Disclaimer : Naruto bukan milik saya

Don't like don't read

Warning : Bahasa tidak baku, EYD tidak sempurna, karakter OOC

.

.

1. Surat

.

.

Dear my ex-husband,

Di hari yang berbahagia ini aku menitipkan surat ini padamu setelah kita resmi bercerai, kuharap kau mau membaca surat ini dengan seksama.

Aku tahu kau sangat berbahagia dengan status lajangmu yang baru saja kau dapatkan karena aku juga begitu, aku sangat sangat sangat bahagia bisa berpisah denganmu. Meski kau sangat berbahagia, kuharap kau tidak merayakan status barumu itu dengan cara yang berlebihan. Aku tahu kau sangat suka berpesta dan minum-minum hingga mabuk, tapi kau juga harus mengingat jika saat ini uangmu hampir terkuras habis dan kartu kreditmu disita oleh ibumu, aku tidak ingin kau mempermalukan dirimu karena tidak mampu membayar biaya tagihan di bar.

Aku sudah mengambil banyak pelajaran dari pernikahan kita yang telah berjalan selama 16 bulan, dan aku berterima kasih padamu untuk hal itu. Salah satu pelajaran yang telah kupetik adalah aku harus mencari pria pekerja keras yang memiliki penghasilan tetap dan bukannya bersama pria malas yang hanya tahu untuk berfoya-foya.

Setelah aku keluar dari rumah itu, kau harus menikahi kekasihmu yang telah kau pacari sejak lama, bahkan sejak kita belum menikah. Saat suatu hari nanti kau sadar bahwa kekasihmu itu juga tidur dengan semua sahabatmu, kuharap kau bisa menjadi pria dermawan dan mau berbagi, oke? Jangan menyalahkan kekasihmu, dia terlalu cantik untuk kau nikmati seorang diri. Ah, dan juga jangan lupa memakai pengaman setiap kali kau tidur dengannya karena aku takut kau akan tertular penyakit kelamin yang dimiliki kekasihmu akibat terlalu sering bergonta-ganti pria. Dan ketika kau mendapatkan kabar jika kekasihmu itu hamil, jangan terburu-buru untuk bahagia, kau harus memastikan apakah bayi itu benar-benar anakmu. Jadi jangan lupa untuk melakukan tes DNA sebelum kau memutuskan untuk menyerahkan harta warisanmu padanya.

Bisakah aku menitipkan salam untuk mantan ibu mertuaku? Bilang padanya bahwa aku tidak akan merindukannya dan semua ceramahan-ceramahannya yang sangat berisik. Kuharap kau juga mau mengatakan padanya untuk mengurangi kegiatannya mengunjungi klub malam. Alkohol dan udara malam bisa mempercepat terbentuknya keriput di wajahnya. Oh ya, bilang pada mantan ibu mertuaku untuk membuang lipstick warna merah menyala dan sepatu hak tinggi warna hijau kodok miliknya karena itu benar-benar tidak cocok jika dipakai oleh wanita yang sudah beruban.

Sampaikan juga salamku pada mantan ayah mertua. Katakan padanya untuk mencari menantu baru yang lebih kaya dari keluarga Hyuuga. Katakan juga padanya jika aku tidak merasa dendam karena telah ditendang dari pernikahan ini setelah dia tidak membutuhkan keluarga Hyuuga lagi. Ah hampir lupa, katakan juga pada mantan ayah mertuaku bahwa tidak apa-apa memiliki tiga istri simpanan yang muda dan cantik mengingat saat ini istrinya sudah tidak menarik lagi. Bilang padanya untuk berhenti membohongi diri sendiri, jika mantan ayah mertua sudah tidak ingin bersama dengan istrinya maka mereka bisa bercerai, sama seperti yang dilakukan puteranya padaku.

Bisakah kau menyarankan kepada mantan kakak iparku agar membatalkan niatnya untuk melakukan implant pada payudara dan bokongnya? Aku tahu dia merasa cemburu dengan tubuh seksi yang kumiliki, tapi melakukan implant juga memiliki resiko. Terlebih lagi belum ada jaminan jika dia bisa mendapatkan kembali mantan pacarnya setelah melakukan implant. Jika boleh aku memberi saran, akan lebih baik bagi mantan kakak ipar untuk memperbaiki perilakunya. Pria tidak akan menyukai wanita yang angkuh, boros, pemarah dan terlalu banyak mengeluh.

Aku juga saaaaaangat berterima kasih padamu karena kau tidak pernah tidur denganku. Aku selalu merinding setiap kali membayangkan jika kau harus menyentuhku dengan tubuh kotormu yang berisi ribuan bakteri yang ditularkan oleh ratusan wanita yang pernah kau tiduri sebelumnya. Aku benar-benar lega karena pada akhirnya aku bisa menyerahkan tubuhku yang masih suci ini kepada pria yang mencintaiku kelak. Aku juga saaaangat lega karena aku tidak pernah menyerahkan hatiku padamu, kau terlalu hina untuk mendapatkannya.

Kau tidak perlu mengkhawatirkanku. Setelah aku resmi menjadi janda aku akan mencari suami baru yang ribuan kali lebih tampan, lebih baik hati, dan lebih kaya darimu.

Kuharap kita tidak perlu berjumpa lagi, namun jika pada akhirnya kita memiliki kesempatan untuk bertemu maka saat itu aku akan melambai padamu dengan puluhan berlian yang menghiasi tanganku agar kau tahu seperti apa wujud dari berlian asli. Aku merasa iba pada keluargamu yang tidak mampu membedakan berlian asli dari yang palsu dikarenakan mereka membuatmu memberikan cincin pernikahan bertahtakan berlian palsu padaku.

Jaga kesehatanmu, oke? Kurangi mengonsumsi alkohol, merokok dan seks bebas, terapkan pola hidup sehat dengan rajin berolahraga serta perbanyak makan sayur dan buah-buahan. Aku tidak ingin mendengar kabar bahwa kau mati muda. Kau harus hidup sehingga aku bisa memamerkan kehidupan baruku yang bahagia dan dikelilingi kemewahan. Kau harus hidup sehingga aku bisa melihat ekspresi iri diwajahmu saat aku turun dari mobil mewah bernilah milyaran sambil mengenakan tas, sepatu, dan pakaian bermerk seharga puluhan juta.

Jangan merindukanku karena aku tidak akan merindukanmu.

Selamat tinggal.

Tertanda

Your ex-wife

Hinata

.

.

"Terima kasih." Kata Hinata sambil menerima secangkir teh hangat yang disodorkan Ino padanya.

"Mengapa kau ada disini? Jangan salah paham Hinata, aku merasa senang karena kau mau datang kepadaku. Aku hanya bertanya mengapa kau memilih tinggal denganku dan bukannya kembali pada keluarga Hyuuga." Tanya Ino dengan blak-blakan.

"Mengapa aku harus kembali ke rumah itu?" Bisik Hinata sambil mengamati teh ditangannya. Aroma teh melati yang harum membuatnya sedikit rileks. "Mereka tidak menginginkanku."

Setelah resmi bercerai, Hinata memutuskan untuk menumpang di apartemen milik Ino sambil berusaha menata kembali hidupnya. Keluarga jahanam itu telah menendangnya tanpa memberikan sepeser uangpun padanya. Hinata tidak ingin kembali ke kediaman Hyuuga, ia tidak ingin hidup dalam kekangan seperti dulu lagi.

"Kau bisa tinggal disini denganku, Hinata." Kata Ino dengan ramah.

"Terimakasih, Ino. Maaf merepotkanmu, hanya kau yang bisa kuandalkan saat ini." Bisik Hinata sambil tersenyum sedih.

Karena sejak kecil Hinata hidup terkekang, ia tidak memiliki teman selain Ino Yamanaka yang merupakan sahabatnya sejak kecil. Syukurlah wanita cantik ini mau memahami keadaannya dan rela menampungnya setelah Hinata mendatanginya sambil menenteng koper besar.

"Lalu apa yang akan kau lakukan setelah ini?"

"Menata kembali hidupku." Hinata mengangkat bahunya. "Pertama-tama aku ingin mencari pekerjaan yang bisa menghidupiku."

"Pekerjaan seperti apa? Aku bisa membantumu, aku memiliki banyak kenalan."

"Aku tidak pilih-pilih. Selama mereka mau mempekerjakanku maka aku mau menerimanya. Aku tidak memiliki kemampuan hebat, aku juga tidak memiliki bakat yang mengagumkan. Aku juga tidak pandai bergaul dan bersosialisasi… hah… aku menyedihkan dan tidak berguna bukan?"

"Hey, jangan bicara seperti itu." Kata Ino sambil menghampiri Hinata dan memeluk pundaknya. "Kau adalah seseorang yang baik dan tulus. Kau juga jujur dan rajin."

Hinata berusaha menghapus air matanya. "Aku masih tetaplah seorang yang tidak berguna. Tidak mengherankan jika ayahku menyingkirkanku sebagai pewaris Hyuuga dan menikahkanku dengan sampah itu demi keuntungan perusahaan."

Ino menghela nafas. "Hinata…"

"Itu memang benar." Kata Hinata dengan tegas.

Ino lalu memutar akalnya untuk mencari cara menghilangkan kesedihan di wajah sahabatnya yang malang ini.

"Apa kau mau ikut denganku ke pesta malam ini?"

Hinata mengerutkan keningnya. "Pesta?"

.

.

Hinata mengerjap-ngerjapkan matanya sambil menatap bangunan di hadapannya. Ini adalah kali pertamanya mengunjungi tempat seperti klub malam seperti ini, wajar jika dia merasa sangat gugup.

"I-Ino, be-benarkah tidak apa-apa jika a-aku masuk?" Tanya Hinata sambil membetulkan gaun mini yang ia kenakan.

"Tentu saja!" Ia lalu menggandeng Hinata. "Ayo masuk."

Ketika mereka berdua masuk, Hinata merasa seakan ia telah masuk dalam dunia yang asing dan berbeda. Musik yang berdentum kencang seakan mengetuk-ngetuk telinganya dan menambah kegugupannya. Untuk pertama kalinya Hinata keluar dari zona nyamannya dan merasakan dunia baru yang belum pernah dirambahnya. Malam ini ia merasa berbeda. Untuk sesaat ia melupakan problemanya dan turut terhanyut dalam arus yang menyenangkan.

.

.

Sasuke sebenarnya tidak begitu menyukai pesta. Ia benci dengan kerumunan orang yang bertingkah bodoh dan suasana bising yang memekakkan telinga. Jika ini adalah beberapa tahun yang lalu maka akan lain lagi sikapnya, ia akan senang hati ikut larut dalam kebodohan itu dan bersikap sesuka hatinya.

Namun tidak sekarang, kini ia lebih memilih menjadi penonton yang menyaksikan tingkah bodoh yang dilakukan para sahabatnya akibat terlalu banyak minum.

Tak jauh darinya ia melihat Naruto yang tengah berusaha merayu wanita berambut cokelat. Sahabat masa kecilnya itu terlihat membisikkan sesuatu yang membuat si wanita tertawa malu-malu. Mungkin si dobe tengah membisikkan kalimat kotor, pikir Sasuke dalam hati sambil menyesap minumannya perlahan.

"Apa kau bosan?" Bisik wanita berambut hitam yang mengambil tempat duduk di sebelahnya.

"Tidak juga." Jawab Sasuke sambil berusaha mengabaikan jemari lentik wanita itu yang kini membelai lengannya.

Wanita itu tertawa perlahan. Mata cokelatnya yang dihiasi bulu mata palsu menatapnya dengan penuh isyarat. "Aku suka pria dingin. Mereka menyembunyikan sisi liar mereka dengan begitu baik."

Sasuke melirik wanita itu, bibirnya yang dipoles dengan lipstick warna merah menyala justru membuat bibir itu semakin terlihat lebar. "Aku tidak suka wanita agresif. Mereka terlalu banyak bicara." Kata Sasuke sambil menepis tangan wanita itu.

"Aku ingin mencari udara segar diluar." Kata Sasuke pada Kiba yang terlihat asyik dengan ponselnya.

"Oke, oke." Jawab Kiba dengan asal-asalan tanpa menoleh sedikitpun.

Tak lama kemudian ia berada di balkon yang berada di lantai dua sambil menghisap rokoknya dengan santai. Mungkin lain kali ia harus menolak ajakan teman-temannya. Toh, ia sama sekali tidak menikmati semua ini. Daripada membuang-buang waktu bukankah akan lebih baik jika melakukan kegiatan yang lebih berguna seperti tidur?

Ia hanya diam saja ketika mendengar pintu di belakangnya dibuka. Dari sudut matanya ia melihat ada seorang wanita yang berjalan dengan sedikit sempoyongan dan berdiri tak jauh darinya.

"Ah… udara segar~" Kata wanita itu dengan nada penuh kelegaan. "Aku bebas!" Teriaknya sambil tertawa kecil.

Wanita itu lalu berdiri bersandar di tembok sambil menatap lurus ke depan, sepertinya ia tidak sadar jika Sasuke juga ada di balkon ini.

Sasuke lalu melirik wanita itu. Gaun ungu yang dikenakannya melekat pas di tubuhnya yang lumayan seksi dengan kaki rampingnya yang mulus. Kulitnya putih seperti susu sedangkan rambut gelapnya dikuncir tinggi. Wajahnya tidak cantik, lebih condong ke arah manis. Namun yang membuatnya tertarik adalah mata wanita itu yang berwarna pucat, sepertinya ia pernah melihat mata itu sebelumnya.

Wanita itu kembali berbicara. "Aku harus mendapatkan suami seorang konglomerat tampan yang mampu memberiku berlian dan tas bermerk."

Sasuke tersedak asap rokok yang tengah ia hisap.

Mendengar ada orang yang terbatuk-batuk, wanita itu menoleh ke arah Sasuke. "Sejak kapan kau ada disitu?"

Sasuke mengabaikan pertanyaan wanita yang jelas-jelas sedang mabuk itu.

Dengan sedikit sempoyongan, wanita itu berjalan mendekati Sasuke dan baru berhenti ketika mereka hanya berjarak dua langkah saja. Wanita itu mengamati Sasuke dengan serius, begitu pula sebaliknya.

Dari jarak dekat, wanita itu terlihat lebih manis. Hidungnya mancung dan mungil, pipinya sedikit bulat, bibirnya mungil namun terlihat seksi, bulu matanya yang lentik menghiasi matanya yang lebar. Kulit seputih susunya terlihat mulus dan menggoda, terlebih leher jenjangnya itu. Apakah wanita ini berniat menggodanya?

"Kau lumayan tampan." Kata wanita itu dengan serius. "Apa kau kaya?"

Sasuke hanya bungkam sambil membuang puntung rokoknya ke lantai. Apakah dia seorang wanita matre? Sasuke memang kaya, terlahir di keluarga Uchiha membuatnya dikelilingi kemewahan sejak lahir. Apakah wanita ini berniat menggodanya agar bisa menikmati kekayaan Uchiha?

"Namaku Hinata." Kata wanita itu sambil memiringkan kepalanya. "Sepertinya kau orang kaya. Namun jika kau adalah pria miskin, kusarankan agar kau menjadi pria penghibur tante-tante girang. Kau benar-benar tipe ideal mantan ibu mertuaku, jika kau bisa mendekatinya maka kujamin hidupmu akan menyenangkan. Meskipun mantan ibu mertuaku itu jelek, dia rela menghambur-hamburkan uang agar bisa ditemani pria tampan sepertimu."

Sasuke hanya bisa berdiri melongo sambil mendengarkan perkataan konyol wanita yang bernama Hinata ini. Pria penghibur?! Sampai dunia kiamat Sasuke tidak akan sudi menjadi pria penghibur!

"Jika kau tertarik aku bisa mengenalkannya padamu." Hinata lalu cekikikan. "Tapi kurasa tidak, aku sudah ditendang dari keluarga itu. Aku tidak sudi bertemu dengan wanita itu." Sepasang mata Hinata lalu berseri-seri. "Bagaimana jika kau menjadi gigolo dan aku menjadi mucikari? Kita bisa saling berbagi keuntungan!"

"Tutup mulutmu!" Bentak Sasuke sambil berusaha mengontrol amarahnya.

Hinata lalu cemberut. "Aku membutuhkan uang setelah aku bercerai dua hari yang lalu. Aku tidak punya apapun, bahkan dompetku hampir kosong."

"Bukan urusanku." Gumam Sasuke dengan jengkel. "Jika kau butuh uang kau bisa menjual tubuhmu, aku yakin banyak pria yang tertarik padamu."

Hinata menyilangkan tangan di dadanya sambil menatap Sasuke dengan horor. "Tidak bisa! Aku harus menyerahkan keperawananku pada suamiku kelak."

Sasuke mengangkat alisnya. "Kau bilang kau sudah menikah lalu bercerai."

Hinata menganggukkan wajahnya. "Memang. Tapi mantan suamiku itu lebih suka bersenang-senang dengan wanita jalang." Ia lalu menghela nafas sedih. "Aku hanya menjadi pajangan di rumah. Tapi tak mengapa, sekarang aku sudah berpisah dengannya. Kini aku tidak perlu lagi melihat wajahnya yang memuakkan hingga membuatku selalu mual setiap kali berada didekatnya." Hinata lalu cekikikan. "Sebelum aku meninggalkan rumah, aku telah menaburi sprei, sofa, handuk dan semua pakaiannya di almari dengan bubuk gatal. Kuharap kulitnya rusak karena digaruk hingga lecet."

Sasuke menatap Hinata tanpa berkedip. Wanita ini benar-benar… aneh.

Hinata lalu kembali berbicara. "Aku tidak mengerti mengapa dia tidak sudi melirikku." Ia lalu membusungkan dadanya. "Padahal tubuhku lebih seksi dibandingkan wanita jalang itu." Kini ia berbisik pada Sasuke sambil menepuk-nepuk dadanya yang tertutupi gaun tipis. "Ini juga asli, bukan hasil operasi plastik seperti milik wanita itu."

Sasuke lalu melirik tubuh Hinata. Asli huh? Ia juga tahu itu.

Sambil menyilangkan tangannya, Hinata berbicara lagi. "Kurasa dia menyukai si jalang itu karena keahliannya di atas ranjang. Kudengar wanita jalang itu juga seorang pole dancer dan ia bekerja sebagai penari telanjang setiap akhir pekan." Kata Hinata dengan serius.

Sasuke menyunggingkan senyum. "Kau cemburu pada wanita itu?"

"Tentu saja tidak!" Bantah Hinata dengan tegas. "Aku tidak ingin merasa cemburu pada wanita hina itu!"

"Kau mengatakan jika mendapatkan suami seorang konglomerat tampan yang mampu memberikanmu berlian dan tas bermerk." Entah apa yang mendorong Sasuke mengatakan hal itu.

Hinata mengangguk senang. "Benar sekali! Aku ingin menunjukkan pada si jahanam itu seperti apa wujud berlian yang sesungguhnya!"

"Huh?"

"Dia memberiku cincin pernikahan dengan berlian palsu di atasnya!" Hinata nampak kesal. "Seluruh keluarganya menghinaku dengan memberikan cincin itu meski mereka memiliki kalung dengan untaian berlian asli! Dan kau tahu apa yang lebih buruk lagi?"

"Apa?" Kata Sasuke dengan tertarik.

"Berlian palsu di cincin itu bahkan lebih kecil daripada mata semut!"

"Pfft!" Sasuke berusaha menahan tawanya. Mata semut? Wanita ini terlalu melebih-lebihkannya.

"Mantan kakak iparku selalu cemburu dengan semua yang kumiliki." Kata Hinata dengan cemberut. "Dia merebut sepatu dan tas yang kumiliki! Bahkan dia juga selalu berusaha merebut semua uangku. Pada akhirnya dia berhasil… kini aku benar-benar miskin."

"Dimana orang tuamu?" Tanya Sasuke sambil melirik bibir wanita itu. Ketika cemberut bibir Hinata semakin menggoda.

"Mereka tidak menginginkanku. Aku juga tidak sudi kembali ke rumah itu, kurasa mereka akan menikahkanku untuk kedua kalinya dengan pria-pria sampah demi keuntungan perusahaan Hyuuga."

Hyuuga? Ah benar juga, tak heran ia merasa tidak asing dengan mata pucat itu. Ternyata dia puteri Hyuuga huh. Hinata Hyuuga…

"Aku adalah pria kaya. Apa kau mau menikahiku?"

Entah mengapa Sasuke mengatakan itu, selama ini dia bukan orang yang sembrono dan selalu bersikap waspada terutama pada wanita yang belum ia kenal. Hanya saja ketika ia menatap wajah Hinata ia merasa… entahlah, ia tidak tahu apa yang tengah ia rasakan saat ini.

"Benarkah?" Tanya Hinata dengan mata berbinar-binar. "Sekaya apa kau?"

"Sangat kaya." Kata Sasuke sambil menyunggingkan senyumnya.

"Apa kau mau memberiku cincin berlian?"

"Tentu."

Sepasang mata Hinata berubah muram. "Apa kau akan berselingkuh?"

"Mengapa kau bertanya seperti itu?"

"Aku memang ingin menikahi pria kaya, namun jika pada akhirnya aku harus diselingkuhi lagi maka akan lebih baik jika aku menikahi pria miskin." Kata Hinata perlahan.

"Aku tidak akan menyelingkuhimu, aku janji itu." Kata Sasuke dengan bersungguh-sungguh.

Aku pasti sudah gila, ujar Sasuke dalam hati. Mengapa ia memutuskan untuk menikahi wanita yang baru dikenalnya beberapa menit yang lalu?!

Namun ketika ia menatap sepasang mata Hinata yang melembut, hatinya bergetar hebat. Ia benar-benar menginginkan wanita ini.

.

.

"Ugh." Hinata berusaha memalingkan tubuhnya dari sinar mentari yang berusaha menerobos kelopak matanya. Kepalanya benar-benar pusing. Dalam hati ia berjanji untuk mengindari minuman beralkohol.

Hinata lalu mengusap-usap matanya, namun gerakannya langsung berhenti ketika ia merasakan ada benda aneh yang menghiasi jarinya.

Dengan susah payah Hinata membuka matanya dan mengamati… cincin.

Huh?

Hinata mengerjap-ngerjapkan matanya berulang kali, berusaha memastikan jika cincin itu hanya bagian dari halusinasinya.

Tidak.

Cincin itu memang nyata.

ADA CINCIN BERLIAN MENGHIASI JARINYA!

Apa yang terjadi semalam?!

Mengapa ia tidak mengingat apapun?!

Apakah Hinata mencuri cincin ini dari seseorang?!

Lalu Hinata sadar bahwa saat ini ia berada di kamar yang asing baginya. Jantungnya berdegup kencang. Berbagai skenario buruk langsung membanjiri otaknya dan langsung membuat sekujur tubuhnya berkeringat dingin. Apa yang sebenarnya terjadi?!

Tubuh Hinata membeku ketika ia melihat seorang pria masuk ke kamar yang ia tempati saat ini.

"Ah, kau sudah sadar rupanya." Kata pria dengan rambut dan sepasang mata yang berwarna hitam.

Hinata bungkam. Ia tidak mengenali pria ini.

"Bagaimana keadaanmu, istriku?" Tanya pria itu sambil tersenyum.

Istri?!

.

.