Chapter 4 – END

[Flashback]

A few years ago.

Malam baru saja menjemputnya. Hari itu adalah hari yang cukup melelahkan untuk Mark. Sebelum Debutnya, ia harus benar-benar mempersiapkan dirinya agar dapat memberikan yang terbaik untuk semua orang. Ia berlatih dari pagi-pagi buta, hingga larut malam seperti saat ini.

Ia sangat lelah. Dan tidak ada seorangpun yang menemaninya. Tidak ada seorangpun yang dapat diajak berbicara untuk berbagi keluh kesahnya. Ia hanya seorang diri. Dan ia sudah cukup dengan semua ini.

Mark kini tengah menunggu Supir yang akan menjemputnya di depan Gedung Agensi yang menaunginya. Sekitar 5 menit ia berdiri di sana, sang Supir tak kunjung datang. Namun samar-samar terdengar suara derap langkah yang mendekat ke arahnya. Dan tak lama setelahnya, ia mendapati seseorang berdiri di sampingnya. Melakukan hal yang sama dengannya, yaitu berdiri dengan pandangan lurus ke depan.

Ia adalah Haechan. Lee Haechan. Seorang trainee sama seperti dirinya.

"Sudah puas memandangi wajahku?"

Mark sontak terkejut atas perkataan Haechan. Kalimat macam apa itu? Memangnya siapa yang memandanginya? Ck, percaya diri sekali –batin Mark.

Namun Haechan justru menghadap ke arahnya dan menunjukkan cengiran lebarnya.

"Aku hanya bercanda. Tidak perlu seserius itu."

Mark memandang weird pada Haechan lalu mengabaikan temannya itu seolah tidak ada siapapun di dekatnya.

Ya, sudah cukup lama ia mengenal sosok Haechan. Sosok ceria dan tidak tahu malu yang dimiliki olehnya, membuatnya nampak menonjol dan mudah diingat oleh siapapun yang baru mengenalnya. Termasuk Mark.

"Ya! Kau mengabaikanku?" protes Haechan. Aisshhh anak ini, selalu saja berhasil membuatnya kesal.

"Aku sedang lelah," singkat Mark. Haechan seketika mengerucutkan bibirnya.

"Baiklah maafkan aku," gumam Haechan sambil menundukkan kepalanya. Dan Mark yang melihatnya pun hanya mampu terkikik.

"Aku tahu kau juga lelah," ucap Mark. Sepasang matanya berbinar kala mendapati Mobilnya sudah tiba dan sedang melaju ke arahnya. "Hey, pulanglah bersamaku. Aku akan mengantarmu sampai ke Rumahmu," tawar Mark.

"Benarkah?" tanya Haechan lugu.

"Um."

Dan mereka pun menaiki Mobil milik Mark. Sepanjang perjalanan, tidak ada perbincangan lagi. Mereka sama-sama lelah untuk sekedar mengobrol, dan baru kali ini Mark melihat Haechan kehabisan semangatnya. Lelaki berkulit tan itu nampak terkantuk-kantuk, dan tanpa terduga, Haechan jatuh tertidur.

Mark yang melihatnya, segera menarik kepala Haechan agar bersandar pada bahunya. Ia tidak mungkin membiarkan kepala Haechan terbentur oleh badan Mobil karena kondisi jalanan yang mereka lalui tidak selalu mulus.

Sejak pertama kali mereka bertemu, Mark menganggap Haechan sebagai seseorang yang baik. Mereka cepat sekali akrab, dan tak pernah sebelumnya ia memiliki teman seperti Haechan. Bisa dikatakan, Haechan adalah sosok yang apa adanya dan melakukan apapun yang ia inginkan.

Ia ingin menjadi seperti Haechan. Maka dari itu, cukup sering ia memperhatikan Haechan diam-diam.

Pertemanan mereka berjalan dengan baik. Meskipun diselingi dengan beberapa pertengkaran-pertengkaran kecil, tetapi tak meruntuhkan pertemanan mereka. Karena dengan cepat, Haechan akan lebih dulu mengakui kesalahannya dan meminta maaf padanya.

Hingga saat itu tiba. Saat dimana Mark menginjak usia 15 tahun, dan ia dikejutkan dengan hal yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Ia terbangun di pagi hari dengan miliknya yang 'bangun', terlebih itu setelah ia memperhatikan wajah Haechan yang masih terlelap di sampingnya.

Apa yang salah pada dirinya?

Semalam, ia bermimpi tengah melakukan hal yang tidak senonoh/? bersama temannya itu. Dan saat ini, ia terbangun dalam keadaan tegang, lagi-lagi penyebabnya itu adalah orang yang sama. Yaitu Haechan. Lee Haechan.

"Umhh~ Makeu, kau sudah bangun?" gumam Haechan yang nampaknya baru saja bangun dari tidurnya. Ia menguap dan mengusap-usap kedua matanya. Hal yang biasa ia lakukan saat pagi menjelang.

"A-aku? B-bangun? Tidak!" elak Mark. Haechan sontak melemparkan pandangan weird pada Mark karena sikap temannya tersebut.

Apa yang salah pada Mark?

"Kau kenapa? Dan juga… kenapa kau berkeringat?" tanya Haechan lagi. Mark membuang wajahnya cepat.

"Bukan urusanmu."

Sial!

Kenapa ia semakin tegang setelah melihat Haechan bangun dari tidurnya dengan rambut yang berantakan? Juga… beberapa kancing teratas piyama yang dikenakannya terlepas entah sejak kapan, sehingga mengekspos dada Lelaki tersebut.

"Ya sudah. Aku ingin mandi dulu," ucap Haechan langsung bangkit dari tempat tidurnya.

Gulp!

Mark menelan salivanya kasar, memandang ke arah bokong Haechan yang sangat menantangnnya, kala Lelaki itu tengah berjalan ke Kamar mandi.

"Arghh! Aku bisa gila!" umpat Mark sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.

Ia segera berlari menyusul Haechan ke dalam Kamar mandi dan mendorong tubuh Haechan agar keluar dari sana.

IA HARUS MENYELESAIKAN URUSANNYA!

Atau jika tidak, maka ia akan kehilangan konsentrasinya sepanjang hari ini.

"Hya! Apa yang kau lakukan?!" teriak Haechan tidak terima dirinya didorong begitu saja oleh Mark.

"Menyingkirlah!"

Brakk!

Dan pintu itu tertutup dengan keras. Mark langsung mengunci pintu itu dan berjalan ke arah closet. Menurunkan celananya dan melihat ke arah pusakanya yang mengacung dengan tegang. Ia mendesahkan nafasnya frustasi dan mulai memegang miliknya yang paling berharga itu.

"Baiklah Mark, tenanglah. Mari kita mulai dengan menyebutkan… namanya?" gumam Mark tidak yakin pada dirinya sendiri.

"PERSETAN!"

Mark mulai mengocok miliknya dengan cepat dan membayangkan hal yang 'iya-iya' pada temannya tersebut. Ia harus melakukannya karena ini adalah keadaan yang darurat!

Ya, darurat!

"Ahhh~ Haechan-ah~ ahhh~ Haechanieehh aahhhh~"

.

.

.


-oOo- Bottoms Without Their Tops -oOo-


.

.

.

[Mark POV]

"Markeu Hyung sudah dewasa rupanya hahaha~"

Ah sial!

Kenapa di saat seperti ini, Haechan justru merusak suasana?

Alhasil aku harus menahan diriku untuk tidak menyentuhnya lebih jauh. Terlebih Johnny Hyung bersama Ten Hyung baru saja memasuki Mobil yang kami naiki. Aku hanya dapat melepaskan jaketku dan menyampirkannya pada tubuh Haechan. Udara semakin dingin, dan aku tidak ingin Haechan jatuh sakit karena kedinginan.

Untuk membunuh waktu selama perjalanan, aku melemparkan pertanyaan pada Johnny Hyung, namun ia tidak menjawab satupun pertanyaan dariku. Baiklah, aku mengerti suasana hatinya saat ini. Melihat Ten Hyung mabuk, merupakan hal yang sangat langka. Dan dapat kulihat jelas Johnny Hyung nampak sangat marah hanya melalui ekspresi wajahnya saja.

Tak terasa kami sudah tiba di Dorm. Aku segera menopang tubuh Haechan yang melemas menuju ke Kamar kami. Aku harus cepat-cepat tiba di sana, karena jika Manager Hyung tahu, kita semua pasti akan dihukum dan dimarahi habis-habisan.

Cklek

Aku membuka pintu Kamar kami dan menyalakan saklar lampu agar Kamar kami yang semula gelap menjadi terang.

Aku berniat untuk membaringkan tubuh Haechan di atas tempat tidur, namun Haechan tidak ingin berbaring dan memilih untuk terduduk di sana. Aku tidak mengerti jalan pikirannya dan membiarkannya melakukan apapun yang ia inginkan. Ingat? Aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak menyakiti perasaannya. Dan inilah yang dapat aku lakukan sebagai satu-satunya pilihan.

"Mark Hyung… apa kau tidak ingin memarahiku?" ucap Haechan tiba-tiba. Ia tidak memandang ke arahku dan justru menunduk menatap lantai.

"Aku sudah bersikap bodoh selama ini," lanjutnya.

Aku memilih untuk tidak mendengarkan perkataannya dan bergegas untuk mengganti pakaianku.

"Hyung, kenapa kau mengabaikanku?"

Aku menghentikan pergerakanku dan menunda diriku untuk mengenakan kaos ganti. Aku berbalik ke arahnya dan aku dikejutkan oleh tubrukan tubuhnya pada tubuhku. Ia melingkarkan kedua tangannya pada pinggangku, memelukku dengan sangat erat. Ia bahkan menyembunyikan wajahnya di dadaku.

Hey, apa yang salah pada Haechanku saat ini?

"Baiklah. Maafkan aku. Aku mengakui kesalahanku. Dan aku berjanji tidak akan melakukan hal itu lagi. Aku tidak akan melarangmu lagi untuk bersikap posesif padaku."

Aku tersenyum mendengar ucapan polosnya. Haechan sangatlah polos seperti anak kecil. Dan ternyata hal itulah yang membuatku jatuh cinta padanya.

"Aku akan memaafkanmu jika…" Aku menggantungkan ucapanku dan ia melepaskan pelukannya untuk menatapku.

"Jika?"

"Jika kau…"

Demi Tuhan, aku tidak sanggup menahannya lagi. Tubuhku mendadak panas dan aku sangat menginginkannya. Terlebih setelah melihat kondisinya saat ini, tanganku seolah tergerak dengan sendirinya untuk menangkup wajahnya dengan kuat dan memandangi bibirnya itu.

"Membiarkanku untuk memilikimu malam ini."

"Cpkhh humphh~"

Perlahan dan dengan lembut, kudaratkan bibirku di atas bibirnya. Menjilat bibir bawahnya untuk sedikit menggodanya. Ia melenguh, dan menyelipkan jemarinya pada rambutku. Aku menempatkan lututku di antara kedua pahanya setibanya kami di atas ranjang, dan aku memangku tubuhnya, membiarkannya menduduki milikku yang sudah mengeras entah sejak kapan. Ia mendesah kecil saat aku bernafas di lehernya dan sesekali mengecupnya.

"D-darimana kau mempelajari ini semua?" gumam Haechan.

"Yuta Hyung menunjukkan banyak video jepangnya padaku. Aku rasa… aku belajar banyak dari video itu," jawabku jujur.

Aku melihat ia mengernyitkan wajahnya tidak mengerti. Lagipula, aku tidak memperdulikan ia mengerti atau tidak. Karena yang terpenting adalah aku bisa dengan segera melampiaskan nafsuku padanya. Meskipun ini adalah pengalaman pertama bagi kami berdua, tidak menyurutkan keinginanku untuk melanjutkannya.

"Aku… akan melanjutkannya."

Ia mengangguk, dan aku segera melepaskan seluruh pakaian yang masih melekat di tubuhku dan juga tubuhnya hingga kami benar-benar dalam keadaan polos.

"Apakah akan sakit Hyung?" tanya Haechan ragu.

"Sakit ataupun tidak sakit, kau tetap harus menikmatinya okay?"

Kudaratkan kembali bibirku di atas bibirnya. Tidak membiarkan tautan bibir ini terlepas. Karena berdasarkan dari video yang Yuta Hyung tunjukkan padaku, jika kita akan melakukan seks, kita harus melakukan foreplay agar aktivitas ini tidak cepat berakhir. Maka aku mencumbui setiap bagian tubuhnya dan mulai melesakkan milikku ke dalam lubangnya dan eohhh….

DAMN!

Apakah harus sesempit ini? Lubangnya begini erat meremas milikku di bawah sana hingga nafasku tertahan di tenggorokan karena tak kuasa merasakan nikmat yang tiba-tiba datang. Jika aku tahu akan senikmat ini, mungkin aku tidak akan pernah bosan untuk melakukannya berulang-ulang/?

"Haechan… kau baik-baik saja?"

Ia segera memeluk tubuhku erat dan menancapkan jari jemarinya di permukaan kulitku. Aku tahu ia sangat kesakitan, tetapi ia tidak mengatakannya dan menyembunyikan kesakitannya itu.

"Kau ingin melanjutkannya? Tidak apa-apa jika kau ingin menghentikannya. Aku bisa menunggu sampai kau siap," ucapku.

Aku memberikannya pilihan, tetapi aku tidak dapat membohongi diriku sendiri bahwa aku ingin melanjutkan semua ini.

Ia memandang ke arahku dan ia menggelengkan kepalanya lemah. Lalu ia menyandarkan dahinya pada bahuku. "Aku membutuhkan jawabanmu," ucapku.

"A-aku ingin ini tetap berlanjut," bisiknya sembari menutup kelopak matanya hingga terpejam.

Aku tertawa kecil melihat sikap lucunya, lalu aku melepaskan pelukan itu dan menarik dagunya agar ia mau menatapku. Matanya… sangat teduh saat ia menatapku.

"Tersenyumlah untukku. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan."

Setelah mengatakan kalimat itu, kupertemukan kembali bibir kami untuk yang kesekian kalinya. Mataku pun tak hentinya menatap keindahan tubuhnya yang tersaji di hadapanku.

"Kau cantik."

Ia merona. Tak hentinya aku menatapi wajahnya yang manis itu, hingga ia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya sendiri karena merasa malu.

"Tidak perlu malu. Kau sempurna, sayang."

Kedua tanganku perlahan bergerak turun hingga tiba di pinggangnya dan aku merasakan tubuhnya sedikit menegang. Terlebih ketika kau mulai meremas kuat sepasang bongkahan kenyal miliknya. Aku serasa meledak ketika milikku semakin menerobos masuk di dalam lubangnya dan merasakan kehangatan yang luar biasa.

Sementara Haechan terlihat tidak yakin, hingga ia memutuskan untuk menarik leherku dan memeluknya. Ia berani mencium bahkan melumat bibirku kala aku sudah bergerak menyetubuhinya. Matanya masih setia terpejam, dan aku sangat menikmati penyatuan kami.

"Mark Hyunghh~" Ia terkesiap.

Kemudian aku membaringkan tubuhnya dan menguasai dirinya sepenuhnya. Kuhabiskan malam itu dengan hasrat yang tinggi dan tidak hentinya aku menghentak-hentakkan tubuhnya hingga tubuh kami basah karena keringat. Kini, ia mulai menikmatinya. Itu terlihat jelas ketika aku melihatnya menggigit bibirnya sendiri dan memintaku untuk melakukan hal yang lebih.

"Kau sangat sempit!" umpatku. Pasalnya, aku sudah tidak dapat menahan keinginanku untuk meraih orgasmeku. Ini semua membuatku serasa melayang ke langit ketujuh.

"Apakah itu buruk?" Lagi-lagi ia bertanya dengan polos.

"Tidak. Ini sangat sempurna. Kau sangat sempurna, Haechan."

Aku menjatuhkan tubuhku di atas tubuhnya, dan ia menyambutnya dengan pelukan. Sesekali kali berciuman, meskipun itu ciuman yang terputus-putus.

"Kau bisa menghentikanku jika kau ingin berjalan dengan normal besok," ucapku. Sepertinya aku sudah sedikit kehilangan kewarasanku karena ingin menyetubuhinya hingga pagi tiba nanti.

Hingga puncak itu datang. Tubuhku bergetar dengan kuat saat aku mengeluarkan cairanku di dalam lubang hangatnya. Tubuhku melemas dan aku memutuskan untuk membaringkan tubuhku di sampingnya. Ia sontak memelukku dengan erat dan menyamankan wajahnya di dadaku. Tak lupa kuselimuti tubuh kami berdua dan membalas pelukannya. Memberikan kecupan kecil di dahinya dan sama-sama jatuh ke alam mimpi.

"I love you, Lee Haechan."

.

.

.


-oOo- Bottoms Without Their Tops -oOo-


.

.

.

[JohnTen – Johnny x Ten]

Ten membuka kedua matanya secara perlahan, dan tersenyum kala Johnny lah objek pertama yang ia lihat. Beberapa detik kemudian, matanya terbuka sempurna dan ia melihat Johnny pun menatapnya. Senyuman milik Ten semakin melebar ketika Johnny mengecup dahinya dengan penuh kasih sayang, lalu memberikan sebuah kecupan kecil nan manis di bibirnya singkat. Dengan senang hati Ten membalas ciuman itu.

"Selamat pagi," sambut Johnny. Suara Lelaki itu terdengar sangat berat, memberikan gejolak aneh di dalam hati Ten.

"Selamat pagi Hyung," balas Ten.

"Apa yang kau rasakan?" tanya Johnny. Tak hentinya tangan besar itu mengusap lembut surai milik Ten.

"Um… senang?" jawab Ten sedikit ragu. Sebenarnya, apa yang terjadi tadi malam saat dirinya bersama dengan Johnny adalah hal yang paling menakjubkan dalam hidupnya.

"Apakah itu adalah yang pertama bagimu?" tanya Johnny lagi.

Ten mengangguk lemah. "Kau… tidak menyukainya?"

Johnny menggeleng cepat. "Aku sangat menyukainya. Tetapi aku rasa… aku melakukannya dengan buruk," ucap Johnny tidak yakin.

"Tidak. Itu sama sekali tidak buruk. Kau lihat Hyung? Aku baik-baik saja saat ini," jawab Ten cepat. Dan hal itu membuat Johnny tertawa kecil.

"Aku berharap aku bisa selalu menciummu seperti semalam, Ten. Aku mencintaimu."

Blush!

Ten tersenyum dan mengalihkan pandangannya karena merasa malu dan canggung. Benarkah ini kenyataan? Ia tidak sedang bermimpi bukan?

"Aku beruntung mempunyai Kekasih sepertimu." Lagi-lagi ucapan Johnny memberikan efek yang tidak baik untuk jantung Ten. Lelaki pemilik senyum yang manis itu, berulang kali menarik nafasnya untuk menghilangkan rasa gugup. Namun yang ada justru, rasa gugupnya semakin bertambah, terlebih kala Johnny menarik dagunya dan mempertemukan pandangan mereka berdua. Memberikan ciuman yang lebih dalam dari sebelumnya dan membuat tubuh Ten kaku seolah mati rasa.

"Aku jatuh cinta padamu, Ten. Terima kasih telah memilihku," ucap Johnny di akhir ciuman mereka.

Ten mengangguk dan senyuman yang ditunjukkan oleh Ten sudah cukup untuk menjawab kalimat cinta Johnny padanya.

.

.

.


-oOo- Bottoms Without Their Tops -oOo-


.

.

.

[JaeYong – Jaehyun x Taeyong]

"Jadi kau memiliki niat semacam itu padaku eoh?" ucap Taeyong saat dirinya bersama Jaehyun sedang berjalan berdua di pagi hari untuk mencari udara segar, setelah sebelumnya mereka membeli iced americano masing-masing.

Jaehyun menyesap minuman miliknya dan terkekeh mendengar celotehan sang Kekasih di sampingnya.

"Jika iya, apa kau mau melakukannya denganku?"

Tidak ada yang paling disenangi oleh Jaehyun selain menggoda Kekasih manisnya tersebut. Sejak kejadian semalam, Taeyong menjaga jarak dengannya, hingga pagi tadi, ia berhasil menarik Kekasihnya itu keluar Dorm dan berjalan menghabiskan waktu bersama seperti yang saat ini mereka lakukan. Tetapi ia masih mendapatkan sikap yang kasar dari Taeyong.

"T-tentu tidak!" elak Taeyong.

"Kau menjawabnya dengan ragu, Hyung."

"Tidak! Aku tidak mau melakukannya denganmu!"

Krik krik krik

Taeyong salah tingkah saat mendapati beberapa pejalan kaki yang berada di sekitarnya mendadak menatap ke arahnya karena suaranya yang terdengar cukup keras. Terlebih ia baru saja mengucapkan kalimat yang tidak patut untuk diucapkan di tempat umum.

Taeyong meringis menyalahkan kebodohannya, sementara Jaehyun justru merasa bangga/?

"Lalu kau mau melakukannya dengan siapa?" tanya Jaehyun enteng.

"Siapa saja asalkan bukan kau," jawab Taeyong cepat.

Tubuh Taeyong menegang kala Jaehyun tiba-tiba meremas bokongnya dengan cukup keras. Ia segera mendorong tubuh Jaehyun menjauh dan menatap ke sekeliling, takut-takut ada orang yang melihat mereka.

"Apa kau gila?!" protes Taeyong.

"Tidak. Aku hanya ingin melakukan 'hal itu' denganmu."

Demi Tuhan, Jaehyun adalah Lelaki yang sangat mesum. Ia bahkan tidak tahu harus melakukan apa, setelah mengetahui Kekasihnya ini memiliki pikiran yang mesum seperti itu.

"Bokongmu bagus ju–"

"Katakan itu pada orang lain!" potong Taeyong. Ia berjalan cepat meninggalkan Jaehyun hingga ia tiba kembali di Dorm mereka. Ia bahkan mengabaikan Taeil yang menyambutnya di depan Gedung dan memilih untuk berjalan cepat menuju ke Kamarnya.

Sikap Jaehyun tadi, membuatnya sedikit terganggu.

"Hey kau marah?" tanya Jaehyun setelah ia berhasil mengejar Kekasihnya tersebut.

Ia berjalan masuk ke dalam Kamar mereka dan mendekati Taeyong yang berdiri memunggunginya menatap ke luar jendela. Tak lupa ia lebih dulu mengunci pintu Kamar itu, agar tidak ada orang yang mengganggu/?

"Kau sengaja memancingku ya?"

Ucapan Jaehyun terpaksa membuat Taeyong mau tidak mau berbalik badan untuk menatap Jaehyun. Tetapi yang ia dapati justru dada Jaehyun yang kini berada di depan wajahnya.

"K-kau… mau apa?" tanya Taeyong takut.

"Apa yang kukatakan tadi masih kurang jelas?"

Jaehyun menunjukkan senyuman Malaikatnya pada Taeyong, yang mana selalu berhasil membuat Taeyong meleleh dan tak berkutik. Kesempatan itu Jaehyun gunakan untuk memeluk pinggang ramping Taeyong, dan melangkah maju hingga punggung Taeyong bersinggungan pada jendela kaca yang berada di belakangnya.

Taeyong tidak dapat melawan lagi. Ia terdiam menantikan apa yang akan Kekasihnya itu lakukan terhadapnya. Terlebih Jaehyun mulai menghapus jarak di antara mereka berdua dan menatap bibirnya dengan lapar. Taeyong memejamkan kedua matanya erat, namun tidak ada ciuman yang ia rasakan. Yang ada justru, terdengar suara Jaehyun yang berbisik tepat di telinganya.

"Aku hanya ingin menciummu, Hyung. Aku tidak ingin memaksamu untuk melakukan seks. Aku akan menunggumu hingga kau siap untuk melakukannya bersamaku," ucap Jaehyun lirih dan manis.

Perlahan Taeyong meremas kedua tangannya sendiri dan perlahan terangkat lalu ia lingkarkan lengannya pada leher Jaehyun. Memeluk leher Jaehyun dengan erat hingga wajah Jaehyun tertarik dan mendekat padanya.

"Cium aku kalau begitu," bisik Taeyong di depan bibir Jaehyun. Dan setelahnya, Jaehyun merealisasikan keinginannya itu dengan mempertemukan bibir mereka berdua, lalu larut dalam sebuah ciuman yang manis dan dalam.

Suara tautan bibir mereka terdengar memenuhi Kamar itu. Jaehyun menarik pinggang Taeyong dan membawa tubuh Lelaki manis itu untuk terduduk di atas pangkuannya. Ia terduduk di tepi ranjang mereka, dan membuat ciuman itu semakin intens.

Saat ia rasa Taeyong mulai kehabisan nafasnya, Jaehyun melepaskan ciuman itu dan tak mengalihkan tatapannya pada wajah Taeyong yang memerah sedetikpun.

"Hyung… sepertinya kau membuatku kesulitan untuk menepati janjiku tadi."

"Hah? Apa maksudmu?"

"Ayo kita melakukan seks sekarang."

.

.

.


-oOo- Bottoms Without Their Tops -oOo-


.

.

.

[NoMin – Jeno x Jaemin]

"Kau yakin kita akan baik-baik saja?" Jaemin berbisik pada sang Kekasih; Jeno, saat mereka tiba di Rumah Jeno.

Tujuan Jeno mengajak Jaemin ke Rumahnya bukan sekedar untuk mengerjakan tugas seperti saat mereka masih Sekolah dulu. Kali ini, Jeno membawa Lelaki manis itu ke hadapan Orangtuanya, dan mengenalkan Jaemin sebagai Kekasihnya. Bukan Sahabatnya. Tentu Jaemin menolak keras keinginan Jeno tersebut. Tetapi ia tidak memiliki pilihan lain, setelah Jeno mengancamnya pindah Kamar bersama dengan Renjun. Oh tidak. Itu buruk. Itu sangatlah buruk bagi Jaemin. Maka terpaksa Jaemin memenuhi keinginan Jeno untuk datang ke Rumahnya.

"Setidaknya Orangtuaku tidak akan membunuh kita," enteng Jeno. Ia menyelipkan jemarinya pada sela jemari Jaemin lalu menggenggamnya erat. Melangkah maju mendekat pada pintu, dan siap untuk menghadapi Orangtua Jeno.

"Bu…" panggil Jeno. Seperti yang biasa ia lakukan saat mereka tiba di depan pintu Rumah besar miliknya itu.

Dan pintu itu terbuka, menunjukkan sosok wanita paruh baya yang masih cantik di usianya. Ibu Jeno menyambut mereka dengan senyuman yang lembut. Jaemin mendadak merasa bersalah karena menjadikan Jeno sebagai Kekasihnya dan mengubah orientasinya menjadi menyimpang/?

Tanpa mengatakan sepatah katapun, Ibu Jeno memeluk tubuh sang Putera lalu bergantian memeluk tubuh Jaemin. Kemudian membiarkan mereka masuk ke dalam untuk membicarakan tujuan mereka.

Jeno dan Jaemin duduk di sofa yang berada di Ruang tengah, sementara Ibu Jeno duduk di seberang mereka. Di sana sudah lebih dulu terdapat Ayah Jeno yang terlihat sedang menunggu kedatangan sang Putera.

Orangtua Jeno tidak henti menatap genggaman tangan Jeno pada tangan Jaemin, dan hal itu membuat Jaemin memaksa untuk melepaskan genggaman itu. Namun Jeno tak kunjung melepaskannya, dan justru genggaman itu semakin menguat.

"Jaemin-ah. Jadi, apakah kau benar-benar menyukai Puteraku?"

Deg!

Tubuh Jaemin menegang dan ia bertahan dengan senyuman lebar yang kaku. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Ia sungguh gugup. Dan ia takut untuk mengatakan perasaannya pada Jeno terhadap kedua Orangtua Jeno.

"Sebenarnya akulah yang lebih dulu menyukai Jaemin, Ayah."

Jaemin terkejut atas jawaban Jeno. Itu… tidaklah benar. Ialah yang lebih dulu menyukai Jeno. Bukan sebaliknya.

"Tidakkah kalian menyukai Jaemin, Bu? Ayah? Semakin lama aku semakin berpikir, bahwa aku ingin memilikinya. Bukan sekedar menjadi teman," jelas Jeno.

Ibu Jeno menghela nafasnya dan beranjak dari duduknya. Ia berjalan mendekati Jaemin dan duduk tepat di sebelahnya. Dengan tiba-tiba, Ibu Jeno memeluk Jaemin dengan sangat erat dan cukup lama. Jaemin membalas pelukan itu takut-takut dan melemparkan pandangan bingung pada Jeno.

"Ibu senang memiliki dua orang Putera. Ibu tidak mengharapkan apapun, selain yang terbaik untuk kalian. Dan kalian harus ingat, Ibu akan selalu mencintai kalian."

Jaemin mengangguk dengan cepat dan mengeratkan pelukannya pada tubuh Ibu Jeno.

"Mulai sekarang, anggaplah kami sebagai Orangtuamu. Dan lakukanlah hal-hal yang baik," sambung Ayah Jeno. Yang mana membuat Jeno bersorak dalam hati, begitu senang memiliki kedua Orangtua seperti Orangtuanya tersebut.

"Terima kasih, Ayah… Ibu. Aku mencintai kalian," ucap Jeno.

Jadi seperti itulah saat yang paling menegangkan sekaligus mengharukan bagi kisah cinta Jeno bersama Jaemin. Jaemin tidak perlu lagi menyembunyikan perasaannya pada Jeno lagi. Ia bebas menunjukkan cintanya pada Jeno di depan siapapun.

"Aku ingin memberimu hadiah," ucap Jeno selagi mereka menghabiskan waktu di pusat perbelanjaan yang terletak tak jauh dari Gedung Agensi mereka.

Mulanya, Jeno hanya ingin mengajak Jaemin untuk mengisi perut. Tetapi entah kenapa, ia jadi ingin memberikan Kekasihnya itu sebuah hadiah.

"Hadiah? Untuk apa? Aku sedang tidak berulang tahun," jawab Jaemin.

Wajahnya terlihat sangat manis di mata Jeno. Terlebih Jaemin sedari tadi tidak menyadari senyuman yang selalu ditunjukkan oleh Jeno. Jaemin hanya terfokus dengan toko-toko yang mereka lewati sambil menyesap americano-nya.

"Kau yakin tidak mau hadiah dariku? Hmmm sayang sekali, padahal aku ingin memberikanmu boneka Ryan yang besar."

Mendengar itu, mata Jaemin langsung berbinar. Ia memandang Jeno dengan pandangan memuja. Bukan karena Jeno tampan, ia bahkan sudah terbiasa dengan itu, melainkan karena Jeno baru saja menyebutkan tokoh karakter Line bernama Ryan, dan Ryan adalah tokoh kesukaannya.

"Aku tidak mengatakan bahwa aku tidak mau," jawab Jaemin cepat.

"Jadi kau mau?" goda Jeno.

Jaemin mengangguk cepat. "Tentu!"

Jeno tertawa melihat tingkah lucu Kekasihnya itu, lalu ia mengembungkan pipinya dan menunjukkan pipi kanannya pada Jaemin. Bermaksud agar Jaemin menciumnya.

"Tapi cium aku dulu," ucap Jeno.

Jaemin menelan ludahnya kasar. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, dan mendapati hasil yang sama… YAITU BANYAK SEKALI ORANG-ORANG YANG BERLALU LALANG DI SEKITAR MEREKA. Bayangkan saja! Mereka saat ini sedang berada di tempat umum, mana mungkin ia mencium Jeno di tempat seperti ini?!

Tetapi bayangan dirinya yang sedang memeluk boneka Ryan yang berukuran besar, tiba-tiba muncul dengan indahnya. Ia tidak mungkin melewatkan kesempatan ini. Astaga! Kenapa Jeno pandai sekali menyogoknya dengan cara seperti ini?

"Hanya di pipi kan?" cicit Jaemin.

"Iya, hanya di pipi. Ah tidak, jika kau menciumku di bibir, aku akan membelikanmu seperangkat alat tidur bergambar Ryan," Jeno menawarkan penawaran yang menggairahkan untuk Jaemin.

Untuk yang kedua kali, Jaemin menelan ludahnya kasar. Tawaran Jeno sangatlah menggiurkan!

"Tapi ini tempat umum. Bagaimana jika aku melakukannya nanti? Saat kita sudah tiba di Dorm. Aku akan melakukan apapun yang kau minta. Aku berjanji," Jaemin melakukan negosiasi pada Jeno.

"Apapun yang aku minta?"

Jaemin mengangguk antusias. Oohhh Ryan, datanglah padaku sayang. –batin Jaemin.

"Termasuk tubuhmu?" lanjut Jeno.

"Ya. Hah?! Apah?!"

"Baiklah. Sepakat."

.

.

.


-oOo- Bottoms Without Their Tops -oOo-


.

.

.

Jaehyun mengernyitkan wajahnya saat melihat gerakan aneh yang Haechan tunjukkan saat mereka sedang latihan. Selain tidak fokus dengan gerakan, Haechan pun menampilkan raut wajah yang kesakitan. Ia tidak tahu apa yang telah terjadi pada Haechan, maka dari itu, ia memutuskan untuk menghentikan latihan hari ini dan menghampiri Haechan.

"Haechan, apa kau baik-baik saja?" tanya Jaehyun pada Haechan saat mereka sedang melangkah menuju sofa panjang yang terletak di sudut Ruangan latihan tersebut.

"Aku baik-baik saja Hyung," jawab Haechan.

Jaehyun berinisiatif untuk mendekati Haechan dan meletakkan tangannya pada bokong Haechan. Lalu tiba-tiba ia meremas bokong Haechan dengan cukup kuat.

"Aww sakit, apa yang kau lakukan Hyung?!" teriak Haechan. Sontak seluruh Anggota menatap ke arah mereka. Termasuk Mark, yang sedang meminum sekaleng cola tak jauh dari tempat mereka.

"Aku tahu bokongmu sakit. Apa kau terjatuh?" tanya Jaehyun dengan suara yang lirih. Ia bahkan tidak memperdulikan tatapan para Anggota NCT lainnya.

"Ekhem, sebenarnya apa yang sedang kalian bicarakan?" Mark menginterupsi, lengkap dengan raut wajah cemburunya.

"Kau ini bagaimana? Kau tidak lihat Haechan sedari tadi kesakitan?" ucap Jaehyun sedikit emosi.

Mark menatap ke arah Haechan dan meraih tangan Haechan lalu menariknya menjauh dari sana.

"Aku akan mengurusnya," singkat Mark pada Jaehyun dan ia meninggalkan Ruangan latihan tersebut.

BRAKK!

Pintu Ruangan itupun tertutup dengan keras. Meninggalkan kesunyian di antara seluruh Anggota.

Mark menarik tangan Haechan dan memperhatikan Haechan jalan dengan langkah yang tertatih. Ia tahu benar bahwa Haechan pasti kesakitan akibat dirinya. Akibat perlakuannya semalam.

"Haechan, kenapa kau selalu membuatku khawatir?" ucap Mark sesaat setelah mereka tiba di tangga Gedung. Mark memilih tempat ini, karena jarang dijangkau oleh orang. Tempat ini cukup sunyi dan tepat untuk berbicara dengan Kekasihnya tersebut.

Haechan menunduk tanpa mau menatap mata Mark. Ia merasakan Mark meremas kedua bahunya cukup kuat.

"Memangnya apa yang kau pikirkan setelah apa yang kau lakukan padaku semalam Hyung?" lirih Haechan.

"Aku minta maaf. Aku tidak dapat mengendalikan diriku semalam. Dan aku sudah memintamu untuk menghentikanku jika aku menyakitimu," jawab Mark.

Mark benar. Mark tidak salah. Dirinya lah yang salah karena membiarkan Mark melakukan hal itu padanya hingga akhirnya ia merasakan kesakitan ini.

"Haechan… kau baik-baik saja?" ucap Mark kala tak mendapati jawaban dari Haechan.

Kedua tangan Mark yang semula berada di bahu Haechan, perlahan turun menuju lengannya dan berakhir pada jemari Kekasih manisnya tersebut. Ia tautkan jemari mereka dan mengecup dahi Haechan dengan lembut cukup lama.

"Aku bisa mengatakan pada Manager Hyung bahwa kau memerlukan waktu istirahat beberapa hari. Aku tahu semua itu menyakitkan untukmu, dan hal itu membuatku bingung harus melakukan apa," bisik Mark.

Haechan menganggukkan kepalanya dan menerima pelukan dari Mark. Ia memeluk Mark dengan erat lalu menyamankan wajahnya pada dada Mark dalam beberapa waktu. Ia membutuhkan Mark untuk menemaninya.

"Semua yang aku lakukan padamu selama ini, adalah karena aku sangat menyayangimu. Aku mencintaimu karena kau adalah Kekasihku, Lee Haechan. Aku tidak bermaksud untuk membuatmu tidak nyaman atas sikap protektifku selama ini. Maafkan aku jika aku membuatmu sedih. Aku berjanji akan berusaha menjadi Kekasih yang terbaik untukmu," jelas Mark.

Mendengar itu, Haechan semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh tinggi Mark. Dan ketika pelukan itu terlepas, Haechan membiarkan Mark menarik dagunya lalu mempertemukan bibir mereka. Ia bisa merasakan kasih sayang yang Mark tunjukkan melalui ciuman manis mereka. Jantungnya berdebar keras, dan ia merasa bersalah karena berniat untuk membalas dendam pada Kekasihnya tersebut.

Ini konyol.

Rencana awalnya untuk membalas dendam pada Mark, bahkan ia yang menjadi otak dari misi mereka, membuatnya benar-benar menyesal. Ia benjanji tidak akan melakukan hal konyol itu lagi.

"Maafkan aku, Mark Hyung. Sebenarnya akulah yang merencanakan ide gila di Club malam itu. Aku benar-benar menye–"

"Aku sudah mengetahuinya."

"Hah?"

Mark menunjukkan ponselnya pada Haechan dan tersenyum miring.

"Aku menyadap ponselmu."

"APAAH?! YAKK MARK HYUNG!"

Mark segera berlari dan membiarkan Haechan mengejarnya. Ia bahkan tidak perduli bahwa Haechan kesulitan mengejarnya karena sakit di bagian bokongnya. Ia memang senang menggoda Kekasihnya tersebut. Baginya, jika sedang marah, Haechan akan terlihat sangat manis.

"AKU MEMBENCIMU MARK HYUNG!"

"YAA AKU JUGA MENCINTAIMU SAYANG~"

.

.

.

.

.

.

End. Fin.

.

.

.

.

.

.

Hanya sebatas itu imajinasi receh Yuta wkwk.

Semoga tidak mengecewakan dan kalian semua terpuaskan.

Terima kasih sudah meluangkan waktunya untuk membaca FF ini.

LEAVE A COMMENT JUSEYO~

THANK YOU!

SARANGHAE BBUING~!