Semua karakter yang terlibat hanya milik Masashi Kisimoto.

Semua alur yang saya tulis tidak ada didalam peristiwa sejarah yang sesungguhnya, saya hanya mengambil latar peristiwa juga beberapa fakta yang tertulis di sumber yang saya baca.

.

Sequel ini saya persembahkan untuk readers tertjintah.

.

Sequel/Side Story of "The Flower of Nanjing"

Boku no Hana

.

A One Shot by Hexe

.

.

Namikaze Naruto menggendong tubuh mungil nan ringkih itu di dalam dekapannya, tubuh Hinata yang tidak sadarkan diri bergelung seperti buntalan karung gandum yang tertutupi oleh mantel panjang sang tentara Jerman.

Naruto melirikan kedua manik birunya dengan waspada, mengawasi para tentara Jepang lain yang sedang berlalu-lalang di sepanjang lorong depan ruang pribadi milik Sasuke. Entah setan apa yang merasuki dirinya sehingga pria bersurai pirang itu nekat untuk menculik dan membawa si gadis malang yang sengaja disekap dan dikurung oleh si perwira keji. Yang jelas, Naruto merasakan getaran asing yang menyentuh relung hatinya ketika melihat wajah polos si gadis saat terlelap di atas ranjang –dan saat itu pula, dirinya memutuskan untuk mengeluarkan sekaligus membawa si gadis malang itu dalam perlindungannya.

Setelah situasi dirasa aman, Naruto memutuskan untuk keluar dari ruangan Sasuke dan berusaha untuk bersikap serta berjalan seperti biasa –agar tidak menarik perhatian tentara Jepang lain sehingga akan menaruh curiga padanya. Naruto mulai berjalan menyusuri lorong, cahaya remang-remang menerangi permukaan wajahnya dengan ekspresi yang diperlihatkan sedatar mungkin.

Jantung Naruto terlonjak saat berpapasan dengan salah seorang tentara ketika ia hendak berbelok di ujung lorong, pria dengan kaos putih kusam itu memandangi Naruto dengan seksama. Kedua mata cokelatnya menyipit ketika melihat buntalan yang tertutup oleh mantel dalam gendongan Naruto.

"Hik! Ah! Kau salah satu tentara Jerman yang terkenal itu bukan? Hik! hehe, kau tahu? Tadi aku sudah –hik! sudah membunuh puluhan orang, hahaha –hik!"

Naruto menurunkan kembali satu kakinya yang hendak menendang perut si tentara yang ternyata sedang mabuk. Dalam hati, si tentara Jerman merasa lega karena dengan kondisi pria itu yang mabuk, dirinya tidak akan dicurigai. Tidak ingin membuang waktu, Naruto melangkah dan melewati si tentara berbaju usang itu tanpa menanggapi perkataan yang sebenarnya tidak Naruto mengerti yang baru saja diocehkan olehnya.

Hal yang sama juga dilakukan oleh si tentara mabuk, pria itu kembali berjalan dengan terhuyung tanpa menghiarukan Naruto yang sudah mulai menjauh darinya. Namun, setelah beberapa menit pria itu berjalan, dirinya merasa familiar dengan rambut panjang yang terurai dibalik mantel dan dibalik lengan si tentara Jerman. Pria itu menghentikan langkahnya dan kembali berbalik, namun di ujung lorong sana sudah tidak ada siapa-siapa; si pria itu meletakan satu telapak tangannya di dagu, mencoba mengingat-ngingat sosok perempuan yang ada digendongan Naruto.

"Ah! Bukankah –hik! Bukankah itu perempuan yang disekap Sasuke-dono? Mengapa –hik! si pria pirang itu membawanya?"

Karena tidak ingin ambil pusing, si tentara mabuk itu hanya mengangkat kedua bahunya acuh dan kembali berjalan ke tempat tujuannya.

Naruto meletakan tubuh Hinata di kursi belakang mobil dengan terburu-terburu –membuat sang sopir yang tengah terlelap terbangun seketika karena merasakan guncangan. Kedua manik hijau milik si sopir mengerjap-ngerjap untuk menyesuaikan penglihatannya yang sedikit mengabur. Namun, sebelum pria bertubuh kurus itu sadar sepenuhnya, Naruto sudah menempeleng sisi kepalanya serta menarik tubuhnya keluar yang sontak saja membuat si pria itu terperanjat kemudian terjerembab ke atas tanah setelahnya.

"Keluar! Katakan pada Ayahku -aku akan kembali ke Jerman."

Belum sempat pria yang kini meringis itu mengeluarkan protesan, mobil yang dikendarai oleh Naruto sudah melaju dan meninggalkan markas tentara Jepang dengan kecepatan yang luamayan tinggi; membuat kepulan asap debu dari tanah yang kering.

.

.

Boku no Hana

.

.

Tidak pernah sedikitpun terlintas dalam benak Hinata jika akan ada seseorang yang datang dan menyelamatkan dirinya untuk keluar dari neraka genosida yang sudah berlangsung selama beberapa pekan terakhir di kampung halamannya; Nanjing.

Dan sosok penyelamatnya itu adalah pria yang sempat berbincang dengan Sasuke beberapa jam yang lalu didalam ruang pribadi tempat dirinya disekap. Hinata tidak mengerti, apa sebenarnya tujuan dari pria bersurai pirang itu membawa paksa atau menculik dirinya dari sekapan si perwira keji.

Apakah dirinya dijadikan pertukaran?

Hinata menggelengkan kepalanya dengan keras, menyadari pemikiran konyolnya sebagai bahan pertukaran. Memangnya siapa dirinya? Apakah dirinya sepenting itu sehingga menjadi alat pertukaran? Dalam hati, sempat-sempatnya Hinata terkekeh menyadari pemikiran absurd yang terlintas dalam kepalanya. Setidaknya, dirinya merasa sedikit tenang saat berada dalam jangkauan si pria asing yang membawanya; karena pria itu tidak melakukan sesuatu yang sudah sering Sasuke lakukan padanya –atau bahkan, mungkin saja itu belum terjadi. Karena sekarang, Hinata berada dalam mobil yang entah akan pergi kemana.

Hinata memeluk kedua lututnya, tubuh mungilnya menggigil meski mantel besar milik Naruto sudah membungkus tubuhnya. Rasanya sudah sangat lama dirinya tidak melihat langit malam yang penuh dengan bintang seperti sekarang, karena selama beberapa pekan terakhir Hinata hanya berdiam diri dalam ruang pribadi milik Sasuke. Tentu saja dirinya tidak hanya berdiam diri, lebih tepatnya si gadis malang hanya melayani nafsu bejad milik si perwira keji kapanpun pria itu inginkan.

Dengan keberaniannya yang tidak seberapa, Hinata mencoba mencuri pandang kearah Naruto yang sedang fokus mengemudikan mobilnya. Si gadis malang mengintip lewat ujung bulu matanya yang lebat.

"Kau tidak usah merasa takut, Schlechte Blume. Kau aman denganku."

Hinata sedikit terperanjat lalu kembali memalingkan wajahnya ke jendela pintu mobil, membuat Naruto yang melihat tingkah kikuk darinya menarik sudut bibirnya membentuk satu senyuman geli. Meski Hinata tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Naruto, namun si gadis malang itu merasa jika perkataan yang dilontarkan pria itu bukanlah perkataan yang akan merugikan dirinya.

"Namikaze Naruto."

Tubuh Hinata terlonjak saat satu tangan milik Naruto menyentuh tengkuknya -sehingga membuat kepalanya berbenturan dengan atap mobil karena refleks berdiri dari atas jok yang didudukinya.

Naruto tertawa dengan keras, ternyata keputusan dirinya untuk menculik dan membawa kabur sandera milik Uchiha Sasuke bukanlah keputusan yang salah. Si gadis malang yang bahkan Naruto tidak tahu namanya itu memang terlihat sangat manis dan menggemaskan. Mungkin saja refleks yang dilakukan oleh gadis itu karena disebabkan oleh trauma akan sentuhan dari si perwira keji; sehingga membuat dirinya takut dengan sentuhan-sentuhan yang diberikan padanya –atau mungkin saja si gadis malang hanya terbiasa dengan sentuhan dari Sasuke dan merasa kaget dan was-was ketika pria lain yang menyentuhnya.

"Aku, Namikaze Naruto."

Hinata menatap takut kearah Naruto yang berbicara sambil menunjuk-nunjukan dadanya. Beberapa detik selanjutnya, Hinata yang merasa paham dengan maksud dari Naruto hanya menganggukkan kepalanya –membuat senyuman lebar mengembang di wajah tan milik Naruto.

'Nama pria itu Namikaze Naruto.'

Dalam hati, Hinata terus berdoa selama perjalanan mereka; berdoa agar dirinya bisa hidup bebas tanpa harus merasakan teror dan ketakutan yang selama ini dialaminya dalam genosida yang dilakukan oleh para serdadu Jepang. Namun, kilasan wajah Sasuke terbayang dalam pikirannya –membuat setitik rasa penasaran menyelubungi hatinya.

Apakah pria itu akan mencarinya jika ternyata dirinya memang diculik dan bukan dijadikan sebagai bahan pertukaran? Apakah pria itu akan tidur dengan pulas tanpa memeluknya?

Hinata tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya pada si perwira keji setelah dirinya dibawa pergi oleh pria asing bernama Naruto itu. Beberapa saat kemudian, Hinata memaki dirinya sendiri karena sudah mengingat dan mengkhawatirkan kondisi pria yang sudah menyiksanya secara lahir maupun batin. Apakah dirinya ini sudah tidak waras dan tidak normal? Mengapa dirinya sempat memikirkan dan mengkhawatirkan Sasuke yang telah berlaku keji dan kejam padanya? Atau, kemungkinan terburuk yang tidak ingin Hinata akui seumur hidupnya adalah karena dirinya telah jatuh cinta pada Sasuke? Sepertinya, kemungkinan terakhir itu tidak akan pernah terjadi –dan Hinata menjamin akan kebenaran dari hal itu.

.

Boku no Hana

.

Jepang, 1948.

Penjarahan serta pembantaian yang dilakukan oleh pasukan serdadu Jepang terhadap Ibukota Nanjing berlangsung selama kurang lebih enam pekan lamanya. Setidaknya tiga ratus ribu jiwa menjadi korban kebengisan dan kekejian yang dilakukan tentara Jepang terhadap rakyat Nanjing.

Sudah hampir sepuluh tahun peristiwa berdarah itu berlalu –dan banyak kejadian yang tidak terduga juga menimpa negeri samurai itu. Peristiwa yang paling mengejutkan adalah jatuhnya bom atom yang dijatuhkan pasukan sekutu di dua lokasi yaitu di Hiroshima dan Nagasaki.

Bom atom yang dijatuhkan secara berturut-turut itu menewaskan banyak warga pribumi termasuk tentara dan warga sipil. Serangan yang dimaksudkan untuk membalas atas terjadinya pesawat Jepang yang sengaja menabrakan ke kapal milik tentara Amerika di Pearl Harbour. Serangan bunuh diri dan tiba-tiba yang dilakukan oleh tentara Jepang terhadap sekutu.

Namun, sudah tiga tahun berlalu semenjak tragedi pengeboman yang menimpa Hiroshima dan Nagasaki, seluruh rakyat Jepang mulai kembali bangkit dan membangun kembali struktural kota.

Begitu pun dengan sisa-sisa petinggi di tentara yang satu persatu mulai di eksekusi karena kejahatan dan kekejian yang sudah mereka lakukan selama masa perang dunia II berlangsung.

Jenderal Kakashi, selaku pemimpin yang memberikan perintah untuk menginvasi Ibukota Nanjing dieksekusi mati. Pengeksekusian sang Jenderal diisukan bahwa perintah itu datang dari keluarga kekaisaran, tentu saja berita pengeksekusian Kakashi menjadi berita hangat diseluruh dunia karena kejadian sebelumnya yang melibatkan dirinya sebagai dalang dari genosida yang dilakukan terhadap rakyat Nanjing.

Uchiha Sasuke yang mendengar berita pengeksekusian itu sedikit merasa terkejut karena sang Jenderal yang di hormatinya di eksekusi mati atas kejahatan perang yang sudah dilakukannya.

Kini dirinya resmi pensiun dari kemiliteran karena cidera yang dideritanya paska pengeboman yang dilakukan sekutu tiga tahun lalu. Sasuke yang berada pada puluhan kilometer dari pusat pengeboman harus merelakan lengan kanannya yang putus karena tertipa reruntuhan bangunan. Bukan hanya lengannya saja, mantan perwira keji itu juga harus kehilangan mata kanannya karena tertancap tongkat besi.

Sungguh, Tuhan belum menghukum dirinya dengan masih memberikan keselamatan dan kembali diijinkan untuk melanjutkan hidupnya setelah kekejaman dan kekejian yang ia lakukan selama menjadi tentara yang terlibat dalam perang dunia. Mungkin, karena keinginannya untuk hidup lebih besar daripada kematiannya, Uchiha Sasuke masih mencari sosok gadis malang yang sudah mencuri dan mengambil separuh bagian dari dirinya.

Sang perwira keji masihlah mencari keberadaan gadis yang ia ketahui bernama Hinata itu. Nama yang ia ketahui dari foto yang tersimpan di kamar sang gadis beberapa hari setelah si tentara Jerman, Uzumaki Naruto membawa kabur tawanannya. Si perwira keji itu kerap kali mengunjungi rumah Hinata dan berdiam diri untuk waktu yang cukup lama diruang kamar milik si gadis.

Bukan hanya nama, Sasuke juga menemukan sebuah buku panduan tentang bahasa isyarat yang diam-diam ia bawa ke markas dan mempelajarinya sesekali jika waktunya sedang senggang.

Bahkan, sekarang dirinya memegang buku itu dan masih mempelajarinya sampai selesai. Hanya inilah satu-satunya yang bisa ia lakukan selain mempelajari bahasa Chinese, karena Hinata adalah gadis tunawicara –jadi dirinya harus mempelajari bahasa isyarat agar bisa berkomunikasi dengannya jika kelak mereka dipertemukan kembali.

Memang, ini adalah sebuah harapan kosong bagi dirinya. Mengingat Hinata di bawa kabur oleh Naruto; hal yang mungkin terjadi hanyalah gadis itu yang dibawa jauh pergi darinya melintasi lautan. Hanya satu tempat yang bisa Sasuke duga, kampung halaman Naruto di Jerman.

Dan dirinya tidak bisa pergi untuk melintasi lautan selama berbulan-bulan untuk mencari keberadaan Hinata; karena kondisi dirinya yang tidak memungkinkan –terutama kondisi finansialnya yang sangat tidak mendukung untuk melakukan itu semua.

.

.

Boku no Hana

.

.

Bertahun-tahun hidup di tanah asing tidak membuat Hinata putus asa dalam menjalani kehidupannya. Dengan dirinya selamat dan bisa keluar dari neraka dan jurang keputusasaan yang dialaminya di Nanjing membuat dirinya bersyukur karena Naruto sudi dan mau menyelamatkan dan membawa dirinya kabur dari kampung halamannya.

Kehidupan yang ia miliki di sebuah rumah sederhana yang terletak di pedesaan membuat hidupnya menjadi aman dan tentram. Naruto meninggalkan dirinya di rumah itu setelah menempuh perjalan panjang mengarungi lautan.

Naruto mengunjungi dirinya selama dua atau tiga kali dalam setahun, pria itu juga sering membawakan Hinata sesuatu dari perjalanannya. Kondisi perang membuat Naruto yang notabennya adalah salah satu bagian penting di militer membuat waktu yang mereka habiskan tidak lama. Naruto akan kembali lagi untuk melakukan tugasnya dan kembali meninggalkan Hinata sendiri.

Kebaikan yang sudah diberikan Naruto memang tidak bisa Hinata balas dengan apapun, bahkan dengan nyawanya sendiri pun tidak akan terbalas. Pria bersurai pirang itu juga menitipkan dirinya pada warga yang lain jikalau Hinata membutuhkan bantuan ataupun membutuhkan sesuatu.

Sejauh ini yang bisa Hinata lakukan untuk Naruto hanyalah dengan melayani pria itu jika kembali menemuinya. Melayani layaknya seorang isteri pada suaminya. Tentu saja, Naruto adalah seorang pria perkasa yang normal –dan tujuannya membawa dirinya kabur dari sekapan Sasuke adalah karena alasan itu sendiri. Uzumaki Naruto, pria itu menginginkan Hinata. Mereka biasanya akan melakukan hubungan semalaman penuh dengan gairah pria itu yang meluap dan menggebu.

Namun, Hinata selalu merasa ada yang hilang dan kurang dalam dirinya. Perlakuan lembut yang selalu diberikan Naruto dalam sesi bercintanya membuat satu titik dalam dirinya tidak merasa terpuaskan. Tentu saja, Naruto adalah seorang pria gentle yang akan memperlakukan dirinya dengan sangat baik bagai barang rapuh dan mudah pecah. Namun tetap saja, Hinata selalu merasa tidak terpuaskan dengan perlakuan lembut yang diberikan Naruto padanya.

Dan penyebab semua itu adalah si perwira keji, Uchiha Sasuke. Pria yang telah memberi kesan buruk terhadap pengalaman seksual dirinya dengan selalu memperlakukan Hinata secara kasar dan brutal. Pengalaman pertama yang seharusnya dilakukan seperti apa yang Naruto lakukan diganti dengan siksaan dan kekerasan seksual yang selalu diterimanya hampir setiap malam.

Ketergantungan yang Hinata alami atas perlakuan kasar seksual yang diberikan Sasuke terhadapanya membuat sentuhan dan perlakuan lembut yang diberikan Naruto tidak berdampak dan tidak kunjung memuaskan dirinya. Hinata sudah terbiasa mencapai puncak kenikmatan seksual dengan cara yang kasar dan tidak lazim.

Seperti kedua tangannya yang selalu diikat atau diborgol, mulutnya yang disumpal, bahkan kedua lengannya yang diikat keatas pada tiang yang disediakan si perwira di ruang pribadi miliknya. Tidak hanya sebatas itu, Hinata juga sering menerima jambakan kuat ketika Sasuke hampir mencapai puncaknya. Dan tanpa Hinata sadari, selama ini dirinya sudah menjadi seorang masokis.

.

.

Boku no Hana

.

.

Uchiha Sasuke tidak menyangka jika di tahun kelima dirinya dengan rutin mengunjungi Memorrial Hall di Nanjing akan berujung dengan kembalinya si gadis malang yang kini menjadi wanita dewasa yang sudah membawa pergi separuh bagian dari dirinya. Satu mata hitamnya membulat ketika melihat sosok Hinata yang berdiri dengan sebuket bunga krisan di kedua tangannya.

Banyak hal yang berubah dari wanita itu, rambut yang dulunya terurai panjang kini hanya sebatas bahunya yang kecil, tubuh yang dulu kurus kini sedikit berisi; berisi di tempat yang seharusnya, kulit wanita itu juga putih bersih, tidak kusam seperti waktu dulu saat Sasuke menyekapnya.

Hinata, bunganya itu semakin cantik seiring bertambahnya usia.

Sasuke bisa melihat keterkejutan yang terpancar dari raut wajah Hinata ketika dirinya menyapa, Sasuke juga bisa melihat tubuh wanita itu yang bergetar ketika dirinya mengikis jarak antar keduanya.

Namun kerinduan dan keinginannya yang menggebu untuk segera merangkul dan memeluk Hinata mengabaikan getaran rasa takut yang dirasakan wanita itu ketika melihat keberadaannya.

Dan disinilah mereka sekarang, duduk berhadapan di sebuah kedai kopi dengan suasana canggung menyelimuti keduanya. Sudah hampir sepuluh menit berlalu dan Sasuke belum mengatakan apapun setelah ungkapan lamarannya yang begitu saja diberikan tanpa pikir panjang.

Sebuah lamaran absurd yang jelas saja Hinata tidak akan menerima lamarannya, mengingat kejadian dua puluh tahun yang lalu dimana dirinya selalu menyiksa dan memperlakukan wanita itu dengan sangat keji dan tidak manusiawi. Mungkin, hanya kebencian yang tersisa dari diri Hinata untuknya –kebencian yang akan menjadi hukuman dirinya seumur hidup.

Sebenarnya dengan Hinata yang mau diajak untuk mampir kesebuah kedai kopi saja sudah cukup untuk Sasuke, wanita itu tidak menolak ajakan yang diberikannya meski wanita itu tahu siapa dirinya dan apa yang sudah dilakukan di masa lalu padanya.

"Bagaimana kabarmu?"

Sasuke menggerak-gerakan tangannya untuk memecah keheningan yang terjadi. Hinata yang melihat gerakan tangan itu membulatkan kedua matanya; tidak percaya. Dengan gerakan tangan pula Hinata menjawab pertanyaan dari Sasuke.

"Aku baik."

Sasuke tersenyum dalam hati, sebenarnya hal ini sangat sulit bagi dirinya untuk kembali memulai setelah peristiwa buruk yang terjadi di masa lalu. Memulai obrolan diantara keduanya adalah hal yang sangat aneh. Sang mantan penjajah mencoba berbincang secara normal dengan korban sanderaannya yang selalu disiksa untuk melayani nafsu bejadnya. Sasuke merasa miris dan merasa kasihan pada dirinya sendiri.

"Kau tidak perlu repot menggunankan isyarat tanganmu jika ingin berbicara. Karena aku masih bisa mendengar apa yang kau katakan."

Sasuke hanya diam setelah mengerti apa yang disampaikan oleh Hinata lewat isyarat tangannya.

"Baiklah, Hinata."

Ada satu hal yang menjadi tanda tanya besar bagi Hinata; darimana si perwira keji itu tahu namanya?

"Darimana kau tahu namaku?"

Untuk beberapa saat, Sasuke hanya memandang kearah Hinata, membuat wanita itu sedikit mengalihkan wajahnya kesamping.

"Foto yang ada di dalam laci meja rias milikmu."

Hinata segera menolehkan kepalanya dan menatap tidak percaya ke arah Sasuke yang kini balas menatapnya dengan intens.

"Bagaimana dengan ajakanku? Tentang pernikahan."

Sasuke tahu ini bukanlah hal yang baik dan tepat, namun mulut sialannya tidak bisa diajak untuk berkompromi bahkan untuk saat-saat sensitif seperti sekarang. Hinata yang mendengar perkataan itu hanya menggelengkan kepalanya, membuat si perwira itu mengeluarkan napasnya dengan kasar.

"Aku ingin bercinta denganmu, Uchiha Sasuke."

Entah setan apa yang merasuki diri Hinata hingga wanita itu berani mengutarakan keinginan laknatnya untuk kembali dijamah oleh si perwira keji. Sasuke yang menangkap maksud serta menangkap gerak bibir Hinata ketika menyebutkna nama dirinya hanya diam membisu.

Tanpa membuang waktu dengan percuma, Sasuke langsung bangkit dan menarik satu lengan Hinata setelah menaruh beberapa lembar uang di atas meja. Tentu saja Uchiha Sasuke tidak akan menyia-nyiakan kesempatan berharga yang ditawarkan wanita itu padanya.

Demi Tuhan, apakah dirinya tidak bermimpi? Wanita yang sudah diperlakukannya dengan sangat keji dan tidak manusiawi malah mengajak dirinya untuk bercinta. Apakah Hinata tidak memikirkan apa yang akan terjadi jika mereka sudah berada di atas ranjang? Dengan nafsu dan gairah Sasuke yang tidak bisa terkendali juga dengan kebiasaan buruk pria itu yang selalu bermain kasar.

Sasuke kembali mengeluarkan selembaran uang di atas meja resepsionis, napas pria itu sudah memburu dengan tidak karuan. Hinata hanya diam sambil terus mengawasi gerak-gerik dari pria yang kini telah kehilangan satu lengannya itu.

Setelah kunci sebuah kamar Sasuke dapatkan, dengan terburu-buru pula dirinya menyeret tubuh Hinata untuk naik ke lantai dua; tempat dimana mereka akan kembali mengulang kegiatan yang sama dua puluh tahun lalu.

Sasuke mengunci pintu kamar, pria itu melepaskan mantel yang dikenakannya sambil menatap kearah Hinata yang kini sedang melepaskan tas selempang yang dipakainya.

"Aku tidak tahu mengapa kau ingin melakukan ini denganku, Hinata. Tapi aku ingatkan kau tidak akan bisa kembali menarik ucapanmu, karena aku tidak akan membiarkan itu terjadi."

Suara geraman rendah itu menusuk pori-pori kulit Hinata yang kini sudah meremang, napas wanita itu juga mulai memburu dengan intimidasi yang ditimbulkan oleh tatapan tajam milik Sasuke.

Hyuuga Hinata, wanita itu terangsang.

Dengan gerakan secepat kilat, Sasuke menarik leher Hinata dan membawa wanita itu kedalam ciuman panas yang menggebu. Lidah Sasuke menyeruak dan memaksa masuk ke dalam mulut basah dan hangat milik Hinata, mengabsen semua gigi-gigi serta kulit pipi bagian dalam milik Hinata. Hinata yang merasakan lidah itu hanya melengguh di dalam mulut Sasuke.

Andai saja lengan Sasuke masih utuh, pasti dirinya sudah melucuti bahkan merobek pakaian yang menepmpel di tubuh Hinata –dan hal itu membuat Sasuke merasa kesal. Hinata yang menyadari pakaiannya belum juga tertanggal berinisyatif untuk melepaskannya tanpa melepaskan ciuman Sasuke padanya.

Suara decapan lidah menggema mengisi seluruh ruangan, suara lengguhan halus dan geraman yang saling bersahutan membuat udara memanas seketika. Sasuke melepaskan pangutannya karena kebutuhan oksigen yang mendesak, saliva yang menetes di dagu Hinata membuat gairahnya naik berkali lipat.

Hinata menyodorkan kedua pergelangan tangannya persis seperti saat dua puluh tahun lalu ketika Sasuke menggaulinya. Sasuke menyeringai dengan penuh, melepaskan sabuk dari celana panjang yang menggantung di pinggangnya dan mulai mengikat kedua pergelangan tangan itu dengan sabuknya.

Hinata meringis ketika merasakan ikatan yang kuat mengikat tangannya, detik berikutnya Sasuke menarik tubuh Hinata untuk merapat ke dinding, dengan gerakan tiba-tiba, Hinata merasakan benda keras nan tumpul itu melesak memasuki dirinya. Hinata menengadahkan kepalanya, merasakan sensasi luar biasa yang menerjang saraf-saraf tubuhnya. Sasuke mendesis, merasakan kerapatan yang dimiliki wanita itu ketika menyambut miliknya, detik berikutnya; Sasuke menancapkan gigi-giginya di sebelah bahu milik Hinata.

"A-ah.."

Suara desahan yang tersendat itu menyengat saraf milik si perwira keji yang membuat gigitan pada bahu Hinata semakin mengerat. Hinata bisa mendengar geraman nikmat yang keluar dari Sasuke dengan jelas, setelah beberapa detik berdiam diri –Sasuke menarik dirinya dan menghentak dengan keras membuat tubuh Hinata sedikit terangkat diantara himpitan dinding dan tubuh jangkung miliknya.

Hentakkan itu Sasuke lakukan secara berulang, satu lengannya meremas dan menjambak surai indigo sebahu milik Hinata. Mulut dan lidahnya tidak berhenti untuk menjamah permukaan kulit yang bisa dijangkaunya. Gerakan itu terus dilakukan hingga keduanya mencapai puncak dengan tubuh mereka yang bergetar hebat. Tubuh Hinata merosot dengan peluh yang membanjiri sekujur tubuhnya, bercak-bercak merah bahkan keunguan itu tercetak jelas di punggung, leher, dan pundaknya.

Inilah kenikmatan yang Hinata cari, inilah kenikmatan yang tidak bisa ia dapat dari Naruto. Dirinya merasakan kepuasan membanjiri seluruh otot dan sarafnya, kepuasan tersendiri yang hanya bisa ia dapat dari si perwira keji.

Sasuke berlutut dan memanggul Hinata di sebelah bahunya, membawa dan menghempaskan tubuh wanita itu ke atas ranjang. Hinata mengangkat kedua tangannya yang terikat ke atas kepalanya, bersiap menerima serangan kedua dari Sasuke yang kini merangkak kearahnya.

Sasuke melebarkan kedua paha itu dan dalam satu sentakan sudah kembali memasuki selubung hangat dan basah milik Hinata. Hinata melengkungkan tubuhnya dengan kedua tungkai kakinya yang melentik. Sasuke kembali bergerak, satu lengannya ia simpan diatas paha wanita itu lalu meremasnya dengan kencang.

"Grhh ..."

Gigi-gigi milik Sasuke bergemeletuk, gelombang kenikmatan yang membanjiri tubuh bagian bawahnya terasa begitu menakjubkan, apalagi tatapan sayu serta wajah merah padam yang ditunjukan Hinata semakin membuat dirinya terbakar oleh api gairah. Sasuke membalikkan tubuh Hinata dalam satu kali gerakan, membuat tubuh wanita itu menungging dengan tubuhnya yang telungkup menindih kedua tangannya yang terikat.

Sasuke memukul paha bagian samping milik Hinata, menciptakan rasa perih dan nikmat yang menjalari seluruh tubuh Hinata. Pukulan yang dilakukan oleh Sasuke meninggalkan jejak merah yang kontras dengan kulit Hinata yang putih. Sasuke kembali memasukan dirinya dan bergerak dengan tempo yang tidak beraturan

Suara deritan ranjang terdengar seiring dengan hentakkan yang dilakukan Sasuke dibelakang tubuh Hinata. Tak lama setelahnya, Sasuke mengangkat tubuh Hinata yang telungkup untuk berdiri denga kedua lututnya tanpa melepaskan tautan tubuh mereka. Sasuke meraba perut dan dada Hinata sambil menggerakkan dirinya, kedua tangan Hinata yang terikat melingkari leher Sasuke, membuat kepala pria itu menumpu di satu bahunya yang berkeringat.

Hinata hanya membuka dan menutupkan mulutnya, menerima seluruh sensasi luar biasa yang diberikan pria itu padanya. Hingga dirinya kembali memekik saat gigi-gigi milik Sasuke kembali menancap karena puncak yang datang melanda keduanya.

Sasuke menjatuhkan tubuhnya dengan masih menindih Hinata, napas pria itu terengah dengan peluh yang membanjiri seluruh tubuhnya. Hinata menggeliat dibawah tindihan tubuh Sasuke, membuat si perwira itu menggulingkan tubuhnya dengan satu lengannya yang masih memeluk pinggang Hinata.

"Hinata, menikahlah denganku."

Sasuke bangkit dan melepaskan ikatan sabuknya dari pergelangan tangan Hinata. Ikatan itu meninggalkan ruam merah keungunan yang melingkar. Sasuke tidak tahu, mengapa Hinata ingin diperlakukan dengan kasar seperti dua puluh tahun yang lalu.

Namun hal itu bukanlah menjadi sesuatu yang penting sekarang, Sasuke mencium memar di pergelangan itu dengan lembut. Obsidiannya memandang penuh makna dan penuh damba ke arah Hinata.

"Aku mohon, Hinata. Menikahlah denganku, akan kutebus semua dosaku dengan membahagiakannmu."

Hinata bangkit dan menangkup kedua pipi Sasuke untuk sesaat.

"Aku tahu ini adalah hal terbodoh yang pernah aku lakukan. Aku tahu ini adalah keputusan gila dan tidak masuk akal. Tapi, sebagian dari diriku begitu menginginkanmu -menginginkan sentuuhanmu. Sentuhan yang bisa membuatku merasakan kepuasaan yang begitu menyenangkan. Dan aku memutuskan untuk membuang dan menghapus masa lalu yang telah kau perbuat pada rakyat sebangsaku. Aku bersedia menikah denganmu, Uchiha Sasuke."

TAMAT

Saya tidak tahu tulisan ini nyambung atau tidak. Tapi yang pasti saya ucapkan terima kasih pada kalian readers tertjintah yang sudah setia selalu membaca setiap tulisan amatir yang saya buat.

At last, aku ingin berterima kasih pada adik kandungku, Ichimacchan (partnerku di projek Slow Dance) karena sudah menemaniku selama proses pembuatan fic ini beserta sequelnya meski jarak yang sangat jauh memisahkan kita wkwk.