pelan. Hatinya menjerit senang karena usaha kue yang baru dirintisnya lewat promosi di media sosial, akhirnya menarik satu pembeli yang berkunjung langsung ke tempatnya. Tidak bisa berkata apa-apa lagi.

Pria itu bingung karena lawan bicaranya bergeming seperti es patung. Lantas dia mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Nozomi.

"Hei, kamu dengar aku?" Pria itu sedikit mengerutkan keningnya.

"Ah." Nozomi tersentak dari syok yang sempat menimpa dirinya. "Oh ya, kamu tadi bilang apa?"

"Aku ingin beli kue yang kamu jual itu."

"Wah, baiklah! Untung sekali, masih ada stok kue itu yang tersimpan di ruangan khusus. Kamu tunggu saja di sini. Aku mau ke dalam dulu!"

Nozomi buru-buru berlari masuk ke rumahnya yang berarsitektur Jepang tradisional. Senyuman hadir kembali di wajahnya yang semringah.

.

.

.

Bersambung

.

.

.

A/N:

Halo, saya hadir kembali dengan cerita yang baru. Cerita ini terinspirasi dari sebuah lagu yang berjudul Mienai Tsuki by Fujita Maiko. Pas dengerin lagu itu, langsung dapet ide cerita yang bergenre romance/drama atau mungkin humor, ya?

Oke, nantikan saja kelanjutannya. Bisa tebak siapa pria berambut merah itu?

Terima kasih karena sudah membacanya.

Tertanda

Hikasya

Senin, 6 April 2020