Disclaimer: seluruh tokoh milik Hajime Isayama sensei. Tidak mengambil keuntungan apa pun dalam fanfiksi ini. Dibuat hanya untuk senang-senang. Inspirasi dari film Call Me By Your Name

Main Pair: Levi x Mikasa

Selamat membaca...

.

[call me by your name]

"Call me by your name, and I'll call you by mine."

.

Gadis itu, masih saja berdiri di balkon rumah.

Levi hanya menatap dari belakang; tubuh rampingnya begitu menggoda, rambut hitam berkibar tatkala angin berembus kencang. Matanya yang tajam begitu mengintimidasi—tapi Levi suka. Itu yang membuatnya menarik. Wajah oriental yang begitu mulus; tak ada jerawat, tak berminyak—persis model iklan pelembab yang sering sekali Levi lihat di televisi. Kalau boleh jujur, gadis itu bahkan lebih dari sosok model di televisi. Ya, sangat lebih. Levi tidak mengedipkan mata.

Bulan dan bintang kini bergelantung di atas langit; indah, tapi gadis di depan Levi jauh lebih indah. Kulit mulusnya yang tak tergores suatu luka—sepertinya, jika ada nyamuk hinggap di sana pun akan tergelincir karena terlalu mulus. Levi tak tahan, ia maju selangkah—mendekat pada si gadis yang masih termenung menatap indahnya langit. Levi bingung sendiri. Kenapa dia senang menatap langit—yang katanya—sangat indah? Padahal menurut Levi; gadis itu lebih indah.

Sepertinya sang gadis menyadari kehadiran Levi. Lantas, ia menoleh ke belakang—dan mata mereka berjumpa; sama-sama tajam macam belati. Tidak terdapat afeksi di antara keduanya; hanya diam mematung. Mungkin, barangkali mereka ingin adanya afiliasi—namun lebih nyaman seperti sekarang; yang diam sembari mengagumi satu sama lain.

"Belum tidur?" Levi bertanya lebih dulu. Sang gadis hanya menggelengkan kepala.

Levi melangkah maju—berdiri di hadapan sang gadis yang tinggi beberapa senti dari dirinya. Tidak masalah, Levi tidak mempermasalahkan tinggi badan. Sang gadis nampak tersenyum melihat Levi, "Kamu sendiri, belum tidur?"

"Belum."

"Kenapa?"

"Tidak ada kamu yang memelukku."

Mikasa terkekeh sejenak. Prianya begitu manja ketika bersama. Hanya pada dirinya Levi bermanja ria. Kalian tahu? Jika di depan orang lain Levi akan bersikap acuh tak acuh, dewasa, dan berwibawa. Tapi jika sedang berhadapan dengan Mikasa? Pria itu hanyalah anak kecil yang manja dan rewel. Tidak bisa tidur jika tidak dipeluk, dicium, atau dimanja. Levi Ackerman seperti memiliki dua sisi—dan hanya Mikasa yang tahu soal ini. Tanpa ragu, Mikasa merengkuh tengkuk prianya, lalu dikecup mesra bibir Levi hingga basah.

Levi tidak menolak. Bibirnya dengan senang hati menyambut bibir lembut Mikasa. Kedua tangan mulai merengkuh pinggang ramping si gadis. Terkadang mengusap-usap pantat sintal Mikasa. Nikmat, indahnya hidup menurut Levi; bercinta mesra dengan Mikasa Ackerman, gadisnya. Desahan keluar, Levi tak tahan—lalu menggendong Mikasa ala bayi koala ke dalam kamar. Kasur besar sedikit bergoyang—seperti dua insan yang juga tengah bergoyang di atasnya. Suara Mikasa begitu indah di telinga Levi. Seperti nyanyian para bidadari surga. Mikasa tak henti-henti mengusap kepala Levi; membiarkan prianya menjamah seluruh tubuh hingga puas.

"Levi..." Mikasa memanggil. Levi menatap wajah sang gadis—begitu sayu, begitu menggoda. Lantas Levi mendekatkan bibirnya pada telinga Mikasa—lalu berucap dengan nada yang begitu rendah.

"Call me by your name, and I'll call you by mine."

Mikasa mengangguk, "Mikasa..."

Levi tersenyum. Dikecup sekali lagi bibir ranum sang gadis, "Yes, Levi. Call me like that."

Sang gadis hanya tersenyum. Kembali menikmati setiap sentuhan yang diberikan prianya. Levi ingin Mikasa memanggilnya dengan namanya. Karena Levi ingin Mikasa tahu; di dalam namanya terukir nama Mikasa, dan begitu pun sebaliknya—yang sudah ditakdirkan bersama oleh Tuhan.

.

the end

Cirebon, 11 Juni 2019 - 10:06 AM