Disclaimer : Naruto bukan milik saya

Don't like don't read

Tidak suka, jangan baca

Warning : Bahasa tidak baku, EYD tidak sempurna, karakter OOC

.

.

CHAPTER 18

.

"Mengapa kau tersenyum seperti itu?" Tanya Sasuke ketika mereka berdua sarapan.

"A-aku hanya merasa senang karena setelah kejadian semalam hubungan kita menjadi semakin dekat." Kata Hinata sambil memainkan rambutnya. Bibirnya tidak mampu berhenti tersenyum.

Setelah pembicaraan mereka semalam, Hinata merasa lebih memahami seperti apa sosok Sasuke yang sebenarnya.

"Memangnya apa yang terjadi?"

Senyum Hinata membeku. "K-kau tidak ingat?! Sama sekali?"

Apakah Sasuke sudah melupakan pembicaraan hati ke hati mereka tadi malam? Apakah Sasuke lupa dengan air mata yang mereka tumpahkan semalam? Apakah Sasuke lupa jika mereka berdua jatuh tertidur sambil berpelukan erat?

Mood Hinata menjadi hancur lebur.

Tuk!

Sasuke mengetuk dahi Hinata.

"Sa-Sasuke?"

"Dengar baik-baik ya Hinata. Aku hanya akan mengatakan ini sekali saja. Aku mengingat semua pembicaraan kita tadi malam. Dan jika kau menanyakan soal tadi malam lagi, maka aku akan membantahnya." Kata Sasuke dengan serius.

Hinata mengerjap-ngerjapkan matanya. Jadi Sasuke ingat?

"Kau… mengingatnya?"

Sasuke hanya diam sambil meminum jus tomatnya.

"Ne Sasuke… bi-bisakah k-kau mengulangi perkataanmu tadi?" Hinata ingin memastikan jika Sasuke benar-benar mengingatnya.

"Bukankah sudah kubilang aku hanya akan mengatakan semuanya sekali saja. Aku tidak akan mengulanginya."

"Ah… ternyata Sasuke Uchiha diam-diam seorang yang pemalu~" Goda Hinata sambil menahan tawanya.

Mungkin Sasuke merasa malu karena telah menangis di hadapan Hinata. Meh, siapa suruh kau mabuk dan jadi tidak bisa mengendalikan perasaanmu.

Sasuke hanya diam, tetapi semburat merah tipis di pipinya membuat Hinata tertawa semakin kencang.

.

.

"Mengapa kau mengajakku ikut kelas yoga?" Tanya Hinata pada Temari.

"Dikelilingi para orang tua membuatku jenuh." Kata Temari.

"Kau beruntung memilikiku sebagai teman." Gumam Hinata.

Temari tersenyum sambil menyikut Hinata. "Kapan-kapan aku akan mentraktirmu makan."

Hari ini Temari menyeretnya untuk menghadiri kelas yoga rekomendasi ibu mertuanya. Karena tidak ingin sendirian diantara kumpulan ibu-ibu, Temari menyeret Hinata untuk berbagi penderitaan.

Awalnya Hinata sempat ragu untuk mengikuti kelas yoga ini, tapi ketika kelas sudah usai ternyata ia cukup menikmatinya. Ia juga berkenalan dengan ibu mertua Temari yang bernama Yoshino, seorang yang bawel namun baik hati.

Setelah kelas yoga usai, Yoshino bersikeras mengajak Hinata dan Temari untuk makan di restoran yang menyediakan menu vegetarian. Tidak hanya mereka berdua, Yoshino juga mengajak beberapa orang temannya. Nampaknya hal ini adalah sesuatu yang biasa mereka lakukan setelah menghadiri kelas yoga.

"Aish, pasti sangat menyenangkan memiliki menantu sepertimu. Sangat sopan, lembut, dan cantik." Kata Tsume Inuzuka, teman Yoshino.

Hinata menundukkan wajahnya yang memerah. "A-anda terlalu berlebihan, Tsume-san."

"Hey! Menantuku juga sangat baik." Protes Yoshino yang membuat Temari tersenyum bahagia.

"Ah, sebenarnya aku juga ingin secepatnya mempunyai menantu." Kata wanita cantik berambut merah yang duduk di samping Yoshino. "Tapi sayang sekali Naruto masih belum mau menikah."

"Eh? Naruto?" Apakah Hinata salah dengar?

Tsume tertawa. "Kushina adalah ibu Naruto Namikaze. Apa kau tidak tahu itu?"

"Ti-tidak. Saya baru saja mengetahui ini."

Kushina tersenyum lebar. "Mungkin kau sudah lupa, Hinata. Aku dulu juga menghadiri pernikahanmu."

"Maaf tidak me-mengenali anda, Kushina-san."

"Nah, jangan memikirkan hal sepele seperti itu."

Hinata terkagum-kagum. Bagaimana sosok Kushina yang cantik, baik hati dan ramah bisa memproduksi anak seperti Naruto? Dunia memang aneh.

Hinata lalu menyimak obrolan Kushina dengan Tsume. Mereka berdua sedang memperdebatkan siapa yang lebih nakal, Naruto atau Kiba?

"Meskipun Naruto sangat nakal, tapi ia tidak berkutik jika aku menjitak kepalanya." Kata Kushina sambil tertawa. "Anak nakal itu sama sekali tidak berani membantahku jika aku sedang marah."

Hinata seperti mendapat pencerahan.

Satu-satunya yang bisa mengalahkan Naruto adalah Kushina!

Saat ini Naruto adalah senjata utama Sakura. Jika Sakura kehilangan senjatanya bukankah Sakura menjadi tidak berdaya?! Selama ini kekuatan Sakura dan Hinata tidak imbang, seandainya ia bisa membuat Naruto menghentikan dukungannya pada Sakura maka kemungkinannya untuk menang cukup tinggi!

Untuk mengalahkan musuhmu, kau harus melucuti senjatanya!

Hinata memutuskan mulai saat ini ia akan mendekati Kushina dan membuat wanita berambut merah itu berada di pihaknya.

.

.

Tepat di depan restoran itu, sebuah mobil berwarna silver dengan kaca gelap terparkir di pinggir jalan. Si pengendara mobil duduk santai di belakang kemudi. Matanya mengamati sosok wanita berambut indigo yang sedang mengobrol dengan temannya yang berambut pirang. Wanita yang diamatinya itu duduk di tepi jendela kaca restoran, ia bisa melihat gerak-gerik wanita itu dengan jelas.

Si nyonya Uchiha…

Pria itu mengelus pistol di tangannya. Matanya masih sibuk mengamati wanita bermata lavender itu yang kini sedang berbicara dengan wanita berambut merah. Pria itu lalu menurunkan sedikit kaca jendelanya sehingga ujung pistol itu bisa keluar. Ia mengarahkannya tepat ke arah wanita itu.

Mudah sekali menghabisi nyawanya, cukup dengan menarik pelatuk di tangannya ini maka peluru akan langsung menembus kepala wanita itu.

Wanita itu harus mati!

Ia meletakkan jarinya di pelatuk pistol ini. Cukup satu kali tarikan maka peluru akan melesat tepat ke kepala wanita itu dan misinya ini akan berakhir.

Wanita itu masih belum menyadari bahaya yang mengintainya.

Pria itu menyeringai, membayangkan darah yang akan menetes dari luka kepala wanita itu dan suara teriakan yang penuh kepanikan dan ketakutan yang akan muncul.

Tiba-tiba sekelebat pemikiran lain muncul di benak pria itu.

Ia menurunkan pistolnya, niatnya untuk membunuh wanita itu harus ia tunda.

"Belum saatnya." Gumam pria itu. "Ini bukan saat yang tepat."

Ia kembali mengelus pistol di tangannya sambil bergumam. "Uchiha itu harus benar-benar mencintainya. Setelah perasaannya berubah menjadi sangat dalam aku akan datang kembali untuk menghabisi wanita itu. Ia harus merasakan seperti apa sakitnya kehilangan wanita yang sangat kau cintai."

"Aku ingin melihat Uchiha itu hancur. Ia harus menanggung semua dosa-dosa keluarganya. Ia ditakdirkan untuk sendirian dan kesepian." Pria itu lalu terkekeh. "Aku tidak sabar melihat Uchiha itu kehilangan semua yang ia cintai untuk kedua kalinya."

.

.

Hinata mengetuk pintu kamar Sasuke. "Sasuke, aku masuk!"

Ia lalu membuka pintu kamar itu dan mendapati Sasuke yang sedang duduk di ranjang sambil mengetik sesuatu di laptopnya.

"Sasuke, apa kau sibuk?" Tanya Hinata sambil berjalan menghampiri Sasuke.

"Mm. Aku selalu sibuk." Kata Sasuke sambil masih mengetik.

Hinata duduk di ranjang Sasuke, tepat di samping pria itu. "Apa kau masih lama?"

Sasuke menghela nafas. Ia lalu meng-save dokumennya dan mematikan laptopnya. Setelah itu ia meletakkan laptopnya di meja kecil yang ada di samping ranjang.

"Ada apa Hinata?"

Hinata tersenyum, Sasuke mau membagi waktu untuknya. "Ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu."

Sasuke membaringkan kepalanya di bantal sambil mengerang. "Jangan bilang kau mempelajari sesuatu dari drama yang kau tonton hari ini dan ingin menceritakannya padaku."

Hinata terpana. "K-kau sudah tahu maksudku? Kau benar-benar hebat, Sasuke!"

"Bukan aku yang hebat, justru kau yang sangat mudah ditebak. Setiap hari kau pasti menceritakan tentang isi dari drama yang baru kau tonton."

Hinata mengerucutkan bibirnya. Apakah ia memang seperti itu?

"Tapi ini bagus sekali Sasuke! Kau harus mendengarnya."

Sasuke menghela nafas pasrah. "Cepat katakan. Semakin cepat selesai akan semakin baik."

Hinata lalu meraih bantal yang ada di samping Sasuke dan memeluknya. "Tadi aku menonton drama yang bagus sekali. Disitu si wanita memberikan 99 surat cinta untuk si pria yang berisi perasaannya. Lalu itu membuatku berpikir, kita harus menciptakan kisah seperti itu."

Sasuke memijat keningnya. "Aku tidak mau menulis 99 surat. Dan aku juga tidak ingin membaca 99 surat yang kau tulis."

Hinata lalu berbaring di sisi Sasuke. "Bukan seperti itu! Aku memikirkan ide lain lagi, apa kau mau mendengarnya?"

"Tidak." Jawab Sasuke dengan datar.

"Ayolah~ tidakkah kau penasaran?"

"Sama sekali tidak."

Hinata lalu kembali duduk. Di tangannya sudah ada buku catatan kecil yang entah darimana ia mendapatkan itu.

"Aku tidak tahu jika kau juga membawa buku saat masuk tadi. Aku tidak menyadarinya."

Hinata tertawa. "Ini adalah misiku."

"Misi?"

"Mm." Hinata menganggukkan kepalanya. "Misi untuk mengenal Sasuke Uchiha lebih dalam lagi. Dan inilah ide yang aku maksudkan tadi. Aku tidak akan menulis 99 surat cinta untukmu, tapi sebagai gantinya aku akan mengajukan 999 pertanyaan untukmu. Dan kau wajib menjawab semuanya."

"…katakan jika kau sedang bercanda."

"Aku serius, Sasuke."

Sasuke lalu bangkit duduk. "Aku tidak mau menjawab 999 pertanyaan itu."

"Ta-tapi i-ini penting!"

"Dan kau sudah mengumpulkan 999 pertanyaan?"

Hinata membuka buku catatan itu. "Um… belum. A-aku baru mendapatkan 168 pertanyaan."

Alis Sasuke berkedut.

"Aku akan mulai pertanyaan pertama oke?"

Sasuke mengacak-acak rambutnya. "Cukup 5 pertanyaan saja."

"Eeehh? Ta-tapi itu masih kurang!"

"…5 pertanyaan sehari, Hinata."

"Baiklah… tapi kau harus menjawab semuanya oke?!"

"…"

"Oke?!"

"…ya." Kata Sasuke dengan pasrah.

Hinata tersenyum. Kini ia melanjutkan pertanyaannya. "Pertanyaan pertama, apa hobimu?"

"Bekerja." Jawab Sasuke dengan datar.

"Ne Sasuke… bekerja bukan hobi."

"Kau bertanya dan aku menjawab. Inilah jawaban dariku."

"Lalu pertanyaan kedua, kegiatan apa yang suka kau lakukan saat waktu senggang?"

"Tidur."

"Ta-tapi waktu tidurmu sangat singkat!" Protes Hinata.

"Itu karena aku tidak pernah memiliki waktu senggang."

"…ah, itu masuk akal."

Hinata lalu berdehem-dehem, wajahnya kini berubah menjadi merah. "Pe-pertanyaan ketiga, um… ti-tipe wanita se-seperti apa y-yang kau sukai?"

Sasuke hanya menatap Hinata.

"Um… a-apa j-j-jawabanmu?"

"Wanita berambut panjang." Jawab Sasuke dengan singkat.

Hinata menundukkan wajahnya yang tersipu malu. Ia lalu memainkan helaian rambutnya sambil berusaha menahan senyumnya. Lalu Sasuke kembali melanjutkan perkataannya.

"Selain itu ia juga harus cantik, berkulit mulus, memiliki tubuh bagus, cerdas, berwawasan luas, berpendidikan tinggi, elegan, berwibawa, feminim, anggun, berpenampilan menarik, sopan, dermawan, murah hati, jujur, setia, ramah, dan berkepribadian baik."

"Ka-kau tidak mungkin menemukan seseorang seperti itu di dunia nyata! Kriteriamu terlalu tinggi!" Protes Hinata

"Kau bertanya tipe wanita apa yang kusukai, itu semua adalah tipeku."

Hinata menundukkan kepalanya dengan murung. Ia tidak sesempurna itu.

"Pa-pasti kau kecewa karena memiliki istri sepertiku." Gumam Hinata sambil berusaha menyembunyikan kepahitan di hatinya.

"Mengapa?"

"Aku banyak kekurangan."

"Memang." Jawab Sasuke singkat.

"Pasti kau merasa menyesal karena telah menikahiku."

"Tidak."

Hinata mengangkat wajahnya dan menatap Sasuke. "Eh?"

"Aku tidak pernah merasa menyesal karena telah menikahimu."

Mata Hinata kini berkaca-kaca. Sasuke kini menyelipkan rambut Hinata di belakang telinganya.

"Kau memang banyak kekurangan, aku akui itu. Kau sangat lemah, pemalu, dan cerewet. Kau juga sangat aneh, lugu dan naif. Aku sama sekali tidak mampu memahami jalan pikiranmu. Kau juga menyebalkan selalu saja menggangguku dan menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang tidak masuk akal. Tapi entah kenapa aku tidak mempermasalahkan itu semua."

"Be-benarkah?" Tanya Hinata dengan suara parau.

"Mm. Semua kekuranganmu itulah yang menjadikanmu Hinata. Aku sangat senang bisa mengenalmu."

Sasuke lalu menghapus air mata yang mengalir di pipi Hinata. "Kau juga sangat cengeng."

Hati Hinata terasa berbunga-bunga. Senyuman manis terukir di bibirnya.

"Kau tahu…" Bisik Sasuke. "Pada awalnya aku memanfaatkan kecemburuanmu pada Sakura sebagai sebuah hiburan di tengah kehidupanku yang membosankan ini."

"Kau menyebalkan." Gerutu Hinata.

"Memang. Melihatmu yang berselisih dengan Sakura membuatku tertarik. Semakin besar rasa cemburumu maka aku bisa melihat sisi dirimu yang lain, Hinata yang agresif dan tidak ingin kalah. Itu sangat menarik, kau penuh dengan kontradiksi yang membuatku penasaran."

"Kau sangat jahat."

"Memang. Aku penasaran sampai dimana batas kesabaranmu dan sejauh apa usahamu untuk mempertahankanku. Kau terlihat ingin bersikukuh untuk mempertahankanku, namun terkadang kau juga terlihat pasrah dan seakan menerima jika hubungan kita berakhir."

Hinata menundukkan wajahnya. Ia tidak ingin agar Sasuke melihat ekspresi di wajahnya saat ini.

"Apa yang kau sembunyikan dariku, Hinata?"

Jantung Hinata seakan berhenti berdetak. "A-apa ma-maksudmu S-Sasuke?"

Sasuke menangkup pipi Hinata, membuat mereka saling bertatapan. "Mengapa kau selalu berbohong? Apa yang kau sembunyikan?"

.

.

Untuk chapter depan dan seterusnya akan dilanjutkan di wattpad

kunjungi wattpad saya www wattpad user/ Hana_nako