Author's POV

Waktu telah menunjukkan pukul satu pagi.

Sebagian manusia telah tertidur, pergi ke dunia imajinatif yang terkesan fantasi namun manipulatif. Mereka memutuskan untuk beristirahat agar mampu mempersiapkan diri untuk berbagai hal yang akan terjadi esok hari. Di antara mereka ada anak-anak, remaja, orang tua, atau para lansia yang sudah menutup mata dan terjun ke dunia di mana mereka tidak tahu apa definisi dari beban dan kenyataan. Karena itulah, tidur merupakan kebutuhan yang amat disukai oleh para manusia di dunia.

Malam telah menunjukkan eksistensi. Dunia sedang dihiasi oleh hitamnya langit ditemani dengan awan keabuan yang berkeliling. Bulan sabit berkuasa di atas cakrawala, menampakkan sebuah kuasa yang tidak terbantahkan. Jalanan besar mulai lenggang, beberapa kendaraan hanya sebagian terlihat. Orang jalanan yang iseng berjalan sembari bermain gitar, para pasangan yang sedang bercumbu di dekat semak-semak, serta masyarakat awam yang masih bisa membuka mata dan mengobrol ditemani minuman hangat di tengah-tengah.

Tenang, aman, damai, menyenangkan, hening, dingin, dan terberkati.

Jika di luar memiliki udara dingin yang mampu menusuk pori-pori, maka aku memutuskan terduduk di kursi yang telah kubuat sedikit tinggi. Di depanku sudah ada layar laptop yang menyala, berkas-berkas perusahaan yang minta untuk dibaca, serta segelas susu hangat yang baru saja dibuat oleh seorang sekretaris yang selalu setia dalam menemaniku bekerja. Sejujurnya, aku menyayangi dia, gadis berumur dua puluh dua tahun yang sebentar lagi akan mengalami kebahagiaannya melalui wisuda.

— aku berjanji saat dia lulus awal desember nanti, aku akan memberikannya satu lusin cokelat elit serta satu buket mawar asli.

Perusahaan membutuhkan eksistensiku dalam bekerja. Jika di pagi hari pada pukul delapan hingga lima sore aku harus menghabiskan waktu untuk menuntut ilmu di universitas, maka dari pukul tujuh sampai empat pagi aku akan berada di kantor untuk menyelesaikan berkas. Terima kasih karena ada pengganti yang selalu bersedia mengisi tempatku apabila ada sesuatu yang mendesak. Kampus seolah menarikku untuk terus berada di sana; belajar, membaca, presentasi, menghitung statistik, membuat laporan, berinteraksi, dan memberikan motivasi.

Walau aku adalah seseorang yang cukup penting, tapi aku juga seorang mahasiswa biasa yang perlu pengalaman serta wajib menerima berbagai pengalaman positif.

Tanpa terasa saat aku mengetik ini, waktu telah menunjukkan pukul setengah dua pagi.

Aku menghela napas, menutup kedua mata. Untuk menghilangkan rasa frustasi yang menghantui, aku menyesap susu putih yang telah disiapkan. Aku tidak suka kopi, rasanya pahit dan membuatku jijik. Karena aku menderita insomnia, meminum cairan hitam bukan merupakan sesuatu yang berupa solusi.

Nasi goreng, tidur, susu, air putih, dan menulis,

— mereka semua adalah kesukaanku yang telah tercipta di dunia yang fana ini.

Aku kembali menarik napas, mencoba bertahan untuk membuka mata dan menghitung data keuangan yang telah dialokasikan oleh para karyawan dalam tiga bulan ke depan.

Tolong, aku lelah.

Karena itulah, untuk menghilangkan rasa kantuk sekaligus berniat untuk bertahan dalam menjalani hidup yang dipenuhi oleh segala tuntutan, aku memutuskan untuk membuka salah satu aplikasi ketik dan menulis kisah singkat tidak bermakna.

Jika kau masih memutuskan untuk membaca sampai sini, aku harap kau tidak akan berhenti,

— karena kau akan melihatnya sebentar lagi.

.

.

.

ALBUM FROM THE DAY

Kimetsu no Yaiba by Koyoharu Gotouge

Album From The Day by stillewolfie

Tanjirou K. & Zenitsu A.

OOC, various setting, shounen-ai, twoshots, etc.

.

.

Dedicated For BUCINKTOBER (Budak Cinta in Oktober) From Dwikipan 2019

drabble – from one to fifteen

.

.

.

1. love letter

Di suatu sore, Tanjirou menemukannya.

Setelah dia berlatih kendo sampai pukul enam, ia berniat untuk mengambil barang yang tertinggal di loker miliknya bersama keterangan angka 147 tertempel di sana. Ketika ia membuka dengan kekuatan seperempat, dirinya melihat sesuatu yang terjatuh dan melayang menuju lantai dekat sol sepatunya berada.

— sebuah surat, di dalamnya terdapat satu pesan singkat.

Tanjirou, namaku Zenitsu. Mungkin kita belum pernah bertemu secara langsung, tapi aku menyukaimu. Maaf kalau terkesan lancang, tapi apabila kau juga punya perasaan yang sama … tolong pergi ke lapangan belakang setelah kau membaca segalanya.

— tanpa berpikir panjang, Tanjirou pun melesat dari sana; berlari menggunakan teknik pernapasan yang telah diajarkan oleh Yoriichi-sensei dan ingin melihat rupa manusia yang telah menyatakan cinta.

2. holding hand

Tanjirou melirik hal yang berupa salah satu dari wujud pemilik dari manusia lainnya.

Mereka sedang berjalan-jalan, mengelilingi taman. Udara dingin, burung gagak berkoak-koak, serta lampu perlahan mulai dinyalakan. Hari ini dingin, hari ini tenang, hari ini sunyi.

Keheningan itu terkesan biasa, namun terasa amat janggal jika diukur melalui penciuman dari salah satu pihak di antara keduanya.

Jadilah tanpa berpikir resiko yang akan terjadi di masa depan, salah satu tangan penuh luka memberanikan diri untuk melangkah lebih cepat,

— ia yakin menggenggam tangan kekasihnya sendiri bukan sesuatu yang bersifat ilegal.

Keduanya bersisian. Keduanya melangkah dengan tempo yang sama. Keduanya tidak saling berbicara,

— keduanya saling berbagi kehangatan melalui genggaman tangan.

Ketika mencium aroma Zenitsu yang menguar di udara yang begitu harum dan semerbak, Tanjirou pun tersenyum lebar, pipinya merona bahagia.

— ia senang kalau pemuda berambut pirang juga menanti adanya sebuah proses kecil berupa tangan bersentuhan.

3. forehead kiss

Tanjirou menatap seseorang yang sedang tertidur di futon miliknya.

Kedua mata merah mengerjap kala melihat Agatsuma Zenitsu telah meringsut mendekatinya, mencari satu kehangatan pasti di antara mereka. Tidak lama tanpa memikirkan, Tanjirou pun ikut tersenyum bijak.

Tanjirou berjalan mendekati Zenitsu yang masih tertidur begitu lelap, ia pun mencium kening sang istri—suaminya—begitu dalam, begitu tulus, begitu cinta.

Kemudian, ia pun berdiri. Mematikan lampu, menutup pintu, dan tersenyum.

Tanjirou berjanji akan menyelesaikan misi malam ini dengan cepat,

— agar ketika Zenitsu bangun dan membuka mata, ia sudah melihat wujud Tanjirou yang juga ikut tidur bersamanya.

4. hugging

Tanjirou berkedip-kedip. Kedua mata berbinar, antusias, dan amat bahagia.

Dia merentangkan tangan, siap untuk menerima suatu kebenaran yang amat ia suka sekaligus dirinya cinta.

"Kemarilah."

— singkat, namun membuat satu objek di depan sana terpana.

Dalam waktu singkat, manusia berambut pirang yang tampak babak belur karena baru pulang misi pun memasang wajah terbodoh miliknya. Bibir gemetar, alis yang mengerut, pipi pun merona karena terharu.

Tidak peduli dengan kaki kanannya yang patah, Zenitsu berlari ke arah Tanjirou yang masih berada di posisi yang sama,

Tidak peduli dengan penduduk yang kebetulan lewat, tidak peduli dengan keadaan dirinya sekarang, tanpa rasa malu Zenitsu pun berlari kencang—ia nyaris menggunakan langkah kilat kala ia menggunakan kuda-kuda tersebut dalam teknik pernapasan bentuk pertama.

"TANJIIIIROUUUUU!"

Brukh!

— pelukan yang agak mendorong ke belakang, namun pemuda berambut merah berhasil dalam posisi seimbang.

Mereka amat menyukainya; saling berpelukan membuat hati keduanya menghangat.

Tanjirou pun hanya bisa tertawa.

Ia senang karena Zenitsu sangat suka dipeluk dan dimanja-manja oleh dirinya seorang.

5. head patting

Sewaktu kecil, Zenitsu sering dijadikan objek bully.

Zenitsu, bocah kecil beralis tebal itu menangis, merengek, meringsut di belakang pohon seperti bayi ketika anak-anak tetangga lain mengejek dirinya serta sang kakek karena terlahir dari keluarga yang miskin. Mereka akan melempari batu, menarik-narik rambut Zenitsu yang katanya aneh karena berwarna kuning, dan mengejek dirinya karena tidak mampu melakukan segala sesuatu dengan baik.

Namun, di sana—di depannya, akan ada seorang bocah lain berambut merah membara telah berdiri sembari merentangkan tangan.

Tanpa tahu siapa nama dari sang pahlawan, si kecil bermata emas terdiam. Anak berambut merah tua dengan gagah akan melindungi Zenitsu dari segala siksaan dunia. Bocah berambut kuning tidak tahu bagaimana orang itu bisa mengusir semua anak-anak nakal,

— tapi ada satu hal yang membuat Zenitsu merasa aman di dekatnya,

Puk puk puk.

— ujung kepala miliknya akan ditepuk pelan. Tidak sakit, tidak keras, tidak menyiksa. Terdengar lembut, menyejukkan, dan penuh kasih sayang.

"Sudah, jangan nangis ya? Ada aku kok, sekarang Zenitsu-chan tidak akan sendirian lagi." Agak cadel, namun terdengar lancar. "Aku Kamado Tanjirou. Mulai sekarang aku akan ada di sisimu, melindungi Zenitsu-chan dari bahaya."

6. cheek kiss

Tanjirou tersenyum penuh perhatian.

Zenitsu memperhatikan sang suami malu-malu dibalik poninya yang panjang.

"Zenitsu," Suami berambut merah yang mulai tumbuh dan berkembang, anting hanafuda pun selalu melekat karena sudah menjadi ciri khas, kulit kecokelatan yang terkesan gagah telah menarik senyumnya lebih lebar. "Aku pergi dulu. Sebelum tidur, jangan lupa kunci pintu. Aku akan pulang secepat mungkin. Makan yang banyak ya, aku mencintaimu—"

"Uuh, iya. Aku tahu, kok…" Zenitu menggigit bibir. "…j-jangan terluka terlalu parah. Jangan pergi ke Mansion Kupu-Kupu meski terdesak. Kau harus pulang ke rumah, aku yang akan mengobati lukamu."

Agak sedikit posesif, namun perhatian. Tanjirou terkekeh gemas. "Iya, aku janji. Aku akan langsung pulang. Kupastikan aku tidak akan terluka kali ini."

Zenitsu mengangguk. Dia melirik haori hijau hitam kotak-kotak yang selalu dipakai dari awal sampai sekarang. Pemuda berambut kuning memutuskan untuk merapikan pakaian tersebut sejenak agar lebih rapi, sang suami pun merasa bahagia karena diperhatikan amat detail oleh suami berkedok istrinya ini.

Tidak lama setelahnya, ritual di malam hari ketika Tanjirou menerima misi pun dilakukan seperti biasa,

cup.

Tanjirou menutup kedua mata ketika bibir milik Zenitsu mengecup pipi kirinya dengan penuh ketulusan dan cinta.

7. french kiss

Tanjirou adalah anak yang baik. Ia bersumpah akan menjaga kesuciannya sebelum dirinya menemukan pasangan sah baik di mata hukum dan pihak keluarga.

Karena alasan yang amat tolol namun mengharukan itu, Tanjirou mencium Zenitsu untuk pertama kali setelah pernikahan mereka selesai di mansion utama. Kamar itu tidak besar, namun sangat nyaman untuk keduanya.

"—umh … mmh, Tan—ng…"

Jantung Tanjirou seperti meloncat dari rongga, berdetak-detak dalam kesan positif yang amat membuatnya senang secara nafsu dan cinta. Sejujurnya, ia tidak terlalu paham bagaimana berciuman dengan benar. Ia hanya menerima masukan-masukan sesat yang telah diberikan oleh Uzui Tengen di pesta pernikahan tadi siang.

— sepertinya, semua masukan tersebut berhasil diterapkan.

Tanjirou memasukkan lidahnya pada kedua bibir Zenitsu yang malu-malu juga ikut terbuka. Kedua tulang lunak tersebut saling bersentuhan, berputar-putar, mengecup, mengecap, merasakan setiap deru napas dan rasa manis yang dimiliki oleh keduanya. Ciuman polos yang terkesan kaku itu pun pelan-pelan memanas dan menuju tahap berbahaya. Zenitsu mengalungkan kedua tangan ke leher Tanjirou yang ikut mendorongnya ke futon, kasur empuk yang telah disiapkan secara khusus untuk malam pertama mereka.

Tanjirou berhasil membuat Zenitsu bertekuk lutut, hanyut, dan terbuai dalam waktu beberapa menit saja.

8. lean on shoulder

Pertengahan musim semi telah datang. Suasana sejuk dengan rerumputan merupakan tujuan dari dua pemburu iblis amatiran.

Perjalanan ke Taito membutuhkan 48 jam jika ingin sampai di malam hari. Oyakata-sama meminta Kamado Tanjirou dan Agatsuma Zenitsu menjalankan misi untuk membantai beberapa iblis yang telah menculik wanita-wanita hamil di sana. Hashibira Inosuke juga ikut menyelesaikan misi namun di tempat yang berbeda, lelaki itu ditugaskan bersama Tsuyuri Kanao ke arah barat.

Angin berhembus pelan, menerbangkan ujung helai merah membara milik Tanjirou. Terasa tenang, damai, menyenangkan, namun membuat jantungnya berdebar-debar.

Dia tidak bisa berbuat apa-apa sekarang karena sudah ada Zenitsu yang telah tertidur di sebelahnya—menutup mata, bernapas teratur, dan meletakkan kepalanya pada bahu Tanjirou yang tidak terlalu lebar.

Sejujurnya, pemilik resmi dari Napas Matahari sama sekali tidak keberatan apabila waktu berhenti bergerak saat ini juga.

9. wear a boyfriend shirt

Zenitsu membuka salah satu pintu geser.

Tidak ada penghuni. Sepi. Luas. Kosong.

Pemuda berambut pirang menghela napas sedih.

Tanjirou, baka … kau di mana?

Malam ini ia ingin tidur bersama Tanjirou. Hari ini dia memiliki jatah libur, jadi ia memutuskan untuk bermanja-manja pada kekasihnya yang bodoh itu. Kebetulan, Tanjirou juga diberikan waktu istirahat akibat pertempuran besar di misi sebelumnya. Alasan tersebut menjadi fakta kuat mengapa dari sore sampai sekarang si Pillar Petir mencari keberadaan pemilik dari Napas Matahari yang merupakan seorang pillar terkuat.

— tetapi sebelum bergegas untuk mencari ke tempat lain, kedua mata emas tidak sengaja melirik sesuatu yang tergeletak begitu saja di lantai tatami yang dingin.

Haori hijau hitam kotak-kotak, pakaian tidak asing telah terbaring di sana tanpa pemiliknya.

Zenitsu pun mendadak merona, pikiran usil telah muncul di otaknya yang suka melambat tiba-tiba.

Perlahan Zenitsu memasuki kamar tersebut dan menutup pintu. Ia merangkak mendekati haori tersebut, menggenggamnya lembut. Ia elusi setiap sudutnya, mengagumi bentuk jahitan yang telah dibentuk sedemikian rupa.

— perlahan namun pasti, Zenitsu memakai haori itu ke tubuhnya.

Kemudian, Zenitsu tersenyum lucu. Ia memeluk dirinya sendiri, menutup mata, dan menikmati aroma Tanjirou yang samar-samar dapat dicium oleh hidungnya yang tidak terlalu tajam.

— ia sama sekali tidak sadar bahwa sang pemilik telah ada di sana, mengintip di sela pintu kamar dengan mata bulat serta kedua rona tipis di pipinya.

10. kabedon

Tanjirou menatapnya lekat, Zenitsu menunduk tidak kuat.

Langit sudah berubah warna dari biru menjadi jingga, mengartikan bahwa hari akan beranjak malam dalam waktu beberapa jam. Jendela kelas masih terbuka, membiarkan udara musim semi masuk dan menerbangkan helai mereka.

"Kenapa Zenitsu-senpai sedekat itu dengan Uzui-senpai?"

Posisi mereka tampak terlihat tidak enak—sejujurnya, pihak Zenitsu lah yang dirugikan sekarang. Dengan punggung yang menempel lekat di tembok, Tanjirou yang menghalangi akses kabur menggunakan kedua tangan, wajah mereka yang berdekatan, deru napas yang bertabrakan, suasana yang berat, serta jantung miliknya berdebar-debar tidak karuan.

Zenitsu mengerjap-ngerjap, matanya tampak melirik ke sana ke mari. "Tanjirou … sudah, lepaskan. Aku mau pulang—"

"Aku tidak akan pergi sebelum kau menjawab pertanyaanku."

Terkesan absolut, mutlak, dan murka. Tidak perlu berpikir dua kali bahwa Kamado Tanjirou, adik kelasnya yang telah menyatakan cinta seminggu lalu kepadanya ini sedang marah.

— Tanjirou cemburu. Zenitsu pun ingin menjedukkan dahi karena terlalu malu.

11. hug from behind

Salah satu sikap yang diperhitungkan oleh Tanjirou adalah sebuah kasih sayang.

Tanjirou baik pada semua orang. Ia mencintai setiap manusia dengan tulus serta hati yang dewasa. Tidak sedikit yang menyumpahinya, namun banyak juga yang menyukai kesan positif dari dalam dirinya.

Kamado Tanjirou adalah definisi dari sebuah cinta. Zenitsu pun setuju meski tidak berani mengungkapkan secara gamblang.

Oleh karenanya, ia tidak tahu lagi bagaimana mengekspresikan rasa cinta itu terhadap sang suami yang baru saja resmi dirinya miliki satu bulan lalu. Dibalik lampu temaram, ketika Tanjirou sedang duduk di ruang tamu sembari membaca gulungan surat yang telah dikirimkan oleh Oyakata-sama melalui jasa antar gagak, Zenitsu tidak akan pernah tahan untuk tidak meringsut dan melangkah mendekat,

— satu pelukan telah terjadi. Tanjirou terdiam ketika merasakan kehangatan sudah menjalar di setiap sudut punggungnya yang dingin.

Zenitsu di sana, ikut duduk bersamanya, memeluknya dari belakang.

12. midnight phone call

Malam hari, waktu nyaris mendekati pukul dua belas malam.

"Tanjirou, aku merindukanmu."

— singkat, padat, frontal, melekat, manja, dan jelas.

Tanjirou mendadak berdiri, membuat teman-teman kantornya yang sedang membahas rapat perusahaan pun terkejut karena tindakan sang pemimpin.

"Aku juga merindukanmu. Aku akan pulang dalam waktu sepuluh menit. Tunggu aku, Zenitsu."

Murata menepok jidat. Inosuke menggeram-geram seperti babi hutan sekaligus menggigiti kertas laporan yang ada di atas meja. Kanao tetap tersenyum seperti biasa, Shinobu yang duduk di sebelahnya juga ikut tersenyum namun lebih mengerikan. Sanemi yang nyaris menerjang Tanjirou untuk mencakar wajahnya namun berhasil ditahan oleh Genya. Muichirou melihat atasannya dengan pandangan menerawang; berpikir mengapa bukan dia saja yang jadi pasangan Tanjirou. Iguro menutup mata agar bisa menahan sikap emosional karena tahu tempat di mana ia berada, sedangkan Mitsuri yang duduk di sampingnya tengah memandangi Tanjirou dengan malu-malu sekaligus ber-kyaa pelan.

Tomioka Giyuu yang memiliki status sebagai sekretaris pribadi milik Tanjirou terdiam dengan wajah teflon yang khas ketika sadar bahwa sang pemimpin telah ditelpon—lagi—oleh is—suaminya. Tahu bahwa rapat tidak bisa lagi dilanjutkan, ia pun berdiri dan menatap bawahannya dengan raut pasrah.

"Karena istri dari Tanjirou-sama lagi-lagi menelepon, sekali lagi kita akan menunda rapat sampai besok. Dan Inosuke, berhenti mengunyah kertas laporan itu."

13. sleep on his lap

Zenitsu tersenyum, ia mengelus rambut Tanjirou yang sedang tertidur di pangkuannya.

Hari ini malam memiliki bulan yang sangat indah, rasanya sangat cocok untuk dijadikan tempat untuk bermesraan.

Namun karena segala misi serta status pillar yang melekat, Tanjirou jadi suka tertidur saat mereka memiliki waktu untuk kencan.

Tetapi, Zenitsu sama sekali tidak keberatan.

— karena memperhatikan pantulan bulan di wajah Tanjirou merupakan kebahagiaan tersendiri untuknya.

Cup.

Jidat keras dikecup, Zenitsu berbisik malu-malu.

"Selamat tidur, Tanjirou. Mimpi indah, ya."

14. pocky challenge kiss

Tanjirou menyeringai, Zenitsu nyaris menjerit karena paham akan situasi yang tidak memadai.

Kedua tangan yang digenggam agar tidak terlepas, keempat mata yang saling menatap, rona merah di pipi sang kakak kelas membuat si kouhai tercinta menjadi gemas. Sekali lagi, kedua gigi milik Kamado Tanjirou mengemut cemilan pocky yang sudah mengubungkan dirinya oleh senior berambut pirang.

"Jangan kabur, senpai. Senpai kalah taruhan jadi harus menuruti apa yang kuinginkan, hehehe."

Zenitsu ingin menangis, mata sudah melotot tidak percaya. Sejujurnya, dia malu.

— karena lagi, bibir milik Tanjirou berhasil menciptakan sebuah trik agar bisa kembali berciuman dengan Zenitsu.

15. korean finger heart

Hari ini di Kimetsu Gakuen, pertandingan basket antar kelas sedang dilakukan dalam rangka menyambut akhir dari kegiatan semester sekolah.

"Tanjirou! Tanjirou!"

"Aaa, lihat! Demi Tuhan, Tanjirou-kun keren sekali!"

"Tapi aku bingung, memang tidak apa-apa menggunakan anting di sekolah? Di laporan harian itu pelanggaran, 'kan?"

"Persetan dengan anting, yang penting Kamado-san itu keren!"

Pemuda yang menjadi sorotan karena memiliki ciri khas berupa rambut kemerahan serta anting hanafuda yang merupakan warisan dari keluarga tampak sedang berlari sembari memantulkan bola. Kedua matanya tampak kosong, ia telah berkonsentrasi ke tingkat tertinggi dalam menghadapi lawan di final hari ini.

Set.

Sanemi berdecak, Tanjirou berhasil melewatinya.

"Sialan—!"

Tanjirou telah lolos dari jagaan musuh, melesat menggunakan kecepatan penuh. Ia melompat, bersiap melakukan lay up,

BRAKH!

— dan mencetak angka kedua puluh.

PRIIIT!

Peluit tanda pertandingan telah berakhir sudah dibunyikan. Kelas 1-3 dinobatkan menjadi pemenang dalam pertandingan basket tahun ini. Lawan mereka, kelas 3-2 tampak terengah-engah. Sanemi menggeram, Giyuu hanya bisa diam di tempatnya—ia sadar dirinya tidak melakukan hal yang hebat—Rengoku yang memperhatikan punggung adik kelasnya yang kini menjadi pusat perhatian, dan Uzui pun tak ayal tertawa-tawa seperti orang gila.

Tidak peduli dengan sorakan riuh, baik dari kelasnya sendiri, kelas kakak atau adik tingkat, kedua mata merah tanpa sadar memperhatikan setiap sisi dari ujung lapangan,

— ia pun berhasil menemukan apa yang menjadi tujuan dirinya sekarang.

Tanjirou tersenyum lebar, dengan segera ia merentangkan tangan dan membentuk finger heart versi negara tetangga yang telah dirinya pelajari dari sebuah drama terkenal.

Zenitsu-senpai, aku menang!

— sedangkan lelaki yang dimaksud pun hanya bisa menunduk malu. Ia bersembunyi dibalik siswa lain dan berada di posisi paling belakang.

Agatsuma Zenitsu mencoba untuk mengalihkan pandangan, ia tidak tahan dengan tingkah sang adik kelas yang sok keren dan tampan.

B-Baka!

.

.

continued

.

.

A/N: mohon maaf untuk kalimat pembuka. saya tidak punya ide banyak dan akhirnya memutuskan menulis apa yang sedang terjadi ketika saya mengetik drabble ini. juga mohon maaf karena event ini sudah lama lewat tapi saya memutuskan untuk tetap nulis. :')

menurutmu, drabble mana yang paling gemesin/aneh/gaje?

ternyata mengetik drabble menyenangkan juga ya. :)

ketika saya memutuskan untuk mengetik catatan ini, waktu sudah menunjukkan pukul setengah lima pagi. selamat pagi semuanya, semangat beraktivitas ya.

mind to review?