The Serpentines

kookv, yoonmin, namjin.

by pepperblush

.

.

Chapter 8

.


Jimin memang sering bertemu Yoongi saat dia berkunjung ke rumah keluarga Min. Saat dia datang biasanya Yoongi sedang tiduran di sofa atau tidur di kamarnya atau hanya sekedar mendengarkan lagu sambil membaca buku-buku psikologi—yang belakangan ini Jimin tahu— milik Seokjin tapi hari ini, Oh mungkin Jimin akan mengingat hari ini selamanya. Yoongi kelihatan berbeda sekali. Kapan ya terakhir dia melihat Yoongi dengan tatanan rambut yang rapi? Yoongi kelihatan baru saja mencukur rambutnya. Biasanya jika di rumah Yoongi hanya memakai kaus hitam dan celana pendek lusuh. Rambutnya juga berantakan kesana kemari karena dia selalu tidur-tiduran dimanapun dia berada tapi, hari ini? Yoongi memakai kaus hitam yang dilapisi kemeja flannel abu-abu gelap. Jimin juga tidak tahu kalau koleksi sepatu Yoongi bagus begini. Warnanya cokelat sangat kontras dengan pakaiannya yang serba gelap.
Sepanjang lorong kampus Jimin lebih banyak termenung mengagumi orang yang dia sukai dibanding menyimak obrolan mereka. Tunggu sebentar, Jimin juga tidak tahu kenapa tiba-tiba Yoongi menghampirinya dan mengajaknya keluar dari barisan. Mungkin karna terlalu terkesima dengan penampilan Yoongi, Jimin mengangguk begitu saja menerima ajakannya.
Berjalan di samping Yoongi membuat Jimin sedikit minder. Jimin dengar dari beberapa siswa penggosip kalau Yoongi dan Jungkook secara genetik sudah diprogram untuk menjadi pusat perhatian. Mereka bilang juga Yoongi banyak disukai mahasiswa lain di kampus karena Yoongi orang yang baik meski sekilas terlihat galak dan arogan tapi ternyata dia orangnya hangat. Yoongi juga sering mengisi acara show di kampus dengan Hoseok dan Namjoon. Kalau sudah begitu siapa yang tidak menyukai Yoongi? Dia tampan dan terkenal. Jimin jadi sedikit ciut membayangkan betapa banyak saingannya.
Benar juga, kalau dipikir lagi, Jungkook pun sama seperti hyungnya. Jungkook anak yang cerdas di semua mata pelajaran. Dia juga aktif di organisasi sekolah. Jungkook juga senang berolahraga. Dia bisa bermain basket, renang, juga golf. Jungkook juga bisa bernyanyi. Bukan hanya itu, Jungkook bisa melakukan apa saja yang dia mau. Tidak heran kalau para penggosip di sekolah selalu membuat Jungkook menjadi bahan pembicaraan nomor satu di sekolah.
Keluarga Min memang sempurna. Meski kalau sedang mengingat betapa bodohnya Jungkook memperlakukan Taehyung membuat Jimin gemas dan kesal tapi tidak dipungkiri Keluarga Min mempunyai keturunan genetik yang bagus.
"— benar 'kan? Jiminie?"
Lamunan Jimin buyar dan dia kaget begitu Yoongi sudah berdiri di hadapannya dengan tatapan heran. Jarak mereka belum pernah sedekat ini.
"H-hyung, a-aku— uh— Hyung bilang apa tadi?" tanya Jimin gelagapan.
"Kita sudah keliling banyak dan kau pasti haus, benar kan? ayo ke kafe sebentar." kata Yoongi sambil berpaling dan agak menjauh. Ekspresinya terlihat kecewa.
"Iya Hyung. Maaf—"
"Tidak apa-apa. Kau pasti memikirkan pacarmu ya? Jungkook bilang dia ada urusan makanya aku menemanimu." potong Yoongi yang kemudian terus berjalan meninggalkan Jimin yang masih diam di tempatnya.
"Tidak. Bukan itu, aku hanya— uhm aku mendengar kalau Hyung cukup terkenal di sini. Pasti banyak orang yang mengagumimu ya?" tanya Jimin sambil berusaha mengejar langkah Yoongi.
Perkataan Jimin membuat Yoongi berhenti berjalan dan menoleh. "Itu cuma gosip. Aku tidak peduli." katanya dengan raut muka yang sebal.
"Jadi Hyung tidak punya kekasih? Aku pernah melihat Hyung bersama seseorang dan—"
Astaga.
Park Jimin bodoh. Bodoh. Bodoh. Kenapa kau harus mengatakan itu? Aigoo. Lihat! Yoongi sekarang menatapmu begitu.
Di luar perkiraan Jimin, Yoongi kemudian tertawa lebar dan mengusap kepalanya gemas.
"Kau melihatku dimana bocah? Kau mengikutiku ya?" ledeknya puas. Jimin menunduk. Kikuk dan menyerah. Dia juga malu. Bagaimana kalau Yoongi tahu kalau dia memang sering mencari tahu keberadaan Yoongi pada Jungkook? Wajahnya pasti sudah merah sekarang.
"Aigoo. Siapapun yang kau lihat, dia bukan kekasihku." kata Yoongi lagi masih dengan tawa renyahnya.
Pelan-pelan Jimin mengangkat wajahnya dan menatap Yoongi malu-malu. "Benarkah?"
"Iya. Kekasihku harus diberi cermin supaya dia bisa melihat kalau selama ini aku ada di sampingnya." jawab Yoongi sambil kembali berjalan tapi lelaki itu menoleh ketika Jimin hanya terdiam di tempatnya lagi.
Dengan satu gerakan Yoongi menarik tangan Jimin. "Jangan dipikirkan. Biarkan saja. Nanti kau pusing sendiri. Jika sudah waktunya, kau juga akan tahu."
Meski Jimin merasa tidak puas dengan jawaban Yoongi barusan, akhirnya dia tetap mengangguk dan kembali berjalan di samping Yoongi. Kali ini Yoongi tidak melepaskan tangannya.
Jimin tidak pernah merasa begitu senang begini tapi apa mungkin Yoongi sudah mempunyai orang yang dia sukai?

.

Jimin sedang menunggu Yoongi yang tengah berdiri mengantri di kasir sewaktu dia melihat Taehyung dan Hoseok berjalan ke arah mereka. Sekilas mereka seperti mengobrol biasa tapi jika dilihat seperti ada yang berbeda. Jimin mencoba berkedip beberapa kali untuk memastikan kalau matanya tidak salah lihat. Hoseok menggandeng tangan Taehyung?
Benarkah? tapi kenapa bisa? Apa yang sudah dia lewatkan? rasanya tadi Taehyung masih berjalan di dalam barisan dan antusias mendengarkan pemandu mengenalkan isi kampus.
"Taetae—" panggil Jimin sambil melambaikan tangannya. Untuk sementara Jimin akan berpura-pura tidak melihat mereka bergandengan tangan.
"Chim! kau di sini?!" balas Taehyung dengan riang. Hoseok melepaskan tangannya dan membiarkan Taehyung memeluk Jimin yang masih berdiri bingung tidak mengerti apa yang terjadi.
"Kau bersama Yoongi Hyung 'kan?" tanya Hoseok. Jimin mengangguk.
"Bagaimana Hyung bisa tahu?"
Hoseok tidak menjawab. Dia hanya tersenyum lebar sambil kembali menoleh ke Taehyung. "Aku akan bilang Yoongi kalau kita akan makan siang. Sebentar ya." kata Hoseok lembut.
"Iya Hyung."
Setelah Hoseok masuk ke dalam kafe, Jimin buru-buru menyenggol lengan Taehyung. "Hey! apa yang terjadi? wajahmu merah begitu."
"Chim, aku ingin bicara sebentar. Boleh 'kan?"
"Iya. Kau harus jelaskan semuanya." ucap Jimin lagi sambil menarik lengan Taehyung agar duduk di sampingnya.
"Tapi sebelumnya kenapa kau bersama Yoongi Hyung?" tanya Taehyung sambil menatapnya ragu. Jimin menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Yoongi Hyung— ah itu, kebetulan aku bertemu dengannya. Jungkook sepertinya sedang bersama anggota OSIS lain tadi aku melihatnya dengan Kang Seulgi. Eh kau sudah melihatnya ya pasti?"
Taehyung mengangguk pelan. Ekspresinya sendu.
Saat menyebut nama Jungkook, Jimin melihat perubahan ekspresi Taehyung. Senyumnya langsung lenyap begitu saja. Jimin jadi khawatir.
"Jadi, bagaimana? kau sudah mau cerita?" tanya Jimin lagi mengalihkan pembicaraan.
"Hoseok Hyung menyatakan perasaannya padaku tadi Chim." ujar Taehyung pelan sambil menatapnya takut-takut.
Jimin menghela nafas panjang. Dia hanya bisa diam dan menatap Taehyung dalam-dalam. Akhirnya semua ini terjadi. Bagaimana lagi? Jungkook terlalu banyak menghabiskan waktu.
"Chim— kau marah ya?"
Jimin buru-buru menggelengkan kepalanya. "Tidak— aku hanya kaget Tae. Lalu?"
Taehyung tersenyum tipis. Menatap lantai dan memainkan dengan kakinya. "Hoseok Hyung bilang dia tahu siapa yang aku sukai tapi dia juga tahu aku sudah banyak menangis karena orang itu. Jadi, dia menawarkan aku untuk mencobanya."
"Dan kau menerimanya?"
Taehyung mengangguk pelan. Jimin serasa dilolosi tulang-tulang. Sekali lagi dia menghela nafas.
"Aku ingin mencobanya Chim. Apa aku salah?"
Jimin menepuk pundak Taehyung lembut. Meski perasaannya mendadak kacau, dia tidak ingin Taehyung melihatnya. Dia tidak ingin Taehyung tahu kalau dia sedang membayangkan betapa hancurnya Jungkook nanti saat dia tahu. Taehyung terlihat bahagia dan memang keputusannya tepat bukan? Untuk apa menunggu seseorang yang tidak pasti yang bahkan mencintaimu atau tidak saja kau tidak tahu.
"Apa setelah kau menyetujuinya kau merasa lega?" tanya Jimin hati-hati. Sedikit berharap Taehyung akan tetap menunggu Jungkook. Min Jungkook yang sangat bodoh itu.
"Iya Chim. Aku senang dan aku sudah tahu rasanya mencintai seseorang dengan tulus tapi orang itu tidak menyukaimu. Jadi aku tidak ingin memperlakukan Hoseok Hyung seperti itu." jelas Taehyung. Senyumnya merekah dan pipinya kembali memerah.
"Aku ikut senang kalau begitu. Aku ingin kau bahagia Tae." kata Jimin akhirnya.
"Chim—" panggil Taehyung pelan. Jimin menoleh ke arahnya.
"Jangan beritahu Jungkook soal ini ya."
DEG!
"Tapi Tae— bukannya ini kabar bahagia untukmu?"
"Jungkook tidak akan peduli." kata Taehyung sambil tersenyum lebar. "Lagipula, ini bukan berita penting yang semua orang harus tahu."
"Tapi Jungkook sahabat kita, Tae."
Taehyung memejamkan matanya sesaat sebelum kembali menoleh ke arah Jungkook. Seperti dia menyiapkan dirinya sebentar.
"Aku tidak ingin dia memberikan selamat untukku karena aku tidak ingin melihat senyumnya. Semua itu seperti aku harus melepasnya pergi selamanya."
Di titik itu Jimin sadar. Meski dia mengangguk dan setuju dengan perkataan Taehyung tapi tetap saja, ada satu hal yang tidak bisa Taehyung sembunyikan. Dia masih mencintai Jungkook. Begitu banyak hingga dia tidak ingin melihat wajah Jungkook nanti.
Taehyung masih mencintai Jungkook.
Kadang Jimin bingung apa yang harus dia lakukan selanjutnya. Kenapa semuanya tidak semudah menubrukkan dua buah mobil mainan? Jimin ingin membuat dua sahabatnya mengakui perasaan mereka masing-masing dan kenapa semua itu begitu sulit?

.

"Jiminie kenapa? Dari tadi kau diam terus." tanya Yoongi sambil menoleh ke arah Jimin.
Dua orang itu sekarang sedang duduk di bangku dekat lorong kelas. Tempatnya sejuk karena banyak pohon-pohon yang mengelilingi. Setelah Taehyung pergi, Jimin seperti belum bisa mengumpulkan kesadarannya lagi. Bagaimana dia harus bersikap? bahkan Taehyung melarangnya memberi tahu Jungkook.
Jimin merasakan tangan lembut Yoongi mengusap kepalanya pelan-pelan. Ketika Jimin menoleh, Yoongi sudah tersenyum lebar.
"Kenapa Jiminie?"
Jimin menggelengkan kepalanya. "Aku tidak apa-apa. Mungkin hanya kaget saja."
"Apa ini soal Taehyung dan Hoseok?" tanya Yoongi lagi. Lelaki itu seperti bisa membaca pikirannya.
"Iya Hyung. Sejak kapan Hoseok Hyung—"
"Dia bilang sih, sudah sebulan ini. Memangnya kenapa?"
"Bukan begitu Hyung tapi—"
"Mana Taehyung?"
Itulah kata-kata yang pertama kali keluar dari bibir Jungkook saat dia datang mendekat ke arah mereka. Yoongi yang sedang duduk di samping Jimin menoleh malas sebelum kembali menatap ponselnya. Pembicaraan mereka begitu saja terpotong dan Jimin tidak ingin meneruskannya. Dia ingat sekali pesan Taehyung padanya.
"Itu— Taehyung tadi—"
"Taehyung makan siang dengan Hoseok. Mungkin juga pulang dengannya." potong Yoongi tanpa menoleh ke arah Jungkook.
Jimin tersenyum hambar. Hatinya mulai ketar-ketir apalagi saat dia melihat raut wajah Jungkook yang pelan-pelan berubah. Jungkook marah. Iya, Jimin sudah menebak itu.
Jungkook menatapnya seakan dia meminta Jimin menjelaskan apa saja yang sudah dia lewatkan selama beberapa jam yang lalu tapi Jimin tidak bisa berkata apa-apa. Pikirannya berkecamuk antara kebahagiaan Taehyung dan amarah Jungkook yang akan datang.
"Dia naik bus bersama kalian 'kan?" tanya Jungkook lagi. Suaranya datar.
Jimin mengangguk dan sebelum dia bicara lagi tiba-tiba Yoongi memasukkan ponselnya ke dalam saku lalu menatap Jungkook.
"Kau kenapa?" tanya Yoongi.
Jimin tahu Jungkook sedang mencoba menahan kesalnya. Jika tidak ada Yoongi di sini mungkin dia sudah mengamuk sejak tadi.
"Tidak. Hyung kenapa disini?" tanya Jungkook sedikit ketus.
"Memangnya kenapa? tidak boleh?"
Jungkook menghela nafas tapi sebisa mungkin dia tidak ingin terlihat geram. "Bukan begitu. Dari tadi pagi aku belum melihat Hyung di sini."
"Aku hanya menemani pacarmu sebentar karena kau sibuk sekali mondar-mandir." jawab Yoongi sambil berdiri dan merapikan tasnya.
"Iya aku 'kan ketua panitia, Hyung. Memangnya Hyung tidak ada kelas hari ini?" balas Jungkook sengit. Matanya melirik Yoongi dengan sebal.
"Ada nanti sore. Kalau begitu aku pergi saja. Jiminie, hati-hati di jalan."
Jimin belum sempat bicara lagi tapi Yoongi sudah menghilang di balik lorong kelas. Padahal dia masih ingin mengobrol bersama Yoongi. Kesempatan itu jarang sekali terjadi. Jimin menghela nafas panjang melihat Yoongi yang berjalan semakin jauh darinya.
Jungkook menatapnya ragu sebelum duduk di samping Jimin.
"Apa dia akan pulang dengan Hoseok Hyung?" tanya Jungkook pelan. Ada nada kecewa yang sangat besar di sana.
"Aku tidak tahu. Dia tidak bilang apa-apa tadi." jawab Jimin. Itu bukan bohong kan? Taehyung memang tidak bicara apapun tadi.
"Akhir-akhir ini dia terlalu banyak bermain dengan Hoseok Hyung."
"Atau mungkin kau Kook yang lebih banyak berinteraksi dengan orang lain. Berapa kali kalian bersama akhir-akhir ini? hanya ketika menunggu bus di pagi hari 'kan?"
Jungkook diam.
"Kalau kau pikir Taehyung akan selalu menunggumu menyatakan perasaan, maaf Kook pikiranmu salah. Kebahagiaan yang ada di kepalamu tidak selalu sama dengan yang orang lain bayangkan."
Jungkook menutup mukanya dengan dua telapak tangan. "Aku harus bagaimana Jiminie." keluhnya frustrasi.
"Katakan atau tidak sama sekali. Sebelum semuanya terlambat."
Jungkook menoleh ke arah Jimin. Ada banyak hal yang berkecamuk di pikirannya tapi Jimin memang benar. Mau sampai kapan dia begini terus?

.

.
Seminggu kemudian—
Seperti biasa dia bertemu Taehyung di halte bus. Pagi ini Taehyung sudah lebih dulu ada di sana. Dia tersenyum lebar ke arah Jungkook sambil melambaikan tangannya. Jungkook membalas dengan tersenyum tipis. Dia mengambil tempat duduk yang kebetulan kosong di samping Taehyung. Pagi ini belum ada banyak orang yang menunggu bus. Biasanya mereka akan datang lima belas menit lagi. Kalau Taehyung sudah datang seperti ini, mereka bisa sampai di sekolah lebih cepat.
"Tumben sekali kau sudah datang." kata Jungkook membuka percakapan. Taehyung tertawa lebar.
"Iya, kebetulan sekali aku bangun lebih pagi." jawabnya. Taehyung mengeluarkan satu bungkusan plastik dari tas dan memberikannya pada Jungkook.
"Semalam aku membeli banyak roti dan itu untukmu."
"Wow, terima kasih." ucap Jungkook sambil membuka isi bungkusan. Ada beberapa potong cheescake di dalamnya.
"Aku juga membawa susu pisang, kalau kau mau."
Jungkook tersenyum lagi. "Aku mau. Terima kasih Tae."
"Aku senang jika kau mau menerima pemberianku." cicit Taehyung senang. Jungkook mengusap kepalanya dengan lembut.
"Aku juga senang kalau kau membawakan aku banyak makanan begini. Sudah lama sekali." ucapnya hangat. Taehyung mengangguk setuju.
"Kau memotong rambutmu ya?" tanya Taehyung. Tangannya mengusap rambut Jungkook pelan-pelan.
"Iya, sudah agak panjang."
Taehyung terkekeh. "Benar juga, kau 'kan anak OSIS jadi harus terus rapi."
"Kau bisa saja. Aku memang tidak terlalu suka rambut panjang. Ah itu bisnya."
Mereka buru-buru bangun dan menunggu sampai bus benar-benar berhenti di depan mereka. Jungkook menyuruh Taehyung untuk naik lebih dulu. Keduanya menempati kursi di bagian paling belakang. Tempat itu sudah menjadi tempat kesukaan mereka sejak dulu. Sepanjang perjalanan mereka bercerita banyak hal. Tidak seperti biasanya kali ini Jungkook banyak mengajak Taehyung berdiskusi soal series anime yang sedang populer di sekolah. Mereka juga membahas tugas sekolah yang harus mereka kumpulkan besok pagi. Jungkook sedikit terkejut sewaktu Taehyung bercerita kalau Namjoon Hyung membantunya mengerjakan tugas. Meski ada rasa cemburu tapi dia senang karena Taehyung sudah bercerita banyak padanya pagi ini.

.

"Jungkook!"
Jungkook menoleh ke arah seseorang yang berjalan ke arahnya. Kang Seulgi. Gadis itu terlihat sumringan sore ini. Jungkook baru saja selesai berlatih basket. Tubuhnya berkeringat dan hal yang ingin dia lakukan sekarang hanyalah mandi lalu beristirahat di rumah.
"Kau belum pulang?" tanya Jungkook sewaktu Seulgi sudah sampai di depannya.
"Aku menunggu Oppa menjemputku." jawab gadis itu sambil tersenyum malu-malu. Jungkook mengangkat alisnya.
"Oppa? siapa?"
Seulgi terkekeh senang. Dia mengamit tangan Jungkook lalu menyalaminya. Seakan tidak peduli Jungkook masih berkeringat.
"Minhyuk Oppa. Dia sudah mengajakku berkencan dua hari yang lalu."
Jungkook tertawa sambil mengangguk paham. "Wow! Selamat kalau begitu."
"Ini semua berkat kau Kook. Kau banyak membantuku hingga akhirnya dia mau mengajakku makan bersama. Aku sangat senang sekali. Terima kasih banyak."
Jungkook tertawa lagi. "Bukan masalah. Aku juga senang rencanamu berhasil."
"Lalu kau kapan?"
"Hm?"
"Memangnya kau tidak punya orang yang kau sukai? Kau dan Jimin tidak benar-benar berpacaran 'kan? kalian sudah seperti saudara. Kau dan Jimin hanya main-main dengan status facebook-mu itu kan?"
Jungkook terdiam sebentar. "Dari mana kau tahu?"
"Semua orang membicarakan kalian Kook. Orang yang menyukaimu banyak sekali, kau harus tau dan mereka semua mencari tahu tentang hubunganmu dengan Jimin. Kurasa karena kalian tidak pernah berkencan berdua jadi mereka bisa menyimpulkan sendiri kalau kau hanya main-main."
Jungkook memutar bola matanya sebal. Tak urung dia menghela nafas panjang.
"Iya mereka benar." akunya pelan.
Seulgi tersenyum. "Aku harap kau juga cepat mempunyai kekasih Kook. Jangan mau kalah dengan Kim Taehyung."
DEG.
"Kim Taehyung?"
Seulgi terkekeh. "Sudah tidak usah berpura-pura begitu. Minhyuk Oppa sudah bercerita padaku kalau Jung Hoseok berkencan dengan Kim Taehyung. Aku juga sering melihatnya menjemput Taehyung. Sahabatmu itu seleranya bagus juga. Jung Hoseok orang yang baik. Dia juga teman kakakmu kan?"
Jungkook tiba-tiba merasa pusing. Kaki yang menopang tubuhnya terasa sangat lemas. Suara Seulgi berubah seperti dengungan tidak jelas yang tidak bisa dia dengar dengan benar.
Taehyung..
Bagaimana bisa?
Tadi pagi dia masih bersama Taehyung di halte bus. Mereka berbicara banyak bahkan siang tadi Taehyung duduk di sampingnya saat praktek biologi. Taehyung juga banyak mengajaknya berbicara. Mereka makan bersama siang tadi sebelum Jungkook mengurus urusan OSIS.
Bagaimana Jungkook bisa tidak tahu apa-apa soal ini.
"Kalau begitu aku duluan ya Kook."
Jungkook bahkan tidak bisa membalas ucapan Seulgi. Tiba-tiba saja Seulgi sudah menghilang entah kemana dan Jungkook hanya berdiri kaku di pinggir lapangan.

.

"Jungkook? Kau—"
"Apa kau tahu soal Taehyung dan Hoseok?"
Jimin terperangah. Belum selesai kagetnya melihat Jungkook tiba-tiba ada di depan rumahnya malam ini. Kali ini Jungkook juga menyerangnya dengan pertanyaan yang selama ini dia takutkan.
"Jawab aku Jimin." kata Jungkook dengan nada sedikit tinggi.
Jimin menunduk.
"Maafkan aku Kook. Aku tidak bermaksud merahasiakan ini darimu tapi Taehyung yang memintaku untuk tidak bercerita padamu."
"Kenapa? Kenapa dia begitu? Apa aku sama sekali tidak berharga untuknya?"
Di tengah teriakannya, Jimin bisa melihat air mata yang mengalir di pipi Jungkook. Lelaki itu meninju dinding rumah Jimin dengan kuat. Tangannya pasti akan membiru.
"Kook, maafkan aku—"
Tubuh Jungkook seketika kembali lemas. Dia berjongkok dan membiarkan air matanya mengalir deras jatuh ke lantai.
"Pagi tadi dia masih bersamaku. Kemarin juga begitu. Aku yakin sedikit lagi aku bisa mengajaknya berkencan seperti waktu itu untuk membayar kesalahanku. Aku senang karena akhirnya aku merasa dia ada di dekatku Jimin. Akhinya dia kembali di sampingku meski hanya sebagai teman. Kenapa kau tidak memberitahuku? Kenapa kau membiarkan aku tenggelam sendirian? Kenapa?!"
Jimin menjatuhkan dirinya ke lantai dan memeluk Jungkook dengan erat. Membiarkan Jungkook menangis lebih keras di pelukannya.
"Maafkan aku Kook. Aku tahu cepat atau lambat kau pasti akan tahu. Aku hanya ingin menghargai permintaan Taehyung."
"Tapi aku sahabatnya Jimin. Aku temannya. Apa aku sama sekali tidak penting untuknya?"
"Dia yang menganggap dirinya tidak penting untukmu Kook. Dia berpikir kalau semua ini juga tidak begitu penting untukmu. Dia mengira kau tidak akan peduli."
"Bagaiamana bisa aku tidak peduli? Aku menyukainya. Aku hanya menginginkannya selama ini. Aku mencintai Taehyung sejak dulu." isak Jungkook dengan air mata yang masih keluar deras membasahi wajahnya.
"Kook—"
"Aku harus bagaimana Jimin? Apa yang harus aku lakukan? Dia tidak menyukaiku. Dia tidak pernah memiliki perasaan yang sama sepertiku."
"Tidak Kook. Kau tidak boleh berpikir begitu. Dia juga menyayangimu."
"Bagaimana aku bisa percaya itu Jimin?"
Keduanya duduk di sana sampai tangisan Jungkook berhenti. Jimin menawarkan Jungkook untuk menginap tapi lelaki itu menolak dan lebih memilih untuk pulang. Jimin tidak bisa lagi mencegahnya. Jungkook juga pasti kecewa padanya tapi tidak ada hal lain yang bisa dia lakukan sekarang.
Dia juga tidak tahu harus bagaimana.

.

.


To Be Continue—
Halo! karena komen dan vote sangat berarti untuk semangat aku jadi aku banget2 menunggu hehehe
terima kasih sudah membaca dan mendukung cerita ini. See you.