Memento Mori

Characters: Choi Siwon, Cho Kyuhyun (Super Junior), Jung Yunho (TVXQ), Choi Minho, Lee Jinki/Onew (SHINee), Lee Jonghyun (CNBlue)

Pairing: Wonkyu

Rating: M

Disclaimer: The characters aren't mine. I just own the plot.

Summary: Bagi kebanyakan orang, mungkin kematian adalah akhir dari segalanya, namun tidak bagi Cho Kyuhyun.s

Warning: AU, BL, angst, gore, violence, crime, character death, and OOC. I've warned you! Jika ada yang tidak kamu suka dari sifat-sifat yang saya sebutkan di peringatan ini, jangan dilanjutkan membaca. Resiko ditanggung sendiri.


Sesosok pria di atas ranjang bersprai putih itu menggeliat dari tidurnya. Di meja nakas, sebuah jam digital menunjukkan waktu sudah lewat dari tengah hari. Rupanya pergumulan tadi malam dan dilanjutkan pagi harinya membuat lelaki itu membutuhkan waktu istirahat lebih lama dari biasanya. Cahaya matahari memasuki celah-celah jendela yang tertutup gorden semi transparan, cahayanya menyinari tubuh polos si pria, membuat tubuh pucatnya berpendar.

Matanya terbuka, diusapnya pelupuknya perlahan kemudian ia bangkit. Di sampingnya, tak nampak kehadiran sosok sang kekasih. Sebelum memanggil nama kekasihnya, ia menajamkan pendengarannya lalu mencoba mencari keberadaan pria itu di kamar mandi lewat suara shower. Tapi nihil, kekasihnya tak ada di sana.

"Siwon?" ia memungut pakaiannya yang tercecer di lantai dan memakainya.

"Siwon, kau di mana?" ia kemudian beranjak menuju kamar mandi untuk memastikan sekali lagi keberadaan kekasihnya.

Sebelum tangannya menyentuh gagang pintu, matanya tertuju ke atas meja nakas. Ada sebuah kotak terbungkus kertas cokelat dengan secarik kertas notes berisi tulisan tangan sang kekasih di atasnya.

Kyuhyun,

Maaf kau harus bangun tanpa aku di sampingmu, tapi ada sesuatu yang harus kulakukan.

Temui aku di kapel Nossa Senhora da Nocha pukul empat sore ini. Aku akan berada di sana.

Siwon

P.S. Pakailah baju ini saat kita bertemu nanti. Dan juga, aku menitipkan sesuatu pada Marquez, ambil dan bawalah.

Keningnya mengernyit. Baju? Apakah isi dari kotak ini baju, pikirnya. Ia lalu merobek pembungkusnya dan membuka kotak itu. Siwon memberinya sebuah setelan berwarna putih berbahan sutra. Material itu terasa licin namun halus di jemarinya yang lentik.

Lelaki bernama Kyuhyun itu tersenyum senang. Ia bersenandung pelan sambil melanjutkan tujuannya ke kamar mandi, kali ini untuk membersihkan dirinya, tentunya.


Kyuhyun menunggu hingga waktu menunjukkan ia harus bergegas dalam satu jam lagi. Buru-buru dilepaskannya jubah mandi dan dipakainya setelan dari sang kekasih. Ia mematut dirinya di cermin. Sebuah tuxedo putih dengan pantalon pendek selutut berwarna senada melekat di tubuhnya yang sintal. Semenjak membaca pesan dari kekasihnya tadi, ia tak bisa menghentikan debaran di jantungnya mengingat jenis pakaian serta tempat yang diisyaratkan kekasihnya seolah memberinya suatu sinyal.

Namun ia mencoba untuk tak berlarut-larut dalam angan-angannya sendiri. Selesai bersolek ia melangkah keluar kamar untuk mengambil barang terakhir dan menemui kekasihnya.

Tiba di depan villa, ia disambut senyuman Roberto Marquez, sang kepala pelayan villa itu yang menyapanya dengan ramah. Laki-laki itu memberinya sebuah paket sambil mengucapkan sesuatu dalam bahasa Portugis yang Kyuhyun tak paham artinya, namun ia tahu bahwa lelaki itu pastilah mengucapkan sesuatu yang baik padanya karena ia mengacungkan jempolnya seraya tersenyum. Kyuhyun hanya mengangguk membalas senyumannya.

Ia baru membuka isi tas itu setelah ia duduk di dalam taksi yang dipesannya. Di tangannya kini ada sebuah buket bunga Lily of the Valley. Kyuhyun menyentuh bunga-bunga mungil itu dengan ujung jarinya perlahan, khawatir merusak kelopaknya. Aroma harum menembus indera penciumannya. Hatinya kembali bergetar, firasatnya menguat. Matanya beralih menuju pemandangan di sepanjang jalanan Algarve. Bibirnya tak henti menyunggingkan senyum.

"Aku tak sabar untuk bertemu denganmu, Siwon."


Kyuhyun menapaki jalan setapak menuju bangunan yang diisyaratkan kekasihnya. Jantungnya kini berdebar kencang, mengantisipasi apa yang menanti di ujung jalan.

"Siwon?" Ia memanggil kekasihnya begitu sampai di tempat tujuannya. Namun nihil, di ujung jalan itu tak ada seorang pun.

Matanya memandangi sekelilingnya. Bangunan kapel itu mungil, bercat putih dengan pelataran yang luas. Berada di puncak tebing yang menjorok ke lautan Atlantik. Dari kejauhan matahari mulai beranjak turun menuju peraduan.

Kyuhyun melihat arlojinya. Lima menit menuju pukul empat, dan kekasihnya tak berada di situ. Padahal, kekasihnya itu selalu datang lebih awal dari siapapun juga. Ada yang aneh, batinnya.

Mendadak ponselnya berdering, mengejutkan dirinya. Sebuah nomor asing tertera di sana. Diangkatnya telepon itu dengan perasaan tak karuan, firasat aneh tiba-tiba menguasai dirinya.

"Hello?"

Seseorang di seberang sana berbicara dengan bahasa Inggris yang canggung berlogat Portugis.

"This is Inspector Fabrizio Almeida from Lagoa Police Station speaking. May I speak to Cho Kyuhyun please?"

"Yes, this is Cho Kyuhyun speaking." Ada kekhawatiran pada nada suara Kyuhyun begitu tahu seorang polisi menghubunginya.

"Mr. Cho, there's something I need to inform you. A man named Choi Siwon is..."

Detik berikutnya, Kyuhyun seolah tuli. Buket Lily of the Valley jatuh ke lantai bersama ponselnya.


Gerimis menghujani bumi ketika pemakaman itu dilakukan. Puluhan pelayat meratapi sesosok jasad pria yang baru saja diturunkan ke liang lahat. Seorang wanita yang membawa foto si pria pingsan karena tak kuat menahan kesedihan. Suami wanita itu bergegas membopong istrinya menjauhi lokasi makam putranya, namun saat beranjak matanya tak lepas menatap sesosok pria lain yang tak bergabung di kerumunan itu.

Cho Kyuhyun tak ikut menguburkan jasad kekasihnya. Ia hanya menatap pemandangan itu dengan datar. Ayah kekasihnya yang menatapnya penuh benci tak menyurutkan niatnya untuk tetap tinggal di sana menyaksikan peti berisi tubuh kekasihnya perlahan-lahan ditelan bumi. Gerimis pun dibiarkannya membasahi tubuhnya.

Sesosok lain mendekat padanya. Perlahan-lahan dia merasakan gerimis tak lagi menghujani dirinya, ia pun menoleh.

"Kau tak ikut bergabung di sana?"

Seseorang berseragam polisi itu memayungi Kyuhyun. Di dadanya tersemat emblem bertuliskan namanya, Jung Yunho.

"Aku tak ingin menjadi pusat perhatian sebagai objek amukan keluarganya."

"Kau cukup tegar untuk hal ini."

Kyuhyun mendengus. Hal yang dimaksud Yunho adalah kematian kekasihnya yang mendadak.

Tentu saja Kyuhyun merasakan hatinya hancur, mungkin lebih dari siapapun. Begitu ia menerima telepon itu, pandangannya kabur dan tubuhnya limbung tanpa penopang. Seorang pendeta dari Nossa Senhora da Nocha yang menemukannya di pelataran kapel. Ketika sadar ia terbangun di rumah sakit. Ia menjerit-jerit saat menyadari kekasihnya sudah pergi, situasinya cukup menghebohkan hingga dokter menyuntiknya dengan obat penenang.

"Aku sudah terlalu sering menangisinya sampai-sampai air mataku habis."

"Kau sudah cukup tenang saat kujemput di Lisbon."

Kyuhyun menggeleng lemah, matanya tak lepas menatap pelayat yang mengerumuni makam kekasihnya sedikit-demi sedikit pergi. "Sejujurnya, saat itu di benakku sudah tersimpan puluhan rencana untuk menyusulnya."

"Kyuhyun, hentikan itu." Yunho menghela napas. "Dia tak akan senang kau begitu."

Kyuhyun hanya terdiam. Yunho menyodorkan sebuah zip lock berisi dokumen ke tangan Kyuhyun. Kyuhyun menatap Yunho dengan pandangan tak mengerti, dengan ragu-ragu ia menerima dokumen itu. "Dia tidak mati sia-sia, kau tahu."

"Dia mendonorkan jantungnya." Lanjut Yunho. Kyuhyun memandangnya dengan tatapan nanar.

"Siwon mendaftarkan dirinya sebagai pendonor sekitar dua tahun lalu. Dokter mengambil jantungnya bersamaan dengan tim kami ketika mengadakan autopsi lanjutan."

"Dan lagi," Yunho merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah benda yang terbungkus zip lock yang lebih kecil. "Aku yakin dia bermaksud memberimu benda ini di Portugal." Yunho menyodorkan benda itu ke tangan Kyuhyun. Sebuah kotak beludru berwarna biru dengan noda cipratan darah di permukaannya, darah Siwon. Kyuhyun menerimanya dengan mata berkaca-kaca, tangannya gemetaran.

Yunho menghela napas sekali lagi. Tangannya menepuk bahu Kyuhyun pelan. "Belajarlah melanjutkan hidup tanpanya. Dia tak akan tenang di sana jika tahu kau seperti ini."

"Kau bicara seolah-olah kau mengenalnya begitu dekat."

"Hei, dia sudah kuanggap seperti adikku sendiri, kau tahu." Yunho mengusap dahinya. "Kau pegang ini," ia menyodorkan payungnya pada Kyuhyun, tapi lelaki yang lebih muda itu menggeleng.

"Baiklah, terserah kau saja." Dengan itu Yunho pergi menjauhi Kyuhyun yang kembali mematung di tengah gerimis menyaksikan makam basah kekasihnya dikerumuni sisa pelayat yang meletakkan berbagai karangan bunga di sana.


Di malam hari setelah pemakaman Siwon, Kyuhyun menenggelamkan dirinya dengan puluhan gelas whiskey. Kepalanya terkulai di meja bar, bersisian dengan puluhan gelas bekas minumannya, serta seasbak penuh puntung rokok. Bartender di balik bar itu menatapnya khawatir. Selagi tangannya sibuk mengelap gelas-gelas yang sudah dicuci, matanya berkeliling mencari-cari, barangkali ada seseorang yang bisa dimintai tolong. Begitu ia menyadari tak seorangpun di bar itu yang terlihat peduli, ia memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya sementara waktu dan menghampiri Kyuhyun.

"Hei, tuan." Bartender itu mengguncang-guncang tubuhnya. "Tuan, apa ada seseorang yang bisa saya hubungi? Anda tidak boleh tidur di sini. Tuan?"

"Hngh.." Kyuhyun tak bergeming. Wajahnya begitu merah. Bartender itu tak tega melihat keadaannya yang begitu mengenaskan. Belum pernah ia jumpai tamu semacam ini sebelumnya. Belum lagi, ratusan mililiter minuman keras yang ia tenggak sebelumnya serta puluhan batang rokok yang dia isap, tentu hal ini tak luput dari keprihatinan si bartender.

"Tuan? Bolehkah kupinjam ponsel anda? Sa-saya akan menghubungi kenalan anda."

Dengan sedikit takut-takut, bartender itu mengambil ponsel Kyuhyun dari saku celananya. Sedikit bimbang mengenai siapa yang sebaiknya ia hubungi. Namun ia cukup beruntung karena mendengar Kyuhyun meracau.

"Yun-Yunho... Jung.. Yunho.."

"Ah, n-ne." Si bartender menekan kontak yang Kyuhyun pinta. Terdengar nada sambung dari seberang.

"Halo. Jung Yunho-ssi? Ah.. saya Lee Jinki, bartender di klub XX. Pemilik ponsel ini? D-dia.. mabuk berat... Ye? Ah, saya hanya berinisiatif membantunya... Kyuhyun-ssi meminta saya menghubungi anda.. Ne, apa anda sudah tahu alamat klub ini?.. Oh, baiklah... saya akan menunggu anda."

Jinki menghela napas. Akhirnya ia memutuskan membereskan meja bar tempat Kyuhyun terkulai sambil menunggu pria yang bernama Jung Yunho itu datang.


Yunho memapah Kyuhyun menuju unit apartemennya. Sedikit kesusahan karena pria itu hanya bertumpu di bahu Yunho dan sama sekali tak bergerak, namun ia tak kesulitan membuka pintu apartemen Kyuhyun karena kombinasi angka penguncinya masih sama, tanggal ulang tahun mendiang kekasihnya.

Yunho merebahkan Kyuhyun di atas ranjangnya. Meringis sambil memijat bahunya yang terasa pegal, ia menimbang-nimbang apakah sebaiknya ia mengganti pakaian Kyuhyun yang berbau alkohol sangat menyengat. Namun ia tak melakukannya untuk berjaga-jaga jika Kyuhyun muntah nanti, paling tidak ia tak perlu kerepotan dua kali. Yunho menghela napas, baru tadi siang ia menyaksikan pemakaman kekasih teman baiknya dan meyakinkan diri bahwa Kyuhyun akan baik-baik saja, akan tetapi malam ini ia melihat sendiri bahwa pria itu tampak begitu hancur. Siapa yang tidak, jika ditinggal pergi begitu saja oleh kekasih yang siap untuk menikahi.

Mata Yunho melihat sekelilingnya. Di meja nakas masih ada sebuah pigura berisi foto Kyuhyun dan Siwon, sepertinya diambil pada saat mereka berdua baru menjalin hubungan. Dengan ragu-ragu, Yunho mengambil pigura tersebut dan memasukkannya ke dalam laci, khawatir jika Kyuhyun melihatnya saat bangun nanti ia akan histeris.

Masih bimbang untuk memutuskan apakah sebaiknya ia pergi atau tinggal sampai Kyuhyun sadar, Yunho mengaduk-aduk isi kotak obat pribadi Kyuhyun, mencari obat pereda pengar sekaligus menyingkirkan beberapa obat yang sekiranya beresiko menimbulkan overdosis. Tak sampai di situ, ia mengunci semua pisau dapur serta beberapa alat tajam ke dalam laci. Katakan saja ia paranoid, namun sebagai polisi insting waspadanya sudah mendarah daging sehingga ia akan mengantisipasi seluruh resiko yang kemungkinan ada.

Pesan teks dari atasannya akhirnya membatalkan niat Yunho untuk tinggal. Pada akhirnya, ia meletakkan obat pengar beserta segelas air ke atas meja dan menambahkan secarik catatan untuk Kyuhyun, berharap semua nanti baik-baik saja.


Kyuhyun bertemu pria itu empat tahun yang lalu. Saat itu ia masih berumur dua puluh tujuh tahun dan baru kembali dari Jerman setelah meraih gelar profesor di bidang Biogenetika. Dengan capaiannya itu, ia menjadi salah satu profesor termuda di Korea, dan dengan jabatan itulah perusahaan sebesar C&C Inc. meliriknya untuk bergabung menjadi salah satu peneliti, bahkan ia langsung diangkat menjadi supervisor di perusahaannya. Kyuhyun otomatis menyambutnya dengan baik.

Pagi itu, hari pertama Kyuhyun bekerja sebagai karyawan C&C Inc. Perusahaan mengadakan rapat khusus menyambut Kyuhyun dan anggota timnya. Choi Kiho berdiri, menyampaikan pidato serta apresiasinya sekaligus meminta Kyuhyun memperkenalkan dirinya kepada para karyawan.

"Annyeonghaseyo, Cho Kyuhyun imnida." Kyuhyun berdiri dan membungkuk. Seluruh karyawan membalas sapaannya dengan takjub. Beberapa malah bersiul, meskipun lirih tapi langsung terbungkam karena Choi Kiho menatapnya, memberi peringatan untuk disiplin.

"Cho Kyuhyun-ssi adalah salah satu profesor termuda dan tercerdas yang dimiliki Korea Selatan. Aku harap dengan itu kita bisa mengembangkan perusahaan dengan sangat brilian. Aku juga berharap kalian bisa belajar darinya, dan Kyuhyun-ssi juga belajar dari para karyawan."

Seluruh karyawan yang ada di situ ramai memberikan aplaus. Seorang pria yang tampaknya lebih muda dari Kyuhyun berdiri dari tempat duduknya dan menjabat tangan pria itu antusias.

"Senang bertemu denganmu, Profesor Cho. Aku Choi Minho, peserta magang di sini. Mohon bimbingannya di laboratorium nanti."

Minho lalu menepuk pundak Kyuhyun sambil tersenyum cerah. Choi Kiho menatapnya tajam lalu Minho kembali ke tempat duduknya. Di tengah keriuhan, Kiho mengangkat tangannya, meminta para karyawan untuk diam.

"Selain itu, ada seseorang lagi yang ingin kuperkenalkan. Namun sayangnya orang itu tidak ada di sini, jadi—"

"Apa aku terlambat?!"

Pintu ruangan mendadak terbuka. Seluruh orang yang ada di situ memalingkan wajah ke arah sumber suara. Seorang pria tampan bertubuh jangkung memasuki ruangan rapat. Choi Kiho memijit keningnya sambil menghela napas. Kyuhyun yang belum kembali ke tempat duduknya terperangah dengan apa yang terjadi. Ia mengalihkan pandang ke arah Choi Kiho lalu kembali memandang pria yang menghambur masuk itu. Ada kemiripan di antara mereka berdua, jadi mungkinkah—

"Perkenalkan, dia adalah putraku, Choi Siwon." Choi Kiho seolah menjawab pertanyaan batin Kyuhyun. Kyuhyun mengerjap. Sementara pria bernama Siwon itu tersenyum cerah kepada semua karyawan lalu membungkuk.

"Kau bisa kembali ke tempat dudukmu, Kyuhyun-ssi."

"Eh? N-Ne.."

Kyuhyun duduk kembali di kursinya. Tanpa sengaja, ia bertemu pandang dengan Choi Siwon. Pria itu tersenyum ke arahnya. Ia langsung menunduk, karena diam-diam wajahnya memanas..

"Lain kali ketuk pintu dulu sebelum masuk, Siwon."

Siwon terkekeh pelan. "Saya sudah beberapa kali mengetuknya, ab—maksud saya, sajangnim. Tapi sepertinya suaranya teredam oleh tepuk tangan para karyawan? Saya mendengarnya dari luar tadi."

Kiho menghela napas. "Baiklah, aku harap kalian semua bisa bekerja sama dengan Siwon. Dia akan menjabat sebagai Direktur menggantikan Park Yoochun-ssi yang mengundurkan diri bulan lalu. Sebelumnya, putraku memegang kendali di cabang perusahaan di Los Angeles. Karena kultur dan etika dua negara yang berbeda kuharap kalian bisa membantu Siwon untuk menyesuaikan diri di sini."

Siwon kembali membungkuk. Para karyawan juga bertepuk tangan untuknya. Saat ia menuju kursinya, pandangan Siwon kembali bertemu dengan Kyuhyun. Kali ini, giliran Kyuhyun yang tersenyum ke arahnya.


Kepalanya begitu sakit ketika ia membuka mata, bagai dihantam ratusan palu tak kasat mata. Kyuhyun mengerang begitu ia mencoba bertumpu pada punggungnya yang terasa nyeri. Saat rasa mual melandanya, ia bergegas berlari ke wastafel, tak peduli dengan tubuhnya yang menjerit protes. Kyuhyun memuntahkan semua isi perutnya hingga hanya cairan bening yang tersisa. Perutnya sekarang terasa terbakar, apalagi jika mengingat ia tak makan apapun kemarin selain bergelas-gelas alkohol. Kyuhyun terpuruk di meja makan. Ingin rasanya ia menelungkupkan wajah ke atas permukaan meja pualam tersebut, tapi sebuah objek mengalihkan perhatiannya. Sebuah gelas berisi air putih, beberapa pil, selembar kertas, dan semangkok bubur. Kyuhyun mengambil secarik kertas itu, pesan dari Yunho.

Kyuhyun,

Aku yang menjemputmu dari bar dan membawamu ke sini. Tolong hubungi aku jika kau bangun nanti, kalau tidak aku akan ke apartemenmu lagi. Oh ya, aku sudah meminta petugas apartemen untuk membawakanmu makanan. Tapi karena aku tidak tahu kapan kau akan bangun, jadi aku meminta mereka menyiapkannya pukul delapan. Dan lagi, aku sudah memintakan izin ke kantormu, kubilang kau sakit. Beristirahatlah, dan jangan berpikiran macam-macam.

Yunho

Kyuhyun mendengus. Sejak ia mengenalnya di bangku sekolah, pria itu masih belum berubah. Penuh perhatian terhadap kolega-koleganya. Tipe kekasih impian, sayangnya dia hanya tertarik pada lawan jenis, batin Kyuhyun. Ia jadi tersenyum geli sendiri. Mungkin jika Yunho tertarik pada sesamanya, sudah sejak lama ia akan menjadikannya kekasih.

Dan bicara soal kekasih...

Senyum Kyuhyun memudar. Ia ingat apa penyebab dirinya begitu putus asa hingga melampiaskannya dengan minuman keras dan pulang dalam keadaan mabuk berat. Sulit untuk melupakannya karena masih belum genap 24 jam kekasihnya dikuburkan. Matanya kembali memanas, padahal ia tak menangis sedikitpun di acara pemakaman Siwon, namun setelah semuanya berlalu ternyata terasa begitu sesak untuk melepaskan seseorang yang pernah berstatus sebagai kekasihnya.

Ia tak bisa menahannya lagi. Nama mendiang Siwon meluncur bagai mantra dari mulutnya mengiringi derasnya air mata yang menjatuhi permukaan meja pualam.


"Kau memperhatikannya?"

Kyuhyun seolah tuli pada awalnya, lalu ia mengalihkan pandangannya dari sesosok pria jangkung yang sedang mengawasi anak buahnya bekerja, kemudian mengerjap ketika menyadari pertanyaan Minho yang ditujukan kepadanya.

"Eh? Ap-apa maksudmu?" Kyuhyun mendadak gugup.

Minho mendengus. "Tentu saja maksudku Siwon-hyung. Kau menyukainya?"

Wajah Kyuhyun memerah. Minho yang mengetahui hal ini tertawa, sedikit menahannya sebetulnya, karena ia tak ingin mengganggu karyawan yang ada di situ. Kyuhyun benar-benar mudah dibaca.

"Tenang saja, Hyung. Aku cukup toleran jika kau ingin berkencan dengannya. Semua karyawan wanita di sini juga ingin menjadi kekasihnya. Cepat rebut dia sebelum terlambat." Minho terkekeh.

"Diam kau!" desis Kyuhyun, masih dengan wajah yang memerah. "Fokus saja pada pekerjaanmu dan aku mau laporannya selesai pada akhir pekan ini."

Minho mengangkat bahu. Sementara itu tanpa mereka sadari, pria yang mereka perbincangkan tampak mendekati mereka berdua.

"Itu benar, Minho. Sebaiknya kau fokus pada pekerjaanmu saja. Kyuhyun-ssi pasti sangat sibuk, jangan menambah bebannya lagi."

Bahu Kyuhyun menegang. Ia yakin jantungnya sedikit terlonjak tadi. Ia menunduk, tak berani menatap Siwon yang kini tengah tersenyum lebar kepada keduanya. Minho menyeringai kecil, sepertinya dugaanya cukup tepat, Kyuhyun menyukai Siwon. Dan Minho mulai menikmati perannya sebagai 'mak comblang' di antara mereka berdua.

"Ha. Anda sendiri tidak seharusnya berkeliaran di sini, isanim. Tentu tanggung jawab anda sendiri jauh lebih banyak daripada kami." kata Minho, masih sambil menyeringai.

"Aku bertanggungjawab atas kinerja anak buahku, Minho. Dan sepertinya sesekali mengawasi kalian secara langsung akan lebih baik daripada hanya bergantung pada para manajer."

Pria itu lalu menatap Kyuhyun yang masih terdiam, memberinya senyuman.

"Kerjamu sungguh bagus, Kyuhyun-ssi. Dan aku mendengar dari anggota tim-mu, kau mengayomi mereka dengan baik. Mungkin sebaiknya aku memberimu bonus akhir tahun dua kali lipat." ujar Siwon.

Pria itu lalu menepuk bahu Kyuhyun. Masih tersenyum, ia kemudian berlalu meninggalkan Kyuhyun dan Minho.

Kyuhyun terduduk di kursinya menghela napas. Ia merogoh saku celananya mencari-cari sesuatu sambil mencoba menetralkan detak jantungnya. Minho masih menyeringai ke arah Kyuhyun. Menarik melihat Kyuhyun bersemu karena perasaannya sendiri. Mungkin ia nanti harus mencoba membuat mereka makan malam berdua.

Kyuhyun meletakkan sesuatu ke atas meja kerjanya, dan hendak membuka pembungkusnya. Minho seketika merenggutnya, wajahnya berubah merengut.

"Minho," tegur Kyuhyun.

Minho mengantongi benda itu, sebungkus rokok, seraya menepis tangan Kyuhyun yang mencoba menggapainya.

"Aku tidak suka melihat siapapun yang merokok, Hyung. Terlebih kau."

Kyuhyun menatap Minho dengan tanda tanya.

"Aku tidak mau kau mati konyol gara-gara merokok seperti ayahku, oke?! Sudahlah, aku mau melanjutkan pekerjaanku." Minho kemudian menjauh dan memakai kembali jas laboratoriumnya, berbaur dengan rekan-rekan setimnya.

Kyuhyun menghela napas.


"Kau tak meneleponku."

Sore itu Yunho memasuki apartemen Kyuhyun tanpa mengetuk pintu. Lagipula, itu tak perlu karena ia toh beberapa kali melakukannya dan Kyuhyun tak pernah mempermasalahkannya. Sementara si empunya unit terduduk di ruang tengah sambil menyangga kepalanya. Yunho menghela napas kemudian mendudukkan dirinya di sebelah Kyuhyun. Namun matanya tertuju pada sebuah figura yang ia sembunyikan di laci semalam kini berada di atas meja, tepat di depan Kyuhyun.

"Kau menyembunyikan foto kami berdua."

Itu bukan pertanyaan, tapi lebih seperti pernyataan. Yunho kembali menghela napas sebelum menjawabnya.

"Ya."

Yunho mengedarkan pandangannya berkeliling. Di atas meja makan terlihat semangkuk bubur yang tersisa separuh serta gelas air dan obat yang ia sediakan terlihat kosong. Setidaknya dengan itu ia bisa sedikit lega.

"Jam berapa kau bangun?"

"Tengah hari."

"Baiklah."

Suasana kembali hening. Belum pernah pembicaraannya dengan Kyuhyun secanggung itu sebelumnya. Bahkan tidak saat lelaki itu mengatakan bahwa dirinya gaydan sedang menjalin hubungan dengan atasannya di perusahaan tempatnya bekerja. Saat ini Yunho benar-benar tak tahu apa yang sebaiknya ia lakukan. Akhirnya ia bangkit menuju dapur.

"Kau belum makan lagi kan? Kubuatkan makanan untukmu karena seharian ini kau hanya makan bubur."

"Hmm."

Yunho menggeleng-gelengkan kepalanya. Selama ia berteman dengan Kyuhyun, sepertinya ini adalah titik terendah lelaki itu. Walau ia tak bisa banyak membantu, setidaknya ia akan memastikan sahabatnya itu kembali bangkit sedikit demi sedikit.

Ia masih mengingat hari ketika Kyuhyun meneleponnya dan meminta ia untuk datang ke apartemennya. Saat itu, ia mendapati pria lain yang tak dikenalnya tersenyum kepadanya. Kyuhyun mengenalkan pria itu sebagai kekasihnya. Jelas saja, Yunho terkejut. Selama itu, ia mengira Kyuhyun tak pernah berkencan dengan siapapun karena terlalu berfokus dengan pendidikan dan pekerjaannya. Namun begitu Kyuhyun berkencan, kekasihnya adalah pria. Tetapi, hanya sebentar ia merasakan suasana canggung dan detik berikutnya ia mendapati dirinya tertawa-tawa bersama mereka berdua, tak ada lagi rasa canggung. Bahkan ia menjadi sangat akrab dengan kekasih Kyuhyun. Jika Kyuhyun sedang sibuk, terkadang ia akan menghubungi Siwon untuk sekadar mengobrol dan minum-minum.

"Apa kau masih merasa tak enak badan? Jika iya, sebaiknya besok kau absen sehari lagi."

"Tidak. Minho mengirim pesan padaku kalau besok perusahaan mengadakan rapat besar dadakan. Semua orang akan curiga jika aku tidak datang."

Yunho menghentikan kegiatannya memotong-motong sayur. Ia kembali menatap Kyuhyun. Saat ini sangat susah membaca emosi di wajah pria itu. Meski demikian, Yunho yakin duka di hati pria itu tak mudah disembuhkan.

"Mungkinkah ini berkaitan dengan Siwon?"

Kyuhyun memalingkan wajahnya menatap Yunho. Tatapannya datar. "Apa lagi kalau bukan."

Ia menghela napas sebelum kembali menunduk. "Dan mungkin, sajangnim akan mengumumkan hubunganku dengan mendiang putranya kepada semua karyawan."

Yunho membuka mulutnya seolah hendak berkata, tapi ia mengatupkannya lagi. Namun pada akhirnya ia kembali bersuara. "Dia tahu? Tapi bukankah—"

"Dia tahu." Sergah Kyuhyun. "Paling tidak dia curiga karena sebelum Siwon meninggal, dia sempat memperlakukanku berbeda dari biasanya. Tapi aku yakin dia sudah mengetahuinya."

"Apa menurutmu Minho... kau tahu?"

"Kurasa tidak. Walaupun dia satu-satunya yang tahu mengenai hubungan kami, tapi semuanya sudah berjalan selama hampir tiga tahun. Jika ia berkhianat, seharusnya ia melakukannya dari dulu."

Yunho meletakkan pisaunya dan menyandar pada counter dapur, menghela napas. Ia bahkan tidak tahu apa yang sebaiknya ia lakukan.


Kyuhyun terduduk lelah di kursinya. Seharian ini ia melayani klien utama C&C Inc., beserta timnya dari Rumah Sakit Seoul. Perusahaan itu memang sudah lama menjalin kerjasama dengan rumah sakit besar di Korea, terutama dalam hal suplai obat-obatan serta peralatan medis. Selain itu C&C Inc. juga bekerjasama dalam bidang riset dan teknologi medis yang lebih maju, dalam hal ini pengembangan kloning organ manusia yang nantinya digunakan sebagai donor untuk mengganti organ lama yang rusak. Bahkan, tim Kyuhyun berhasil mengembangkan metode kloning tercanggih yang membuat perkembangan sel menjadi lebih cepat sehingga kloning organ dapat selesai dalam waktu yang relatif singkat.

Semua klien yang bekerja sama dengan C&C Inc. mengaku puas dengan kinerja tim Kyuhyun. Pasien-pasien yang membutuhkan donor organ akan lebih mudah mendapatkannya dengan cepat dan minim penolakan dari tubuh mereka. Itu karena pengembangan organ tubuh berasal dari stem cell resipien yang telah tersimpan dari bank stem cell, dengan demikian kecocokan organ tersebut hampir mendekati 100%. Namun, pihak perusahaan juga tidak sembarangan menerima permintaan klien, mengingat biayanya yang sangat mahal serta pertimbangan kegawat-daruratan.

Kyuhyun memijat kepalanya yang pening akibat beban kerjanya yang menumpuk. Tanpa sadar tangannya menjulur ke arah laci, menariknya, dan meraih sesuatu yang alam bawah sadarnya butuhkan saat setiap kali ia dilanda tekanan. Rokok.

Tersisa dua batang terakhir dari kotak itu yang salah satunya dia selipkan ke mulutnya. Matanya mulai berkeliling mencari-cari pemantik. Saat ia beranjak dari duduknya, sebuah tangan mencabut paksa rokoknya dari mulut Kyuhyun. Minho si pelaku memandangnya dengan tatapan kesal.

"Kembalikan padaku," sergah Kyuhyun.

Minho menggeleng dan menjauhkan rokok itu dari jangkauan tangan Kyuhyun. "Tidak, Hyung. Kau sudah dengar perkataanku dahulu kan?"

Kyuhyun menggeram kesal. Di saat pikirannya penuh tekanan seperti ini, dirinya hanya ingin menenangkan diri. Well, selain rokok, ia juga sangat menyukai wine. Apa daya, laboratorium itu tidak menyediakan wine satu botolpun.

Dengan pandangan kesal ke arah Minho yang sibuk mencari-cari tempat sampah untuk menyembunyikan rokoknya, Kyuhyun meraih batang terakhir dari kotak dan menyelipkannya di mulut. Namun, sepertinya nasib baik tak berpihak pada Kyuhyun.

"Mungkin sebaiknya anda mencari alternatif yang lebih sehat, Profesor Cho."

Kyuhyun memutar tubuhnya. Di belakangnya, ada pria lain yang lebih tinggi. Pria tampan pewaris C&C Inc, atasannya.

"Isanim?"

Siwon merebut rokok dari bibir Kyuhyun, lalu menyimpannya di saku celana.

"Perusahaan memang mendukung asuransi penuh bagi semua karyawan jika mereka jatuh sakit atau kecelakaan kerja. Tapi jika anda jatuh sakit karena perilaku anda sendiri, saya tidak yakin untuk memberikan fasilitas itu, Profesor."

Kyuhyun menatapnya, berbeda dengan Minho, pria ini seolah memiliki aura yang membuatnya tunduk. Bahkan perasaan itu tak berubah meskipun mereka telah bertemu selama satu tahun. Selain juga faktor bahwa pria ini adalah atasannya sendiri.

"Lalu, apa menurut anda yang bisa membuat saya menghentikan kebiasaan buruk saya, isanim?"

Siwon tersenyum simpul, lalu mendekatkan dirinya ke arah Kyuhyun. Napas Kyuhyun tercekat, ia berusaha mati-matian agar wajahnya tidak memerah. "Bagaimana kalau kita praktekkan langsung?"

Sedetik kemudian, sepasang bibir menyapu bibir Kyuhyun. Dia begitu terkejut, sehingga tak sadar bahwa lengan pria itu telah melingkari pinggangnya dan menariknya mendekat. Merasa tak ada balasan, Siwon mencoba sedikit melumat sepasang bibir ranum itu dan berhasil, Kyuhyun memejamkan matanya dan menyambut sentuhan serta tekanan yang diberikan bibir Siwon terhadapnya. Ketika ia merasakan lidah pria itu menyapanya, ia sedikit membuka mulut dan membiarkan kedua lidah mereka saling membelit. Tanpa sadar kini tangannya meraih leher Siwon dan melingkar di sana.

Minho yang terkejut berdiri di ambang pintu. Namun begitu sadar kedua orang itu tak menyadari keberadaannya di sana, ia tersenyum dan memutuskan meninggalkan mereka setelah menutup pintu ruangan itu pelan-pelan.


Setibanya di parkiran apartemen, Kyuhyun melepas mantelnya lalu melemparnya ke jok belakang, setelah itu ia menyandarkan tubuhnya ke kemudi sambil menghela napas. Hari ini ia benar-benar lelah. Pertemuan dengan CEO C&C Inc., ayah Siwon, benar-benar membuatnya pusing.

Kyuhyun hanya menunduk sepanjang rapat bersama dewan direksi dan staf perusahaan. Ia sama sekali tak menangkap satu pun perbincangan yang disampaikan selama rapat itu berlangsung. Mungkin ia akan menanyakannya nanti kepada asistennya. Ia bahkan hampir tak menyadari bahwa rapat sudah berakhir jika saja salah satu staf lab-nya tidak menepuk pundaknya, mengajaknya kembali ke aktivitas semula. Saat Kyuhyun mengangkat kepalanya, ia mendapati Choi Kiho menatap tajam padanya, dingin dan menusuk. Sedikit lega karena ia cukup khawatir jika pria itu akan membocorkan rahasia hubungan putranya dan Kyuhyun di hadapan semua staf di tengah berlangsungnya rapat. Tapi kemudian Kyuhyun sadar, bahwa tidak mungkin pria itu akan menghancurkan perusahaannya sendiri dengan membongkar skandal yang melibatkan mendiang putranya.

Kyuhyun masih merasakan mata Choi Kiho mengawasi punggungnya ketika ia menjauhi ruangan itu. Minho menunggunya di ambang pintu dengan memasang wajah cemas. Ia satu-satunya yang tahu mengenai hubungan terlarang antara Siwon dan Kyuhyun—mungkin juga sekarang ditambah pamannya apabila melihat tatapan tajam yang ditujukan pada Kyuhyun. Kyuhyun tersenyum lemah pada Minho, menegaskan bahwa ia baik-baik saja. Minho menepuk bahu Kyuhyun, menyemangatinya. Profesor muda itu menghela napas, menguatkan diri untuk menghadapi apapun yang akan terjadi padanya nanti.

Cukup lama sejak rapat itu berakhir. Ketika jam kerja telah berakhir, Kyuhyun segera merapikan tasnya bersiap untuk pulang dan sebagian besar karyawan telah meninggalkan kantor. Di saat itu juga tiba-tiba telepon Kyuhyun berdering. Ia cukup terkejut begitu tahu yang menghubunginya adalah Choi Kiho, pemilik perusahaan sekaligus ayah mendiang kekasihnya. Ayah Siwon meminta Kyuhyun untuk menemui dirinya di ruangannya lalu menutup sambungan telepon begitu saja. Minho yang mengetahui hal itu hanya menunduk. Sebagai bagian keluarga Choi, dirinya seolah-olah tahu apa yang pamannya itu akan lakukan serta apa yang akan menimpa Kyuhyun. Dengan berat hati, Kyuhyun melangkah menuju ruangan pria paruh baya itu berada.

"Masuk," begitu perintah dari balik pintu begitu Kyuhyun mengetuknya. Ia menghela napas kemudian mendorong gagang pintu itu terbuka. Di balik meja, Choi Kiho tampak memeriksa beberapa berkas. Kyuhyun memilin ujung jasnya, sedikit khawatir mengenai kata-kata apa yang akan dilontarkan ayah Siwon terhadapnya.

"Kau dipecat."

Kyuhyun terperanjat. "Maaf?"

"Kau sudah mendengarnya dengan jelas, Cho Kyuhyun-ssi."

"Tapi," Kyuhyun ingin melanjutkan, namun lehernya tercekat saat ini.

Choi Kiho mengusap wajahnya, lalu menatap Kyuhyun tajam. "Seharusnya aku sudah memecatmu dari dulu. Saat ini sudah terlalu terlambat untuk melakukannya mengingat bagaimana putraku berakhir."

Ia lalu menarik sesuatu dari dalam laci lalu melemparnya ke hadapan Kyuhyun. Foto-foto mereka berdua saat di Portugal, sehari sebelum Siwon meninggal. Kyuhyun memalingkan muka. Foto-foto itu nampaknya diambil oleh penguntit, sebagian besar menampakkan aktivitas mereka berdua yang bahkan orang awam akan tahu hubungan macam apa yang dijalani oleh mereka.

"Aku menyuruh seseorang menguntit kalian berdua begitu kecurigaanku memuncak. Ya, bahkan jika itu harus menyeberangi benua sekalipun. Dan ternyata firasatku benar, Kyuhyun-ssi. Kau dan putraku memiliki hubungan."

Kyuhyun terdiam. Ia menunduk seraya menahan tangannya yang sedikit gemetar.

"Kelihatannya aku tidak profesional karena memecatmu berdasarkan masalah pribadi, Kyuhyun-ssi. Tapi inilah faktanya, aku tak mau melihat orang yang menyebabkan putraku meninggal berada di lingkungan yang sama denganku."

"Tapi saya tidak—" sergah Kyuhyun, tetapi Choi Kiho memotongnya.

"Kau tidak membunuhnya. Itu benar. Tapi jika putraku tidak pernah memiliki hubungan denganmu, mungkin saat ini ia masih hidup."

Kyuhyun kembali bungkam. Entah mengapa jauh dalam lubuk hatinya, ia mengamini kata-kata terakhir pria itu. Sementara itu Choi Kiho bangkit dan menatap keluar jendela, membelakangi Kyuhyun.

"Sekarang kemasi barang-barangmu dan pergilah. Dan juga, singkirkan foto-foto itu dari hadapanku. Aku tak ingin melihatnya lagi."

Sambil menahan beban berat di tenggorokannya, Kyuhyun memungut foto-foto itu dan dengan suara lirih berpamitan kepada Kiho. Ayah kekasihnya tak pernah memalingkan wajah.

Kyuhyun menggelengkan kepalanya untuk mengusir ingatan buruk itu, lalu menolehkan wajahnya ke jok penumpang. Sebelumnya ia melempar foto-foto itu ke sana. Diambilnya salah satu foto, di sana tercetak jelas gambar kekasihnya yang bertelanjang dada sedang memeluk dirinya yang saat itu hanya mengenakan sebuah kemeja yang menutupi sebagian pahanya. Mereka berdiri di balkon villa, saling bertautan, Siwon bahkan mencium lehernya. Mata Kyuhyun memanas, kata-kata ayah Siwon terngiang-ngiang di benaknya. Seandainya saja Siwon tak berniat menikahinya, seandainya saja ia menolak permintaan Siwon untuk berlibur di Portugal, seandainya saja ia tak menaruh perasaan pada Siwon, seandainya saja ia dan Siwon tak pernah bertemu...

Jika sebelumnya ia bisa menahan kesedihannya, tapi tidak untuk saat ini. Kyuhyun menangis terisak. Mulutnya terbata-bata mengucapkan kalimat yang tak akan pernah didengar oleh sang objek. Foto itu tanpa sadar ia remas sekuat tenaga.

"Maafkan aku, Siwon... maafkan aku..."

-To be continued-


A/N: Heyaaa... finally after 6 years yeah! Jadi ini fanfic pertamaku setelah hiatus dari nulis-nulis maupun kpop-an bertahun-tahun. Only comeback for Wonkyu. Yeah! Semoga kalian suka fanficnya ya. Jangan lupa review. Eh tapi kalo review jangan cuma ngomong 'lanjut, Thor!' karena gw gak gabung Avengers. Haha.. canda.