Author's POV

Terima kasih atas sebuah kerja keras, kegiatan perkuliahan hari ini bisa diselesaikan lebih awal.

Aku terduduk di tempat yang sama dengan waktu berbeda. Kali ini, aku akan menyelesaikan kisah yang telah kubuat kemarin malam.

Sebenarnya, aku memiliki satu alasan,

— aku ingin tidur lebih cepat.

Karena sekarang, hari ini, esok, minggu depan, dan seterusnya tidak akan mengubah adanya satu kenyataan,

— bagiku, dunia tetaplah sebuah kekejaman.

.

.

.

ALBUM FROM THE DAY

Kimetsu no Yaiba by Koyoharu Gotouge

Album From The Day by stillewolfie

Tanjirou K. & Zenitsu A.

OOC, various setting, shounen-ai, twoshots, etc.

.

.

Dedicated For BUCINKTOBER (Budak Cinta in Oktober) From Dwikipan 2019

drabble – from sixteen to thirty one

.

.

16. watching sunset together

Di lorong lantai teratas, terlihat dua remaja saling berpegangan tangan. Mereka tampak buru-buru, berlari, berbelok ke arah kanan, ke kiri, berlari lagi menuju pintu yang telah menjadi satu destinasi.

Kamado Tanjirou membuka pintu atap sekolah dengan kencang. Di belakangnya, dengan tangan masih tergenggam, Zenitsu mengekor sang sahabat seperti anak ayam yang tersesat.

Seketika, kedua mata emas melebar. Pantulan cahaya kemerahan tampak terlihat seperti sebuah keterkejutan.

— di sana, di depan mereka, di ujung daerah barat; matahari telah terbenam dengan indah.

"Tanjirou," Zenitsu tersenyum tidak menyangka, Tanjirou menoleh padanya. "Ini hebat … aku baru pertama kali melihatnya."

"Aku juga," Tanjirou menyahut. Kedua mata juga ikut fokus pada pantulan mentari yang telah berubah menjadi suatu fenomena. "Tapi bagiku, ini tidak ada apa-apanya."

— dan genggaman mereka pun semakin mengerat.

17. watching movie together

Zenitsu tidak pernah ingat kalau Tanjirou menyukai film romantis.

Karena hari Minggu tidak memiliki kegiatan, dia bosan. Jadilah, ia menelepon sang rekan agar menemaninya ke pusat perbelanjaan. Ketika sampai di lantai teratas, salah satu papan teater yang tertempel di bioskop membuat dirinya memiliki satu pemikiran. Tanpa adanya sebuah kesepakatan, Zenitsu pun memaksa Tanjirou menemani dirinya untuk menonton film tersebut bersama-sama.

Kemudian, tidak ada penolakan. Tanjirou dengan wajah sumringah mengangguk mengiyakan tanpa beban.

Mereka duduk di barisan tengah agak ke belakang. Satu cola untuk Zenitsu, satu botol air putih untuk Tanjirou, popcorn yang ditraktir oleh Zenitsu, dan hotdog yang dibeli secara mandiri oleh Tanjirou. Mereka duduk bersebelahan, berdempetan, bahu saling bersentuhan.

— tenang, hangat, damai, dan nyaman.

18. karaoke together

Zenitsu memiliki telinga yang sensitif.

Karena itulah, ia harus menutup kedua telinganya rapat-rapat kalau Tanjirou memiliki kesempatan untuk bernyanyi. Di ruangan temaram ini, teman-teman terdekat telah berkumpul bersama guna merayakan kesuksesan mereka dalam mengerjakan ujian akhir.

Destinasi awal adalah tempat karaoke, lalu ke restoran cepat saji, dan terakhir menuju arena bermain.

Namun ada suatu detik di mana Tanjirou mengambil mic dan bernyanyi, tetapi untuk mereka semua sadar adanya satu perbedaan yang membuat mereka berpikir tanpa henti.

"ZENITSUUUU~" Tanjirou bernyanyi seperti suara kakek-kakek yang terjepit. Kanao menahan tawa, Inosuke sudah berguling-guling di lantai, Murata membeku di tempat, dan Zenitsu terhenyak. "AKUUUU MENYUKAIIMUUU~!"

— hening, suara jangkrik pun tiba-tiba menghampiri.

19. eating ice cream together

Bagi Tanjirou yang telah memasuki masa pubertas, ada beberapa hal di dunia ini yang tidak bisa dirinya tahan.

Kedai es krim milik Keluarga Shinazugawa adalah langganan mereka berdua. Katanya, rasa yang dimiliki begitu unik dan enak. Karena itulah, sudah hal biasa apabila Zenitsu mengajak Tanjirou untuk makan es krim bersama setelah belajar telah menguras otak mereka sampai kehilangan napas.

Kedua mata begitu fokus pada pemandangan yang terlihat di depan matanya. Di sebelah tempat Tanjirou terduduk, Zenitsu sedang menjilat-jilat penuh nafsu pada es krim dengan lelehan buah jeruk di atasnya. Manis, lembut, dingin, dan segar. Zenitsu suka semua manisan, suatu saat ia berjanji akan mengajak kakeknya ke sana jika ada kesempatan.

Namun, ada satu kebiasaan yang membuat Tanjirou harus menahan napas,

— ketika Zenitsu mengeluarkan lidah dengan ekspresi sensual, menjilat-jilat, mengemut, dan mengecup ujung jemarinya yang terkena lelehan es krim.

Kedua pipi milik pemuda berambut merah tidak tahan untuk tidak merona.

— baginya, segala peristiwa sekarang adalah dominasi besar yang amat disengaja.

20. cooking together

Zenitsu tidak pernah berbakat dalam berbagai hal. Tapi kali ini, ia ingin mencoba agar bisa membuat suaminya senang.

Dia akan memasak makan malam.

Dengan gerakan kaku, tangan Zenitsu mencoba untuk memotong bawang. Gemetaran, ketakutan, dan kegugupan telah tertera di wajah yang penuh kepanikan.

Namun kala wajah Kamado Tanjirou muncul secara mendadak berwujud bayangan, membuat pemuda itu lantas diam dan menghela napas.

Trakh!

"Ah!"

Karena hal sebelumnya, konsentrasi Zenitsu terpecah dan membuatnya tidak fokus terhadap pisau yang ia pegang. Pemuda bermata emas meringis, ia nyaris berteriak dan merengek karena luka kecil tanda kecerobohan diri.

Hanya saja, ada suatu atensi yang dengan segera pergi menuju dapur. Begitu cepat, begitu tenang, begitu hebat,

"Kenapa? Apa ada yang sakit—"

— Tanjirou tersentak saat melihat darah di jari manis istri—suaminya saat ini.

Zenitsu menurunkan senyuman, ia memasang wajah sedih. "Maaf, Tanjirou … padahal selama ini kau sudah memasak untukku, t-tapi aku—uhk."

Tidak butuh waktu lama, pemuda berambut pirang pun menangis. Tanjirou hanya bisa tersenyum, ia menciumi wajah Zenitsu yang agak berantakan dan dipenuhi oleh keringat.

"Tidak apa-apa. Terima kasih karena sudah bekerja keras untukku, Zenitsu." Tanjirou berujar lembut. "Ayo, akan kuobati lukamu. Setelah itu kita akan memasak bersama, oke? Jadi, jangan menangis lagi ya…"

21. listening music together

Zenitsu penasaran, Tanjirou pun sadar akan satu hal.

"Tanjirou sedang apa?"

Pemuda berambut kuning meringsut mendekat, lelaki di sebelahnya pun menerima dengan tangan terbuka. Kedua headset yang tertempel di telinga diputuskan untuk dilepas sementara. Mata merah menatap iris emas yang mampu membuatnya jatuh cinta.

"Zenitsu ingin dengar?"

Zenitsu mengangguk. Sejujurnya, ia ingin mencoba colokan yang bernama headset itu.

Mereka memutuskan untuk menipiskan jarak. Dengan telaten, tangan Tanjirou menempelkan headset kiri pada telinga Zenitsu dan yang kanan ke miliknya sendiri. Volume di ipod agak dibesarkan, pemuda berambut pirang menutup mata kala mendengar alunan musik asing di salah satu telinganya.

Tanjirou tersenyum malu-malu. Setelah dua detik berlalu, ia pun juga menutup mata untuk menikmati musik yang mengalun.

Sedangkan di layar ipod milik Tanjirou, terdapat tulisan dengan judul 'Gurenge – LiSa' di detik 0:07.

22. couple under umbrella

Hujan.

Zenitsu menghela napas.

Karena rapat anggota dewan yang terlalu lama, dunia sudah terlanjur hujan deras dan membuatnya tidak bisa pulang sebelum makan malam. Langit telah gelap, sekolah mulai sepi, dan keheningan asing pun terjadi.

Sejujurnya, ia agak sedikit ketakutan.

"Zenitsu-senpai?"

Untunglah pemuda yang dimaksud tidak memiliki catatan kesehatan mengenai jantung dan asma. Zenitsu menoleh secepat kilat, dan ia menghela napas lega kala melihat adik kelas berambut merah telah berdiri di belakangnya dengan satu payung di tangan kanan.

"T-Tanjirou—"

"Ada apa?" Tanjirou mengerutkan alis. Ia menoleh ke arah kanan dan kiri. "Kenapa senpai ketakutan begitu? Apa ada seseorang yang mengganggumu?"

"B-Bukan," Kadang Zenitsu heran mengapa Tanjirou memiliki sikap yang mudah cemas, apalagi terhadap dirinya. "Aku hanya sedang gugup saja. Lagipula, di luar hujan…"

"Senpai tidak bawa payung?"

Zenitsu mengangguk malu.

"Mau pulang bersamaku?"

Kali ini, Zenitsu terkejut. "Hah?"

"Tidak apa, 'kan? Aku juga tidak sedang terburu-buru." Tanjirou tersenyum kalem bak pangeran. "Dari pada senpai sendirian sampai malam. Aku tidak tega meninggalkanmu sendirian."

Pemuda bermata emas tampak berbinar, ia tersenyum lebar dan mengangguk antusias. "Kalau tidak merepotkanmu, aku mau."

"Tentu saja tidak," Tanjirou terkekeh. Mereka mulai berjalan ke pintu masuk sekolah. Ia membuka payung secara otomatis. Zenitsu memandangnya takjub. "Ayo."

Pelan-pelan, Zenitsu mengangguk. "Mm…"

Mereka pun keluar dari lingkungan sekolah dengan payung merah sebagai perlindungan. Tubuh bersisian, melangkah dalam satu irama, bahu juga ikut menempel mesra.

23. picnic

Mereka berdua terduduk di rerumputan.

Tanjirou membuka kotak-kotak makanan yang telah disiapkan untuk kencan yang didiskusikan satu minggu sebelumnya.

Zenitsu terpana kala melihat segala makanan yang dibuat oleh kekasihnya. Onigiri, potongan sosis, telur dadar yang tebal, salad, satu kotak sushi, sup ayam yang masih panas. Disertai air putih dalam jumlah banyak telah ada di botol besar.

"Zenitsu," Tanjirou memanggil semangat. Ia mengambil sepotong sosis tebal dan mengarahkannya pada bibir kemerahan. "Ayo, aaa~"

Zenitsu mengerucut malu. "Aku bukan anak kecil, Tanjirou…"

"Tidak apa-apa," Tanjirou terkekeh. "Aaa—"

"Aaa…"

Hap.

Zenitsu mengerjap. Sekali. Dua kali.

Enak.

24. titanic pose

Zenitsu berdiri di ujung kapal. Kedua mata emas menatap lautan di depannya dengan pandangan luar biasa.

Angin berhembus dari barat, membuatnya tersenyum dan menutup mata. Menyejukkan, indah, hebat, dan sempurna.

Hingga ia sama sekali tidak menyadari langkah tak asing telah mendekat. Tanpa rasa malu, Kamado Tanjirou memeluk sang terkasih yang sedang merentangkan tangan.

"Bagaimana? Kau menyukainya?"

"Ya, sangat." Zenitsu tersenyum lebar. "Akhirnya, mimpiku berpose seperti di film titanic terwujudkan."

25. wear a flower crown

Terima kasih karena kesabaran Nezuko, Zenitsu pun akhirnya bisa membuat rangkaian bunga.

Pemuda itu menatap Tanjirou yang sedang berbicara dengan Inosuke. Pillar Matahari tampak senang, bahagia, dan tertawa. Tidak ada rasa cemburu, iri, atau dengki, melainkan Zenitsu juga merasakan hal positif ketika menyadari bahwa sang terkasih tidak memiliki guratan kesedihan di dalamnya.

Hingga ketika Inosuke beranjak karena dipanggil oleh Kanzaki Aoi, Zenitsu pun berjalan mendekat.

Set.

"Eh—" Tanjirou melirik sang pelaku. Ia mengerjap bingung. "Zenitsu, ini apa?"

"Mahkota bunga," Zenitsu berujar ringan. Pipi merona tanpa sebab. "Kurasa, Tanjirou akan sangat cocok dengan bunga mawar—"

Set.

"Eh?"

Tanjirou tersenyum, ia malah melepaskan rangkaian mahkota mawar ke helai permukaan emas. Zenitsu terdiam.

"Bagiku, Zenitsu lebih pantas memakainya." Jarak mereka menipis dalam waktu sebentar. Wajah yang saling mendekat, jantung keduanya mendadak berdebar. "Karena kau menjadi lebih cantik dua kali lipat, Sayang."

26. wear a couple shirt

Zenitsu merengut. Wajahnya terlihat luar biasa malu.

Sedangkan Tanjirou yang berjalan di sampingnya tampak lebih segar dan dipenuhi dengan senyum.

Tangan mereka saling menggenggam.

"T-Tanjirou…"

"Hm?"

"Ayo pulang."

Tanjirou mengerjap. Ia menggeleng pelan. "Tidak, kau sudah berjanji padaku untuk menemaniku jalan-jalan hari ini, 'kan?"

Ini dia, lagi—Tanjirou yang egois dan tidak bisa dibantah.

Mau tidak mau pemuda mungil bermata emas semakin meringsut mendekat ke tubuh sang kekasih, bermaksud menyembunyikan diri dari tawa serta pandangan takjub masyarakat awam yang terlihat di sekitar mereka.

Sebenarnya, ia tidak bermaksud menolak ajakan Tanjirou untuk berkencan di taman wahana,

— ia hanya tidak suka dengan pakaiaan mereka yang seperti benar-benar menunjukkan bahwa keduanya telah menjalin arti dari hubungan.

Kaus polos bertuliskan 'he loves me' dengan panah ke samping kiri telah ia gunakan untuk hari ini, sedangkan sang lelaki berambut merah kehitaman menggunakan 'i love him more' serta panah ke samping kanan.

— lucu, menggemaskan, protektif, dan mutlak.

27. give a surprise gift

Tanjirou menahan napas.

Ia baru saja pulang dari misi panjang. Ketika dirinya berniat pulang dan ingin memeluk kekasihnya yang sudah menunggu lama, pemuda dengan Napas Matahari sebagai ciri khas malah membatu di tempat.

"T-Tanjirou," Di telinganya, suara itu terdengar mengundang. Malu-malu, dapat ia lihat Zenitsu terduduk di futon mereka, memakai pakaian kebesaran, sedang terduduk dengan pose paling paling seksi yang entah dipelajari dari mana—meminta secara transparan agar diperkosa segera. Sejujurnya, Zenitsu malu setengah mampus. Namun, dirinya sudah menunggu selama dua bulan. Ia merindukan sentuhan Tanjirou serta kegiatan mereka di atas ranjang. "Kemarilah…"

— Tanjirou bersumpah akan membuat sang terkasih menjerit-jerit nikmat hingga matahari kembali menunjukkan diri sebagai sang perkasa.

28. Cuddling

Hal yang paling disukai oleh keduanya adalah saat mereka terbangun ketika matahari terbit.

Dibalik selimut tebal, Tanjirou akan menarik tubuh Zenitsu mendekat kepadanya. Ia menyukai setiap jengkal dari kulit lembut tanpa noda kecuali bercak merah akibat ulahnya tadi malam. Tubuh mereka telanjang, tidak terhalang oleh kain mahal, dan ia sangat menyukai bahwa hal tersebut berupa fakta. Sesekali hidung Pillar Matahari akan menyesap aroma sederhana yang menguar dari sang terkasih, menciumi Agatsuma Zenitsu sampai pemuda itu mengernyit dan melenguh dalam mimpi.

— sesungguhnya, ia juga suka mengecup bahu, tengkuk, pipi, hingga sampai ke bibir dari Pillar Petir.

Bagi Tanjirou, segala sesuatu yang Zenitsu miliki merupakan sebuah candu tersendiri.

29. princess carry pose

Tanjirou menghela napas. Iblis yang baru saja ia tebas telah menghilang dengan abu sebagai tanda.

Sejenak, pemuda itu mengatupkan tangan—berdoa kepada dewa agar iblis tersebut bisa beristirahat dengan tenang.

Kemudian, tanpa berbicara ia berbalik. Kedua mata sibuk menatap objek di depan sana yang sedang mengaduh sakit.

"Eh, eh? Tanjirou … tidak apa-apa, a-aku bisa—huwaa! Apa yang kau lakukan!?"

"Menggendongmu." Tanjirou berucap datar.

Karena pertempuran sebelumnya, kaki kanan Zenitsu tidak bisa bergerak seperti biasa karena berhasil dipatahkan. Untunglah Tanjirou mampu mencium adanya kejanggalan dan menolong pemuda itu secepat yang ia bisa.

Tidak perlu lama, tanpa berpikir panjang, tidak peduli dengan Zenitsu yang masih sibuk meronta di pelukannya sembari pipi bersemu merah,

— Tanjirou lebih memilih untuk terus fokus berjalan keluar dari hutan sambil menggendong Zenitsu dengan kedua tangan.

30. propose

Pada suatu hari, Tanjirou mendadak kepikiran.

Di depannya sekarang, terdapat sosok pemuda berambut pirang emas yang memanjang akibat waktu. Mereka telah bersama selama bertahun-tahun sejak menyandang status sebagai seorang pemburu. Keduanya hanya terpaut jarak satu tahun, oleh sebab itu mereka tidak memiliki pemikiran yang terlalu jauh.

Tanjirou sangat menyayangi Zenitsu seperti seorang saudara, sekaligus pacar.

Ia tidak ingin ada sesuatu yang terjadi terhadapnya. Tanjirou tidak ingin membuat Zenitsu terluka. Tanjirou juga tidak ingin Zenitsu pergi darinya. Tanjirou mencintai Zenitsu hingga berpikir bahwa pemuda bermata emas hanya miliknya seorang.

— ada satu cara untuk mewujudkan impian itu sekarang.

"Zenitsu."

Pemuda yang dimaksud berhenti melangkah, menoleh, mendapati Tanjirou sedang menatapnya juga. Ia memiringkan kepala. "Kenapa?"

Tanjirou menelan ludah.

Pemilik dari Napas Matahari berjalan mendekat. Zenitsu mengerjap ketika jarak mereka malah terlihat berdempetan. Tangan kanan milik Tanjirou telah tersampir ke saku haori-nya, menggenggam sesuatu yang mungil namun berkilauan.

— ketika ia menunjukkan benda tersebut terhadap pemuda berambut pirang, ekspresinya sama sekali tidak terbantahkan.

Mata Zenitsu berkaca-kaca.

"Aku mencintaimu," Tanjirou berbisik. Ia mengambil tangan kiri Zenitsu dan memasang cincin perak di jari manis yang lembut dan kecil. "Jadi, menikahlah denganku."

31. wedding dress

Tanjirou tidak akan pernah merasa lebih bersyukur dibandingkan saat ini.

Ia mengucapkan terima kasih selama puluhan kali dalam hati ketika melihat seseorang berjalan di depan sana, menuju ke arahnya. Menggunakan shiromuku serta penutup kepala yang melindungi rambut berwarna emas, Zenitsu berjalan diiringi dengan Nezuko menuju calon suaminya.

Zenitsu berteriak dalam hati. Dengan kimono hitam gradiasi putih, Tanjirou jauh lebih tampan dan percaya diri.

Ketika hampir sampai, secara insting Tanjirou menggenggam tangan Zenitsu agar bisa mengiringinya menuju pendeta.

Dapat mereka dengar suara tangisan Nezuko, jeritan tertahan dari Inosuke, serta suara riuh dari mantan pillar yang masih hidup. Oyakata-sama, sang istri, kedua saudaranya, serta empat anaknya pun terlihat menghadiri pernikahan keduanya.

Pendeta telah ada di depan mereka, tersenyum.

Hari ini, Kamado Tanjirou dan Agatsuma Zenitsu akan menikah.

— rasa cinta telah tumbuh begitu besar. Hasrat akan saling memiliki sudah mencapai batas. Keinginan untuk membina rumah tangga sebentar lagi terjalin dalam rangka berbagi suka dan duka.

Mereka bersumpah akan saling mencintai hingga maut memisahkan.

.

.

ended

.

.

A/N: ternyata menulis drabble itu menyenangkan.

sampai jumpa di karya selanjutnya!

mind to review?