10 Hal yang Harus Kau Lakukan

Chapter 1 : Lakukan, dan aku akan menikahimu

Story by Honsuka Sara

Detective Conan belongs to Aoyama Gosho

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Sampai jumpa, teman-teman," seru Ai Haibara dan Conan Edogawa di depan pagar rumah Professor Agasa sore itu. Tampak Genta, Mitsuhiko, dan Ayumi melambaikan tangan sembari berjalan menjauh menuju rumah masing-masing. Sore itu, sepulang sekolah, mereka memang menghabiskan waktu di rumah Profesor Agasa sebentar. Hitung-hitung menemani profesor tua yang tampaknya semakin kesepian itu, plus mengerjakan tugas kelompok bersama.

Ya, bahkan setelah tiga tahun berlalu, kelima anak ini masih sedekat itu. Grup detektif cilik yang mereka jalankan masih ada, malahan bertambah baik dan terkenal seiring kepercayaan polisi di hampir seluruh penjuru Jepang kepada kelompok unik ini. Bahkan satu kali, mereka pernah beraksi di New York saat mengunjungi orang tua Shinichi di sana (dengan berbagai kedok tante-ini-adalah-kakak-dari-tanteku tentu saja, walaupun Ayumi bersikeras memanggil Yukiko sebagai 'ibu Conan'). Kini, di kelas empat sekolah dasar, kelimanya sudah bisa dibilang sebagai detektif profesional. Bukan hanya Conan Edogawa yang melejit di awal sebagai magnet mayat (setelah akhirnya kepolisian sadar bukan Detektif Kogoro Mouri yang dikerubungi kasus), melainkan keempat anak lainnya juga telah merangkuh sisi detektif mereka masing-masing. Saat ini, mereka bahkan punya website resmi untuk permohonan kasus yang dikelola bersama. Pemohon kasus pun bisa datang langsung ke rumah Profesor Agasa apabila tidak ingin berkomunikasi melalui internet. Walaupun tidak ada kantor khusus, pekerjaan mereka tidak pernah buruk.

"Akhirnya, mereka pulang juga," keluh Conan begitu dia dan Ai berjalan masuk ke dalam rumah.

Sementara itu, Ai terkikik geli. "Takut mereka akan mengacaukan date night kita, eh, Conan-kun?"

Mendengar godaan kekasihnya selama tiga tahun terakhir, kedua pipi detektif dari timur itu tak kuasa menahan merah. Sembari memalingkan wajahnya agar tak dilihat Ai Haibara, ia pun menggumam kecil. "Mereka hanya anak-anak."

Sekali lagi, AI Haibara terkikik kecil mendengar pernyataan kekasihnya yang aneh itu. Dengan penuh rasa bersalah karena sudah mengundang grup detektif cilik hari ini ke rumah Profesor Agasa, padahal ini adalah hari jadi mereka yang ketiga (dan sudah seharusnya dirayakan berdua tanpa keributan anak-anak kecil dan hal konyol lainnya), Ai pun berniat berbaik hati saja dan bilang, "Baiklah kalau begitu. Kau mandi dulu, aku akan siapkan makanannya." Conan mengangguk cepat dan mantap. "Kau sudah bilang Profesor Agasa kalau kita pinjam ruang makannya, kan?"

Wajah Conan seketika memucat. Harusnya ia sudah bilang ke profesor tua itu sedari kemarin.

Melihat reaksi yang tak diharapkannya itu, Ai memberinya death glare menyeramkan yang membuat Conan takut bukan main. "Mandi. Sekarang."

~HS~

"Profesor?" panggil Ai di ambang pintu kamar Profesor Agasa yang terbuka sedikit. tampak profesor tua itu sedang duduk di depan komputer dan memelototi layarnya dengan serius.

Mendengar panggilan Ai, Profesor Agasa menengok. "Ada apa, Ai-kun?" tanyanya.

Ai masuk ke kamar Profesor Agasa, kemudian mengernyit saat melihat ada tumpahan jus tomat di atas meja komputer. "Kau sedang apa?"

"Hanya streaming ini itu di internet. Tidak ada yang penting," jawab Profesor Agasa. Saat Ai mengintip sedikit, tampak wajah owner Fusae besar-besar di layar komputer. Fusae Campbell Kinoshita. "Kau perlu sesuatu?"

"Aku ingin pinjam ruang makan untuk malam ini," jawab Ai. Profesor Agasa tentu saja tahu bahwa ia mengencani Conan Edogawa, dan rumah ini adalah tempat paling aman dan nyaman untuk berkencan. "Conan-kun mengajakku untuk makan malam, tapi aku ingin makan malam di sini saja. Di rumah."

"Ah, baiklah. Pakai saja sesukamu, Ai-kun. Kan sudah berkali-kali kubilang bahwa ini rumahmu juga," senyum sang profesor. Ya, tidak ada pria yang lebih bisa dipercaya untuk menjaga Ai-kun disbanding Shinichi Kudo. Atau lebih tepatnya, Conan Edogawa. Sudah tidak ada lagi Shinichi Kudo dan Shiho Miyano sejak tiga tahun lalu.

"Terima kasih, Profesor. Akan kubuatkan kau puding nanti, oke?"

"Ah, tentu saja. Bayaran untuk ruang makanku tidak murah, kan?" goda Profesor Agasa. Tapi kemudian, wajahnya berubah serius. "Ehm, Ai-kun, aku ingin bilang sesuatu yang serius padamu."

Wajah Ai ikut menegang. Ada apa sebenarnya? "Kau sudah jadi Ai Haibara sepenuhnya, kan? Shiho Miyano atau Sherry sudah lama mati, kan?"

Mendengar nama itu, napas Ai tercekat. Nama itu sudah lama dilupakannya. Untuk apa Profesor Agasa membahasnya saat ini? "Tentu saja, Profesor."

"Kalau begitu, bersikaplah sesuai umurmu." Profesor Agasa menatapnya dalam. "Kau itu baru berumur sebelas tahun, bukannya dua puluh satu." Ai terdiam. "Dan berkencanlah juga sesuai umurmu. Pergi ke mall dan mainlah game di sana, bukannya pergi makan malam ke restoran Prancis mewah."

~HS~

"Masakanmu memang selalu enak, Haibara. Dan terima kasih untuk pai apelnya. Ini adalah pai apel terenak yang pernah kumakan."

Conan tersenyum di antara kunyahan pai apelnya. Hidangan utama yang dibuat Ai sudah licin tandas, dan kini mereka berdua sedang menikmati dessert berupa pai apel yang merupakan makanan favorit Conan, bahkan sejak ia masih seorang Shinichi Kudo.

Akan tetapi, mendengar pujian Conan yang seperti gombalan receh itu, Ai hanya tersenyum kecil. "Kau tidak perlu mengulanginya setiap saat aku membuat pai apel, Conan-kun. Aku sudah sangat tahu bahwa pai apel buatanku tak tertandingi, setidaknya untuk lidahmu."

Jawaban Ai membuat Conan senyum-senyum sendiri. Sebenarnya, ia sangat gugup malam ini. Kantung celananya yang ia isi dengan benda khusus terasa sangat berat. Ia sadar benar bahwa untuk saat ini, dirinya dan Ai Haibara baru menginjak kelas empat sekolah dasar. Berekncan seperti ini saja sudah terlalu dewasa untuk anak seukuran mereka berdua. Namun tak dapat disangkal, walaupun keduanya sudah memutuskan untuk melupakan Shinichi Kudo juga Shiho Miyano, baying-bayang hidup masa lalu itu tetap menghantui benak mereka berdua di saat-saat tertentu. Saat seperti ini, misalnya. Di umur Shinichi Kudo yang seharusnya sudah menginjak dua puluh ini, Conan diliputi dilema luar biasa besar. Apakah tindakannya masuk akal? Apakah ia akan ditertawakan oleh Ai Haibara karena mengambil keputusan begini bodoh? Ah, masa bodohlah. Dia tak keberatan ditertawakan Ai ribuan kali. Dia memang hanya detektif sok pintar yang sebenarnya sangat bodoh dalam hal cinta. Jika ia salah, jika keputusannya memang tidak benar, biarlah Ai Haibara yang membenarkan untuknya. Gadis itu pasti bisa membawanya ke tempat yang tepat. Ke jalan yang tepat.

Jadilah dengan pikirang sederhana itu, begitu suapan terakhir pai apelnya kandas, Conan mengeluarkan kotak buludru putih dari sakunya. "Haibara…" Conan memulai pelan-pelan. Memastikan seluruh perhatian gadis itu jatuh padanya.

Ai yang menyadari atmosfer serius yang diumbar Conan pun menaikkan sebelah alisnya. "Ada apa?"

"Kau sadar kan, sebenarnya umur kita sudah dua puluh dan dua puluh satu tahun?"

Mata gadis itu memicing. "Dua orang itu sudah mati, Conan-kun."

"Aku tahu, aku tahu," jawab Conan cepat-cepat. "Mereka berdua sudah mati. Sekarang hanya ada kita berdua. Tapi bukankah diri kita sebenarnya sudah jauh lebih dewasa dari ini? Dari anak kelas empat sekolah dasar?"

Tatapan Ai masih terlihat menyeramkan, tapi Conan bisa melihat bahwa gadis itu menyerah pada dirinya sendiri dan mengakui fakta tak terbantahkan tersebut. "Lalu? Untuk apa kau menyinggung masalah ini?"

Lalu Conan menaruh kotak cantik itu di atas meja dan membukanya. "Ini promise ring. Aku hanya perlu memastikan ikatan kita."

Melihatnya, Ai Haibara terperangah.

Jelas saja. Promise ring bukanlah benda yang diberikan oleh seorang anak kelas empat sekolah dasar kepada kekasihnya.

"Jadi, Haibara, maukah kau berjanji untuk menikah denganku suatu saat nanti? Aku tahu suatu saat nanti masih akan sangat lama, tapi aku perlu pengingat bahwa kau sudah berjanji. Aku perlu tahu bahwa ada benda yang akan jadi pengingatmu apabila suatu saat nanti kau melihat pria lain yang lebih baik dariku. Aku perlu kau mengingat bahwa kau akan jadi milikku. Aku perlu terus tahu bahwa kau sudah ditakdirkan untukku."

Ai mengerjap. Sejak kapan pria konyol di depannya jadi begitu manis? Jujur saja, Ai juga takut kalau suatu saat nanti Conan akan meninggalkannya. Dia sangat tahu kalau dirinya buruk luar biasa. Masa lalunya kelam, dosanya sebesar iblis, keluarganya tidak ada lagi, dan dia seharusnya mengabdi kepada Tuhan seumur hidup di tempat ibadah karena sudah memberinya kesempatan untuk hidup normal sedari awal.

Tapi Ai Haibara tidak semulia itu.

Lagipula, kata-kata dari Profesor Agasa entah kenapa terngiang-ngiang di telinganya sedari tadi.

Kalau begitu, bersikaplah sesuai umurmu.

Tapi Ai Haibara tidak akan pernah bisa lepas dari baying-bayang Shiho Miyano dan Sherry. Begitu pula Conan. Jadi, dengan hati mantap, Ai Haibara mengulas senyum Sherry-nya, lalu berkata, "Ada sepuluh hal yang harus kau lakukan, Conan-kun. Sepuluh hal, dan kau tak hanya akan mendapatiku memakai promise ring itu. Lakukan, dan aku akan menikahimu."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

AN: Sara again~ Fic baru yang lagi-lagi bakal eventual ShinShi, jadi jangan bosen yaa! Ini juga bakalan agak panjang, sekitar dua belasan chap gituu. Akhir kata, follow, fav, review, pretty please with cherry on top? ;)