Disclaimer : I'm not taking any profit for this fanfiction. This ff is only for self satisfactory.

Boku no Hero Academia by Kōhei Horikoshi

Until we meet again by cyancosmic


Prolog

Hujan rintik yang mengguyur daerah pemukiman tak berhasil memadamkan api perseteruan yang tengah berlangsung. Suara tembakan masih mewarnai sebagian area, diiringi dengan kepulan debu dan asap. Hampir semua orang berlari berusaha menyelamatkan diri, terkecuali seseorang yang sudah terbiasa dengan situasi seperti ini.

"Ground Zero!"

Orang itu menoleh pada rekan agensi yang memanggilnya. Seorang pemuda berambut merah dengan penahan bahu berbentuk roda gigi tengah berjalan melewati kepulan asap. Berdiri di sampingnya pemuda itu berkata, "Ke mana penjahatnya?"

"Masuk ke dalam gorong-gorong," jawab Ground Zero sambil menunjuk lubang berdiameter enam puluh senti yang hanya dapat dimasuki oleh orang-orang bertubuh kurus kecil. "Bajingan sialan itu terlalu pandai melarikan diri."

Sahabatnya mengangkat alis, sudah terbiasa dengan semua makian kasarnya. Pundaknya pun ditepuk dan sang sahabat berkata, "Sudahlah! Kau mau dengar berita bagus?"

Manik merah menyipit, tak terlalu senang mendengar tanggapan rekannya. "Berita apa?"

"Aku tahu ke mana gorong-gorong ini berakhir." Sahabatnya berkata sambil menunjuk satu arah. "Di sana lebih sepi dan bukan daerah pemukiman sehingga kau bisa mengamuk sesukamu."

Alis terangkat dan sang sahabat berbalik arah. Sembari bergumam pelan ia berkata, "Tunjukkan jalannya, Kirishima!"

Mengangguk setuju, sang sahabat langsung memimpin jalan. Beberapa saat setelahnya baru ia mengikuti dengan berlari kecil. Ketika mereka lewat, beberapa orang berseru sambil menunjuk-nunjuk. Namun beberapa petugas sipil dengan cepat mengambil alih situasi sehingga mereka tak perlu berhenti.

Walaupun demikian, salah satu petugas menghentikan mereka sebelum keduanya berjalan lebih jauh. Dengan membawa catatan di tangan petugas itu berkata, "Red Riot, Ground Zero! Terima kasih atas bantuannya!"

"Ah! Sama-sama!" Temannya menyahut sebelum ia sempat menjawab. Pandangannya tertuju pada catatan di tangan si petugas dan ia berkata, "Ada yang dapat kami bantu?"

"Ya, terkait penjahat barusan—"

"Ah," Kirishima mendelik sedikit pada Ground Zero. Keduanya berkomunikasi tanpa suara sebelum ia kembali berkata, "Melarikan diri, makanya kami terburu-buru mengejarnya sekarang. Kalau boleh, kami hendak permisi dulu."

"Baiklah!" Sang petugas menyingkir tanpa banyak bicara. "Kami hendak menanyakan situasi terkini, tapi sepertinya masih belum berakhir."

"Ya," jawab Red Riot sambil mengangkat bahu, "Quirk air dan quirk rambut. Kau tahu? Sangat merepotkan di tengah hujan begini."

Mengangguk, sang petugas pun menyingkir dari jalan. "Kalau begitu, kutunggu kalian di kantor seperti biasa?"

"Ah ya," jawab Kirishima riang, "sampai nanti."

Tanpa menunggu balasan, keduanya melanjutkan perjalanan. Mereka langsung memacu kecepatan menuju lokasi gorong-gorong yang sebelumnya diinformasikan Kirishima. Beberapa anak kecil sempat menunjuk mereka ketika keduanya berlari walaupun sebagian besar tidak dihiraukan. Sesekali mungkin Red Riot akan berhenti dan melambaikan tangan, tapi tidak halnya dengan Ground Zero.

Dan sepertinya hal itu sedikit mengusik Red Riot sehingga ia berkata, "Kau mau mencoba melambaikan tangan? Seperti ini misalnya?"

Mendemonstrasikan cara melambai sembari berlari, Red Riot mendapatkan cibiran darinya. Respon yang bagi Red Riot sudah menjadi makanan sehari-hari bila berkawan dengan seorang Bakugou Katsuki. Bahkan sudah begitu pun, tetap saja ia tak jera dan terus mengingatkan.

"Aku tidak bermaksud membandingkan," Red Riot berkata di sela-sela lajunya, "tapi kalau saja kau bisa mengurus temperamenmu, kau bisa sepopuler Shouto. Bagaimana kalau kau mencobanya?"

"Hah!" Ia mencibir mendengar nama saingannya disebut-sebut. "Orang lembek seperti itu kau sebut populer? Kalau untuk menjadi populer berarti harus lembek seperti dispenser sialan itu—"

"Dia tidak lembek, Bakubro," sahut sahabatnya sembari menunjuk layar besar bergambar seorang pahlawan dengan rambut dwiwarna yang sedang diwawancara, "Lihat! Kalau aku tidak berprofesi sebagai hero, aku pasti akan mengidolakannya."

"Yang benar saja," jawab Katsuki jengkel, "Salah satu penyebab dispenser sialan itu terkenal karena pengaruh ayahnya."

Kirishima mengerutkan dahi, "Dia pasti takkan senang mendengarmu menyebutnya begitu. Kau tahu bahwa dia sangat membenci ayahnya 'kan?"

"Bukan urusanku!"

Jawaban Katsuki yang ketus membuat Kirishima menghela napas sekali lagi. Memang percuma saja membicarakan hal ini dengan sahabatnya. Walaupun ia menyandang gelar rekan Ground Zero, tidak berarti semua kata-katanya akan dihiraukan. Kebanyakan hanya dianggap angin lalu yang akan menghilang seiring dengan berjalannya waktu. Hanya saja kali ini ia memutuskan untuk memberikan pernyataan yang akan diingat oleh pemuda itu.

"Tidak masalah kalau gayamu dan Shouto berbeda, tapi ada satu hal yang membuat seseorang disebut hero, dan hal itu tidak ada padamu."

"Apa maksudmu?"

"Kau memang didukung dengn quirk yang hebat sejak lahir, tapi kekuatan saja tidak cukup untuk membuatmu menjadi hero yang sesungguhnya." Kirishima kembali berkata, "Dengan gayamu sekarang, kau seperti petarung yang membabi buta melawan musuh. Sangat berbeda dengan Allmight, hero nomor satu sebelum kau."

"Apa?"

"Cobalah lihat Lemillion, Best Jeanist, Kamui—"

"Jangan bicara omong kosong!" Katsuki akhirnya memotong perkataan rekannya. Kakinya berhenti melangkah sementara pandangannya tertuju ke depan. "Kita sudah sampai."

Di sampingnya, Red Riot mengurangi kecepatan. Pemuda berambut merah itu mendekat pada area yang dibatasi dengan kawat berduri di hadapan mereka dan bertuliskan 'Area Terlarang'. Manik merahnya mengernyit sementara ibu jarinya menyentuh hidung. "Aku lupa kalau gorong-gorongnya berakhir di sini."

Seolah tak mendengar komentar rekannya, Katsuki tetap meneruskan langkah. Perlahan ia mendekat menuju kawat berduri yang dipasang di sekeliling pagar. Tangannya terarah pada pintu, hendak menembak menggunakan quirk nya sebelum ditahan oleh Red Riot.

"Tunggu dulu!" Red Riot berkata. "Kita harus minta izin sebelum memasuki area ini."

"Kau saja yang lakukan," Katsuki berkata sembari menepis tangan sahabatnya. "Aku tak punya waktu untuk urusan administrasi."

"Area ini sudah disegel lama, kita tidak tahu apakah ada radiasi atau quirk berbahaya apa di dalamnya," sang sahabat kembali berkata seraya menahan siku Katsuki. "Sebaiknya kita analisa dulu daripada terlambat nantinya."

"Sudah kubilang, kau saja yang lakukan," bentak Katsuki. Sekali lagi ia menarik lengannya dan menembak pintu yang terbuat dari kawat baja. Berkat quirk nya, pintu yang membatasi area terlarang pun terbuka dan tanpa mengindahkan peringatan Kirishima, Katsuki masuk ke dalam.

"Bakugou!Tung—"

Katsuki menembakkan meriam di tangan kanannya ke arah pijakan sang sahabat. Sikapnya membuat Kirishima jatuh terperosok dan tertahan. Sebelum Kirishima dapat protes Katsuki lebih dulu berkata, "Jangan masuk! Kau tunggu saja di sini dan panggil bantuan."

"Tapi—"

Tanpa mendengarkan lebih lanjut, Katsuki bergegas masuk melewati pagar berduri. Ia melangkah masuk menembus semak berduri yang terhubung dengan bangunan terbengkalai di belakangnya. Pintu masuknya terbuat dari besi berkarat sehingga tak membutuhkan banyak tenaga ketika Katsuki menendangnya terbuka.

Begitu tiba di dalam, Katsuki sedikit bersyukur bahwa kostumnya sedikit menutupi bagian hidungnya. Debunya begitu tebal dan ia hampir tidak bisa melihat. Untunglah ia sudah menambahkan fitur google di seragam barunya untuk mengantisipasi terhalangnya pandangan saat beraksi sehingga ia tak terhalang.

Bangunan yang ia kunjungi mirip ruang kontrol debit air tak terpakai. Ruangannya kecil dan hanya menyisakan lubang dengan satu tangga untuk pengelola yang terhubung dengan lantai bawah. Dengan kostum hero yang ia kenakan sekarang, sedikit sulit menuruninya tapi ia tak punya pilihan lain. Akhirnya dengan sedikit menyumpah-nyumpah, ia pun bergegas menuruni tangga hingga ke lantai bawah.

Begitu kakinya menginjak lantai dasar, beberapa hewan pengerat melewati kakinya. Tangan kanannya diarahkan ke depan sementara ia berjalan menembus debu yang mengganggu. Tetesan air sesekali jatuh ke lantai beton mengenai sepatu boots yang ia kenakan belum lagi bau gorong-gorong membuat Katsuki harus menggunakan lengan untuk menutupi separuh wajah. Satu atau dua kali ia memang pernah mengejar penjahat hingga ke gorong-gorong, tapi bukan berarti ia terbiasa dengan bau dan udaranya.

Terlebih lagi ia tak menemukan kejanggalan apa pun di sana selain baunya yang luar biasa. Sejauh penglihatannya , gorong-gorong ini sudah lama tak terurus dan tak digunakan. Untungnya tak ada hal seperti radiasi atau quirk yang membahayakan seperti perkataan Kirishima. Tapi para penjahat itu pun tak berada di sini. Mungkin para penjahat itu tak menuju ke sini.

Menggerutu, Katsuki pun berbalik. Sekali lagi ia mengangkat tangan, hendak melewati tangga maintenance yang tak cukup lebar untuk dirinya yang mengenakan kostum hero. Tepat saat ia hendak mengangkat tubuh, sesuatu berkelebat di ujung matanya. Langsung tanpa banyak bicara, ia mengarahkan tangan dan menembak.

Ledakan pun tak terelakkan. Getaran membuat gorong-gorong berguncang hingga airnya bergejolak. Lantai tempat ia berpijak pun retak dan sedikit sulit untuk mempertahankan langkah. Katsuki masih berusaha menjaga keseimbangan, ketika salah seorang dari penjahat yang dikejarnya menyerang.

Sepanjang ingatannya, kedua penjahat yang ia kejar tak memiliki quirk yang melumpuhkan quirk miliknya. Yang satunya memiliki quirk yang dapat membuat rambut memanjang dalam sekejap dan menyerang Katsuki. Tentu saja baginya, ini hanya masalah kecil yang dapat diatasinya dengan menembakkan satu ledakan. Sayang ia tak tahu bahwa serangan sang penjahat tak berakhir sampai di sana.

Penjahat yang kedua memiliki quirk yang berhubungan dengan air. Ia mengendalikan semua yang cairan yang disentuhnya dan yang satu ini memahami betul keuntungan lokasi tempat mereka bertarung. Dengan cepat si penjahat menyentuhkan tangan pada air yang berkumpul di sekitar gorong-gorong dan membuat air terangkat naik, membentuk dinding air terjun tinggi mengeliling keduanya.

Katsuki mendecak sebal. Ia berlari mundur dan mengambil kuda-kuda. Nitrogliserin berkumpul di kedua tangannya sementara para penjahat itu tertawa karena mengira serangan tersebut mampu melumpuhkan seorang Ground Zero. Andai mereka tahu bahwa aksi mereka hanya cukup untuk membuatnya jengkel memikirkan ia harus ke binatu setelah ini untuk mencuci seragamnya yang terkena air gorong-gorong.

Dengan sekuat tenaga, Katsuki pun melompat di udara dengan satu tangan di belakang. Eksplosion pun meluncur dari tangannya yang satu, membuatnya berputar lebih kencang sebelum mengarahkan tangannya pada musuh. Baru kemudian ia berteriak, "Howitzer Impact!"

Serangannya yang sebagian besar terdiri dari udara dan api menghempaskan dinding air di hadapan bersama dengan kedua penjahat yang ia kejar. Setelah terlontar sejauh beberapa meter, keduanya menubruk dinding dengan benturan keras dan jatuh. Terdengar bunyi benturan dengan lantai sebelum Katsuki menarik kembali tangannya. Puas melihat kedua penjahat yang dikejarnya sudah tumbang. Ia pun melangkah mendekat untuk menangkap keduanya.

Sayangnya, Katsuki tak menyadari sebesar apa efek serangannya terhadap kondisi sekeliling. Begitu tersadar, sudah terlambat baginya untuk kabur. Permukaan lantai lebih dulu ambruk dan membuatnya terjurumus. Bersama dengan kedua penjahat sebelumnya, ia jatuh ke dalam kegelapan yang menganga di bawah. Terus meluncur turun dengan kecepatan yang menakutkan. Katsuki pun terpaksa menahan laju dengan mengaktifkan quirknya dan menembak ke bawah.

Ia berhasil, paling tidak tembakannya mengenai permukaan di bawah dan menahan laju jatuhnya. Berbeda dengan kedua penjahat yang menubruk lantai dengan keras, Katsuki mendarat dengan bertumpu pada kedua kaki. Ia pun mengangkat kepala, menatap tempat di mana ia berada.

Sepertinya ia terjatuh lebih dalam dibanding yang ia duga. Dari kedalaman dan besarnya lubang, Katsuki tidak menyangka ada lubang sebesar ini di bawah gorong-gorong saluran kota. Sepanjang pengetahuannya, tidak disebutkan lubang besar dengan kedalaman lebih dari lima putih meter di tengah kota. Ini benar-benar aneh.

Awalnya ia mengira ini program pembangunan pemerintah yang lain karena melihat keberadaan bangunan mirip rumah, halte dan minimarket yang familiar dengan di atas sana. Hanya saja, melihat debu dan logonya yang agak kuno membuatnya ragu. Daripada disebut proyek baru pemerintah, tempat ini lebih tepat disebut sebagai kota yang ditinggalkan.

Sekali lagi Katsuki mengernyitkan dahi. Walaupun ia memang bekerja sama dengan pemerintah, ia tidak pernah mendengar perihal kota yang terbengkalai sebelumnya. Selama dua puluh lima tahun hidupnya tidak ada satu pun sejarah mengenai kota yang terkubur di bawah gorong-gorong. Dan ia yakin siapapun yang meletakkan tanda dilarang masuk di depan pintu penjaga juga gorong-gorong yang tak terpakai hanya kamuflase untuk menutupi keberadaan kota di bawahnya.

Hal ini justru semakin menerbitkan kecurigaannya. Kelihatannya siapapun yang berkepentingan di sini sengaja meletakkan tanda dilarang masuk untuk menyembunyikan fakta. Hanya, untuk apa? Apa gunanya menutupi bahwa di bawah gorong-gorong ini ada sebuah kota? Apakah menurut mereka warga akan panik begitu mengetahui adanya kota tersembunyi di bawah infrastruktur kota?

Merinding, Katsuki malah melebarkan seringainya. Ia gemetar, namun ada sesuatu yang membuatnya tertarik. Apakah jangan-jangan ia terjebak dalam sesuatu yang harusnya tidak ia ketahui? Proyek rahasia pemerintahkah? Atau apa? Ia benar-benar penasaran.

Ia pun memutuskan untuk berjalan sekeliling. Mengikuti jalan setapak di hadapannya terus hingga ke jalan raya, ia memerhatikan tanda-tanda yang dibangun di sekeliling dan selebaran iklan yang ditempel pada tiang listrik. Konten-kontennya memang terlihat kuno tapi menunjukkan pernah ada seseorang yang tinggal di tempat ini. Walaupun saat ini ia tidak menemukan satu pun makhluk hidup selain hewan pengerat.

Meneruskan perjalanan, ia melewati jalan besar dan memerhatikan bangunan setinggi empat lima lantai yang dibangun di kiri dan kanannya. Lampu lalu lintas di jalanan sudah berdebu dan usang, begitu juga dengan jalur kereta yang ia lewati. Beberapa bangunan di samping jalan berupa pertokoan yang sebelumnya penuh oleh barang dagangan namun kini ditinggalkan begitu saja. Ia hanya melewatinya sekilas sebelum kakinya melangkah lebih jauh.

Semakin jauh ia berjalan, ia menemukan garis meliuk yang memanjang di jalanan dan berwarna hijau. Ia pun menekuk lutut dan memerhatikan lebih dekat. Di antara permukaan yang tertutup oleh debu, garis hijau yang meliuk bagai sambaran petir terlihat begitu tidak lazim untuknya.

Penasaran, Katsuki memutuskan mengikuti garis hijau yang terukir di jalanan. Garis yang awalnya berupa serabut, kini semakin membesar dan semakin terang warnanya. Melihatnya membuat perasaan Katsuki tidak enak. Bagaimana bila sesuatu yang berbahaya mengintai di ujungnya?

Langkah demi langkah diambil Katsuki dengan lebih berhati-hati. Sesekali ia akan berhenti dan mengamati sekeliling. Ia sudah keluar dari kawasan pertokoan dan kembali ke kompleks pemukiman. Namun dengan segera ia juga meninggalkan kompleks pemukiman dan tiba di tanah lapang yang menuju ke bukit dengan pepohonan di sekeliling yang mengering. Saat itulah ia menemukan titik temu dari garis berwarna hijau yang membuatnya penasaran.

Berdiri layaknya pilar, sesuatu yang terbuat dari kristal berwarna hijau berukuran raksasa berdiri tegak hingga ke langit-langit. Benda itu memanjang tinggi dan Katsuki tak bisa melihat ujungnya. Ia mengangkat kepala dan menaksir, sepertinya benda ini menyangga bagian lain dari gorong-gorong yang ia hancurkan sebelumnya.

Sekali lagi ia berusaha mengorek dalam memorinya. Namun sejauh yang ia ingat, tidak pernah didengarnya pilar yang terkubur di dalam saluran gorong-gorong di tengah kota mati yang ditinggalkan. Sejarah yang ia pelajari pun tidak membantunya menemukan informasi. Pilar aneh ini tetap berdiri entah untuk berapa lama dan tersembunyi—atau disembunyikan—dari pandangan penduduk kota.

Ketika ia tengah sibuk merenung, sesuatu menyerangnya sehingga ia terpaksa berkelit. Refleksnya yang bagus memang sudah terbukti, dengan segera ia membalas serangan. Hanya saja, ia tak memperhitungkan bahwa pelakunya adalah kedua penjahat yang sama dengan yang sebelumnya ia taklukkan.

"Kalian masih belum kapok juga?" Katsuki berkata dengan nada enggan hampir muak. "Mau sampai kapan kalian menggangguku?"

Bukannya menjawab salah satunya malah meneriakkan sesuatu yang mirip dengan teriakan perang. Ia merangsek maju dan menggerakkan kedua tangan yang diwaspadai oleh Katsuki. Ketika si penjahat melakukannya, sejumlah air turun dari atas dan membasahi area tempat pertarungan mereka.

"Apa-apaan—"

Tahu bahwa ia tidak punya waktu untuk protes, Katsuki pun melompat dan mencari pijakan lain. Dengan cepat, ia mengumpulkan panas di kedua tangan sebelum mengangkatnya. Ia pun berteriak, "Stun Grenade!"

Penjahat itu kewalahan, namun serangan airnya tak berhenti. Tumpahan air dari atas berhasil menyapu Katsuki hingga hanyut. Ia pun terlempar beberapa puluh langkah dan menubruk bangunan di belakangnya. Punggungnya sampai ngilu karena hantaman dan membuatnya semakin murka. Tamat sudah nasib kedua penjahat itu.

Mengumpulkan semua kejengkelannya, Katsuki pun bertumpu pada pilar. Ia mengarahkan satu tangan ke belakang dan menembak untuk menghasilkkan gaya dorong untuk mencapai musuhnya. Belum cukup dengan itu, ia pun mengarahkan satu tangannya pada kedua penjahat tersebut. Sekuat tenaga ia berkata, "Howitzer Impact!"

Serangan berdampak besar itu melumpuhkan kedua penjahat dalam sekejap. Bahkan beberapa bangunan di sekitar ikut terkena termasuk pilar kristal yang berada di dekat kedua penjahat itu. Katsuki sendiri sampai terpana karenanya. Ia tak menyangka pilar kristalnya serapuh itu dan mulai mengguncang langit-langit di atasnya.

"Damn!"

Tahu bahwa tempat itu akan runtuh segera, Katsuki pun bergegas melarikan diri. Hal pertama yang dilakukannya adalah memastikan bahwa buruannya tidak mengambil kesempatan dan melarikan diri dalam situasi semacam ini. Namanya sebagai Ground Zero, Hero nomor satu pasti akan tercoreng bila ia tidak dapat menangkap penjahat kelas teri semacam ini.

Sembari menahan kedua penjahat di satu tangan, Katsuki mengarahkan tangannya ke belakang sekali lagi. Ledakan yang biasanya ia hasilkan cukup untuk membawanya terbang hingga ke pintu masuk. Hanya dengan beban tambahan yang ia bawa, kemungkinan ia harus menembak bergantian beberapa kali agar selamat dari reruntuhan.

Tak membuang waktu, Katsuki pun menembak. Ketika ia melakukannya, pilar kristal sehijau zamrud pun pecah dan runtuh. Beberapa bongkahan batu mulai berguguran di sekitar dan ia harus menyingkirkannya dengan menghempaskan bongkahan itu sejauh mungkin. Ia tahu semakin lama ia bertahan di tempat, semakin banyak bongkahan yang jatuh. Ia pun segera berpindah mencari tempat paling tinggi.

Tepat ketika ia mencari pijakan selanjutnya, sesuatu jatuh dari atas. Bentuknya tidak sama seperti bongkahan yang selama ini ia hempaskan. Bentuknya terlalu mungil hingga Katsuki sendiri ragu menembak. Manik merahnya justru semakin menyipit, mengamati benda yang meluncur ke arahnya.

Ketika benda itu semakin dekat, Katsuki refleks mengaktifkan quirknya. Hanya saja instingnya berkata bahwa ia harus menahan diri dan untung saja ia melakukannya. Bentuknya seperti gumpalan lunak dan semakin dilihat, benda yang meluncur lebih menyerupai sosok manusia dibandingkan dengan bongkahan batu. Kali ini Katsuki pun melompat dan menangkapnya sebelum menubruk permukaan tanah.

Sosok berbentuk manusia di tangan Katsuki terlalu mungil untuk disebut balita. Mengenakan baju kaus biasa dan celana pendek, sosok itu tertidur lelap di tangannya. Rambut hijaunya yang pertama kali menarik perhatian Katsuki. Rambut yang ikal dan berantakan sehingga Katsuki harus menyisirnya untuk melihat sosok sesungguhnya.

Selama beberapa saat Katsuki diam, mematung. Melihat wajah bulat seorang anak kecil, dengan bintik-bintik di pipinya membuat airmatanya mengalir. Ia mencoba menghentikan dengan menghapusnya, namun justru semakin banyak airmata yang turun. Ia terus berusaha menghapus hingga pipinya memerah, tapi tetap saja airmatanya tidak berhenti.

Quirk-kah? Apakah anak ini pemilik quirk yang membuat seseorang meneteskan airmata? Ya. Pasti begitu. Quirk yang merepotkan. Google Katsuki bahkan tidak bisa menghalaunya dan pandangannya jadi terhalang oleh airmata.

Oh shit!

Ditekannya tombol di samping hiasan yang menempel di dekat telinga untuk menghilangkan google yang ia kenakan. Begitu google menghilang, Katsuki langsung menghapus airmata yang masih tersisa. Hanya saja tangannya sendiri tak cukup untuk menghentikan sehingga ia menengadah, berharap agar airmatanya berhenti.

Tepat saat itu, bongkahan batu yang cukup besar tengah meluncur cepat ke arahnya. Bentuknya hampir sebesar rumah dua tingkat dan kecil kemungkinannya untuk melarikan diri. Ia pun mengangkat satu tangannya ke atas.

"Serius," ucapnya jengkel, "hari ini benar-benar hari yang menyebalkan."

Satu tangannya terangkat ke atas membentuk lingkaran. Ia sudah lupa pada kedua penjahat kelas teri yang sebelumnya ia serang dan satu tangannya justru memeluk si balita erat-erat. Memastikan bahwa balita itu aman dalam dekapannya.

"AP Shot—Auto cannon!"

(t.b.c)


A.N:

Holla! Apa kabar, semesta? Kembali dengan cyan di sini. Senang sekali kembali ke fandom ini dengan salah satu pair . LOL.

Kali ini saya ambil tema modified canon, padahal sebelumnya bukan ini tema yang mau saya ambil. Cuman karena satu dan lain hal (terlalu banyak data yang harus dipelajari, a.k.a malas) akhirnya saya ambil tema yang lebih saya kuasai. LOL. Hope you guys don't get bored while reading.

Nama hero nya sendiri untuk Ground Zero, saya ambil dari beberapa fandom dan doujinnya Aroe berhubung di canonnya saya sendiri belum tau apa nama hero nya. Sementara yang lain selama ada nama hero nya, sebisa mungkin saya ikutin.

Aniway, hope you guys enjoy the story and if you mind let me know your opinion. It'll be fun to fangirling with you guys.

Cheers,

Cyan.