Boboiboy (c) Monsta (Saya hanya pindah tokohnya saja)

Perompak dan Penyamar (c) cheros

...

...

Membenarkan letak poninya sedikit, Fang merasa dia ketinggalan dalam obrolan berbalut aura abu-abu yang menguar di udara, dalam hati dia mengumpat keras-keras karena terlalu fokus dalam urusannya (yang pasti dianggap tak penting, karena semua awak kapal bodoh ini selain dia bukanlah makhluk yang peduli fashion, mereka takkan mengerti gaya busana meski gaya busana sendiri yang menampar wajah mereka keras-keras)

Saat itulah Fang merasakan tangan jahat kakaknya memberi salam ke pipinya yang tak bersalah.

"Melamun saat persiapan misi?" Sembur Si Kapten, matanya menyala-nyala garang. Fang bisa melihat di belakang Kaizo teman-temannya meringis, ngilu dengan merah marah yang mulai timbul di pipinya. Kecuali Gopal, dia selalu tahu kapan saat terburuk untuk tertawa karena sekarang semuanya menyikutnya keras tepat di perut.

Setelah mencicitkan maaf kecil dan meringis, bersiap-siap sebelum kemungkinan terburuk seperti Kaizo berpikiran untuk melempatya keluar pesawat sekarang atau sejenisnya—siapa yang tahu, yang pasti Fang menyesal berdiri dekat-dekat dengan jendela, hal yang justru akan membuat kemungkinan dia melayang di angkasa lepas hanya berjarak dua jengkal dari dirinya saat ini—Fang segera menghembuskan napas lega begitu Si Kapten segera kembali ke tengah ruangan, Boboiboy dan yang lainnya segera kembali berdiri tegap, beberapa keringat pengkhianat mengalir dari dahi mereka.

"Karena sepertinya sebagian dari kalian berpikir penjelasan akan terdengar membosankan, aku akan langsung saja menyimpulkan misi kali ini." Nada final dari kalimatnya sama sekali tak terdengar menyenangkan, tapi tak seorangpun menyanggah, tak Gopal ataupun Papa Zola. Tak satupun. "Boboiboy, Gopal, Ying dan Yaya ikut aku untuk mengatasi perompak dari luar. Cattus, Papa Zola dan Komandan Kokoci akan tetap di kapal dan memberikan arahan."

Fang baru saja akan berusaha menyanggah sebelum Kaizo, yang jelas saja menduga dia akan berlaku demikian, memotong kalimatnya yang belum sempat secuilpun dia siulkan, "Kau, seperti biasa, dapat bagian penyamaran."

Saat itu, dipenuhi aura seram dan tatapan galak begitu jelas saja Fang hanya menggangguk bodoh dan membaur dengan sisa temannya yang telah lebih dulu tumpah ruah ke sisi lain kapal. Tak mau lama-lama membusuk dipandangi Kaizo yang galaknya tak pernah kedaluwarsa.

...

...

Belakangan, Fang baru tahu kalau misi mereka sebenarnya cukup menarik.

Menurut penjelasan Yaya—karena Ying cepat sekali saat menjelaskan dan Fang hanya dengar bagian akhir dari kalimatnya, itupun tak banyak yang bisa dia simpulkan dari penjelaskan kilat Ying—para perompak liar mengejar sebuah power sphera yang kemungkinan besar sekarang tengah bersembunyi di suatu planet, ketika mereka mendekati planet tersebut dan mencari titik letak lokasi pasti dari si power sphera yang malang, mereka menemukan bahwa tempat yang ditujukan adalah sebuah Sekolah Menengah Pertama. Hal ini tentu akan sangat mencemaskan pihak sekolah jika mereka mengatakannya, sedangkan perompak kemungkinan juga menemukan titik lokasi itu dapat mengancam keselamatan para siswa di sana.

Tapi begitu Yaya, dengan senyum agak bersalah, menyatakan kalau sebenarnya sekolah yang mereka bicarakan ini sekolah khusus perempuan. Yang mana membuat Gopal dan Boboiboy, yang juga mendengarkan dengan seksama sambil menahan tawa mereka sedari tadi akhirnya tak kuat lagi dan menyemburkan semua sisa kegelian mereka pada Fang.

Fang yang tak senang dengan perkembangan misi mereka memutuskan untuk memprotes semua masalahnya pada pemberi rencana.

Kaizo yang tak suka diganggu saat mempersiapkan alat-alat menghadiahinya satu tamparan galak di pipi dan sebuah bando manis. Boboiboy dan Gopal berakhir menggelepar di lantai lantaran kehabisan kotak tertawa untuk menyemburkan kegelian mereka.

Setelah melempar bando merah muda bermotif hati dengan seluruh rasa sebal yang tersisa, Fang menghela napas. Boboiboy meletakkan tangannya di bahu Fang, agaknya merasa simpatik melihat kerasnya kapten mereka pada adiknya sendiri.

"Kalau kau perlu teman latihan, minta saja pada Ying atau Yaya. Aku yakin mereka pasti akan membantumu!"

Mendengar Gopal kembali menggelepar dan tatapan tak berdosa dari si pengendali elemen. Fang menyikut keras ulu hati Boboiboy. Sementara korbannya meringis sakit, dia lantas mengambil langkah menuju perpustakaan.

...

...

Setelah membaca referensi mengenai Sekolah Menengah Pertama dan beberapa kasus aneh pembulian yang entah darimana datangnya, Fang juga entah mengapa tanpa sengaja membaca beberapa cerita romansa picisan menggelikan—yang tokoh utamanya baik sekali, atau bodoh sekali sebenarnya dan beberapa anak-anak jahat dengan pakaian dan wajah menor mereka, dan lagi jangan lupakan objek incaran keduanya adalah laki-laki bodoh yang bahkan tak tahu cara memilih pasangan yang benar. Hei, beberapa kisah ini ada kasus percobaan pembunuhan dan kriminalnya! Sejak kapan sekolah jadi seseram ini—Fang tak tahu dia harus mempercayai ini atau tidak.

Tapi dia berakhir memasukkan beberapa majalah Nakayoshi yang dia temukan ke dalam ranselnya, bersama beberapa novel lain dan spin-off mereka. Karena spin-off selalu membantu mengatasi plot hole yang timbul di mana-mana, bukan seperti tuduhan Ying yang mengatakan kalau Fang demam romansa picisan. Itu tuduhan tak berdasar! Lagipula kalau plotnya dibenahi sedikit, cerita-cerita bodoh ini mirip kisah detektif, hanya sedikit lebih tak berguna. Ya, begitulah.

Ying menepuk-nepuk punggungnya emosional, di sampingnya Yaya mengangguk-angguk setuju seolah papa yang bangga dengan anaknya. Fang ingin mengembalikan emosi itu dengan setara, mereka telah membantunya banyak untuk memahami berbagai hal yang dia perlukan untuk menyamar.

"Bagus, Fei. Sekarang pakailah seragammu."

Kedua pengkhianat itu serta merta menggunakan serangan gabungan mereka pada Fang—dan akan selalu Fang! Dia masih tak rela dengan nama barunya!—yang berakhir di kamar ganti dengan kemeja putih dan sebuah rok biru sepantaran lutut, Fang ingin memandang benda yang dipegangnya hina, belum lagi pita merah muda yang harus dia kenakan sebagai dasi!

Gedoran galak dan teriakan dari kakakya dengan cepat membuatnya memikirkan ulang pilihan hidupnya, sambil sesekali mengutuki pakaian yang mau tak mau harus dipakainya. Fang sama sekali tak penasaran bagaimana wajah teman-temannya saat melihatnya nanti.

Terlebih wajah kakakknya dan beberapa atasannya yang lain. Tidak, terimakasih banyak.

...

...

"Namaku Fei, keluargaku baru pindah ke kota minggu ini."

Gopal pasti sudah menggelepar tertawa di lantai kalau saja Boboiboy tidak menepuk-nepuk punggungnya dan membisikkan beberapa hal. Sementara di sisi seberang mereka Kapten Kaizo hanya menggangguk-angguk setuju, seolah itulah yang dia inginkan, seorang adik perempuan yang baru saja SMP. "Bagus, kalau begitu cepatlah berangkat dan kita turunkan Fang di titik yang ditentukan, pastikan tak seorangpun melihatnya turun dari markas ini."

Setelah memberi hormat, semua temannya lantas kocar-kacir menuju tempat mereka dan bersiap-siap jika ada perintah baru. Boboiboy mengirimkannya satu cengiran dan jempol terangkat, sesuatu yang selalu dia lakukan sampai Fang merasa dia sudah hapal apa yang akan dikatakannya, "Terbaik, Fang!"

Fang menggeram dan menutupi separuh wajahnya dengan tangannya yang tanpa sarung tangan, sementara Boboiboy sudah sigap menepuk-nepuk punggungnya, menyalurkan rasa simpatinya sekali lagi meski Fang merasa itu sama sekali tak membantu apapun. Dia terlalu malas untuk menepis tangan Boboiboy dan memulai lagi dengan satu topik yang tak pernah dia lepaskan belakangan ini, "Kaizo membenciku."

"Sama sekali tidak berpikir itu masalahnya." Boboiboy mengendikkan bahu, kelihatan sekali sudah menebak apa yang Fang coba utarakan.

"Lalu apa? Menurutmu apa!"

"Aku jelas tak mau bilang kalau kakakmu contoh kakak yang baik atau sesuatu seperti kemungkinan kalau dia bisa saja peduli padamu," Boboiboy menggaruk pipinya, meringis untuk sesuatu yang tak jelas. Fang berani taruhan dia membayangkan wajah Kaizo yang memandangnya. Fang dalam hati maklum. "Tapi kalau dia sebenci itu, dia bisa saja meninggalkanmu sejak lama."

Benar juga.

"Dan kalau aku sejahat itu, sekarang kalian sudah kuhukum karena lalai dari tugas."

Boboiboy nyaris saja meloncat, mulutnya sudah merapal mantra tak koheren ketika satu tangan Kaizo mampir di bahunya. Fang bisa merasakan tangan lain Kaizo di bahunya, mau tak mau membuat aura dingin beku mengalir ke sisi bagian tubuhnya yang paling dekat dengan tangan itu.

Setelah mengucapkan salam perpisahan yang tergesa, Boboiboy lantas sudah menghilang ditarik sang kapten mereka, sementara Fang hanya diam di sana. Kepalanya dipenuhi berbagai kemungkinan yang tak menyenangkan, entah misinya saat ini atau Kaizo, keduanya sama sekali tak mau berakhir baik, sepertinya.

...

...

Fang dengan senang hati menarik semua kata-kata tak jelasnya tadi pagi.

Sekolah ini keren sekali. Semua orang memandangnya kagum begitu dia melewati koridor, setelah perkenalan tadi pagi dan segala jenis detail tak penting yang akan selalu terjadi ada anak baru: seperti pencarian meja dan sedikit perkenalan singkat dengan teman-teman di meja sekitarnya. Fang merasa pandangan kagum mereka tak terlepas sedikitpun darinya. Yah, jelas saja, dia adalah anak tertinggi di kelas mereka (kelihatannya), bahkan saat duduk pun rasanya dia bisa dengan mudah ditemukan. Ketika anak lain bertanya dia hanya perlu bilang dia atlet basket ("Basket? Apa itu?" "Permainan bola." "Seperti permainan bekel?" "… Apa itu bekel?") dari kotanya sebelumnya. Pelajaran pertama mereka tadi matematika dan Fang—Fei? Terserah—dengan mudah menjawabnya, tentu saja! Hari ini berjalan baik dan lancar.

Namun, sesekali dia harus tetap siaga, apapun hal janggal yang ada di sekitarnya bisa jadi merupakan petunjuk keberadaan power sphera yang mereka cari-cari. Fang sudah menanyakan letak berbagai macam tempat di sekolah mereka pada teman-teman barunya, dan mereka tentu saja setuju untuk mengajaknya berkeliling setelah pulang sekolah. Tapi tetap saja, mencari lebih cepat tentu terdengar seperti pilihan yang baik.

"Fei, mau ke mana?" Seorang temannya yang berkucir dan agak berisik, Fang berusaha mengingat-ingat namanya, tanpa permisi menarik tangannya dan setengah menyeretnya ke arah berlawanan, "Kantin ke arah sini, tahu!"

"Eh, aku … tak begitu merasa lapar?" Lagipula Kaizo akan memukul pantatnya nanti saat dia kembali dengan perut penuh dan pipi berlumuran saos.

Geli, Lisa (atau sejenisnya) terkekeh seolah Fang bodoh, "Kalau kau tahu menunya kau takkan berkata begitu. Aku berani taruhan."

Tertarik dengan kepercayaan diri aneh yang dimiliki si gadis berkuncir kuda, Fang menyimpulkan cengiran biasanya, "Heh, memangnya apa?"

"Hari ini ada donat baru, kau suka donat, 'kan?"

"Tidak juga, tuh." Fang baru saja akan berbalik begitu Lisa gelagapan.

"T-tapi hari ini ada rasa baru! Tomat, Ceri, Blueberry dan uhhh." Terlihat seperti berpikir keras sekali untuk memenangkan taruhan mereka, padahal mereka belum jelas bertaruh apa. Tapi Fang hanya mengedikkan bahu tak acuh dan kembali berjalan, toh kalaupun donatnya seenak itu dia tetap bisa titip saja nanti pada gadis itu, 'kan?

"Aku tak yakin nama rasanya, sesuatu seperti lobak atau sejenisnya? Aku tak yakin kau menyukainya, tapi paling tidak ceri dan blueberry terdengar enak, 'kan!"

Fang serta merta berbalik dan malah menyeret Lisa menuju kantin, persetan dengan Kaizo. Kaptennya tak bisa melihatnya dari sini, 'kan?

...

...

...

"Ingatkan aku untuk menjitak Fang nanti saat dia kembali."

Boboiboy membelokkan kepalanya cepat ke layar utama yang menampilkan titik letak Fang berada, kantin tertulis jelas. Boboiboy menaikkan alis heran, "Ada masalah, Kapten?"

Kaizo serta merta mengulang percakapan Fang dan seorang gadis bersuara agak melengking, Boboiboy lantas ingin memijat kepalanya, pusing dengan tingkah antik yang harusnya tak ditunjukkan temannya saat itu. Boboiboy meletakkan box senjata ke rak paling bawah, dia bisa dengar dengan jelas dengkuran Gopal yang tertidur dengan dagu bertengger di sapu, sebentar lagi sapu itu akan patah.

"Ku-kurasa dia perlu sarapan juga, ini masih cukup pagi, 'kan?"

"Aku tak minta pendapatmu."

Boboiboy melipat mulutnya rapat dan kembali mengambil beberapa persediaan lain, sementara Kaizo bergerak dari tempat duduknya, mengatakan beberapa kata pada Yaya—dan Ying yang ada di belakang Yaya, lipatan-lipatan berkerut terbentuk di dahi keduanya—yang kemudian mengetik sesuatu dengan cepat pada layar-layar tiga dimensi yang separuh transparan. Boboiboy takkan pernah tertarik dengan cara kerja pesawat dan teknologi Alien. Tidak, dia lebih suka berada di lapangan.

"Uh, jadi Kapten," Boboiboy melemparkan kertas asal pada Gopal sebelum Kaizo menyadarinya molor saat bekerja, "Apa yang sebenarnya akan kita lakukan?" Boboiboy bisa melihat kerutan mulai timbul di dahi Kaizo, Boboiboy merapal opening Doramomon saking takutnya, "A-anda belum menjelaskannya sama sekali."

Menghela napas, Kaizo tak sama sekali berusaha menyembunyikan kejengkelannya yang tak pernah pudar, "Kau, kalian, dan aku akan melacak perompaknya. Fang melacak Power Spheranya." Jelaskan singkat. Gopal membuat huruf O dengan mulutnya, Boboiboy berani taruhan dia tak paham.

"Kenapa Fang yang menyamar?"

Ying mengangkat tangannya seolah ini kelas. Mau tak mau seisi ruangan menghentikan total kegiatan mereka dan melihat ke arah Kaizo, sama-sama penasaran dengan keputusannya.

Kaizo menatap semua orang di ruangan satu persatu seolah menunggu salah satu dari mereka mengangkat kedua tangannya dan menyerah, tapi tak satupun dari mereka melakukannya (Gopal tidak, bukannya tak mau, dia terlihat mau mati kapan saja tiap Kaizo melihatnya), Boboiboy baru saja ingin menyanggah saat sang Kapten berucap, "Alasan yang sama kenapa dia yang ke Bumi dulu."

"Kenapa bukan aku? Atau Yaya?"

Ying berani sekali. Boboiboy tak bisa mengungkapkannya dengan langsung, jadi dia memberikan jempol paling berjaya yang bisa dia sodorkan diam-diam dari balik punggung Kaizo.

"Alasan yang sama," kalimat Kaizo terdengar sangat final hingga tak ada siapapun yang berani menyanggah, "aku tak melihat tangan-tangan bekerja, jadi kalian mau dikembalikan ke komandan kalian?"

Meski tak berteriak atau mendelik garang, bahkan Gopal pun kembali membersihkan lantai pesawat mereka, padahal gagang sapunya terbalik, tapi tak ada yang berani mengingatkannya.

...

...

Mereka membereskan semuaya dengan cepat, agaknya Boboiboy bangga dengan kecekatan yang timbul entah dari mana, mereka belum pernah berberes secepat ini. Apakah ini kekuatan Kaizo yang sebenarnya? Boboiboy membayangkan wajah galak Kaizo sebentar, dia mengangguk setuju dengan kesimpulannya.

"Apa yang kau lakukan, hah?"

Boboiboy seketika terlonjak, dia lantas melapor dengan sigap (dan gagap) kalau persiapan mereka sudah sempurna dan siap untuk berangkat. Kaizo sepertinya memang hobi membuat semua orang takut padanya, dengan langkah kaki tak terdengar dan aura dingin begitu, kapan Kaptennya ini akan punya pasangan? Boboiboy yakin tak akan dalam waktu dekat.

"Kerja Bagus." Kaizo mengangguk setuju, Boboiboy jadi entah kenapa merasa bangga.

"Nyalakan mode khusus peyamaran pesawat dan kita akan menelusuri semua wilayah di sekitar sekolah, jangan sampai terlihat siapapun."

Semua lantas memberi hormat dan kabur kocar-kacir ke tempat mereka, Ying dan Yaya membantu mengatur kemudi dan menyalakan mode sesuai dengan petunjuk Kaizo, sementara sang kapten sendiri memeriksa semua persiapan dan memperhatikan monitor yang menyala dengan seksama. Boboiboy duduk di kursi kosong yang tersisa jauh di belakang ruang kendali, Gopal diam-diam mengubah roti lempem perbekalan mereka menjadi makanan ringan. Ketika Kaizo melihatnya, Gopal menawarkan makanannya dengan bulir keringat mengalir deras di pipi.

"K-kapten mau Koko Krunchy?"

Kaizo mengangkat sebelah alisnya.

"…. Ah, tak jadi, Kapten terlihat seperti yang lebih suka makan batu bara daripada makanan manis renyah."

Kaizo mengembalikan fokusnya pada layar monitor, hal yang tak diduga Boboiboy karena dia jelas mengira Gopal hanya akan tinggal nama. Tapi kalau dipikir lagi, Gopal sendiri terlihat memutih begitu menyelesaikan kalimatnya. Kedua tangannya menutup mulutnya dan padangannya nyaris tak percaya, dia pasti mengira dirinya nyaris mati beberapa detik sebelumnya.

...

...

"Tidak, tidak, tidak. Kau lihat sendiri: warna dindingnya pink dan atapnya karamel. Itu pasti toko kue!"

"Tapi ada bunga di sudut-sudut atapnya! Dan di bagian depan dan di halaman belakang dan di namanya! Itu toko bunga."

"Tidak adakah dari kalian yang berpikir mungkin saja itu hanya rumah orang biasa?"

"Ah, tidak, itu toko hewan!"

Taruhan terpasang di meja, Gopal memberikan semua persediaan coki-coki permen cokelat kesukaannya, Ying dengan senyum lebar meletakkan lolipop berbagai rasa yang dia beli di toko saat ekspedisi planet minggu lalu, Boboiboy mempertaruhkan bungkus cokelat hangat yang dikirimkan kakeknya. Semuanya sengit menatap bagunan kecil dari kaca jendela pesawat.

Yaya bergabung dengan kue beraura gelap di tangan, Ying dan Boboiboy memaksa Gopal untuk memenangkan ronde itu dengan menyetujui jawabannya.

Kaizo melihat mereka dari kejauhan, sekarang keempat anak itu menunjuk satu lagi bagunan lain dan mulai menebak bangunan apakah itu, ketika bangunannya mulai menjauh mereka terkadang akan berjalan menuju kaca demi kaca dan memperhatikan lagi si bangunan dengan seksama. Bahan taruhan terlupakan di meja, Kaizo merasa bodoh mengamati bocah-bocah dan permainan mereka.

"Berdasarkan dengan pengamatanku beberapa menit terakhir, bangunan itu termasuk besar dan berhalaman luas, ada beberapa gambar-gambar tak jelas di dindingnya, ada beberapa titik berlarian yang terlihat seperti anak-anak. Itu jelas Taman Kanak-Kanak!"

"Aku tak yakin, menurutku gambar di dinding bagian kirinya lebih mirip BatBoy, bisa saja itu Sekolah Dasar."

"Atau kalau kupikirkan lagi, bisa saja gambar yang kau lihat hanyalah poster atau pajangan saran biasa, sesuatu seperti itu bisa ada di bangunan apa saja, atau bahkan bisa saja itu Galleri Karya Seni?"

"Galeri Karya Seni tak punya stiker dinding yang mirip HelloCatty, Yaya. Tahu apa kau soal seni? Lihat saja bentuk kuemu."

Yaya nyaris saja mencekik Gopal, tapi Gopal jelas saja sudah kabur mengelilingi kapal dengan merapal maaf begitu selesai mengatakannya.

"Cukup."

Gopal berhenti dengan setengah kakinya masih terangkat di udara, Yaya seketika kehilangan minatnya untuk melanjutkan murka yang tertunda, sementara Ying dan Boboiboy menoleh kaku. Dalam hati semuanya merutuk karena mereka terlalu berisik, tak ada satupun yang menyadari bangunan yang jadi bahan sengketa mereka belakangan telah hilang dimakan sudut terakhir jendela.

"Itu bangunan rehabilitasi anak penderita cacat."

Seketika suasana ruangan menjadi sangat hening, Boboiboy dan Gopal terkekeh kaku dan meminta maaf, sementara dengan cekatan Ying dan Yaya mulai membersihkan meja dari makanan ringan mereka dan dengan kaku memberikannya pada Kaizo.

"S-silakan Kapten!" Ucap Yaya agak gentar, Kaizo mendapati makanan ringan anak buahnya semua memenuhi tangannya.

Gopal berbisik sesuatu tentang kue beracun, Yaya menyikutnya keras sekali setelahnya.

…. Kaizo diam-diam bingung apakah dia harus bilang kalau dia hanya bercanda saat mengatakannya, tapi dia memilih diam dan kembali melihat ke layar monitor.

Sesuatu berkedip aneh di radarnya dan Kaizo melotot galak.

...

...

...

"Jadi bangunan sayap kanan dipenuhi anak tingkat kedua dan kiri untuk anak tingkat ketiga?"

Anggukan serempak menjawab Fang, yang masih anteng mencacah fokusnya jadi beberapa: menulis, mendengarkan, menggaruk pipi dan menguyah donat favorit. Di kertas pembungkus roti isi yang diambilnya seenaknya dari Carina (yang tentu saja tak protes, kenapa protes saat ada yang mau repot mengambil sampahnya?) sekarang terdapat gambar tiga bangunan terpisah yang membentuk huruf U besar dari atas. Fang menandai angka pada bangunan dan menuliskan maknanya pada kolom keterangan yang dibuatnya. Para anak gadis jelas tak keberatan menjelaskan padanya.

"Ya, dan kita di tengah. Jadi kalau ada kakak tingkat yang berpakaian minim lewat, jangan tatap matanya." Camelia, saudara Carina mewanti-wanti. Fang hanya menggangguk dan menggambar ikon rubah berpita neon secara asal di tiap bangunan. Tapi kalau dipikirkan lagi, reaksi defensif saat ditatap itu lebih seperti reaksi bangsa kera dan primata, yang mana menurut Fang pribadi merupakan hal yang masih masuk akal, um, semenjak mungkin saja tali persaudaraan mereka lebih akrab daripada yang sebenarnya mereka tahu?

Membayangkan Kera alien sama sekali bukan keinginan awalnya, tapi Fang merasa itu cukup menarik sampai nyaris mengganti ikon rubah menjadi kera.

"Ada lagi yang harus kuperhatikan?" Fang memainkan pena di tangan, melihat ke arah pada gadis.

"Anak tingkat pertama biasanya makan di kantin tengah lantai paling atas, tempat kita makan sekarang."

"Kau tak boleh pakai toilet lantai kedua, banyak kakak kelas lewat di sekitar sana untuk minta bedak, tapi harus bedak yang mahal."

"Donat wortel hanya ada tiap pagi, kalau tak ada yang beli stoknya bisa dikurangi."

Fang mencatat bagian paling terakhir dengan seksama.

Ketika dia berdiri dan ingin pamit untuk segera melaksanakan tugas, salah seorang dari gadis-gadis itu terpekik senang sambil mendatangi seekor spesies sejenis kucing yang kebetulan lewat di kaki Fang, membuatnya nyaris loncat karena takut menginjak makhluk itu. Para gadis lantas menghujani kucing hitam itu dengan sisa makanan mereka.

"Uh, sekolah ini menerima binatang liar?"

"Tidak juga, tapi dia belum berbuat onar. Jadi sepertinya tak masalah?"

Fang hanya menggangguk saja mendengar argumen lemah yang ditawarkan Lisa, tak begitu tertarik untuk menyanggahnya. Dia lalu mengulangi pamitnya dan meninggalkan mereka dengan dunianya.

...

...

Fang menelusuri area-area mudah yang ada di bangunannya, agaknya kalau begini dia mungkin tak akan perlu tur sepulang sekolah lagi dengan para gadis. Lagipula, semua ruangan sudah dilabeli dan dia bisa saja tanya pada siswi-siswi yang berlalu di koridor. Masih ada beberapa menit sebelum jam pergantian pelajaran dan mungkin dia bisa menelusuri lagi bagian lain gedungnya nanti.

Sejauh ini, tak ada aktivitas berenergi yang mencurigakan dan atau apapun yang janggal. Sekolah ini hanya sekolah biasa yang kebetulan rasis pada laki-laki (yang sebenarnya adalah masalah mengingat gendernya sendiri adalah sesuatu yang dilarang di sini, tapi Fang sedang tidak ingin membuat situasinya lebih merepotkan dari ini) dan sisanya semuanya biasa saja. Mungkin beberapa dari mereka sangat kompetitif saat matematika, Fang saja bergetar saat beberapa menatapnya galak sekali saat dia menjawab soal demi soal matematika, tapi bukan itu yang sedang dia cari.

Dia menyakinkan dirinya bahwa ini hanya karena dia belum memastikan pada semua gedung. Beberapa saat kemudian bel berbunyi dan Fang tenggelam lagi pada bungkus sampah yang jadi petanya belakangan, mencari-cari ke mana untuk kembali ke kelasnya.

Baru saja dia akan lenyap di belokan koridor, kalau saja tak ada bunyi kelontang penuh mencurigakan yang terdengar dari arah tempat sampah di ujung ruangan. Fang memutuskan untuk berbalik dan memeriksanya.

"BOOOO!"

Fang mengumpat pakai bahasa asli planetnya, Boboiboy bertopi hijau yang bersembunyi dalam tempat sampah khusus sampah organik itu tertawa sampai terjatuh dari habitat aslinya.

"Apa-apaan! Kenapa kau kemari!" Sembur Fang galak, untung saja koridor laboratorium terhitung sepi.

"Kapten memintaku mengirimkan pesan!"

"Memang tak bisa pakai alat komunikasi saja?"

Seolah baru saja memikirkan kemungkinan itu, Daun terdiam dan mengusap-usap dagunya serius, "Mungkin supaya kau tahu kalau ini serius?"

"Kalau serius, justru alat komunikasi lebih cepat, 'kan?" Fang tak mengatakanya, dia capek hanya dengan melihat langsung bagaimana Daun mencoba memakai otak yang dibekalkan di kepalanya. Gagal total. Di sisi lain ditatapi dengan tak semangat begitu membuat sesuatu dalam diri Daun tersentil, dia, 'kan, susah-susah datang kemari. Kenapa Fang sama sekali tak puya apresiasi!

Mengubah ekspresinya menjadi serius, Daun berucap, "Komandan Kokoci sudah mengirimkan data lengkap perompak yang mengincar power sphera." Fang menaikkan alisnya tertarik, Daun nyengir bangga sebelum melanjutkan dengan satu tangan terangkat dan jari telunjuk berdiri kokoh seperti guru, "Namanya … ummmm, Paparom? Dan krunya Pakpak."

Fang balik kanan bubar jalan, Daun menarik tangannya dan memohon ampun.

"Yang benar saja! Masa namanya sebodoh itu! Paparom dan Pakpak? Perompak?"

"Percayalah! Aku sudah tahu kalau kau akan protes!" Daun berpikir apakah dia perlu sulur untuk menahan Fang, tapi kalau dipikir lagi, dia tak mau Fang justru marah dan mencakarnya, "Meskipun begitu, mereka terkenal selalu mendapatkan power sphera yang mereka targetkan. Mereka salah satu perompak yang ditunggu-tunggu pembeli dan menghasilkan sangat banyak uang dan kerugian pada galaksi."

"Dan namanya Paparom?"

Daun hanya menggangguk, kehilatan memang tak bercanda. Fang menghela napas, sebodoh apapun namanya, kalau mendengar kelakuan mereka Fang jadi tak bisa menertawakan.

"Oh, ya. Dan Kapten sudah menemukan koordinat perompak itu, dia sudah sangat dekat dengan sekolah ini. Kalau begini terus, kau harus menemukan power sphera itu secepatnya."

"Di mana mereka?"

"Euh …." Daun menggaruk pipinya, "Di depan sekolah."

"APA?"

...

...

"Aku tak ingat aku sudah menanyakannya atau belum, tapi kenapa kau yang disuruh membawakan pesan?"

"Mana kutahu! Memangnya kau berani bertanya pada kakakmu mengenai keputusannya?"

Benar juga, Fang hanya memasang tampang masam.

Mereka sudah berpencar ke sayap kanan dan kiri bangunan sekolah, beberapa kali pura-pura tersesat pada guru yang lewat ("Kenapa ada murid laki-laki di sini?" "Aku menjemput pacarku!") dan memutuskan untuk bertemu di kantin anak tingkat pertama.

"Tunggu sebentar, kau bilang mereka sudah di depan sekolah. Kenapa belum ada kekacauan sedikitpun semenjak kita berpencar tadi?"

"Euh …." Daun lagi-lagi menggaruk pipi, Fang mulai benci dengan gestur itu dan ingin membantunya menggaruk pipi gatalnya lain kali kalau dia lagi-lagi melakukannya. "Kau tahu, sebelum mengirimku, Kapten meminta Ochobot untuk datang ke kapal kami dan menyuruhnya mengalihkan perhatian perompak dengan berpindah tempat dan mengulur waktu hingga kekuatannya habis."

"Kalian apa?!"

"Memang kau berani membantah kakakmu!"

Lagi, benar juga.

Fang mengusap kepalanya sendiri gusar, membuat anak-anak rambutnya yang dengan susah payah Yaya jinakkan nyaris kembali seliar sebelumnya. "Baiklah, kita belum memeriksa tiap kelas. Kalau perhitunganku benar, aku sudah bolos sampai jam terakhir, dan anehnya tak ada satupun guru memarahiku saat menemuiku di koridor."

"Mungkin mukamu terlalu galak."

Fang melaser Daun dengan matanya, Daun melipat mulutnya rapat.

Sunyi menenggelamkan mereka sebentar sebelum bunyi alat komunikasinya bergetar di saku rok (sungguh tempat yang tak nyaman untuk menaruh benda-benda, Fang masih heran dengan kaum gadis dan ketidakpraktisan mereka)-nya. Fang tak menunggu lama untuk mengangkatnya dan bunyi pertarungan seru memenuhi daun telinganya.

'Pang. Kau di sana?'

'Ya, Kapten!'

'Jangan berteriak di telingaku!'

'M-Maaf, Kapten!'

Kaizo menggerutu, Fang mengutuk tenggorokkanya yang tak bisa tenang tiap mendeteksi tanda-tanda kehidupan dari kakaknya. 'Dengarkan. Aku akan mengirimkan seorang lagi untuk menolongmu, kami tak bisa menahan perompak ini cukup lama. Kau yang temukan atau mereka, itu semua tergantung padamu sekarang.'

Kalau boleh dramatis, Fang merasa ada berlian yang tersesat di tenggorokannya sekarang.

Kaizo bahkan tak menunggu jawaban dari Fang untuk sekadar memastikan ataupun memberikan semangat (meski yang terakhir sepertinya tidak sekali), dia langsung saja memutuskan sambungan sambil, bahkan sempat memaki musuh sebelum memutuskannya dan membuat dengung menyebar di daun telinga Fang.

Fang hanya menghela napas, Daun yang mencuri dengar di sampingnya menatapnya dengan ekspresi yang paling kompleks yang pernah Fang lihat muncul di wajah anak bodoh itu.

"Jadi … siapa yang akan datang?" Daun memecah sunyi sekadarnya, Fang mengangkat bahu tak acuh.

Sebenarnya, kalau boleh memilih-milih, Fang akan berharap kalau yang datang itu Tanah. Katakan saja dia rasis pada elemental Boboiboy, tapi kalau kau pikirkan lebih baik, memangnya siapa lagi selain dia? Petir itu diam-diam calon Kaizo masa depan yang tatapan matanya saja sebenarnya sudah cukup mematikan, apalagi serangannya. Dia sangat sulit diajak kerjasama, auranya edgy seperti Lone wolf. Fang merasa dia merupakan contoh anak muda masa kini penganut aliran rock berlebihan. Di lain sisi Air yang meski tenang pasti lebih memilih tidur ketimbang dapat misi, dan lagi, dia sama sekali tak cocok untuk misi yang berkaitan dengan waktu, sangat lambat. Kalau Api jelas lebih senang membakar sekolah ini dan mencari si power sphera di antara tumpukan abunya. Fang tak mau membayangkannya.

Angin tak akan masuk hitungan, tidak terimakasih banyak. Daun saja sudah cukup untuk mengurangi umurnya separuh, kalau ditambah Angin Fang bisa mati muda di misi ini.

Lalu tanpa permisi segerombol angin rebut menampar wajahnya dan Daun, kikikan geli merambat di udara dan tanpa segan Daun jelas saja ikut menyambung tawa jahat yang datang mendekat. Fang tak perlu repot menebak kalau itu adalah Angin, semacam, orang buta saja jelas sadar kalau diterpa dengan elemen yang jelas-jelas angin, belum lagi tawanya yang khas itu.

"Pang—"

Fang melempar sepatunya masuk ke mulut Angin.

"AKUKAN BELUM SELESAI!" Menghempas kasar sepatu hitam bergaris ungu kembali ke pemiliknya, Angin menatap Fang tajam. Namun jelas saja pandangannya segera meluruh secepat hembusan angin ketika Daun meloncat heboh dan mengajaknya bertos. Angin dengan cepat melupakan sebagian besar emosi yang meletup-letup padanya, fokusnya terlalu mudah pudar dan isi kepalanya sama ringannya dengan namanya.

Sekarang Daun dan Angin benar-benar dalam satu tim, dan Fang dengan segala hormat jelas menuntut tambahan bayaran untuk ini.

"Jadi apa?"

"Apanya yang apa, Pang-pang?" Daun mengulang namanya seolah itu hal termanis yang dia dengar hari ini.

"Bisa tidak galaknya dilunturkan sedikit?" Tambah Angin, keduanya lantas tos ketika bel sekolah mulai berbunyi, siswi-siswi sebentar lagi akan berhamburan keluar. Paparom akan tepat ada di depan pintu gerbang jika mereka tak melakukan apapun beberapa waktu ke depan.

Tepat di saat seperti inilah, Fang mulai menyesali pilihan hidupnya menjadi agen TAPOPS.

...

...

...

TBC?

...

...

Let me know what do you think on the comment section down below!

...

Sejenis, beneran guys, saya perlu motivasi untuk nulis semua sisa plotnya asdfghjkl;;