Epilog.

Part 2

Pansy melihat Draco dan Harry sedang duduk berduaan di sofa depan perapian. Mereka harusnya mengerjakan PR, tapi Draco malah meletakan kepalanya di pundak Harry, berbicara pelan. Harry memegang pena bulunya, tapi juga nampak sama sekali tak berminat mengerjakan PR di depannya. Dia tersenyum mendengarkan Draco bicara, mengangguk sambil mengatakan sesuatu.

Pansy menarik napas. Oke, dia bisa melakukan ini.

Dia sudah move on dari Draco!

Iya kan?

Pansy menghampiri mereka.

Disana ada Tracey, Daphne, Miles, dan yang lain juga. Dia duduk di sebelah Tracey, mendesah keras, menatap langit-langit.

"What's wrong?" Tanya Draco, mengangkat sebelah alisnya.

Pansy mendesah lagi. "Bosan. That's what's wrong."

Harry nyengir. "Kau bisa ikut sesi Monopoly Draco dengan Gryffindor minggu nanti," katanya, lalu.. "mungkin Ron mau..."

"No, Har, oke? No way in hell aku mau berpasangan dengan Gryffindor dalam hal apapun," kata Pansy tegas.

Draco akhirnya mengangkat kepalanya dari pundak Harry. "Mereka akan membuatmu merasa sangat pintar, Pans. Poin plus kurasa."

Semua menatapnya syok. Draco Malfoy! Membela Gryffindor!

"Oh wow," tawa Harry, menepuk kepala Draco geli. "Draco mendapat sahabat baru rupanya."

"What?! Enak saja!" Protes cowok itu. "Ini persaingan tahu. Persaingan!"

Harry hanya nyengir, mengecup pipinya. Pansy berusaha tak mengalihkan matanya saat Draco membuat kecupan innocent itu menjadi ciuman panas yang melibatkan desahan dan erangan.

Pansy mendesah. Akhirnya menatap Tracey. "bagaimana kalau kita ke Hogsmead saja?"

"Ide bagus!" Kata Daphne penuh semangat, menatap Miles, yang menggeleng.

"Tak bisa. Sabtu ini sudah janjian dengan Tim. Entah sampai jam berapa," katanya tanpa mengalihkan matanya dari PR ramuannya. "Say Har, Veritaserum ini mendapat warna bening dari?"

Tapi Harry jelas tak mendengar, masih bergelut penuh nafsu dengan Draco.

Miles mendongak menatap mereka, lalu mendesah. "Bisakah kalian berdua setidaknya naik? Kalian punya kamar sendiri Kan, dasar orang aneh!"

Draco hanya memberinya jari tengah. Mereka semua terbahak.

"Tak bisakah kami ikut?" Tanya Daphne, memeluk pinggang Miles manja. Miles hanya mengangkat bahu.

"Graham bilang hanya tim, tapi mungkin dia tak masalah."

Daphne mendesah. "Tapi pasti boring sekali, semua hanya ngomongin Quidditch..."

Miles nyengir. "Kunjungan Hogsmead nya kan tinggal minggu depan, sabar dikit ya," katanya, mengusap kepala Daphne, lalu kembali ke pr nya. Daphne tersenyum padanya, wajahnya merona senang. Pansy nyaris berjengit, sekali lagi berharap dia bisa punya pacar yang lembut pada wanita seperti Miles. Cowok itu membiarkan Daphne bergelayut manja di satu lengannya, sementara tangan satunya dia pakai untuk menulis, membuka buka, mengeluarkan perkamen baru dari tas nya. Mereka semua tahu Miles pasti merasa lelah karena itu, tapi cowok itu bahkan tak pernah sekalipun mengeluh. Dia akan berhenti menulis jika Daphne mengajaknya bicara, akan tersenyum pada cewek itu jika sudah beberapa saat dia menulis (agar Daphne tak merasa dicuekin).

Andaikan Miles punya saudara kembar...

Tapi yang Harry pilihkan untuk Pansy malah Ron Weasley! Merlin, Pansy bisa membayangkan pacaran dengan Gryffindor aneh itu, cowok slebor, berantakan, dan... Well, Pansy tak Akan berani mengatakan ini di depan Harry, tak berduit. Oke, Miles juga bukan kaya raya seperti Draco, jelas, tapi Pansy ingin setidaknya dibayarin setiap kencan. Dia tipe kolot yang beranggapan bahwa cowoklah yang harus membayar di tiap kencan!

Bahkan untuk ukuran Gryffindor, Ron tak akan pernah menjadi pilihan Pansy. Mungkin kalau Dean Thomas, okelah. Setidaknya suaranya luar biasa bagus. Tapi Ron Weasley tak punya satupun kelebihan yang bisa Pansy banggakan!

Pansy mendesah panjang lagi.

Harry akhirnya bisa melepaskan diri dari cengkeraman Draco, tertawa cekikikan, bibirnya luar biasa merah, wajahnya merona. Draco memeluk pundaknya, dan masuk kembali ke percakapan seolah mereka berdua tidak habis mengumbar nafsu.

"Gryffindor membuat lomba menyanyi hari minggu malam nanti," katanya, menatap Pansy. "Kau bisa mewakili kita Pans."

Pansy menatapnya seolah dia sudah gila. "Draco, aku tak mau main ke Gryffindor!"

Draco nyengir. "Atau Weasley yang kita suruh kesini?" Godanya.

Pansy menenggelamkan wajahnya ke lengannya. Blaise, yang sejak tadi hanya diam, akhirnya bicara dengan nada ketus. "Lomba menyanyi apaan?" Blaise kasus yang beda lagi. Sejak Harry mulai menjodohkan Pansy dengan Ron, sikap Blaise jadi berubah padanya. Pansy meringis mengingat menurut Harry, cowok itu suka pada Pansy.

Draco mengangkat bahu. "Kau tahu Gryffindor, sungguh absurd. Mungkin itu hanya alasan mereka untuk pesta dan mabuk alih-alih mengerjakan PR."

Harry tertawa. "Kau tahu Draco, bahkan aku tidak tahu mereka bakal mengadakan lomba menyanyi minggu nanti. Kau seriusan sudah bersahabat dengan mereka kan?"

Draco memutar bola matanya. "Thomas memberitahuku siang tadi. Kau tahu," dia nyengir. "Kita bisa duet Har. Drarry band."

Harry terbahak. "Merlin Draco, kalau harus memilih, aku lebih memilih mendengarkan Mandrake menyanyi daripada kau!"

Draco tampak tersinggung. "Suaraku bagus tahu. Kurasa aku akan menyanyi lagu Westlife." Dia tersenyum, jelas membayangkan dirinya bernyanyi sambil di beri standing ovation oleh semua orang. Dengan lagu muggle. Mereka semua tahu sedikit lagu muggle dari bergaul dengan Harry selama bertahun-tahun, tapi Pansy tidak tahu bahwa Draco sampai punya favorite segala. Harry benar-benar memberi pengaruh besae di hidup cowok itu. Setelah pakaian muggle, bergaul dengan Gryffindor, sekarang lagu muggle. Pansy penasaran bagaimana reaksi orangtua cowok itu jika tahu soal ini.

Harry menatapnya geli. "Whatever that make you happy love " tapi dia meringis pada Pansy. "Tapi seriusan pans, demi kesejahteraan telinga semua orang, please, kau saja yang maju yeah?"

Draco cemberut mendengar Komen ini, membuat mereka terbahak.

Pansy bertopang dagu. "Well, kita lihat nanti. Kalau kebosanan ini nyaris membunuhku, kurasa aku bisa memilih opsi itu. " Harry tertawa.

"Pilih lagu muggle, Dean bisa mengiringinya dengan gitarnya," kata Harry. Lalu dia menggeliat, berdiri.

"No no no!" Kata Draco cepat, menarik Harry untuk duduk lagi, memeluknya erat. "Jangan pergi."

"Merlin Draco, kau ini benar-benar bikin malu ya," tawa Blaise. Lalu pada Harry, "bagaimana bisa kau bertahan dengan model begini?!" Semua tertawa terbahak, kecuali Draco, yang tetap tanpa malu mendekap Harry tanpa celah.

"Draco, lepaskan, aku sudah janjian dengan Snape. Kau mau aku memberi alasan apa jika tidak datang?" Kata Harry, berusaha melepaskan diri.

Draco mendesah sebal. "Apa saja sih yang kau lakukan dengan Snape? Memangnya wolfsbane sesusah itu?" Tandasnya.

Harry memutar bola matanya. "Kami sedang berusaha memodifikasi resepnya, Draco. Wolfsbane nya sudah berhasil kubuat sebelum liburan musim dingin kemarin," katanya. "Kemana saja kau?"

"Bergelut di bawah selimut Lisa Turpin jelas," kata Blaise, nadanya menggoda.

Draco memberi sobatnya itu tatapan Tak terkesan. "Trims sudah mengingatkan, Blaise."

"What? Memang iya Kan?"

Harry mendengus. "Draco sudah melupakannya. Kutebak seksnya sangat boring," katanya skeptis.

"Oohh, dia cemburuu," tawa Miles, yang lain ikut cekikikan.

Draco secara bijaksana tidak berkomentar dan berkata, "Aku ikut kau."

Harry mendesah. "No, Draco, aku hanya akan pergi sebentar."

Draco mengerang, "tahu nganggur begini, aku jadwalkan latihan quidditch saja," katanya menyesali.

"Weits, jangan seenaknya begitu dong," protes Miles. "Memangnya pr mu sudah selesai semua?"

Draco mendesah. "Tinggal mantra, sih. Bagaimana dengan PR mu Har? Kalau kau tak mencicilnya, kau bakal kelabakan. Sabtu minggu ini kita full Kan."

"Full bersenang-senang, sungguh indah hidupmu, Kan, Draco," tawa Tracey. Draco hanya nyengir, memberinya salut.

"Tinggal mantra juga kan, kau memaksaku kerja rodi sepanjang hari tadi," kata Harry, memutar bola matanya. "Kupikir masih bisa santai minggu nanti. Rupanya ada lomba menyanyi segala. Pans, think about it, yeah?"

Pansy memutar bola matanya. "I will."

Harry nyengir, memakai tas nya, lalu melambai pergi. Draco mendesah menyesal. Blaise menggeleng geli.

"Sudahlah, Draco. Kau bersikap seolah hidupmu tak ada artinya tanpa Harry!"

Draco bertopang dagu, menggeleng. "You have no idea."

Semua hanya bisa memutar bola mata mereka.


Sabtu sore itu anggota Tim Quidditch Slytherin sampai di ruang pribadi Three broomstick tanpa masalah. Graham dan Cassius belum datang, jadi mereka hanya duduk malas-malasan di sofa sambil mengobrol dan minum.

"Kau pesan kue kacang lagi Kan?" Tanya Miles pada Draco, yang mendengus.

"Jelas saja. Spesial untukmu," katanya sarkastis. Miles memberinya salut, nyengir lebar.

Harry melepas kuncir rambutnya, menggerai rambutnya jatuh ke sweater hijaunya. Draco menatap pacarnya itu senang, memainkan rambutnya.

"Kau belum memberitahu Graham soal kita?" Tanyanya.

Harry meringis, menggeleng. "Kau yang akan memberitahunya," katanya.

Draco nyengir. "Kenapa kau gugup? Graham kan selalu mendukung kita untuk jadian."

"Kau yakin?" Tanya Adrian menggoda. "Kurasa dia tak akan terkesan jika tahu Harry sekarang practically tinggal di kamarmu."

Harry dan Draco berjengit kompak.

"That's why, tak ada yang boleh membicarakan soal itu di depannya, oke?" Kata Draco tegas.

"Sekarang kau juga gugup yeah?" Tawa Malcolm. "Kita lihat reaksi Graham saat kau dan Harry menunjukan public display of affection tanpa sensor di depan kita semua seperti yang selalu kalian lakukan."

Draco memelototinya. "Tak ada yang boleh membicarakan soal itu juga, mengerti?!"

Semua tertawa terbahak.

"Memangnya kenapa Graham ngga boleh tahu soal itu?" Tanya Evan.

"Karena Graham berharap Harry akan tetap perawan sampai setidaknya umur 30 tahun," tawa Miles.

Harry mendesah. "Graham tidak berharap begitu."

Draco meringis. "Dia berharap begitu. Kau tahu kan dia berharap kita tinggal dengan dia setelah lulus sekalipun? Dengan kamar terpisah?"

Harry tergagap. "Seriusan? Jadi kamar tambahan yang dia bilang untuk tamu..."

"... Adalah kamarku," sambung Draco muram.

Dia dan Harry terdiam sejenak, sementara teman-teman mereka terkekeh geli.

"Bayangkan tak bisa melakukan seks setiap hari," kata Miles menggoda. "Tak ada ciuman panas di ruang rekreasi. Tak ada ciuman panas di meja makan. Tak ada mandi bersama..."

Draco cemberut. "Oh, shut up you."

Harry memegang tangan Draco. "Tenang saja, kita masih bisa kawin lari," katanya serius.

Draco mendesah. "kalau memang harus."

Malcolm memutar bola matanya. "Kalian merencanakan kawin lari hanya karena pisah kamar?"

Draco memeluk pundak Harry. "Seperti kataku, aku akan meninggalkan segalanya demi seks dengan Harry."

Harry memutar bola matanya. "Luar biasa dedikasimu."

"In and out." Draco nyengir, mengecup pipi Harry keras, menahan dirinya untuk tidak menjadikan kecupan itu lebih panas.

"Seluar biasa itu ya," kata Evan, meringis. "Seks."

"Anak kecil, jangan mikirin begituan, oke," kata Draco cepat.

"Kau yang memulai membicarakan ini. Jelas saja dia penasaran Kan," tandas Harry, menyikutnya.

Draco tertawa bersalah, lalu berkata bijak pada Evan, "temukan gadis yang tepat, baru lakukan seks."

"Kode: temukan yang paling cantik dan seksi, baru lakukan," tawa Malcolm.

Evan mendesah. "Mana bisa, yang paling cantik dan seksi kan hanya Harry."

Draco menggebuk kepalanya otomatis, membuat mereka semua tertawa.

"Kurasa yang paling cantik dan seksi adalah Greengrass," kata Seth, bertopang dagu.

Miles mengangkat sebelah alisnya. "Please, aku tak mengapresiasi kau berpikir soal pacarku seperti itu," tandasnya. Seth hanya nyengir.

"Oh iya iya, apalagi saat pesta ravenclaw itu, ingat Miles? Saat dia kencan dengan Alex Carlos," Evan mendesah memuja. "Aku tak keberatan dia muncul di mimpiku."

Miles mengeluarkan tongkatnya, tapi Draco melucutinya dengan super cepat. Miles cemberut.

"Chester, shut the fucking up," bentak Miles geram. Evan meringis, memberi kode mengunci mulutnya. Draco memutar bola matanya, melemparkan tongkat Miles ke si empunya.

"What the hell Miles? Mana bisa kau main kutuk ke anak kelas 2," katanya tak terkesan.

Harry menggeleng. "Miles jadi tegang begini sejak dia tahu bahwa Daphne mengharapkannya segera menikahinya," katanya geli.

"Really? Well tapi sesuai image Greengrass banget sih," kata Adrian, nyengir menggoda. "Jadi kau bakal maju ke orangtuanya setelah ini?"

Miles mengusap rambutnya ke belakang, gugup. "Entahlah. Kurasa aku akan maju setelah mendapat pekerjaan," katanya. "Semoga saja Tornadoes sungguhan sedang butuh keeper tahun ini."

"Mereka butuh, kau tahu itu."

Lalu mereka membahas quidditch sampai pintu membuka.

"Graham!" Harry melompat berdiri, lalu melompat memeluk cowok itu. Graham tertawa, menepuk kepala Harry.

"Miss you too," kata cowok itu riang.

Mereka semua bergantian menyapa Graham dan Cassius, lalu Harry menarik cowok itu untuk duduk di sofanya dan Draco, sementara Cassius duduk di samping Miles.

"Kudengar kau balikan lagi dengan Greengrass," kata Cassius, nyengir.

Miles meringis. "Well, yeah. Akhirnya."

"Kenapa wajah itu?"Tanya Graham. "Bukankah harusnya kau memberi ekspresi luar biasa puas ?"

"Kalau soal puas sih tak perlu di ragukan," tawa Draco.

"Dia mencemaskan pernikahan yang sudah di depan mata," Harry menjelaskan pada Graham.

Miles mengerang. "Jangan ngawur Har. Sudah kubilang aku dan Daphne tak akan menikah sebelum aku punya pekerjaan tetap!"

Harry tertawa. "Kurasa Daphne tak keberatan sedikit hidup sulit..."

"Aku yang keberatan," tandas Miles sebal.

Graham menggeleng. "kau tak mau melakukan itu Miles. Menikah itu tanggung jawab besar."

Miles mendesah. "Aku tahu..."

"Hmm, tapi aku bisa membayangkan Greengrass pasti setengahnya bakal memaksa untuk mengikatmu dengan ikatan yang sesungguhnya," tawa Graham akhirnya. Semua ikut tertawa bersamanya.

"Untung saja dia cakep setengah mati," kata Malcolm. "Kalau kau takut menikahinya, katakan padanya aku mau," tambahnya menggoda Miles, yang mengernyit sebal.

"Fuck you."

"Daphne bakal jadi istri yang baik, Miles," kata Harry mendukung. "Kau tahu dia bakal diam manis di rumah, siap menyambutmu pulang bekerja dengan makanan hangat..."

"... Dan seks hebat," sahut Adrian, tertawa.

"Yeah," sahut Seth. "Sampai Miles menghamilinya dan dia muntah setiap 10 menit sekali."

Semua menatapnya.

Seth mendesah. "Ibuku hamil adikku saat aku 11 tahun. Trauma yang kurasakan dari melihatnya muntah..."

Semua berjengit kompak.

Harry berdeham. "Tenang saja, Miles, aku akan secara rutin membuatkan Ramuan anti-muntah," katanya menghibur Miles yang wajahnya seolah dia sendiri yang mau muntah.

"Tapi kau berhasil, Kan, Miles," kata Draco, terkekeh. "Cinta monyetmu menjadi nyata. Saat kelas empat dulu, siapa yang menyangka kau bakal mendapatkan Daphne Greengrass!"

Semua tertawa. Graham menatapnya menggoda.

"Dan kau masih saja terus berharap cinta monyetmu menjadi nyata Kan, Malfoy?"

Semua langsung terdiam.

Graham dan Cassius bertukar pandang, tampak heran kenapa mereka semua tidak berlanjut menggoda Draco seperti biasa. "Kenapa sih?"

Harry meringis, menyikut Draco, yang berdeham, menegakkan punggungnya.

"Well," katanya, berusaha terdengar berwibawa. "Aku dan Harry akhirnya jadian."

Reaksi Graham dan Cassius harusnya diabadikan. Mereka berdua melongo tak percaya.

"Seriusan?" Tawa Cassius akhirnya. "Congratulations mate! Akhirnya mimpi menjadi nyata!"

Draco nyengir berpuas diri, memberinya salut. Sementara Harry masih menatap Graham, yang masih tergagap tak percaya.

"Tapi... Kalian..." Graham memegang wajah Harry, mengernyit serius. "Dia tidak mengancammu kan?"

Harry mendengus. "Dia tak bisa mengancanku untuk melakukan apapun, kau tahu itu."

"Meracunimu dengan Ramuan cinta..."

"Graham, kau tahu Ramuan cinta seperti apa! Aku tahu Ramuan itu dari baunya, bentuknya, rasanya. Dia gila kalau memakai trik itu!"

"Memaksamu?"

Harry terdiam sejenak, meringis. Semua tertawa terbahak, teringat kejadian setelah pertandingan Quidditch dengan Ravenclaw.

"Kau memaksanya?!" Pekik Graham tak percaya pada Draco, melepaskan wajah Harry.

"Aku tidak memaksanya!" Kata Draco cepat, memelototi Harry, yang ikut tertawa bersama yang lain.

"Kau setengahnya memaksaku, kau tahu itu," kata Harry riang. Dia menatap Graham. "Dia menciumku di depan semua orang setelah pertandingan Quidditch lawan Ravenclaw februari lalu."

Herannya, Graham menyembur tertawa terbahak-bahak. "Kau tahu," dia menggeleng. "Aku heran kenapa kau baru melakukan itu sekarang, Draco."

Suasana langsung cair. Mereka semua berebut bercerita soal Draco yang setiap Harry menyodorkan dirinya pada Harry, sampai Harry akhirnya menyerah dan menerima kenyataan bahwa dia juga menginginkan Draco sebagai pacarnya.

Graham dan Cassius ikut tertawa-tawa bersama mereka.

"Akhirnya setelah enam tahun, perjuangan terbayar, yeah, Draco?" Goda Cassius. "Kutebak kalian berdua tak akan bisa berhenti melakukan seks setelah tegangan yang begitu lama..."

Hening menyusul pernyataan itu.

Wajah Graham berubah hijau.

Harry dan Draco menatapnya horor.

"Ups," tawa Cassius.

"Seks..." Ulang Graham pelan.

"Aku bisa menjelaskan," kata Draco cepat.

Graham bangkit mendadak, berkata pada Harry. " Let's talk." Lalu berjalan keluar.

Harry mendesah panjang, bertukar pandang dengan Draco, lalu mengikuti Graham. Saat pintu sudah tertutup, mereka semua bisa bernapas lagi.

Malcolm terbahak. "Dia bakal meracuni Harry agar jauh-jauh darimu," katanya girang.

Draco memelototinya. "No way. Harry tak akan mau," tandasnya. "Dia sama desperate nya untuk melakukan seks denganku, kau tahu."

"Cewek tak seperti cowok, mereka tahan," kata Seth bijak.

Draco mendengus. "Yeah, tapi Harry menginisiasi seks lebih sering dari aku, kau bisa Tanya padanya."

Semua mendengus tak percaya.

Draco menatap cemas pintu, tahu persis jika Ada yang bisa menyuruh Harry untuk melakukan apapun, itu adalah Graham. Bahkan professor Snape tak bisa menghalangi Harry melakukan apapun. Tapi Graham...

Sementara itu Harry dan Graham sedang bicara serius.

"Graham," desah Harry akhirnya. "Aku menginginkan ini, oke? Aku ingin bersama Draco, ingin pacaran dengannya, berciuman dengannya, melakukan seks dengannya..."

Graham berjengit.

Harry tertawa. "Aku melihatmu bermesraan gila-gilaan dengan nyaris semua cewek Slytherin sejak aku kelas 2, dan tak pernah sekalipun aku marah-marah tak jelas kan?"

Graham mendengus. "yeah, tapi lalu kau menempelku sepanjang hari sampai aku diputusin, ingat?"

Harry cekikikan, memeluk cowok itu sekilas. "I love you, Graham. Tapi aku juga ingin menikmati itu kau tahu, gairah Masa remaja," katanya, nyengir.

Graham mendesah. "Yeah, well, aku tak ingin memikirkan itu," katanya. Dia menatap langit-langit. "Sialan Malfoy!"

"Kau yang bilang aku akan menyesal kalau menolak dia terus," kata Harry geli. "Dan kau tahu aku Dan Draco sangat serius menjalani ini, Graham."

Graham mendesah kalah, lalu akhirnya mengangguk. "Please, no PDA."

Harry memutar bola matanya. "Kami enam belas tahun! Tentu saja bakal Ada PDA!"

Graham hanya bisa meringis pasrah.

Mereka masuk kembali ke ruangan itu dengan lebih rileks. Harry nyengir pada Draco, yang mendesah lega. Harry duduk menempel di sebelahnya seperti biasa, dan Draco merangkul pundaknya.

Graham memutar bola matanya, duduk di sebelah Harry yang lain.

Mereka mengobrol seru soal quidditch dan karir dan masa depan.

"Ayahku ingin aku di kementrian," kata Adrian malas-malasan. "Jadi kurasa itu karir untukku."

"Memangnya nilaimu cukup?" Goda Malcolm, membuat Adrian memberinya jari tengah. Semua tertawa.

"Jadi apa yang akan kau lakukan, Malcolm? Bukan jadi gigolo Kan?" Kata Harry, membuat mereka terbahak lagi.

"Siapa yang mau memakai jasanya? Daphne bilang milik Miles saja lebih impresif," sahut Draco, membuat mereka semua meraung terbahak. Malcolm memberi pasangan itu Dua jari tengahnya.

"Harry, kalau kau tahu seberapa besar milikku, aku tak yakin kau bakal kembali pada Draco," kata Malcolm kalem.

Harry mendengus. "Sayangnya aku suka yang alami, bukan yang sudah di mantrai dengan mantra pembesar." Para cowok tertawa histeris mendengar ini. Malcolm memutar bola matanya.

"Kau dan Draco sehari bisa berapa Kali? Dua kali? Tiga kali? Kau melewatkan Masa mudamu, Har!"

"Oh my, aku Tak mau mendengar ini!" Graham panik.

Harry terbahak. "Merlin, Malcolm, kau tak akan bisa membayangkan!"

"Dia tak Akan percaya juga, karena dia sendiri tak mungkin bisa," sahut Draco, nyengir berpuas diri.

"Really? Kau dan Draco melakukan seks lebih dari 3 Kali sehari?!" Miles Tak percaya.

"Astaga, bisakah Kita move on?!" Bentak Graham, memelototi Miles, yang mengabaikannya.

"Kita pernah 5 Kali ya," kata Draco riang pada Harry, yang tertawa cekikikan.

"Sakitnya..." Kata cewek itu, menggeleng. "But worth it." Draco terbahak.

"Euuu!" Evan cekikikan.

"Bull!" Dengus Malcolm tak percaya. "Tak mungkin bisa! Harry pasti msmberimu Ramuan!"

"Enak saja, sudah kubilang aku suka yang alami," kata Harry membela pacarnya.

Graham menatap mereka berdua tak terkesan. "Menjijikan!" Serunya.

Harry tertawa, sementara Draco hanya mendesah. "Graham, perlukah kuingatkan lagi? Enam. Tahun."

Graham menyembur terbahak. "Well..."

"See? Aku berhak mendapatkan ini," kata Draco kalem, menengak firewhiskey nya.


Mereka semua ketiduran di ruangan itu, mabuk parah. Draco mengajak Harry untuk menyewa kamar lain, dia tak pernah suka tidur di sofa. Jadi dia membayar satu kamar lagi, setelah memastikan anggota tim yang lain sudah teler.

Harry nyengir menggoda saat mereka sudah berduaan di kamar, duduk di pangkuan Draco, lalu menciumnya mesra. Tangan Draco membelai punggungnya, masuk ke bajunya, meremas dadanya. Draco membuka sweater Harry, lalu melepaskan bra nya, dan mulai menjilati puting cewek itu. Puting Harry mengeras, dan cairannya mulai keluar. Draco terus menjilat dan menghisap sampai dia yakin Harry sudah benar-benar terangsang, baru melepaskan celana cewek itu.

"Haruskah celanamu seketat ini?" Kata Draco, cemberut. Harry terkikik.

"Membuat matamu tetap fokus ke kakiku sepanjang hari," katanya menggoda.

Draco mendengus. "Potter, kau tahu mataku selalu fokus padamu. Aku hanya tak mau mata cowok lain juga melihatmu!"

Harry memutar bola matanya. "Tak ada cowok lain yang menatapku Draco. Semua takut padamu," tandasnya.

Draco hanya nyengir berpuas diri, lalu menurunkan celananya sendiri.

Mereka menikmati sisa malam itu, lalu tidur sambil berpelukan.

Besoknya, sudah mandi dan segar, mereka masuk lagi ke ruangan berkumpul untuk memberikan Ramuan hangover Harry pada yang lain. Graham menatap mereka berdua curiga.

"Kalian sewa kamar lain?"

Harry hanya nyengir, menggelayuti lengannya, lalu membimbinhnya berjalan keluar.

Mereka memutuskan untuk langsung kembali ke kastil supaya tidak sampai ketahuan guru manapun. Harry dan Draco bergandengan tangan berjalan paling belakang saat mereka sudah sampai di kastil.

"Kita jadi ke Gryffindor nanti malam?" Tanya Harry.

"Yup," jawab Draco. "Pansy sudah berhasil kubujuk kemarin. Dia bakal ikut kita bersama Tracey."

"Seriusan? Tracey?!"

"Dia ingin tahu seperti apa dalamnya Gryffindor untuk lebih mengkhayati perannya sebagai menantu para Gryffindor nanti," tawa Draco. "Seriusan aku tak menyangka dia dan Percy Weasley bisa selama ini. Kupikir dia bakal mendepak Tracey saat sudah menemukan gadis cantik lain di kementrian."

Harry memutar bola matanya. "Percy kan anak alim..."

"Alim?" Draco mendengus. "Kalau alim, dia tak akan selingkuh dengan anak 13 tahun yang menyodorkan dirinya dengan polos padahal sudah punya pacar yang, dare I say, jauh jauh lebih seksi..."

"Draco..."

"What? Aku tahu tak semua melulu soal fisik, tapi..." Draco mengangkat bahu. "Well, tapi kurasa mereka memang serius."

Harry mendesah. "Please jangan ngomong soal beginian di depan Tracey, oke? Kau bakal membuatnya cemas hal yang tak perlu."

Draco merangkul pundak Harry. "Harry, pikir, ingat kata Miles? Sekali selingkuh, kau akan ingin melakukannya lagi?"

Harry memberinya tatapan yang benar saja.

"Miles selingkuh dengan mantan pacarnya, cewek yang desperately ingin dia miliki sejak 13 tahun. Kurasa kita bisa menebak itu bakal terjadi, apalagi dengan Daphne yang memberinya bir terus menerus dan rayuan, siapa yang bisa menolaknya?"

Harry menggigit bibirnya.

"Tapi saat itu Tracey 13 tahun, dan Weasley 18 tahun. Dia bisa saja menolak Tracey dengan mudah kalau dia memang suka pada pacarnya. Dia tidak mabuk, kan? Dia sedang dalam kondisi sadar, tahu persis bahwa Tracey terpesona padanya. Dia membiarkan itu terjadi."

"Draco..." Erang Harry.

Draco tertawa. "Sorry love, tapi itu hanya pikiranku. Mungkin gryffindor tidak sekompleks itu."

Harry terdiam lama mencerna kata-kata Draco.

"Kenapa kau baru bilang ini sekarang?" Protesnya.

Draco mengangkat bahu. "Aku, tidak seperti kau, tidak suka mengurusi urusan orang lain," jawabnya simpel. "Dan lagi, mungkin Weasley memang suka pada cewek yang jauh lebih muda dan serius ingin menjadikan Tracey ibu dari anak-anak nya. Kapan dia akan membawa Tracey ke orangtuanya?"

"Liburan musim panas ini," jawab Harry, pikirannya berputar.

"Tak usah dipikirkan," kata Draco, mengusap kepala Harry. "Kau tahu aku, selalu bisa menemukan kesalahan orang lain."

Harry mendengus, tapi tetap tak bisa melupakan kata-kata Draco.


Fin.

Lanjut, epilog part 3 x)

Ini epilog berkembang biak kayaknya hahahah

Please review :**