Duniaku yang sekarang ini sangat merepotkan. Aku tidak bahagia di dunia ini, aku tidak kuat. Ya meskipun aku hanya salah satu dari milyaran manusia yang tidak bahagia.

Kalau aku bisa memilih, aku ingin mati dan terlahir kembali di dunia lain, walau aku tidak yakin dengan adanya keberadaan dunia itu. Tidak perlu menjadi sosok berbeda, yang kuinginkan adalah di dunia selanjutnya aku bisa mendapat adik yang imut.

Tunggu?

"Bangun! Ini sudah pagi!"

Suara siapa ini? Ah mengapa suaranya terdengar menggemaskan?

"Merepotkan, bangunlah!"

"Aaa!!"

--

Pagi ini aku sarapan bersama keluarga baruku.

Memalukan sekali hari pertama aku sudah bangun kesiangan. Untung yang membangunkanku adalah adik imut baruku Hanabi, jadi aku tidak menyesal bangun kesiangan. Ya meskipun aku agak kecewa dengan cara yang dia gunakan.

"Sayang sekali ya Naruto. Kalau kau bangun lebih pagi mungkin Hanabi sekarang senang karena bisa di antar olehmu."

Ibuku, duduk di depanku tersenyum. Tersenyum dengan manis.

Mungkin sebenarnya dia kecewa padaku, ya anaknya bangun kesiangan memang suatu hal yang mengecewakan orang tua.

"Maaf."

Terlambat sudah, kejadian ini mungkin akan menjadi pemicu pandangan orang tua baruku padaku menjadi sama dengan pandangan orang tua kandungku.

Jika itu terjadi, mungkin aku akan diam-diam kabur dari rumah ini.

"Ya, tidak apa-apa."

"Terima kasih."

Dia tersenyum lagi setelah aku mengucapkan terima kasih.

Apa kau tidak tahu pesona senyuman manismu itu Ibu? Tolong jangan buat aku jatuh cinta.

Tidak, aku benar-benar bercanda tentang ini.

"Hari ini aku harus melakukan apa, Bu?"

Sangat canggung sekali sebenarnya yang kurasakan.

Bayangkan, tiba-tiba saja menjadi keluarga dari orang yang baru kau kenal dan tinggal di tempatnya. Aku masih merasa kalau aku bermimpi.

"Kenapa bertanya padaku? Sekolah hari ini tidak libur bukan?"

Tentang itu. Sekolah, salah satu tempat yang aku tidak mau datangi lagi selamanya.

Tapi, aku harus melakukan apa lagi?

"Aku tidak mau pergi ke sekolah lagi."

Aku menunduk, berharap Ibuku tidak memberikan kritik tentang apa yang ku putuskan. Walau semua orang tua itu mengharapkan anaknya sekolah dan menjadi orang sukses.

Haha, sangat lucu saat kata menjadi orang sukses itu kudengar. Tidak ada bukti pasti kalau bersekolah itu bisa menjadi orang sukses, walau aku tahu sih masa depan itu tidak ada yang tahu, jadi tidak perlu ada bukti sebenarnya atau malahan bukti itu sama sekali tidak mungkin ada.

Hehe, sebenarnya aku hanya malas saja pergi.

"Ibu tahu yang kau maksud itu adalah, kau tidak mau pergi ke tempat itu lagi."

Hah... Dia seperti dukun pembaca pikiran yang bagiku itu hal yang mengerikan.

"Tenang saja, minggu depan kau akan satu sekolah dengan Hanabi."

"Iya, baiklah Ibu."

Dengan semua keadaan ini tidak ada kesempatan diriku untuk membantah tentunya. Ayolah aku bukan orang yang tidak tahu terima kasih tentunya.

"Pagi Naruto, Kushina."

"Pagi sayang."

Ayahku menghampiri kami dan duduk di samping ibu setelah sebelumnya menyapa kami.

Ibu ku menjawab sapaan nya dengan senyuman manisnya itu. Aku? Aku hanya mengangguk sambil tersenyum canggung.

Semalam kami sudah berbicara. Walau begitu aku sama sekali tidak bisa langsung merasa nyaman untuk menganggapnya benar-benar Ayahku.

"Maaf ya Naruto. Hanabi semalaman mengunci kamarnya."

Ayahku semalam sudah memberi tahu ku sebenarnya. Tentang Hanabi yang sepertinya malu bertemu denganku karena saat Ayah memanggil Hanabi, dia menjawab.

"Aku tidak mau!"

Dengan manis, setidaknya begitu kata Ayahku.

"Tidak apa-apa."

"Hm, aku punya tips untuk mendekati gadis manis seperti Hanabi. Kau mau dengar Naruto?"

"Hm, boleh juga."

Ayahku ini ternyata berpengalaman soal mendekati gadis-gadis.

Ku lihat Ibuku menampakan raut kesal dan pergi meninggalkan kami tanpa mengatakan apapun setelah Ayah memulai sesi mengajariku beberapa tips.

Sepertinya Ayahku dulu seorang fvck boy. Haha.

--

Kebingungan sekarang, aku tidak tahu harus melakukan apa hari ini. Aku juga jadi khawatir untuk hari besok mungkin akan sama membosankannya seperti ini, karena hari Senin yang Ibuku bilang hari aku masuk sekolah baru, itu masih dua hari lagi.

Hanya duduk santai saja aku di depan rumah. Di atas teras yang baru saja aku sapu, dengan maksud hanya untuk membuat aku nyaman duduk di sini.

Saat sedang bersantai Ibuku datang dari dalam rumah. Dia berjalan dan berhenti di depanku, menatap sambil tersenyum.

Ada apa sih Bu?

"Sudah jam pulangnya Hanabi. Tolong jemput dia Naruto."

Oh..

Aku melihat langit memang sudah nampak senja. Akhirnya aku ada kegiatan.

"Baiklah. Ngomong-ngomong dengan apa aku menjemputnya?"

Ibuku hanya tersenyum manis di depanku saat aku bertanya seperti itu.

Kenapa?

--

Untuk hari ini aku merasa beruntung karena hari ini udara tidak terlalu panas.

Kau bisa tebak mengapa aku merasa beruntung karena hal itu.

Ibuku, kupikir senyuman manisnya itu menandakan hal baik, ternyata sebaliknya. Aku sekarang harus berjalan kaki menjemput Hanabi, yang sepertinya jarak sekolahnya dari rumah sangat jauh karena tadi pagi Hanabi menggunakan mobil untuk berangkat.

Tunggu? Bukannya Ibu punya mobil untuk menjemputnya ya?

Hah... Sudahlah, mungkin dia memang mengerjaiku kali ini.

--

Setelah berbagai jalan kulalu akhirnya aku bisa melihat nama sekolah yang Ibuku tadi beritahu sebelum aku berangkat.

Aku saat ini sedang berdiri di samping gerbang, menunggu Hanabi tentunya.

"Menunggu siapa dek?"

"Ah, Hanabi adik saya pak."

Aku baru sadar ternyata ada orang di sampingku. Ternyata sekolah ini ada satpamnya juga ya? Bukan hal aneh sih.

"Oh, anak gadis yang manis itu?"

"Bapak tahu?"

Saat melihat Hanabi pertama kali aku sempat ragu kalau dia itu mempunyai kemampuan sosial yang baik. Dari caranya dia menyambut ku juga dari raut mukanya yang selalu jutek tapi manis, hehe.

Tapi ternyata dia cukup di kenal. Bahkan satpam yang seringnya melihat anak gadis yang bukan hanya Hanabi, bisa tahu saat aku sebut nama Hanabi padanya.

"Tidak."

Sialan, benar-benar sialan. Ternyata dia membohongiku.

Satpam di sampingku ini malah tertawa dengan lawakan yang dia buat sendiri.

Hah... Lama sekali Hanabi keluar.

"Ah, Hanabi!"

Setelah beberapa menit, akhirnya Hanabi keluar. Kulihat dia bersama dua orang temannya, mereka bertiga menengok padaku setelah aku berteriak.

Raut muka mereka berbeda kecuali kedua teman Hanabi yang menunjukan raut muka sama sama bingung.

Yang berbeda adalah Hanabi. Dia nampak menunjukan raut muka kesal lalu berjalan menghampiriku.

Sepertinya dia tidak senang.

"Ayah bilang tadi akan menjemput ku. Jangan bilang kalau kau di suruh menjemput ku karena Ayah sibuk?"

Tunggu dulu, sabarlah dalam memberi pertanyaan Hanabi. Ya walaupun intimidasi yang dia lakukan terlihat menggemaskan.

"Aku tidak tahu."

Dia hanya menatapku tajam. Yang terlihat olehku tatapan manis yang lucu. Adiku sangat imut pemirsa!

"Hanabi, Naruto! Sini!"

"Ah itu Ayah!"

Setelah aku mengucapkan itu, Hanabi terlihat senang dan lalu berjalan pergi menuju Ayah yang ada di seberang jalan.

Aku pun mengikutinya tentunya, aku tidak mau berjalan kaki untuk kembali ke rumah.

--

"Hahaha.. Maafkan Ayah, Naruto."

Karena kesalahanku sebenarnya.

Karena aku tadi terburu-buru berangkat ke sini tanpa menanyakan lebih lanjut pada Ibuku, aku malah mendapat kesialan ini.

Ternyata tadi saat Ibu tiba-tiba masuk ke dalam adalah untuk memanggil Ayahku. Dan aku tidak tahu kalau ternyata aku hanya di suruh menemani Ayah saja.

"Maafkan aku, Kak Naruto."

"Eh?"

Apa ini? Tiba-tiba Hanabi bertingkah manis seperti ini? Dan juga, aku di panggil Kak Naruto olehnya?

Aku tidak tahan melihat kemanisannya! Dia meminta maaf padaku dengan muka berpaling yang bagiku itu sangat imut.

"Tidak apa-apa Hanabi, adiku yang imut."

"Jangan memanggilku imut!"

Walaupun ini sebenarnya bukan salah Hanabi, tapi Hanabi sadar kalau aku ke sini karena ingin menjemput dia. Ah sangat manis sekali.

Ayahku tertawa setelah mendengar Hanabi berteriak barusan. Aku juga ikut tertawa.

Hah... Menyenangkan ya punya adik yang manis?

--

Haha...

Raynoval. Maksudnya apa Om? :v ga ngerti jelas aku. Makasih udah review.

Terima kasih.