Diamond no Ace © Terajima Yuuji

Aku tidak mengambil keuntungan apapun kecuali kesenangan jiwa semata (?)

Sawamura Eijun, Miyuki Kazuya,

Kazu & Eiko (OC)

.

DIVINE

0o0o0o0o0

.

Tentu saja, bahkan setelah tahu keberadaan Eijun dan kedua anaknya, bertemu dengan mereka bukan lah hal yang mudah. Ijin masuk ke dalam kediaman salah satu orang paling berkuasa di Tokyo Barat tertahan karena Eijun menolak bertemu dengannya. Dan itu terjadi tidak hanya sekali, melainkan berkali-kali.

Kazuya hampir habis akal kalau saja di saat-saat terakhir, Kanemaru Shinji, sang pemilik kediaman tidak mendatangi ia yang untuk kesekian kalinya di tolak mentah-mentah oleh Eijun. Kalau harus dihitung ulang dalam sebulan terakhir ini mungkin yang ke delapan kalinya. Eijun selalu menarik Eiko dan Kazu mundur menjauhinya dan meminta orang-orang yang menjaga kediaman itu untuk memaksa Kazuya pulang.

"Muyiki Kazuya-san, kan?" Kazuya mengangguk. "Aku Kanemaru Shinji."

Jabat tangan yang diajukan oleh lawan bicaranya tidak bisa ia tolak.

"Aku sudah mendengar semuanya dari Eijun, dan sudah cukup sering melihatmu dipaksa pulang setiap kali datang ke rumahku." Entah apa yang ingin disampaikan Kanemaru padanya, tapi menahan diri untuk tidak langsung masuk ke dalam mobil dan meninggalkan tempat itu mungkin adalah pilihan terbaik yang bisa Kazuya lakukan sekarang. Siapa tahu, Kazuya punya sedikit harapan jika berbicara dengan kepala keluarga kediaman yang sekarang ditumpangi Eijun dan kedua anaknya.

"Apa kau ingin bicara di dalam? Aku rasa, aku bisa memaksa Eijun untuk bicara denganmu."

"Benarkah?"

Lawan bicaranya tersenyum tinggi, kedua tangan yang tadinya tersimpan di dalam kantung lengan Haori yang ia kenakan kini keluar. Satu pundaknya ditepuk cukup keras, tidak sakit, tapi Kazuya paham ada tekanan yang ingin Kanemaru sampaikan padanya.

Kanemaru Shinji benar-benar membawanya masuk ke dalam kediaman besar yang pada kedua sisi gerbangnya berdiri masing-masing patung seekor singa. Halaman depannya cukup luas, Kazuya sudah beberapa kali berhasil masuk sampai pada halaman ini, tapi tidak pernah berhasil meraih tangan kedua anaknya, Eijun selalu mencegah Eiko dan Kazu mendekatinya.

Yah, walau pada dasarnya Kazuya cukup mengerti alasan kenapa Eijun sampai berlaku sejauh itu. Hanya saja, hatinya mulai merasa sakit berulang kali diabaikan, tidak diacuhkan seperti itu, dan yang lebih ia tidak mengerti adalah, dirinya sendiri tidak bisa berhenti mengejar Eijun dan kedua anaknya.

"Tunggu di sini sebentar." Sampai pada sebuah ruang besar ia dipersilahkan duduk, sedangkan Kanemaru meninggalkannya sendiri. Tapi tidak lama pintu yang tadi ditutup Kanemaru kembali terbuka. Bukan si tuan rumah yang kembali, melainkan sosok yang sudah hampir dua bulan ini ia kejar-kejar—iya, Eijun yang datang.

Kazuya sampai tidak berani bersuara, tapi hatinya cukup kegirangan hanya karena bisa mendapat kesempatan berhadapan langsung dengan Eijun seperti ini. Ada macam-macam harapan yang mulai berbisik di dalam hatinya, yah, walau sebenarnya ekspresi yang Eijun tunjukan sudah cukup untuk membungkam semua harapan tadi.

"Jadi?" Eijun menghindari matanya, menolak untuk melihat ke arahnya. Sebagai ganti, lantai tatami yang sekarang mereka duduki menjadi objek menarik yang terus mengunci kepalanya terus menunduk.

Mungkin ada sekitar satu meter jarak yang memisahkan mereka. Hampir sama seperti saat terakhir kali mereka saling berhadapan. Hanya saja kali ini tidak ada meja makan yang menghalangi Kazuya dan Eijun.

"...beri aku kesempatan untuk bersama dengan kalian." Eijun mengangkat kepalanya. Mungkin terkejut dengan permintaan egois Kazuya barusan, dan sebagai pemohon, Kazuya juga sadar betul seberapa jahat ia pada sosok yang sekarang duduk ketakutan di hadapannya. "Aku ingin menjadi ayah Eiko dan Kazu, aku ingin bersama denganmu."

"Tapi—"

"Kau takut?"

Dia mengangguk. Entah apa yang dia takutkan, tapi menerima orang baru memang bukan perkara mudah bagi setiap orang. Bahkan Kazuya sekalipun butuh waktu. Tapi ia tidak ingin sampai kehilangan keluarga yang sudah terbentuk tujuh tahun karena dirinya, ia hanya ingin menjadi bagian dalam keluarga kecil itu.

"Kalau memang kalian tidak ingin, aku akan menerimanya, tapi beri aku kesempatan untuk menunjukan niatku ini." Pelan, perlahan, Kazuya maju dan meraih sepasang tangan yang saling menggengam kuat sejak duduk di hadapannya tadi. Tangan itu sudah memutih dan dingin, tapi yang bisa Kazuya lakukan hanya menggangamnya longgar, tidak begitu kuat, takut jika Eijun akan langsung menolaknya jika ia langsung memaksakan kehendak.

"Ba—baiklah, aku beri satu kesempatan. Kalau memang Eiko dan Kazu mau menerimamu, akan aku pikirkan ulang keputsanku."

Tidak ada kalimat yang lebih indah lagi yang bisa telinga Kazuya dengar selain ijin itu. Rasanya separuh beban yang menakut-nakuti hatinya tiba-tiba saja hilang, dan disaat yang bersamaan pintu di samping mereka kembali terbuka, kali ini sosok Kanemaru kembali bersama dengan dua anak di gandengannya.

"Nah, Kazu, Eiko, kalian kenal paman itu, kan?" keduanya mengangguk. "Dia adalah ayah kalian." Disaat bersamaat keduanya lansung mendongak, memandang pada paman mereka yang dengan sesuka hatinya membongkar kedok Kazuya.

"Sungguh?" mereka kompak bertanya. Dengan santai Kanemaru mengangguk, melepaskan gandengan tangan mereka. Membiarkan kedua bocah itu berbalik pada Kazuya yang masih bertahan menggengam tangan Eijun. Kali ini cukup erat, karena tadi Eijun sempat mencoba untuk melepaskan tautan tangan mereka.

Tidak butuh waktu lama sampai Kazuya mendapat jawaban dari reaksi kedua anaknya. Eiko langsung lari menghampiri dirinya dan Eijun, tapi Kazu hanya berjalan pelan di belakang sang adik. Benar-benar tidak butuh penjelasan, Kazuya sudah tahu, kalau anak laki-lakinya tidak menyukai fakta yang baru saja terungkap ini.


0o0o0o0o0


Setelah dibicarakan bersama dengan Kanemaru dan Hideaki, Eijun akhirnya memilih satu hari akhir pekan ini—lusa, untuk mengajak Eiko dan Kazu pergi ke taman bermain bersama dengan ayah mereka.

Berhubung Eijun dua bulan terakhir sudah terlibat dengan macam-macam masalah yang ada di dalam kediaman Kanemaru, maka saat keluar juga mau tidak mau ia harus tetap ditemani penjaga. Tidak secara langsung, tapi mungkin dibuntuti, untuk meminimalisir hal buruk yang mungkin terjadi.

Tentu saja, Miyuki Kazuya sempat menolak itu, dengan berani dan percaya diri dia bilang bahwan dirinya sendiri sanggup menjaga keluarganya. Mendengar itu Eijun sempat dibuat salah tingkah, tapi syukur saja, semua perbincangan yang menggelitik hatinya sudah terlewatkan.

"Mama." Pintu kamarnya digeser terbuka. Sosok anak laki-lakinya mucul.

Eiko dan Kazu tidur di kamar yang berbeda, tapi masih di samping kamarnya.

"Ada apa, sayang? Kau dapat mimpi buruk?" bocah itu mendekat, memaksa Eijun kembali bangun dari posisi rebahnya.

Ia peluk tubuh kecil yang datang padanya. Walau tidak terlihat jelas karena gelap, tapi Eijun bisa menangkap aura kemarahan yang datang bersama anaknya. "Aku tidak suka paman itu." Itu yang Kazu katakan dalam pelukannya.

Suaranya pelan, tapi baru kali ini Eijun merasa kalau anaknya yang baru berumur enam tahun ini sudah memiliki jiwa yang lebih tua. Setidaknya sampai beberapa saat lalu, Eijun pikir Kazu masih terlalu muda untuk membenci seseorang.

"Dia orang jahat yang sudah membuat mama hidup susah selama ini. Aku tidak suka padanya."

Eijun ingat betul kalau kedua anaknya pernah benar-benar menyukai sosok Miyuki Kazuya, dan melihat Kazu di hadapannya sekarang membuatnya dadanya sakit. Secara tidak langsung anak ini sudah belajar tentang apa itu penderitaan, secara tidak langsung juga Eijun sudah mengajarkan anaknya ini cara membenci seseorang.

"Tapi dia benar-benar papa kalian."

"Tetap saja dia orang yang sudah membuat mama susah selama ini. Setelah tidak pernah datang membantu mama saat susah, sekarang dia datang seenaknya. Aku tidak suka!"

Eijun tidak bisa menemukan kalimat yang cukup pas untuk membuat anaknya mengerti, tapi apa yang Kazu katakan juga tidak bisa begitu saja ia sangkal. Dengan kedua mata Kazu sendiri anak itu melihat bagaimana jahatnya dunia ini pada mereka bertiga, dan semua bermula dari orang jahat yang selalu mereka pikir adalah ayah mereka.

"Dengar, Kazu, mama tidak ingin Kazu dan Eiko tumbuh menjadi anak yang membenci orang tua. Biarpun menurutmu dia adalah orang jahat, itu tidak menghilangkan fakta kalau dia adalah papa kalian." Sambil mengusap lembut pucuk kepala anaknya itu Eijun menambahkan, "Kazu sendiri lihatkan, Eiko sangat menyukainya."

"..."

"Nah, ayo kembali tidur. Kita bisa lihat bagaimana dia nanti saat pergi ke taman bermain." Tanpa sempat membiarkan anaknya kembali membantah, Eijun lebih dulu mengimbuhi. "Kazu tenang saja, mama akan dengarkan semua pendapat Kazu. Mama juga tidak akan memaksa Kazu untuk menyukainya. Mama hanya ingin memberi kesempatan pada orang itu untuk menjadi ayah kalian, sisanya, kalian—Kazu dan Eiko yang putuskan."

Satu kecupan di kening anak itu menjadi penutup pembicaraan mereka. Dalam diam anak laki-lakinya menurut saat diantar kembali ke kamar sebelah. Eiko masih tidur pulas, boneka kelinci yang dibelikan oleh Kanemaru tidak lama setelah mereka menumpang di sana menjadi teman tidurnya.

"Selamat tidur, sayang." Itu yang Eijun katakan sebelum menutup kembali pintu kamar anaknya dan kembali ke kamarnya sendiri.

Rasa sakit di dadanya masih belum hilang setelah kembali merebahkan diri. Kalimat tidak suka yang berulang kali Kazu katakan padanya tadi terngiyang dan mengganggu, mengusir kantuk, dan membuat hatinya semakin resah.

"Apa aku sudah buat keputusan yang salah?"


0o0o0o0o0


Semenjak Eijun mengiyakan permintaan egoisnya, Kazuya seperti berada di atas awan. Senang bukan main, menunggu dua hari sampai pagi ini saja rasanya tidak sabaran.

Walau ia sudah sadar kalau anak laki-lakinya tidak begitu menyukai fakta bahwa Kazuya adalah ayah mereka, tapi untuk kesempatan singkat yang Eijun berikan padanya kali ini saja, Kazuya ingin berusaha menjadi sosok seorang ayah—biarkan saja dulu sikap Kazu padanya, karena paling tidak Eiko mau menerimanya saat ini.

"Papa!" panggilan itu membawa arah pandang Miyuki pada gerbang besar yang terbuka ketika tiga orang yang ditunggu keluar. Eiko seperti sebelumnya, melepaskan pegangan tangannya dari Eijun dan langsung berlari menuju dirinya. Tapi sang kakak laki-laki justru berjalan satu langkah di belakang ibu mereka.

Pandangan Kazu sudah lebih dari cukup bagi Kazuya. Hari ini bisa jadi anak laki-lakinya itu tidak akan membiarkan Kazuya mendekat.

Hanya saja mendengar panggilan dari anak perempuannya tadi membuat hati Kazuya cukup senang, pandangan sinis Kazu yang tidak suka padanya bisa dengan mudah ia abaikan saat ini, hanya karena sikap manja Eiko.

Selama perjalanan menuju taman hiburan Eiko yang duduk di belakang bersama kakaknya tidak berhenti bercerita tentang Kanemaru dan partnernya, Hideaki, juga beberapa penjaga yang semenjak kedua anak itu ikut tinggal di sana beralih profesi menjadi babysitter. Kazu masih diam, mengabaikan kesenangan adiknya dan memilih untuk melihat keluar kaca jendela.

Dari yang Kazuya lihat juga, Eijun cukup paham dengan kelakuan anak laki-laki mereka. Sikap Eijun yang membiarkan Kazu tetap diam walau Eiko sudah banyak bercerita dan mencoba mengajak sang kakak untuk ikut memeriahkan ceritanya juga sudah sangat menjelaskan. Bisa jadi Kazu sudah mengatakan sesuatu pada Eijun tentang ketidaksukaannya pada Kazuya.

Walau sudah sampai di taman hiburan sekalipun, mood Kazu masih tetap buruk. Berulang kali dia menolah tawaran Kazuya yang ingin menaiki wahana bersama, alhasil akhirnya Eiko yang selalu menemaninya.

Jujur saja, Kazuya cukup senang. Bisa menghabiskan waktu bersama dengan Eiko dan Eijun saja sudah sebegini menyenangkannya. Tapi terus mengabaikan sikap Kazu juga rasanya tidak nyaman. Kazuya tidak suka dengan situasi canggung yang selalu muncul saat Kazu dengan jelas menolak keberadaannya di sana. Disaat yang sama, Eiko justru berulang kali membela dirinya, mengatakan kalau Kazu tidak boleh jahat pada 'Papa' mereka.

Sampai pada satu titik. Ketika mereka ingin menaiki perahu bebek dan mengelilingi danau taman bermain itu, kali ini Eiko yang mengajukan diri ingin bersama dengan Eijun. Anak perempuannya memaksa sang kakak untuk mau naik bersama dengan Kazuya.

Dan jelas, Kazu menolaknya. "Aku tidak mau!"

"Curang! Kazu selalu naik dengan mama. Kali ini Eiko ingin naik dengan mama."

"Kalau begitu aku tidak perlu naik." Lebih parah dari sebelum-sebelumnya, kali ini Kazu langsung berjalan pergi meninggalkan pinggir danau.

Kazuya cukup mengerti kenapa sikap Kazu bisa sampai seperti ini. Padahal sebelum tahu kalau Miyuki Kazuya adalah ayah mereka, anak itu masih bersikap manis padanya. Sama seperti Eiko, dia bisa manja dan tidak mau kalah dalam bercerita. Tapi mungkin dosa yang sudah Kazuya lakukan pada Eijun sangat besar, tidak termaafkan, sampai anak berumur enam tahun itu bisa bersikap sebegini sinisnya pada Kazuya.

Dia baru enam tahun, tapi dia tahu caranya menolak keberadaan seseorang dan cara membenci seseorang. Dan perlu digaris bawahi, semua ini terjadi karena kebodohan Kazuya di masa lalu.

"Kazu, tunggu!" Eiko langsung mengejarnya. Kazuya dan Eijun juga ikut mengejar di belakang mereka. "Kazu kenapa, sih? Eiko hanya ingin sekali ini naik dengan mama, nanti di permainan yang lain Kazu boleh naik dengan mama lagi. Tapi sekali ini saja ya, Eiko ingin naik yang ini dengan mama."

Dengan nada yang cukup tinggi, Kazu menjawab, "Terserah! Aku tidak perduli dengan siapa Eiko naik!" kemudian mendorong Eiko sampai terjatuh. Tentu saja, Eiko langsung menangis keras karena itu.

Melihatnya Kazuya buru-buru menggedong Eiko, memeluknya. Berusaha menenangkan gadis kecil yang sepanjang hari ini terus merengek manja dan menyegarkan hati Kazuya. Gadis kecil ingin mengenalkan Kazuya pada arti keluarga yang sebenarnya, dia berhasil membuat Kazuya ingin menjadi ayah mereka terus, tidak hanya untuk hari ini.

Eijun langsung mengejar Kazu yang berlari kabur setelah Eiko menangis.

Setelah Eiko sedikit tenang, tangisannya berganti dengan seguk tertahan, Kazuya baru melangkah lebar menuju arah yang Kazu dan Eijun ambil tadi. Berusaha secepat mungkin menemukan mereka. Akan sangat buruk jadinya kalau sampai Eijun menegur Kazu dalam kondisi seperti ini. Bukannya mendapat maaf, yang ada dirinya justru langsung dibenci seumur hidup oleh Kazu.

"Papa, apa Kazu sekarang membenci Eiko?" langkah kaki Kazuya terhenti saat itu juga setelah mendengar pertanyaan itu. Eiko menenggelamkan wajahnya pada pundak Kazuya, jadi ia tidak bisa melihat bagaimana ekspresi anak perempuannya saat ini. Hanya saja suara serak sehabis menangis dan bergetar yang tadi terdengar oleh telinganya sudah sangat menjelaskan, kalau Eiko tidak bermaksud aneh dengan memaksa Kazu untuk naik perahu bebek bersama Kazuya.

Satu tangan Kazuya yang sejak tadi menjaga punggung gadis kecil dalam dekapannya itu naik, mengusap lembut pucuk kepala berabut cokelat tipis, melepaskan beberapa helai rambut dari ikatnya. "Tidak. Kazu tidak membenci Eiko, kok. Tenang saja."

"Tapi tadi Kazu marah." Lagi, gadis kecilnya mulai terisak. Saat itu juga, Kazuya akhirnya mengerti kenapa di dalam drama dan film-film yang dia tonton dulu selalu ayah yang lemah jika harus di hadapkan dengan rengekan anak perempuan mereka—karena saat ini hatinya ikut sakit, seperti tercubit dari dalam dada.

Tidak ada kata lain yang bisa Kazuya katakan pada gadis kecilnya ini selain, "Tenang saja, Kazu tidak marah."

Dalam hatinya Kazuya takut untuk mengakui pada Eiko kalau semua ini adalah salahnya. Kazuya tidak ingin Eiko juga ikut membenci dirinya.

Tidak butuh waktu lama sampai mereka berhasil menemukan Kazu dan Eijun. Hanya saja, setelah Kazuya datang, penolakan anak laki-lakinya semakin menjadi-jadi, bahkan sebelum Kazuya mendekat pada mereka, anak itu sudah lebih dulu pergi meninggalkan tempatnya. Eijun tentu saja langsung mengejar lagi.

Tapi saat itu, ketika Eijun baru beberapa langkah jalan, sebuah mobil karavan di taman bermain itu menikung tiba-tiba ke arahnya. Kalau Kazuya tidak langsung menarik mundur Eijun, mungkin akan ada hal yang lebih buruk terjadi.

Eijun terjatuh. Mungkin karena kaget dan langsung di tarik oleh Kazuya, keseimbangannya hilang. Tapi itu jauh lebih baik.

"Kau baik-baik saja?" Kazuya langsung menurunkan Eiko dari dekapannya kemudian membantu Eijun untuk kembali berdiri.

"Aku baik-baik saja, hanya sedikit terkilir." Kazuya hendak berjongkok melihat kaki yang terkilir saat Eijun mengingatkan tentang Kazu. "Dari pada itu, Kazu ... tolong kejar Kazu dulu."

"Baiklah." Kali ini Kazuya berjongkok, menyamakan tingginya dengan Eiko. "Eiko tolong jaga mama, ya. Ajak mama untuk istirahat sebentar. Biar papa yang cari Kazu."

Setelah anggukan dari gadis kecilnya itu Kazuya langsung berlari. Melihat ke segala arah, menebak kira-kira arah mana yang dilalui oleh anak laki-lakinya, dan Kazuya menemukan anak itu duduk sendiri di dekat bianglala.

Sama seperti sebelumnya, begitu melihat Kazuya mendekat anak itu langsung melangkah pergi, tapi kali ini sebelum dia sempat menjauh, Kazuya sudah lebih dulu menangkapnya.

"Lepaskan, aku!" dia memberontak.

"Kalau kau pikir mama-mu atau Eiko akan datang mengejarmu, kau salah besar. Mereka tidak akan datang ke sini." Dilihat dari dekat seperti ini Kazuya jadi berpikir ulang, wajah anak ini benar-benar mirip dengan dirinya saat masih kecil dulu. Rasanya seperti melihat dirinya yang ada di dalam album foto kenangan di rumah melompat keluar. Belum lagi sifat keras kepala dan sombong anak ini, entah kenapa ada rasa bangga hanya dengan mengetahui semua kemiripan itu. "Eijun—mama-mu hampir tertabrak mobil karavan tadi saat mencoba mengejarmu. Sekarang kakinya terkilir dan tidak bisa berjalan."

Dia sedikit terkejut, dan tiba-tiba saja jadi tenang.

Kazuya membawanya untuk kembali duduk di bangku yang ia duduki tadi, kemudian Kazuya sendiri memilih untuk berjongkok di hadapan anak laki-lakinya ini.

"Aku tahu kau membenciku." Kazuya ingat, dirinya pernah mendengar kalimat ini juga dari ayahnya dulu. Ah, tiba-tiba saja, hal seperti keluarga yang dulunya tidak begitu ia sukai sekarang menjadi sesuatu yang ingin sekali dia dapatkan. Kazuya ingin memenangkan hati anak laki-lakinya juga dan mendapatkan Eijun.

"Tapi kau salah kalau begini caramu menunjukan kebencian itu. Membuat adik perempuanmu ketakutan dan menangis, membuat mama-mu cemas, itu tidak benar." Anak laki-lakinya hanya diam menunduk. "Kau boleh membenciku sesuka hatimu, kau bebas marah dan bersikap kasar padaku. Tapi tidak pada adik dan mama-mu. Mereka tidak salah apa-apa."

Masih tidak ada tanda-tanda Kazu akan menjawab kata-katanya. Kazuya memilih untuk berdiri, bertolak pinggang dan menghela napas panjang. Sedikit menyakitkan, tapi begini rasanya jauh lebih baik.

"Ayo kembali pada mereka, kau harus minta maaf pada Eiko dan mama-mu." Dia mengangguk dan turun dari tempat duduk. Satu tangan Kazuya akhirnya jatuh di pucuk kepala anak itu, mengusapnya pelan sambil menambahkan, "Katanya kau ingin menjadi cukup kuat untuk menjaga Eiko dan mama-mu. Kalau begitu tunjukan padaku, sudah sekuat apa dirimu."

"..."

"Aku akan pergi jika kau benar-benar bisa menjaga mereka ... namun jika tidak bisa, aku akan tetap bersama kalian, menggantikanmu menjaga mama-mu dan Eiko, menjagamu dan mengajarimu cara menjaga mereka, jadi suatu saat nanti kita bisa lindungi mereka bersama."

Anak itu mendongak. Mungkin terkejut.

Tapi hal yang lebih mengejutkan terjadi setelahnya. Satu tangan anak itu naik, menyentuh tangannya, menggenggam dua jarinya—menggandengnya. "Bawa aku bertemu mama dan Eiko."


0o0o0o0o0


Sejak kembali bersama dengan Miyuki Kazuya, sikap anak laki-lakinya lebih tenang. Eijun pribadi kaget melihat mereka datang dengan bergandengan tangan. Kazu juga langsung minta maaf padanya dan pada Eiko. Walau terpaksa untuk menghentikan kegiatan mereka hari itu karena kondisi kaki Eijun, Kazuya juga tidak banyak protes—padahal Eijun pikir Kazuya akan meminta ganti hari atau sejenisnya.

Selama di perjalanan pulang juga, dengan sendirinya Kazu menawarkan diri untuk duduk di kursi penumpang depan. Dia bilang Eijun bisa duduk di belakang bersama dengan Eiko. Sedikit aneh, tapi Eijun bersyukur anaknya mulai menunjukan sikap yang baik pada ayah mereka. Tapi, yah, tetap saja Eijun penasaran apa yang terjadi antara anaknya dan Miyuki Kazuya sebelum kembali bersama tadi.

"Yakin tidak perlu ke dokter?" untuk kesekian kali Eijun menggeleng menjawab pertanyaan itu. Terlalu berlebihan kalau hanya karena terkilir seperti ini sampai pergi ke dokter. Lagi pula, ia tidak ingin membuat Kazu dan Eiko lebih cemas dari ini lagi. "Kalau begitu aku pamit."

"Papa, mau pergi?"

Hari ini Eijun cukup senang bisa menghabiskan waktu bersama dengan Miyuki Kazuya, bukan Miyuki Kazuya yang terkenal playboy dan suka bergonta-ganti partner, bukan juga alpha tidak bertanggung jawab yang setelah menidurinya menghilang begitu saja. Miyuki Kazuya yang dia lihat hari ini adalah pria yang berusaha untuk membuat Eiko tetap tersenyum walau jelas-jelas Kazu menunjukan ketidaksukaannya. Miyuki Kazuya yang hari ini menemaninya menghabiskan waktu bersama anak-anak mungkin adalah orang yang berbeda dengan yang selama ini ia pikirkan.

"Maaf ya, besok papa harus kembali bekerja."

Cara pria itu mengusap satu per satu pucuk anak-anak mereka, menasihati mereka untuk tetap akur dan menjadi baik, Eijun pikir ia pernah melihat sosok seperti itu di masa kecilnya dulu.

Miyuki Kazuya benar-benar menjadi seorang ayah untuk Kazu dan Eiko.

Maka dari itu, Eijun pikir tidak ada salahnya memberikan hadiah lebih pada dia yang sudah berusaha sebisanya menunjukan niat baik. "Kalau tidak keberatan, saat libur kita bisa bertemu lagi. Eiko sangat suka denganmu, Miyuki-san."

"Sungguh?" dia kembali mendekat. Langsung menyambar kedua tangan Eijun dan menggenggamnya kuat. "Aku benar-benar masih boleh bertemu dengan kalian?"

"Kalau Miyuki-san tidak keberatan, silahkan temui kami."

Dia sempat berseru "Yey!" cukup keras, membuat Hideaki yang berdiri tidak jauh dari mereka terkekeh renyah. "Kalau begitu aku akan datang sesering mungkin. Kalau perlu setiap hari."

"Tidak perlu sampai setiap hari. Aku mohon."

Setelah membiarkan Kazuya pergi dan memaksa kedua anaknya untuk masuk lebih dulu, dengan terpincang-pincang Eijun baru masuk. Mendekati Hideaki tepatnya. Sejak Kazuya pergi kawan ngobrolnya ini tidak bisa berhenti terkekeh.

"Jadi, apa sekarang kau cukup berani untuk bersama dengannya?" itu satu pertanyaan yang Hideaki ajukan padanya setelah mereka berhadapan. Dengan di bantu Hideaki, Eijun masuk ke dalam rumah.

"Nah, Eijun, dunia ini memang sempit, ada jutaan pertemuan tidak terduga lain yang terjadi selain yang terjadi pada kalian berdua, tapi dunia ini terlalu luas untuk kau huni sendirian. Kau butuh seseorang untuk berada di sampingmu, seseorang yang bisa membantumu menjaga Eiko dan Kazu, dan seseorang yang akan membiarkanmu bermimpi indah sedikit lebih lama. Lagi pula dari yang aku lihat, dia bukan orang yang buruk. Wajahnya cukup tampan, mungkin karena itu dia disebut playboy."

"Dia hobi tidur dengan omega in heat!"

"Tapi sepertinya sekarang dia tidak begitu."

"Setidaknya tujuh tahun lalu dia seperti itu, dan aku ragu karena bisa jadi ada seseorang seperti aku yang juga sedang mencarinya di luar sana." Setelah membiarkan Eijun duduk di ruang tengah, Hideaki meminta seseorang membawakan kompres untuk dirinya, sedangkan Hideaki sendiri mencari tape untuk membalut pergelangan kaki Eijun setelah bengkaknya sedikit turun nanti. "Aku terlalu takut jika Kazu dan Eiko sampai tahu ayah mereka sebenarnya pernah lebih bejat lagi dari yang mereka pikir."

"Kalau saat itu datang, maka biarkan dia yang milih." Sambil menekan-nekan pelan pergelangan kaki Eijun yang mulai kemerahan dia menambahkan. "Shinji juga bukan orang baik. Setelah kau pergi dia juga sempat menggila. Meniduri omega mana saja yang dia temui. Tapi aku tetap menerimanya, karena aku yakin, dia cukup mencintaiku dan tidak akan meninggalkanku, lebih-lebih setelah anak ini lahir nanti." Kemudian mengusap-usap perut buncitnya.

"Dan aku tidak yakin dia mencintaiku."

"Tapi kau tahu betul kalau dia menyayangi Kazu dan Eiko lebih dari apapun." Eijun dibuat tidak bisa menjawab. "Kalau tidak, orang sehebat dia mana mungkin mau repot-repot memperjuangkan kalian seperti ini, kan?"

Setelah selesai dengan pertolongan pertama untuk kaki Eijun yang terkilir, Hideaki kembali menambahkan. "Kau harus memikirkan ulang keputusanmu. Kali ini bukan hanya karena Kazu dan Eiko menginginkan dia atau tidak, tapi karena dirimu sendiri."

Berkat pembicaraan itu malamnya Eijun tidak bisa tidur lagi. Memikirkan ulang, tapi rasanya Eijun seperti sudah memikirkan ini lebih dari seratus kali. Dirinya memang membutuhkan seseorang, hidup sendiri itu berat, berjuang sendirian itu tidak semudah yang orang-orang pikir, belum lagi pandangan masyarakan yang selalu jelek karena kesendiriannya ini, walau sudah tujuh tahun, tetap saja Eijun masih belum bisa terbiasa.

Kazu dan Eiko juga butuh sosok ayah. Sejak awal Eijun mencari keberadaan Miyuki Kazuya memang karena ingin Kazu dan Eiko tahu ayah mereka, tapi hanya karena bisa menemukan orang itu dan tahu kalau mereka ternyata cukup dekat, hatinya mulai ketakutan.

Lagi pula, masih terlalu dini rasanya memutuskan. Walau Kazu sudah tidak menujukan sikap kerasnya pada Miyuki Kazuya, bukan berarti Kazu menerima pria itu juga. Ia ingin melihat sedikit lebih lama lagi, memikirnya lebih lama lagi setelah benar-benar bisa mengenal sosok Miyuki Kazuya.

"Mama." Pintu kamarnya kembali bergeser. Tidak seperti dua malam lalu, kali ini bukan hanya Kazu yang datang. Eiko juga ikut. "Kami ingin tidur bersama mama." Keduanya masuk sambil menyeret futon mereka masing-masing. Tanpa menunggu persetujuan dari sang mama mereka menempatkan diri di sisi kanan dan kiri Eijun.

Tidak bisa menolak, Eijun membiarkan keduanya tidur berbaring mengapitnya sedangkan ia pada posisi duduk, memberi tepukan ringan pada dua pucuk kepala anaknya bersamaan. Pelan, Eijun juga menyenandungkan lagu Nina Bobo yang biasa ia nyanyikan untuk mereka sejak kecil.

Saat Eijun pikir keduanya sudah kembali tidur tiba-tiba saja Kazu memanggilnya, "Mama." Mata anak laki-lakinya terbuka. "Paman itu bisa saja menyusahkan kita lagi, tapi kalau mama dan Eiko ingin bersama dengannya, aku tidak keberatan memanggil dia 'papa' juga." Kemudian Kazu membalikan badannya, memunggungi Eijun.

Butuh waktu beberapa detik bagi Eijun untuk mencerna arti kata-kata Kazu tadi. Tapi setelah jelas, entah kenapa separuh beban yang ada dalam hatinya lepas.

Eijun menunduk, berbisik pada Kazu, "Terima kasih, sayang." Kemudian menghadiahkan satu kecupan di pipi Kazu, tidak lupa dia juga memberikan kecupan lain di kening Eiko yang ada di sisi lain.


0o0o0o0o0

THE END

0o0o0o0o0


.

Holla~ apa kabar?

Akhirnya selesai juga. Untuk yang nungguin, maaf lama. Aku ada sedikit kendala dua bulan terakhir jadi ini pending rada lama. Tapi sesuai janji ini aku selesaikan. Nggak ngegantung~

(Dan ini FF bersambung pertama yang berhasil aku selesaikan di FFN. Aku bahagia banget!)

Rada kecepetan emang, tapi emang sejak awal kaya gini konsepnya. Jadi maaf aja kalo ada yang nggak puas.

Niatnya abis ini aku bakal bikin FF bersambung lagi, lebih panjang dan full NTR GILA GILAAN. Hurt/Comfort banget! Sawamura!EveryoneUke pokoknya. Mohon di sambut nanti kalo udah rilis ya~

Oh, di bawah masih ada sedikit OMAKE, dibaca ya!

Dan seperti biasa,

Terima kasih untuk yang meninggalkan jejaknya.

Segitu aja dariku.

Bye~

.


0o0o0o0o0

OMAKE

0o0o0o0o0


.

"Papa, berhenti baca koran di meja makan. Kazu juga, scorebook-nya ditutup dulu dan cepat sarapan, kau bisa telat ke sekolah kalau seperti itu. Katanya hari ini kau ada meeting pagi."

Sambil bertolak pinggang Eiko menghela napas kesal. Eijun yang melihat bagaimana kelakuan anak perempuannya memarahi dua laki-laki alpha yang sibuk sediri dengan bacaan mereka masing-masing dan mengabaikan ocehan Eiko hanya bisa tertawa dari balik counter dapur.

"Ayolah, masa setiap pagi aku harus marah-marah terus. Capek tahu!" tidak mau banyak omong setelahnya, sambil cemberut akhirnya Eiko memilih duduk dan memakan sarapannya. Membiarkan dua laki-laki alpha yang mengabaikan ocehannya tadi sibuk dengan bacaan mereka sendiri.

Baru setelah itu Eijun yang turun tangan. Mendekat pada si ayah dulu, dua tangan Kazuya dia pegang dan dirapatkan, memaksa Kazuya untuk menutup koran yang sejak tadi menyembunyikan wajahnya dari anak-anak mereka. "Sarapan dulu." Eijun menekankan sambil menunjukan Eiko yang bersungut marah dengan dagunya.

"Kazu juga." Yang sebut namanya langsung menurut.

"Jahat! Aku yang bilang kalian tidak dengarkan, tapi giliran mama, tidak ada yang membantah."

Eijun dan Kazuya hanya tertawa renyah mendengar protes itu, tapi Kazu menjawabnya dengan, "Kalau langsung menurut tidak asik." Sambil mengacak-ngacak gemas rambut sang adik.

Ini tahun kelima mereka bersama. Tahun ini Kazu dan Eiko sudah menjadi siswa SMP. Kazu juga sudah mulai serius dengan club baseball-nya—yah, walau sebenarnya karena ayahnya adalah Miyuki Kazuya, Kazu termasuk anak yang menyita banyak perhatian dari tahu pertamanya main baseball. Sedangkan Eiko memilih untuk jadi manajer sekaligus asisten pelatih di club baseball sekolah mereka dan di klub tempat Kazu main.

Butuh waktu dua tahun bagi Kazuya untuk meluluhkan hati Eijun sampai lamarannya di terima, itu juga sudah dengan banyak bantuan berbagai pihak. Eiko dan Kazu termasuk. Semua membantu Kazuya untuk menghasut Eijun agar mau menerima lamarannya, dan syukurnya hanya butuh dua tahun. Karena akalau lebih dari itu, Kazuya juga bingung pada siapa lagi dia harus meminta bantuan.

Tapi sejak awal mereka menjadi keluarga, Kazuya sudah berjanji apapun yang terjadi dirinya tidak akan meninggalkan keluarga ini. Tidak akan ia biarkan siapapun mengacaukan keluarganya. "Karena kalian aku tahu kalau memiliki keluarga adalah hal yang luar biasa. Dan karena kau, Eijun, aku tahu kalau jatuh cinta itu tidak sesulit dan seburuk yang aku pikirkan. Terima kasih karena sudah memilih takdir ini."


0o0o0o0o0


.

21:50 19/09/2019