Prolog

.

.

.


oO)-=-=-=-o-=-=-=-(Oo

Animasi "BoBoiBoy" beserta seluruh karakter di dalamnya adalah milik Animonsta Studios/Monsta(c)

Mengambil ide cerita dan beberapa unsur dari "Uchuu Sentai Kyuuranger" milik Toei Company (c)

Fanfiction "Blazing Stars" ditulis oleh kurohimeNoir. Penulis tidak mengambil keuntungan material apa pun atas fanfiction ini.

Kyuuranger!AU. Adventure-Friendship-Action. Maybe OOC.

oO)-=-=-=-o-=-=-=-(Oo


.

.

"ABANG ROKAAAAAAA!"

"Uhuk! Uhuk—"

Roktaroka terbatuk-batuk ketika pintu rumahnya terbanting membuka dengan keras. Sementara, minuman cokelat panas favoritnya hampir saja membuatnya celaka dengan tersesat masuk dari kerongkongan ke tenggorokan.

"Abang Roka nggak apa-apa?"

Pemuda berusia dua puluh tahunan itu masih menuntaskan batuk-batuknya beberapa detik lagi, sebelum mendelik kepada remaja bertopi merah yang baru saja datang. Bukan cuma topi, rompi tanpa lengan yang dipakainya pun berwarna merah. Hanya celana pendek selututnya yang berwarna hitam, itu pun dihiasi ikat pinggang yang juga merah.

"Astaga, Blaze! Apa kamu nggak bisa mengetuk pintu dan masuk dengan sopan seperti orang kebanyakan?" Roktaroka berkata galak. "Aku hampir mati tersedak, tahu!"

Remaja yang dipanggil 'Blaze' itu cuma cengengesan. Pada akhirnya, sang pemilik rumah yang gemar berpakaian motif batuan magma itu, hanya bisa menghela napas pasrah. Ketika menatap wajah ceria Blaze, senyumnya terbit tanpa permisi. Seperti halnya kekesalannya yang langsung menguap entah ke mana.

"Abang! Abang! Dengar, deh!"

Roktaroka memilih untuk kembali menikmati cokelat dari cangkir kesayangannya yang berwarna sama persis dengan rambutnya, cokelat tua dengan warna merah terang mencuat di sana-sini. Dibiarkannya saja Blaze yang sudah duduk semeja dengannya tanpa izin, lantas berceloteh riang seenaknya.

Rutinitas menyenangkan seperti biasa.

"Besok aku akan meninggalkan planet ini!"

"Uhuk! Uhuk! Uhuk—"

Sekali lagi, Roktaroka nyaris tersedak minumannya. Sementara Blaze masih tersenyum lebar dengan wajah tanpa dosa.

"Abang, kalau minum hati-hati, dong," kata Blaze dengan santainya.

"Memangnya kaupikir ini salah siapa, hah?!"

"Salah siapa memangnya?"

Ingin rasanya Roktaroka menimpuk muka polos itu dengan cangkir di tangannya. Untung saja, ia segera teringat bagaimana sulitnya mendapatkan cangkir itu. Harus dipesan khusus dari Ibukota yang bermil-mil jauhnya. Ditambah lagi, dia sendiri yang harus mengambil pesanannya. Sulit untuk mengirim apa pun ke rumahnya ini, dikarenakan medan yang berat.

Jujur saja, sebenarnya dia kagum pada Blaze yang sering sekali datang berkunjung, walau harus mendaki gunung berapi yang masih aktif. Dan, tentu saja, dia senang setiap kali Blaze membuat rumahnya yang sepi menjadi ramai.

"Pokoknya, aku akan pergi berpetualang!" Mata Blaze membara penuh semangat. "Karena aku pasti—"

"—akan melihat ujung galaksi. Ya, ya. Kamu sudah ribuan kali mengatakan itu sejak kecil."

Roktaroka menghabiskan minumannya, lantas meletakkan cangkir berharganya dengan takzim di atas meja. Detik berikutnya, ia menatap dalam-dalam sepasang netra beriris merah berhias jingga terang laksana nyala api. Sedikit berharap menemukan setitik saja keraguan di sana, supaya ia bisa membuat Blaze mengurungkan niatnya.

Namun, yang ada di dalam sepasang mata itu hanyalah tekad yang teguh, tak tergoyahkan. Sekali lagi, Roktaroka menghela napas.

"Listen carefully. Kalau kamu pergi, bagaimana dengan kakekmu?"

"Makanya, aku mau minta tolong Abang Roka jagain Tok Aba selama aku pergi. Mau, 'kan?"

Seenaknya saja bocah ini!

Sepasang manik cokelat milik Roktaroka kembali saling tatap dengan Blaze yang baru saja tertawa kecil dengan santainya. Lagi-lagi Roktaroka cuma bisa menghela napas pasrah. Mana mungkin dia tega menolak permintaan dari satu-satunya orang yang benar-benar bisa dipanggilnya 'sahabat'.

"Dasar kamu ini!"

Dan lagi, Hot Chocolate Special, minuman cokelat panas terenak di Planet Volcania ini, hanya Tok Aba yang bisa membuatnya.

.

oO)-=-=-=-o-=-=-=-(Oo

.

Blaze duduk santai di dahan sebuah pohon raksasa sembari menggoyang-goyangkan kedua kakinya yang terjulur ke bawah. Sepasang matanya menatap ke langit lepas, sementara senyum cerah menghias wajahnya.

"Meong."

Pemuda itu tersentak kecil ketika mendengar suara dari permukaan tanah yang berjarak hampir dua meter di bawahnya. Ketika ia mengarahkan pandang ke sumber suara, sebuah sosok mungil sudah bergerak cepat, memanjat batang pohon dengan lincah hingga tiba di dahan yang sama dengannya.

"Cattus!"

Blaze tertawa. Sementara, makhluk mungil itu melompat ke pangkuannya, lantas merebahkan diri dengan nyaman di sana. Seekor kucing kecil berbulu hijau dengan ekor bercabang tiga dan berduri seperti kaktus.

"Hei." Blaze mengelus kepala kucing kesayangannya dengan sayang. "Kalau aku sudah pergi nanti, kamu jagain Atok di sini. Oke?"

Seolah mengerti ucapan Blaze, Cattus mengeong pelan. Sepasang matanya yang bulat dan bening menatap Blaze sejenak, sebelum ia kembali berbaring manja di pangkuan majikannya.

"Tapi lama banget, sih, datangnya?"

Blaze menatap langit yang cerah tanpa awan dengan muka cemberut. Padahal ia sudah sengaja meninggalkan pesta ulang tahunnya sendiri di tengah jalan, karena sudah tidak sabar ingin melihat hadiah ulang tahun yang paling diinginkannya saat ini. Hadiah yang dibelinya untuk dirinya sendiri, dengan uang hasil tabungannya selama bertahun-tahun.

Ketika Blaze masih bersungut-sungut, mendadak terdengar suara keras di langit, dari arah yang berlawanan dengan arah pandangnya sekarang. Blaze kembali bersemangat, karena mengenali dengung halus itu sebagai suara mesin pesawat angkasa. Suara yang jarang terdengar di planet kecil seperti ini.

Tak butuh waktu lama, pesawat berwarna dominan hijau tua dan berukuran sedang itu berhenti tak jauh dari posisi Blaze saat ini. Blaze sendiri segera melompat turun dari pohon—diikuti Cattus—lantas mendekati pesawat angkasa yang diparkir melayang beberapa meter dari tanah.

Saat Blaze masih menatap pesawat itu dengan mata berbinar-binar, seberkas cahaya menyorot turun. Mirip seperti tractor beam, tetapi bekerja sebaliknya. Dari cahaya itu, ada sesuatu termaterialisasi. Makin lama membentuk wujud yang makin jelas, dan membuat binar antusiasme di mata Blaze makin menjadi.

Sebuah kendaraan futuristik roda dua berwarna dominan merah menyala!

Blaze cepat-cepat mendekati kendaraan itu begitu sorotan cahaya dari pesawat angkasa menghilang. Ia sontak mengagumi kendaraan itu dari ujung ke ujung. Tepat ketika Blaze mendekati bagian kemudi, mendadak muncul proyeksi hologram dari salah satu bagian panel kendali di dekat kemudinya. Yang tampak di mata Blaze adalah sosok Alien Kubulus bertubuh pendek berkumis.

"Paket sudah dikirimkan dengan selamat ke tujuan, yaitu Planet Volcania, sektor VX-447," sosok hologram itu berkata dengan gaya formal ala pedagang.

"Jadi motor keren ini kendaraan angkasa yang kupesan?" tanya Blaze, masih belum padam antusiasmenya.

"Itu bukan motor, Baaang." Sang pedagang berkata dengan suara serak-serak basah khasnya. "Ini adalah kendaraan khusus yang dibuat oleh Power Sphera Motobot. Canggih, Baaang! Ban depan, ban belakang, bisa dilipat dan bertransformasi seperti bagian sayap pesawat! Dilengkapi bagasi ringkas tapi serbaguna! Panel surya sebagai sumber energi yang tahan lama! Sistem komunikasinya juga terkini, Baaang! Haaa ... Khusus untuk Abang, saya beri bonus pakaian angkasa satu set lengkap, Baaang! Keren, 'kan? 'Kan?"

"Waaaaaaah!" Mata Blaze sudah dipenuhi binar menyilaukan sekarang. "Keren pakai bangeeet~!"

"Oke! Karena transaksi sudah selesai, saya pamit dulu, Baaang! Senang berbisnis dengan Abang—"

"Sama-sama!" Blaze memotong ucapan sang Alien Kubulus. "Namamu siapa, sih? Aku lupa. Bego Go?"

"Bago Go, Baaang! Aduh, Abang ini. Janganlah seenaknya mengganti nama orang, Baaang. Lagipula Bego Go tidak enak sekali didengarnya."

Blaze tertawa kecil.

"Pokoknya, terima kasih banyak!" katanya kemudian. "Omong-omong, kenapa memanggilku 'Bang'? Sepertinya Paman jauh lebih tua daripada aku ...?"

"Ish! Abang, nih! Tak usahlah memikirkan hal yang terlalu detil, Baaang. Tolong panggil saja Bago Go, sebab itu sudah trademark saya. Dan kalau butuh sesuatu lagi, silakan langsung hubungi saya, Baaang! Untuk Abang, nanti saya beri diskon khusus. Oke, 'kan?"

"Oke, oke." Blaze tertawa lagi.

"Baiklah, kalau begitu, saya pamit. Oh ya, perlu diingat, kendaraan ini bisa dipakai dari planet ke planet. Tapi sebenarnya tidak dimaksudkan untuk perjalanan jauh. Jadi, Abang harus sering transit di setiap planet yang ditemui."

"Nggak masalah. Begitu malah asyik."

"Oke, Baaang. Saya undur diri dulu. Senang berbisnis dengan Abang."

Hubungan komunikasi diputus. Pesawat angkasa Bago Go pun memelesat kembali ke angkasa lepas, dan tak tampak lagi wujudnya dalam waktu singkat.

"Meong~"

Blaze tersentak sedikit ketika Cattus menggosok-gosokkan tubuh ke kakinya. Sembari tersenyum lebar, diangkatnya Cattus ke dalam gendongan.

"Aku harus pergi sekarang, Cattus. Baik-baik di sini, ya? Jangan khawatir, aku sudah meninggalkan pesan untuk Tok Aba."

Blaze mengambil sebuah tas ransel merah yang sedari tadi sudah disiapkannya di balik pohon. Dimasukkannya tas itu ke dalam bagasi kendaraan angkasa yang ternyata cukup lapang.

Sang pemuda terdiam sejenak. Sembari menarik napas, disapukannya pandang berkeliling. Seluas mungkin, seolah ingin mematrikan sebanyak-banyaknya kenangan dari planet tempat tinggalnya ini.

"Selamat tinggal, Volcania. Aku pasti akan kembali lagi kemari."

Cattus mengeong manja sekali lagi di dalam pelukan majikannya. Blaze hanya tertawa. Dielusnya kucing mungil yang mengenakan kalung dengan semacam bel kuning kecil di bagian depannya itu, lantas diturunkannya kembali ke tanah.

"Bye, Cattus."

Cattus mengeong kecil. Tampak sedih, tetapi tak lagi memaksa untuk mendekati Blaze.

"Blaaaaaaaze!"

Sang pemilik nama tersentak kecil ketika mendengar seruan yang sangat dikenalinya. Ia menoleh ke asal suara dan melihat seorang tua berbaju biru sedang tergopoh-gopoh menghampirinya.

"Gawat!"

Blaze cepat-cepat melompat ke atas kendaraan barunya. Matanya menyapu sekilas permukaan panel kendali di antara kedua setang kemudi. Untunglah, tombol untuk menyalakan kendaraan ini mudah ditemukan karena didesain lebih besar daripada tombol-tombol lain, ditambah warnanya yang merah menyala alih-alih hitam seperti tombol lain.

Mesin menyala. Kendaraan secara otomatis tinggal landas perlahan secara vertikal, bersamaan dengan roda ganda di bagian depan dan belakang yang masing-masing melipat ke dua arah, kanan dan kiri. Ketika kendaraan telah mencapai ketinggian tiga meter dari tanah, ia berhenti sejenak. Melayang, sementara kaca pelindung bening transparan perlahan menutup dari arah depan dan belakang.

"BLAZE!"

Blaze yang masih terpana, sontak tersentak kaget, ketika tiba-tiba dipanggil sebegitu keras dari bawah. Ia memandang ke arah datangnya suara, dan baru menyadari setinggi apa ia sudah terbang. Namun, kekagumannya teralih oleh wajah marah sekaligus cemas dari kakek berkacamata dan bertopi baret putih di bawah sana.

"Tok Aba!" remaja yang hari ini genap berusia tujuh belas tahun itu berseru riang. "Aku harus pergi! Tapi nanti aku pasti akan pulang!"

"Tunggu! Blaze—"

Kata-kata sang kakek terputus dari pendengaran Blaze. Tentu saja, mana mau dia menunggu, dengan resiko cita-citanya sedari kecil harus tertunda lebih lama lagi.

Dengan semangat menggebu, dan jantung berdegup kencang oleh antusiasme, Blaze memacu kendaraannya. Memelesat pergi dengan kecepatan penuh, menuju petualangan!

.

.

.


Trivia

Super Sentai

Serial Super Sentai (atau biasa disebut Sentai saja) adalah salah satu lini tokusatsu (superhero Jepang) dengan hero/heroine dalam sebuah tim dan memakai kostum seragam berwarna-warni. Di kita mungkin seri Power Rangers lebih populer, yah. Nah, Power Rangers itu sebenarnya adalah adaptasi versi Amerika dari seri Super Sentai yang aslinya berasal dari Jepang, tepatnya produksi milik Toei Company.

Di Jepang, satu seri Super Sentai biasanya terdiri dari sekitar 50 episode, tayang mingguan dan tamat dalam jangka waktu setahun. Di setiap tahunnya, akan selalu ada seri Super Sentai baru dengan cast, tema, dan cerita baru yang berganti-ganti.

Kyuuranger

Serial Uchuu Sentai Kyuuranger (atau biasa disebut Kyuuranger saja) adalah seri ke-41 Super Sentai, menceritakan para pahlawan angkasa yang melawan tirani penguasa planet-planet.

Kyuuranger adalah seri spesial yang untuk pertama kalinya menampilkan 9 member utama dan 3 member tambahan. Sedangkan seri Super Sentai pada umumnya memiliki 5 member utama dan 1 atau 2 member tambahan.

Kyuuranger mengambil tema ruang angkasa dengan 9 dari total 88 konstelasi bintang sebagai fokusnya.

Tambahan, seri Kyuuranger sendiri sudah tayang beberapa waktu lalu di Indonesia, melalui channel RTV. Jadi, mudah-mudahan konsep cerita ini nggak terlalu asing buat para pembaca.

.

.

.


* Author's Note *

.

Akhirnyaaa~ Bisa publish jugaaa~ TTATT *nangis haru*

Halo, semuanya. Apa kabar? :"D

Ini adalah project fanfic petualangan dari saya yang udah berbulan-bulan direncanakan. Hampir bersamaan dengan Drifting Lights -nya Harukaze Kagura, tapi Blazing Stars baru bisa publish sekarang. *bow*

Seperti Drifting Lights, Blazing Stars juga sama-sama mengambil AU dari seri tokusatsu. Dan yaaa ... Kami berdua (saya dan Haru) banyak berdiskusi tentang kedua project kami. Jadi, terima kasih banyak buat Haru. I luv youuu~ XD *plak*

Oh ya, baru nyadar, hari ini tanggal 10 Nopember, bertepatan dengan Hari Pahlawan. Pas lah, dengan tema kepahlawanan dalam cerita ini.

Dan buat semuanya aja, selamat menikmati~

.

Regards,

kurohimeNoir

10.11.2019


.

.

Cerita berlanjut ...

.

.

.

Pria tua itu memandangi jejak asap tipis dari kendaraan angkasa cucu semata wayangnya yang telah hilang dari pandangan mata sejak beberapa detik sebelumnya. Sepasang matanya berkaca-kaca.

Tindakan Blaze kali ini sungguh di luar dugaannya. Tentu saja, dia sudah lama tahu cita-cita Blaze yang ingin menjelajah angkasa. Namun, tetap saja, sang kakek tak menyangka Blaze akan senekat ini. Pergi mengembara ke ruang angkasa luas tanpa batas, walau tahu dirinya takkan mengizinkan.

"Akhirnya dia berangkat juga, ya ..."

Tok Aba tersentak sedikit ketika seseorang tiba-tiba muncul dari balik pohon di dekatnya. Dari gerak-geriknya, dia sudah cukup lama berada di sana.

"Roktaroka." Tok Aba menatap pria muda itu teramat tajam. "Jangan-jangan kau sudah tahu, Blaze akan pergi seperti ini?"

"Bukankah Anda sendiri sudah tahu bahwa hal seperti ini akan terjadi, cepat atau lambat." Roktaroka tidak kehilangan ketenangannya walau tatapan Tok Aba cukup mengintimidasi. "Yang Mulia Wiseman."

"Kau sudah berjanji, akan membantuku menjaga anak itu." Sesuatu berkilat di dalam mata Tok Aba. "Dan jangan panggil aku seperti itu di sini. Bagaimana kalau ada yang dengar?"

"Maafkan saya." Roktaroka membungkuk sekilas, tetapi bibirnya mengulas senyum. "Anda tidak perlu terlalu cemas. Blaze itu lebih tangguh daripada yang kita duga."

Tok Aba menghela napas panjang. "Tapi anak itu tidak tahu apa-apa tentang dunia luar. Aku dan kau, yang telah menghalanginya untuk mendapatkan pengetahuan soal—"

Ucapan itu tak kunjung dilanjutkan, sampai Roktaroka memutuskan untuk ikut menyampaikan buah pikirannya. Soal Blaze. Dan soal yang menjadi beban pikirannya selama ini.

"Saya pikir, tidak adil jika kita terus membiarkan Blaze di dalam kegelapan." Roktaroka memulai. "Dia memang harus terlibat, cepat atau lambat. Dan, sekali lagi saya katakan, Anda tidak perlu terlalu cemas. Dia akan cepat belajar. Dia bahkan bisa saja menemukan jalan yang tidak bisa kita lihat."

"Tapi—"

"Lagipula, anak itu adalah anak paling beruntung di alam semesta, bukan?"

Kali ini, Tok Aba terdiam. Roktaroka tersenyum tipis. Di matanya ada binar yang sudah lama tidak dilihatnya di dalam sinar mata orang-orang.

Harapan.

Benar. Saat ini, mungkin itulah yang dibutuhkan oleh semesta ini. Jika memang Blaze yang ditakdirkan untuk membawa harapan itu, maka apa hak mereka untuk menentang kehendak bintang-bintang?

.

.

.

Bersambung ...