Aku merasa, sakura juga ikut mentertawakanku.

Siapapun akan mengerti, aku memang tidak seharusnya berada di sini.

Seluruh pandangan jatuh seolah-olah aku turun dari dunia lain.

Langkah orang-orang yang tersedak ketika turun dari kendaraan mewah mereka. Pandangan yang tidak asing di mata. Aku paham itu.

Tidak ada air mata. Tidak ada alasan untuk menyerah hanya karna hujaman belati yang menyeruak dari setiap tatapan orang-orang di sini..

Adalah dia yang memiliki luas tidak bertepi. Megah mewah, bukan makanan bagi mataku. Semua berkilau seakan-akan terukir dari lautan kristal. Mereka yang lalu-lalang bak pangeran dan permaisuri. Sebuah lukisan mata yang tidak terjangkau.

Namun, aku ada di sini.

Menjadi bagian dari mereka. Menghirup dan menikmati udara yang sama.

Aku Midoriya Izuku. Rakyat jelata satu-satunya yang ada di universitas terbaik di seluruh dunia.

Meteor Garden

Present by Fellycia Azzahra

My Hero Academia belongs to Horikoshi Kohei

AU, roman, drama, komedi

Cerita ini dibuat sebagai versi lain dari drama legendaris Meteor Garden

Penulis tidak mengambil keuntungan dalam hal apapun perihal pembuatan cerita ini

Episode 1

Part I

Midoriya tersandung kakinya sendiri untuk yang kesekian kali. Jika diperhatikan, mungkin telah tercetak memar di sana. Pemandangan di hadapannya telah menjadi bius. Bahkan ia sudah tidak bisa merasakan napasnya lagi.

Iris hijau jernih bergulir ke atas mengikuti sesuatu yang besar semampai, menjulang ke atas bagai tiada tepi. Gedung yang disebut-sebut dapat mencakar langit itu juga telah sukses mencakar matanya. Midoriya sesak napas.

"Apa itu sejenis gedung satelit?" gumamnya. Memandang kosong pada balok-balok kaca yang menjadi cangkang bagi gedung di hadapannya. "Tinggi mereka tidak masuk akal."

Sepeda tua kembali digiringnya perlahan. Meminta maaf karena kepalanya masih tidak bisa berhenti berputar-putar takjub. Banyak orang lalu lalang melewati, mengamati Midoriya yang seperti bebek dalam kerumunan angsa di sini.

"Sepuluh—tidak, luasnya dua puluh kali lipat kompleks rumahku."

Itu yang menjadi perhatiannya sejak tadi. Kampus ini seperti sebuah kota mini. Dipimpin dua gedung pencakar langit dan gedung-gedung mewah lain yang tidak kalah besar. Tempat parkir mobil otomatis, taman bunga super luas, lapangan golf raksasa, kafe, bahkan restoran. Midoriya yang isi kepalanya hampir hilang hanya bisa terngaga.

Ia semakin tampak bodoh ketika menyaksikan sendiri gedung parkir mobil otomatis yang melegenda itu, sungguhan bekerja secara otomatis. Hanya terlihat seperti gedung biasa jika dari kejauhan. Namun di dalamnya terdapat satu tiang katrol yang menarik ke atas mobil-mobil mewah milik mahasiswa, menempatkan mereka sesuai dengan serinya. Semakin terbaru seri itu, semakin bagus tempat yang diberikan.

Midoriya berusaha menelan alunan halus melodi orchestra yang diputar lembut dari dalam gedung demi mempertahankan kewarasannya.

Mereka memberlakukan gedung parkir otomatis karena seluruh penghuni tempat ini memakai mobil yang selalu berganti-ganti, dengan kadar kemewahan yang menyesakkan dada. Demi menjaga keamanan dan kelayakan tempat ini, fasilitas itulah solusi terkini.

Jangan tanya dari mana Midoriya mengetahui seluruh informasi itu. Berterimakasih lah terhadap stasiun televisi kesayangannya yang setiap minggu menayangkan segala aktivitas universitas ini.

Di tengah-tengah halaman luas, air mancur besar berbentuk tiga malaikat kembar berdiri dengan indahnya. Guci-guci dalam genggaman mereka memuntahkan air ke dalam kolam kaca yang tertanam di tanah. Di situlah Midoriya rehat sejenak.

Tampak di kejauhan mobil-mobil mewah datang silih berganti. Orang-orang muncul dari dalamnya. Memamerkan serangkaian penampilan modis mereka. Perpaduan dari pakaian mahal, kulit terawat, wajah indah dan mobil mewah.

Adalah rahasia umum jika mahasiswi di universitas ini tersaji bak seorang model. Jauh dari gambaran khas mahasiswi pada umumnya yang gemar berkutat dengan buku dan kamus besar, katamata tebal serta almamater lusuh.

Mereka datang bagai permaisuri dalam drama televisi. Pakaian mahal berkilau, kacamata pelindung matahari, pelayan yang kerjanya hanya membukakan pintu mobil untuk sang putri.

Jika bukan model, maka mereka pantas disandingkan dengan cosplayer kesayangan Midoriya.

Midoriya mengulas senyum. Tidak, ia bukan iri. Justru merasa bangga dan kagum. Sebentar lagi, dirinya akan satu kelas dengan orang-orang hebat seperti mereka.

Tiba-tiba ponsel dalam saku celananya bergetar. Ibunya menelpon. Suara lembuh penuh kecemasan menyapanya.

"Um. Aku sudah sampai. Tidak, belum. Aku masih mencarinya."

"Jangan lupa menelpon ibu jika terjadi apa-apa."

"Aku baik-baik saja, Bu."

"Jangan lupa makan makan siangmu, Nak."

"Pasti, Bu."

Mereka terus berbincang. Midoriya lega ibunya menelpon. Suara wanita paruh baya itu betul-betul bisa meredakan raga gugupnya.

"Izuku, bagaimana di sana? Apa sama dengan yang kita lihat di televisi?"

Midoriya teringat. Ia dan ibunya adalah penggemar Tokyo International University. Wanita paruh baya itu selalu ingin tahu semua hal tentang universitas ini..

"Tunggu sebentar, Bu."

Midoriya menyalakan kamera ponsel. Memotret beberapa tempat untuk dikirim ke ibunya.

Terlalu sibuk dengan ponselnya membuat Midoriya tidak sadar bahwa tidak jauh dari sini, ada beberapa pasang mata dengan sigap mengamati. Beberapa gadis berpakaian modis melaporkannya kepada petugas penjaga. Ia langsung menyadari itu ketika mereka dengan sorot mata jijik, melempar pandangan yang amat tajam.

Tidak berselang lama, petugas penjaga itu berjalan menghampirinya.

Tubuhnya sedikit kaku ketika lelaki dengan tubuh gagah itu berjalan mendekatinya. Terlihat mencolok dengan setelan biru-hitam serupa seragam kepolisian.

Midoriya berpamitan dan menutup telepon ibunya.

"Ada yang bisa kami bantu?"

Petugas penjaga yang berdiri di hadapannya itu memandang dengan tatapan siapa-kau-dan-apa-yang-kau-lakukan-di-sini. Midoriya berusaha tenang. Tidak perlu takut. Ia tidak melakukan kesalahan apapun di sini.

"Maaf. Saya istirahat di sini karena kelelahan."

"Sedang mencari sesuatu?"

"Saya mencari resepsionis untuk menyerahkan surat kelulusan."

Midoriya menyadari perubahan pada wajah petugas itu. Tampak terkejut untuk beberapa saat.

"Mahasiswa baru?" tanyanya.

Midoriya mengangguk.

Air wajah petugas itu semakin terlihat. Midoriya tersenyum maklum. Berduaan dengan sepeda tua di tengah-tengah kepungan mobil mewah sudah cukup membuatnya menjadi pusat perhatian. Kebanyakan dari mahasiswa baru datang bersama teman atau seorang bodyguard, berpakaian bagus dan berwajah layaknya orang kaya. Yang jelas, berbeda jauh dengan Midoriya.

"Resepsionis di lantai 2. Gedung sebelah sana."

Midoriya terkejut hingga mendongakkan kepala. Belum sempat mengucap terima kasih, petugas penjaga itu telah lebih dulu berlalu meninggalkannya.

Ia tidak buang-buang waktu untuk segera masuk ke dalam gedung. Ada rasa gugup dan antusias yang memberatkan langkahnya. Antara takut dan tidak sabar.

Midoriya semakin dibuat pusing dengan sepeda tuanya ini. Ia harus cepat-cepat cari tempat sebelum dibuang oleh penjaga karena mengira ini barang rongsokan.

Untuk sementara, sepeda ia amankan di dekat deteran pohon cemara yang digantungi kristal. Midoriya mengambil napas panjang sambil berdoa dalam hati.

"Semoga aku tidak pingsan melihat isi dalamnya."

Doa khas orang-orang yang dalam hidupnya jarang sekali dapat masuk ke tempat-tempat mewah.

Midoriya tidak mengerti itu gedung apa, dari luar yang terlihat hanya gedung besar dengan dinding bening dari kaca.

Hal pertama yang menyapanya saat memasuki gedung mewah itu adalah sambutan hangat dari orang-orang bersegaram serba putih. Wanita-wanita dengan riasan cantik membungkukkan badan untuknya. Salah seorang dari mereka meminta Midoriya untuk rehat sejenak di penginapan mereka.

Tawaran itu membuat Midoriya sedikit berteriak. Sadar telah menjadi pusat perhatian, laki-laki bersurai hijau lembut itu menolak dengan gelengan lemah. Menutupi wajah merahnya dengan kedua tangan.

Satu pelayan wanita cantik mengikuti langkahnya sambil menjelaskan berbagai fasilitas kelas atas yang tersedia di tempat ini. Mereka menyebutnya Administration Building. Gedung dimana tempat para tamu serta orang-orang baru, datang dan menyelesaikan segala urusannya.

Itulah mengapa ketika masuk tadi, Midoriya langsung ditawari kamar penginapan. Itu memang fasilitas utama mereka mengingat tamu dan orang-orang yang memiliki akses datang ke sini, bukanlah orang sembarangan. Kebanyakan datang dari luar negeri.

Midoriya mengatakan soal urusannya tentang resepsionis kepada pelayan yang senyumannya membuat ia gugup itu. Kemudian pelayan wanita itu mengantarnya menuju lantai dua. Midoriya salah tingkah. Melihat seleliling ruangan demi menahan gelisah.

Lantai ini memberikan fasilitas kelas elit hasil perpaduan dari desain khas hotel berbintang dengan gaya Italian, room theater yang terbuka untuk umum. Nuansa glamor dengan bahan dasar marmer cokelat bergradasi. Ditambah dengan beberapa petak dinding yang permukaannya dapat berubah-ubah menampilkan cetak-cetak artistik abstrak. Midoriya dibuat merinding.

Pelayan wanita di sampingnya kembali menawarkan fasilitas spa. Midoriya menggeleng cepat. Alibinya ia alergi air panas.

Langkah mereka melewati rak buku raksasa yang megah berdiri di tengah-tengah ruangan. Rak buku itu tampak seperti hasil ukiran kayu berwarna cokelat tua. Namun jika diperhatikan, seluruh permukaannya terbuat dari kaca.

"Itu adalah rak buku raksasa yang menyimpan ribuan buku dari berbagai belahan dunia."

Midoriya menoleh. Pelayan wanita itu telah menghentikan langkahnya.

"Apa buku-bukunya boleh dipinjam?"

Pelayan wanita tersenyum. Tangannya mengarah pada sekumpulan sofa mewah artistik di salah satu sudut ruangan. "Kami telah menyediakan tempat khusus jika tuan ingin membaca buku di sini."

T-tuan?

"Ingin saya antar?"

Midoriya menggeleng cepat. "Tidak. Tidak usah. Terima kasih."

Pelayan wanita itu tersenyum. Melanjutkan langkahnya namun sendirian tanpa Midoriya. Kepala hijau itu terhenti saat matanya tanpa sengaja menyaksikan sebuah pemandangan berkilau di luar sana.

Si pelayan wanita kembali menghampiri. Mengikuti pandangan Midoriya yang melihat ke luar gedung.

"Saya bisa antar jika Tuan mau ke sana."

Midoriya tersentak hingga untuk kesekian kali. Lagi-lagi wajah yang tidak berhenti tersenyum itu telah berada di sampingnya.

"A-apa itu kolam renang?"

Pelayan wanita mengangguk. "Kolam renang umum. Untuk yang khusus pria ada di bagian paling bawah. Ingin saya antarkan, Tuan?"

Perayaan kelulusan sekolah dasar adalah kali terakhir ia dan ibunya pergi bersama ke kolam renang. Perumahan mereka jauh dari tempat-tempat hiburan, membuat keluarga mereka jarang menikmati liburan.

Dan di sini, kolam renang mewah tampak menganggur tanpa penghuni bagai barang buangan. Sangat luas dan mewah. Cukup membuatnya tersenyum pahit.

Midoriya membungkukkan badan dan mengucap terima kasih kepada pelayan wanita baik hati ini. Ia memutuskan untuk mencari resepsionis seorang diri. Walau pelayan, Midoriya tetap tidak enak selalu terlalu dilayani seperti ini.

Pelayan wanita mengantar sampai ke sebuah lift. Dinding dasar lift yang dilapisi batu Madam biru tua yang berkilau memantulkan penampilannya. Sungguh butut dan kacau. Jika dibandingkan, pelayan-pelayan tadi lebih rapi dan cantik ketimbang dirinya.

Midoriya bukan orang yang mudah untuk rendah diri. Namun tetap saja, digempur dengan berbagai macam perbedaan mencolok sedari tadi membuat ia sedikit malu. Ia dan tempat ini terlalu berbeda untuk disamakan.

Ia mengambil botol parfum yang dibelinya di pasar hasil racikan ibu-ibu penjual. Beraroma tidak keruan karena dicampur oleh tangan yang tidak berpengalaman. Midoriya tidak ambil pusing. Setidaknya ini bisa sedikit menyamarkan bau ketiaknya yang mulai merisaukan.

Hidungnya sudah lebih dulu mencium aroma sedap bahkan sebelum ia melepas tutup botol parfum. Bebauan lembut yang manisnya sampai ke permukaan lidah. Midoriya seperti tengah menyesap saripati bunga-bunga segar musim semi.

Aroma manis itu mengalir deras dari arah pintu lift yang terbuka lebar. Tidak ada satupun pelayan yang menghampiri, tidak ada dinding berdimensi tiga, hanya ada hamparan ruangan mewah yang diisi oleh segelintir orang berpakaian formal.

Inilah lantai dua khusus mengurusi urusan administrasi dan kemahasiswaan. Penjaga yang ada lebih sedikit namun tampak lebih mengerikan. Seperti binaragawan berbalut setelan jas formal.

Midoriya tidak banyak bergerak. Matanya langsung menjangkau meja besar resepsionis di ujung sana.

Langkahnya terasa begitu panjang di sini. Selusin penjaga yang tersebar di sudut ruangan terasa memaku pandang ke arahnya. Ia berjalan dengan tidak nyaman.

Wanita cantik dengan kemeja putih berbalut jas pas badan menyapa dari meja resepsionis. Aura kedewasaan menguar dalam dirinya. Midoriya dibuat takjub.

"Ada yang bisa kami bantu?"

"Aku ingin mengambil kartu mahasiswa dan almamater," jawab Midoriya. Sebelumnya ia sudah ambil napas panjang terlebih dahulu.

Wanita itu mengangguk sopan. "Baik. Bisa tolong tunjukkan surat tanda lulus seleksi anda?"

Midoriya mengambil selembar kertas yang sudah ia siapkan dalam saku celana. Meyerahkannya kepada wanita itu dengan posisi kaki berjinjit. Terima kasih pada meja resepsionis yang seolah-olah tengah menantang tinggi badannya.

Midoriya menyudahi sesi berjinjitnya. Melihat kertasnya yang sedang diperiksa. Wanita itu tersenyum lalu mengangguk.

"Mohon tunggu sebentar."

Jika tidak berjinjit, meja besar resepsionis yang terbentuk dari batu pualam ini hampir menelan lebih dari setengah tinggi badannya. Midoriya harus kembali berjinjit untuk bisa mengambil almamaternya nanti.

"Tidak. Kau tidak pendek, Izuku. Hanya saja meja ini yang terlalu tinggi."

Mantra ajaib yang mampu memulihkan kepercayaan dirinya.

Ia terlalu malas untuk berjalan ke kursi tunggu dan lebih memilih untuk berdiri di sini.

Sadar bahwa ia telah berdiri di tempat sehebat ini, membuat sesuatu dalam hatinya bergejolak. Midoriya menahan tangis.

Universitas paling mewah di seluruh dunia. Elit dari yang ter-elit. Terbaik dari jajaran terbaik. Paling bergengsi. Gedung-gedung besar pencakar langit hingga setiap detail desain terkecil, menjadi pemantas bagi menakjubkannya tempat ini.

Jika bukan karena beasiswa, seumur hidup uangnya tidak akan pernah cukup untuk membayar biaya setahun berada di tempat ini.

"Tolong periksa suratku. Aku ingin mengambil almamater dan kartu mahasiswa."

Seorang laki-laki bertubuh tinggi besar berdiri di sampingnya tepat sebelum ia sempat menyadari. Midoriya menggeser tubuh hingga hampir oleng.

Tubuh orang itu besar dan bagus. Otot-otot muda dalam masa pertumbuhan tercetak jelas dalam balutan kaus biru tua berlengan pendek. Jika tidak mendengar kata almamater, Midoriya tidak akan menyangka bahwa laki-laki ini juga mahasiswa baru seperti dirinya.

Niat untuk membagi sapaan antar calon mahasiswa terpaksa ia telan bulat-bulat saat tanpa sengaja, matanya menangkap sejumlah huruf yang berderet rapi membordir rapi tas punggung laki-laki itu.

Walau hidup penuh kesusahan, ia cukup tahu perkembangan fashion yang tengah ramai digandrungi kaum muda masa kini. Salah satunya adalah brand tas yang dipakai laki-laki di sampingnya itu. Midoriya masih ingat, Hermes bulan ini masuk ke dalam deretan sepuluh brand tas paling mahal se-Tokyo.

Midoriya tersenyum paham. Ia cukup tahu diri.

"Are? Midoriya-chan?"

Midoriya tersentak. Mencari sumber suara. Tidak, bukan laki-laki itu. Sebab yang barusan memanggilnya adalah suara manis seorang gadis.

Tampak sesuatu menyembul dari balik tubuh besar laki-laki di sampingnya. Punggung ramping tertutup surai hijau panjang, tubuh semampai dibalut gaun putih dipermanis riasan segar khas musim semi. Seorang gadis manis, tersenyum padanya.

Detik itu juga, Midoriya kehilangan napas.

"Tsuyu-chan!?"

Gadis itu seketika menghambur memeluk dirinya. Ia sambut dengan pelukan yang sama erat. Mereka berbagi napas sebelum saling histeris satu sama lain.

"Midoriya-chaaan!"

"Tsuyu-chaaaaaaan."

Hanya berselang beberapa detik dari pelukan itu saat Midoriya merasa seseorang menarik tubuhnya dari belakang. Terkejut bukan main untuk kali kedua, tahan napas ketika melihat wajah laki-laki bertubuh tinggi besar yang tadi berdiri di sampingnya telah ada di depan mata.

"Iida-kuuuuuun!"

"Midoriya-kun!? Kau kah itu? KAU KAH ITU, MIDORIYA-KUN!?"

"Iida-kun!"

"MIDORIYA-KUUN."

Laki-laki bernama Iida itu langsung memeluk Midoriya erat dengan kekuatan berkali-kali lipat hingga membuat wajah bulat Midoriya nyaris serupa warna rambutnya.

Asui Tsuyu menghela napas. Melepas sesi temu rindu mereka demi keselamatan salah satu nyawa temannya.

"Hentikan. Kau bisa membunuhnya."

Iida yang tidak bisa menyembunyikan wajah bahagianya hampir menangis sambil terus menggenggam erat tangan Midoriya. Laki-laki maskulin itu sungguh melankolis saat ini.

"Aku sangat senang dapat bertemu denganmu di sini, Midoriya-kun!"

Midoriya mengangguk. Menata napas yang masih belum terkumpul akibat terenggut pelukan maut. Wajah laki-laki bersurai hijau manis itu tersenyum dengan pipi bersemu merah.

"Aku juga. Senang dapat bertemu denganmu di sini, Iida-kun."

Next to Part II

. . . . . .

Quote for today

"Jika kau bersedih, lihatlah ke atas. Langit adalah obat bagi hati manusia yang terluka."

-Midoriya Izuku.

A/N:

Hallo, semuanya! First, aku mau mengucapkan banyak-banyak terimakasih untuk teman-teman semua yang sudah baca cerita ini. Aku enggak minta kalian untuk like, cukup kasih sesuatu yang bisa bikin aku tau kalau kalian sudah baca cerita ini :*

Anw, perkenalan dulu, yah. Aku Fellycia Azzahra. Bole dipanggil apa aja. Tapi biasa dipanggil Felly. Salam kenal!

Ini ff bkdk pertamaku. Dan i pretty know that pair ini enggak rame ya yang bikin ff-nya. Gatau kenapa. Padahal mayor gila. Apalagi semenjak keluar trailer movie kedua BnHA itu. Yes. Yang itutuhh, yang ada scene bkdk gandengan tangan.

Aku di sini, sebagai salah satu shippers mereka, ingin mendedikasikan semua skill nulis yang aku punya untuk meramaikan pair bkdk di indonesia.

Bukan cuma nulis, aku bersama teman-teman saling berkerja keras untuk meramaikan pair kesayangan kita ini dengan buat fp bkdk pertama di indonesia!

Belum tau? Nama fp-nya Official BakuDeku Fanspage Indonesia. Di fp itu aku sebagai owner dan founder, memfokuskan untuk sama-sama seneng-seneng dengan dunia bkdk. Mulai dari saling share fanart dari professional bkdk fanartist, share bkdk music video, bkdk cosplay music video, ff, quotes, doujin, dan masih banyak lagi! Pokoknya, di situ enggak akan kekurangan asupan bkdk deh.

Mulai sekarang, aku bakal fokus dan prioritaskan nulis ff bkdk. Aku masih ada banyak sekali projek besar yang masih disiapkan dari sekarang.

Kamu suka bkdk? Sayang bkdk? Kepengen bisa menikmati ff bkdk lokal? Ngerasa kalau bkdk sepi di tanah air sendiri?

Gapapa. Kamu enggak sendiri. Follow aku. Karena mulai sekarang, aku bakal banyak banget nulis cerita epic bkdk! Bkdk shippers enggak akan kekurangan asupan lagi~

Satu lagi. Ff ini sudah lebih dulu dipublish di wattpad. Di sana, ada penjelasan peran/karakter disertai gambar karena ff ini basic on real drama. Jadi, peran-peran tokoh BnHA sudah aku tentukan di sana. Juga, di sana dilengkapi beberapa gambar yang bisa menjelaskan latar cerita ff ini. So, buat kalian yang kepingin baca lebih jelasnya, bisa cus ke wattpad aku, ya.

Nih, langsung copy link ini aja

story/179051267-meteor-garden-bakudeku-ver

Aku Fellycia Azzahra. Ayo, mari sama-sama kita ramaikan pasar bkdk di indonesia!