Because of Fate

Not a Sex Doll

A Fanfiction Made by min_ve

Main Pairing: Kookv; Top! Jungkook x Bottom! Taehyung

.

.

Enjoy~

.

.

Mengangkat stetoskopnya kemudian meletakkannya pada dada seorang wanita yang tengah berbaring di sebuah tempat berbaring minimalis yang seingatnya dahulu sering digunakannya untuk mencuri waktu tidur meski itu hanya sepuluh menit. Mendengarkan detak jantung wanita tersebut, setelah menjauhkannya dan memeriksa bagian mulut sesuai dengan keluhan yang dilaporkan kepadanya dia kembali ke mejanya dan melanjutkan kegiatan menuliskan laporan penyakit yang diderita oleh si wanita—pasiennya. Setelah menyerahkan kertas berisi resep juga mengatakan agar cepat sembuh baru dia mengambil napas setelah berapa banyak pasien yang dilayaninya dalam waktu kerjanya saat ini.

Setidaknya biarkan dia mengambil napas sejenak karena setelahnya pasti perawatnya akan mengetuk pintunya dan mengatakan untuk melakukan pekerjaan selanjutnya. Dan setelah pengambilan napas ketiga benar saja pintunya diketuk dan muncul seorang wanita muda belia yang merupakan perawat klinik ini.

"Saatnya untuk menemui Tuan Jeon, Dokter Kim." Ucap perawat tersebut dengan nada lemah lembut, mengerti betapa lelahnya dokternya ini.

Entah mengapa akhir-akhir ini ada beberapa pasien langganan yang dalam seminggu bisa datang dua kali karena keluhannya tak hilang meskipun mengkonsumsi obat dan menghindari makanan yang telah dilarang oleh sang dokter. Bahkan ada beberapa beta yang harus mendapatkan penanganan dari rumah sakit karena mendapatkan luka yang cukup berat. Mulai curiga apakah para alpha mulai berbuat onar dengan menyiksa para beta yang di mata mereka merupakan eksistensi tak dibutuhkan. Bagaimanapun, beruntung dia tak memilih pendidikan untuk menjadi dokter spesialis dan dirinya sama sekali tak tertarik melakukan penelitian untuk membuat dunia semakin baik meski kepintarannya amat disayangkan oleh para peneliti lain.

Membereskan beberapa barangnya dan membawa tas khusus berisi berbagai macam peralatan untuk memeriksa pasien pribadi selanjutnya baru beranjak pergi meninggalkan ruangan tersebut. Mengucapkan kata terimakasih kepada para perawat sebelum pergi menuju daerah lapangan parkir tempat dimana ia memarkirkan mobil pribadinya.

"Malam yang dingin." Ucapnya, menatap langit malam tanpa dipenuhi oleh bintang. Sebagaimana cahaya bintang dikalahkan oleh cahaya para bangunan di seluruh penjuru dunia. mungkin selain di bagian kota yang mati karena ditinggalkan.

Teringat dalam sebuah buku yang tak sengaja dibacanya. Sebuah kalimat kembali terngiang dalam kepalanya, membuat dadanya kembali terasa ngilu.

"Konon langit malam bisa dipenuhi oleh bintang dan cahaya rembulan menang telak dibandingkan cahaya bangunan di dunia ini."

.

.

.

Kediaman keluarga Jeon utama nomor empat.

Penjaga gerbang memastikan sekali lagi sebelum membukakan pagar utama agar mobilnya bisa masuk. Berkali-kali melihat kartu identitas kemudian melihat kembali sang pemilik kartu tersebut sebelum memutuskan bahwa foto yang tertera memang miliknya. Seokjin tak pernah menyukai sistem keamanan kediaman para klan tiga teratas, terkadang kala terlalu ketat atau malah dapat dikatakan para penjaganya itu terlalu skeptikal dan bodoh. Bagaimana pula cara memalsukan kartu identitas sekarang? Kartu tersebut terhubung langsung melalui server yang didata oleh pusat informasi seluruh Korea Selatan, satu kesalahan akan membuatnya menjadi tak valid dan baru dapat divalidasi setelah menemui pusat informasi secara langsung.

Keluar dari mobilnya setelah memarkirkannya, disambut oleh pelayan lelaki yang terlihat senior dengan rambut abunya dan keriput menemani wajahnya. Dalam sekali pandang Seokjin bisa mengetahui strata sosialnya, para pelayan tak mungkin lain dari para beta seandainya bukan maka hanya para omega yang memang diperalat oleh pemiliknya. Pelayan senior itu langsung menuntunnya menuju kamar dengan pintu ganda dengan kayu terbaik dan gagang pintu diukir khusus. Pelayan itu mengetuk beberapa dengan lembut namun cukup untuk terdengar dari sisi seberang, setelah mendapatkan respon baru Seokjin masuk ke dalam setelah dibukakan pintunya.

Matanya menangkap pria pemakai jas formal dengan bahan terbaik tengah duduk di atas sofa maroon sambil menyilangkan kakinya. Sang dokter menyipitkan matanya menangkap penampakan gelas kaca dan disampingnya terdapat sebuah botol anggur putih.

"Kau tahu hari ini adalah jadwal pemeriksaan, lantas mengapa kau meminum alkohol di hari aku memeriksa kesehatanmu?" tanya Seokjin menatap bengis pria itu.

"Stress."

Melangkah beberapa langkah baru membalas pernyataan itu.

"Kau tak melakukan apapun selain berdiam diri dan menjadi kepala keluarga Jeon nomor empat dan kau menyatakan bahwa dirimu stress? Berniat memandang rendah orang lain yang serius hidup demi tetap mempertahankan kependudukannya?" balas Seokjin, penuh dengan nada sarkasme. Dia bahkan tak berusaha menyembunyikannya meskipun berbincang dengan salah satu kepala keluarga klan atau keluarga Jeon.

Pria itu menghela napas lelah, tangan kanannya mengambil gelas kaca yang masih berisi anggur putih itu dan menggoyangkannya perlahan, "… Ini bukan tempatku… Kau tahu tempatku pada awalnya bukanlah di wilayah klan Jeon…" ucapnya sebelum menenggak alkohol itu.

Sebelum tangan dokter itu menghentikannya, dengan berdiri di belakang sofa maroon itu dan segera menggenggam tangan kanan pria itu. "Nasibmu sekarang tak lain adalah buah dari menolak tawaranku untuk memutuskan ikatan dengan keluarga utama kita, Jeon Namjoon." Kemudian tangannya mengambil gelas kaca tersebut.

Seokjin membawa gelas itu kembali ke atas meja kaca lalu mendudukkan dirinya di atas sofa maroon di seberang Namjoon. Kepala keluarga Jeon itu tertawa pelan, menertawakan betapa benarnya pernyataan Seokjin sebelumnya—yang telah diucapkan berkali-kali selama sekali setiap bulan dalam empat tahun. Seperti biasa keheningan akan datang menyelimuti keduanya karena keduanya tak memiliki topik yang bisa dibicarakan padahal sebelum dibawa paksa sebagai bentuk pertukaran dia akan berbincang banyak dengan Seokjin.

Tetapi sekarang berbeda, sang dokter memiliki sebuah topik.

"Kudengar kau menyewa pembunuh bayaran untuk membunuh putramu sendiri."

Namjoon bahkan tak ingin mempertanyakan darimanakah dokter itu mendengar informasi itu karena kepalanya terlalu sakit untuk berpikir berat. Tak mendengar suatu tanggapan Seokjin melanjutkan kalimatnya.

"Apa kau menjadi gila karena membaca dokumentasi sejarah dulu? Bukan rahasia lagi banyak para calon pemimpin setiap klan ditemukan kabur atau paling parah—membunuh dirinya sendiri karena tak kuasa menerima informasi itu." Lanjutnya, raut mukanya berubah menjadi kusut kembali teringat mendapat berita banyak kakak tersayangnya ditemukan menembak diri atau melakukan metode bunuh diri lain setelah dinobatkan sebagai pimpinan.

"Bukan gila…" hanya kalimat itu yang mampu dikeluarkan oleh Namjoon.

"Lalu apa alasanmu berniat membunuh putra hasil perkawinanmu sendiri?"

Rasa sakit pada kepalanya mulai menghilang, mampu menatap lurus kembali. Memandang langsung netra si dokter yang masih setia menunggu jawaban. Menarik napas panjang kemudian menghembuskannya, sengaja menyuarakannya agar Seokjin menyadari suatu kebodohan dari pertanyaannya sendiri.

"Karena warna putih itu suci dan tak mengenal batas untuk menyucikan semua warna lain dalam wilayahnya."

.

.

.

Dengan tak perlu menemani sang detektif dia menghabiskan waktunya dengan membaca beberapa buku hasil menyelidiki semua kasus yang diserahkan kepada Jungkook. Dan Taehyung harus mengakui cara detektif ini menyelidikinya itu termasuk cukup bagus, bahkan sampai mengetahui beberapa seluk beluk organisasi kecilnya mengingat tanpa memiliki informan khusus—ini merupakan hal yang cukup menakutkan. Tentunya andaikan Jungkook berhasil menemukannya yang ternyata selama ini berada di sampingnya dia bisa langsung di eksekusi karena telah membunuh salah satu dari orang penting tiga klan utama.

Meskipun rasanya akan tak mungkin Jungkook mengetahui itu dirinya karena Jimin sebagai operatornya melakukan yang terbaik untuk tak menyisakan bukti baik secara digital ataupun fisik, kecuali ada orang disana yang memberitahukannya apalagi tempat tinggalnya yang merupakan basement di sebuah gedung normal.

Membalikkan lembar demi lembar, mencerna semua kalimat yang mampu dicernanya berhubung rata-rata diantaranya ditulis menggunakan kode menunjukkan bahwa itu adalah informasi penting dan hanya penulisnya yang bisa membacanya tanpa kesulitan. Menggunakan buku ketika barang elektronik telah terbentuk—detektif ini benar-benar serius hanya akan menyimpan informasi penting untuknya dan mengurangi drastis kemungkinan untuk terkena peretasan dari pihak tak diinginkan.

Netranya terus bergulir untuk melihat setiap kata, sebelum mendengar suara pintu dari pintu utama. Tidak, bukan berarti Taehyung mencuri lihat hasil penyelidikan Jungkook malah detektif itu sendiri mengizinkannya dengan syarat tak memberitahukannya kepada orang lain bahkan ayahnya sendiri. Kakinya melangkah untuk sekedar menyambut juga memastikan bahwa itu adalah pemilik rumah ini dan entah mengapa Taehyung merasakan rasa tak nyaman untuk pertama kalinya.

Aura kelam menguar dari punggung Jungkook, aroma ketika seorang alpha menemukan mangsa omega yang cocok dengan kebutuhan feromonnya. Aroma tersebut menelusup masuk ke dalam hidung Taehyung dan untuk pertama kalinya dia mulai merasakan rasa ketidaknyamanan dalam tubuh dinginnya. Tungkainya seolah memiliki keinginan sendiri dengan mulai bergerak mundur perlahan terutama setelah melihat sang alpha murni Jeon itu terlihat menjilat bibir bawahnya dengan seduktif dan tatapan matanya tak menunjukkan hal baik.

"A…u…"

Satu kata terputus itu memberikan sinyal kepada Taehyung untuk segera pergi ke ruang lain untuk sekedar mengambil alat lain untuk membela dirinya selain kemampuan bela dirinya yang setingkat untuk dapat membunuh seseorang. Dan baru saja dia sempat mengambil pistol yang telah disimpannya sejak lama aroma musky kental itu tetiba muncul di belakang punggungnya.

"Aku menemukanmu…" Netra Taehyung tahu sejenak membulat, pertama kalinya merasakan sebuah perasaan bernama ketakutan, "Tak kukira… Selama ini kau berada di sampingku…"

"KIM TAEHYUNG!"

Taehyung bahkan tak tahu cara mendeskripsikan ekspresi Jungkook. Sekilas ini bagaikan dua anak kecil bermain petak umpet dan kemudian sang setannya berhasil menemukan setelah sekian lamanya mencari tapi ini lebih dalam dari itu. Ini bukan hanya sekedar senang setelah berhasil menemukan karena jika memang hanya itu maka tak ada alasan tatapan Jungkook menjadi penuh dengan nafsu membara seperti hewan jantan menemukan betinanya.

Anehnya pun tatapan membara dan aroma kentalnya malah membuat Taehyung semakin merasakan rasa panas dalam tubuhnya. Refleksnya seolah menjadi lamban mendadak tak dapat melindungi dirinya atau memberontak ketika kedua tangan kekar Jungkook membantingnya ke lantai kayu ruangan tersebut dan memerangkapnya.

Jungkook menatap lelaki di bawahnya dengan tatapan nafsu bercampur dengan tatapan penuh kemenangan, menjilat bibir bawahnya sekali lagi sebelum bergerak melahap bibir ranum Taehyung. Tentu saja itu membuatnya terkejut bukan main, tubuhnya masih bergeliat bak cacing kepanasan. Tak berniat mengorbankan harga dirinya dengan membuka mulutnya agar lidah detektif sialan ini masuk.

Sampai tangan kanan Jungkook mencengkeram pipinya, memaksanya agar membuka rahangnya. Jangan salah, ini bukan ciuman pertama Taehyung sampai bermain bersama lidah orang lain tapi selama pekerjaannya dia tak pernah merasakan apapun bahkan mengeluarkan erangan geli pun tak pernah. Hanya berpura-pura menikmatinya. Lantas mengapa sekarang—

"Ahh!"

Tenggorokannya mengeluarkan suara erang—bahkan desah.

Tersedak berapa kali karena terlalu banyak saliva yang harus ditelannya—salahkan gaya gravitasi dan fakta bahwa dirinya yang berada di bawah mau tak mau harus menelan seluruh campuran saliva keduanya. Semakin banyak saliva yang ditelannya semakin banyak keringat mulai berkumpul pada dahinya dan perutnya mulai merasakan rasa panas yang tak mampu dideskripsikannya. Hanya saja itu adalah panas yang tak dapat diredakan dan membius kemampuan berpikir logisnya.

Detektif sialan ini!

Tetapi Taehyung pun menyadari otot wajah Jungkook mulai rileks dibandingkan sebelumnya, rasanya sebelumnya bagaikan melihat psikopat sadistis yang melihat mangsanya meraung kesakitan tetapi tetap—aroma musky-nya itu masih menguar kental. Setelah beberapa sesi menyatukan lidah dan memerah salivanya Jungkook menjauhkan wajahnya, menatap puas mahakaryanya dimana orang yang paling dicarinya dan dapat membuatnya panas dengan membayangkan berhasil menangkap pembunuh bayaran ini sekarang berada di bawahnya tanpa dapat melakukan apapun.

"I want to fuck you." Ucap Jungkook dengan bahasa asingnya yang amat fasih meskipun bahasanya bukanlah kosa kata yang diajarkan oleh sekolah ataupun tempat pembelajaran lainnya.

Otak taehyung membutuhkan beberapa waktu sebelum akhirnya berhasil mencerna maksud dari perkataan detektif keparat ini.

"Apa yang Anda harapkan… Dari seorang beta…?"

"Cut that shit."

Sebelah tangan Jungkook merogoh sakunya untuk mengeluarkan botol berukuran sedang berisi beberapa tablet berwarna putih disana netra Taehyung kembali membulat sempurna. Botol itu tak lain merupakan botol berisi suppresants untuk para omega yang mengalami masa heat di tempat yang tak diinginkan agar feromonnya tak menarik perhatian para alpha ganas lainnya. Dan dirinya yakin bahwa botol itu hanya tersimpan di atas meja kecil di tempat rahasianya selama bekerja sebagai Kim Taehyung.

Sialan! Darimana dia mengetahui tempat itu!?

"Dirimu adalah omega. Pembunuh bayaran yang diburu olehku selama ini ternyata adalah seorang omega dan sepertinya gen penentu stratamu itu menjadi aktif setelah disentuh olehku." Ucap Taehyung, melemparkan botol kaca tersebut dan kembali merayapkan tangannya—mulai menyentuh daerah dada dan pinggang ramping Taehyung.

Hanya sedikit belaian pada puting dadanya cukup untuk membuat sang omega berjengit nikmat, menggigit kuat bibirnya upaya menahan segala suara meskipun itu bukanlah suara erotis. Selangkangannya mulai menyempit dan terasa terbakar—pertama kalinya semenjak dirinya sadar bahwa dirinya hidup. Dan itu terjadi tanpa sentuhan apapun pada bagian pribadinya cukup sebuah ciuman panas dan gesekan pada puting dadanya. Tubuhnya—tubuhnya tak mampu menolak perlakuan Jungkook.

"Reaksimu mengatakan kau tak pernah melakukan seks? Tidak—atau malah kau tak pernah mengalami masa heat?"

Itu benar.

Sialannya!

Taehyung tak pernah merasakan rasa heat.

Tetapi entah darimana kekuatan tersebut, ketika tangan Jungkook merambat menyentuh selangkangannya dan gigi taringnya mulai menusuk tengkuknya, kakinya yang berubah menjadi jeli memulihkan kekuatannya dan menendang perut detektif keparat itu dengan keras bahkan tak memberikan waktu untuk memikirkan apakah tendangannya melukainya atau tidak. Dengan kecepatan cepat mengambil pistol yang sempat terjatuh ke lantai kemudian mengarahkannya ke arah Jungkook yang masih sibuk menggeram kesal seraya memegang perutnya.

"Jika… Anda tak ingin ditembak… Jangan beri aku tanda oleh taring sialanmu…!"

Menjadi omega merupakan suatu ketidakadilan terutama jika telah diberi tanda oleh sang alpha yang sebenarnya menghentikan siklus heat mereka tetapi juga dapat diartikan bahwa mereka tak bisa melakukan hubungan seksual dengan siapapun selain sang alpha yang sudah menandai mereka. Memikirkan bahwa dirinya ditandai oleh detektif ini saja sudah membuatnya murka.

Namun Jungkook bagaikan telah kehilangan seluruh akal sehatnya tertawa seperti ada sesuatu yang lucu di hadapannya. Meski dengan wajah dipenuhi raut kesakitan, salah satu sudut bibirnya tertarik ke atas kemudian berkata tanpa adanya rasa takut akan keberadaan senjata yang mampu menembus tengkoraknya membawanya ke dalam kematian mutlak,

"Gun-play? Datang dari submisif? Interesting. You are truly interesting…"

Dirinya—menarik…?

Apa maksudnya?

"Tembak."

Entah kesekian kalinya wajah datar Taehyung berubah menjadi penuh dengan bermacam-macam ekspresi yang tak pernah dialaminya. Dimulai dari terkejut, ketakutan sampai kebingungan. Semua emosi yang tak pernah dirasakannya sampai saat ini. Kemampuan memecahkan masalahnya tak mampu menemukan jawaban akan sebab dari perintah Jungkook yang sama saja dengan mencari mati karena Taehyung yakin tak pernah sekalipun meleset dalam menggunakan segala macam pistol sampai senapan jarak jauh sekalipun.

Tatapan obsidian hitam kelam Jungkook menatapnya langsung tanpa terputus seolah menghipnotisnya untuk melakukan perintah tak masuk akal itu. Taehyung bukan takut membunuh orang lain melainkan membunuh detektif ini sekarang bukanlah bagian dari perjanjian antara dirinya dan kliennya. Apakah Jungkook sudah mengetahui sampai titik tersebut?

"Akan kukatakan sekali lagi."

"Tembak."

Keheningan melanda keduanya beberapa lama, melirik vas yang telah tamat riwayatnya hanya menjadi kumpulan beling berwarna di atas lantai kayu karena terkena peluru berkecepatan tinggi dan mengalihkan pandangannya ke depan lagi hanya untuk memenuhi kepuasan egoisnya—melihat pembunuh bayaran itu terkejut setengah mati dengan tembakannya meleset jauh. Tubuhnya bergetar, didominasi kuat oleh rasa tak percaya dan netranya berbinar oleh air mata.

"Omega tak akan melukai alpha -nya."

Mengatakannya dilengkapi dengan seringai kelam masih terpampang pada wajahnya, semakin menghantam Taehyung dengan tubuhnya yang tak dapat melawan seluruh fakta yang disampaikan oleh Jungkook. Merasa tak berdaya bagaikan boneka yang bisa dilemparkan ke dalam kobaran api membara oleh para alpha jika mereka menginginkannya.—tak dapat berdiri sendiri dengan pendapat mereka sendiri.

"Karena kalian para submisif hanya terbentuk untuk mengandung anak kami, para alpha."

"Para submisif seperti kalian tak berhakmelawan dominan kalian. Yang bisa kalian hanyalah—"

"Mengangkang dam menerima kenyataan bahwa kalian hanyalah mainan seks kami!"

Setelah berpuluh tahun hidup, meskipun tangannya menarik mayat dingin teman terbaiknya karena diperkosa paksa oleh para alpha sialan ini matanya tak mengeluarkan kristal beningnya akhirnya untuk pertama kalinya cairan tersebut keluar. Bukan karena perasaan sedih melainkan karena amarah yang telah bagaikan lava gunung berapi berkobar dalam dadanya. Dia tahu sejak awal bahwa para alpha itu merupakan makhluk paling brengsek dalam dunia dan dirinya telah menemui entah berapa yang sama brengseknya dengan detektif keparat ini tetapi entah mengapa emosi yang telah terkunci erat selama ini keluar.

Tertawa keras dalam hatinya melihat air mata dari pembunuh bayaran yang telah membunuh banyak orang ini demi uang Jungkook melemparkan hantaman terakhirnya.

"Sadari tempatmu berdiri, omega."

Seharusnya kau hanya merangkak dan memohon untuk digagahi, bukan membunuh para pemimpin yang merupakan para alpha murni.

Kau bahkan seharusnya tak berdiri dengan kedua kakimu.

Pergunakan tanganmu dan lututmu untuk bergerak bagaikan hewan tak layak.

Pergunakan tanganmu untuk membuka lebar lubangmu.

Pergunakan mulutmu untuk mendesah keras untuk melayani dominanmu.

Tanpa diberikan kesempatan untuk menolak atau melawan.

Katakanlah "terimakasih" saat dominanmu memukulmu saat dirimu gagal melayani dominanmu.

Hidupmu terletak di tangan dominanmu. Mereka layak membuangmu dan memungutmu.

Karena kalian dibuat bukan untuk menjadi manusia.

Para omega.

Semua amarah yang telah ditahannya selama entah berapa lama itu merembes keluar dari giginya yang saling bergesekan, berusaha menahan kepalanya agar tak meledak karena semua emosi yang terjadi di dalamnya. Teringat semua kata menjijikan dari semua orang yang ditemuinya mengenai para omega. Dan perkataan Jungkook merupakan kalimat yang sama. Diucapkan ketika salah satu teman dekatnya ditarik paksa dan diperkosa meskipun saat itu belum diketahui pasti apakah teman dekatnya adalah omega dan para alpha itu langsung memasukkan kejantanan ke dalam lubangnya dengan bermodalkan insting penampilannya terlalu cantik untuk menjadi selain dari omega.

Tubuhnya kesakitan, berteriak kesakitan, mengetahui niatnya yaitu memberikan pelajaran kepada detektif ini dan menurut sistem tubuhnya itu adalah tindakan yang salah. Seluruh pembuluh darahnya seolah saling menyimpulkan diri untuk memaksanya tak merasakan apapun dalam tubuhnya.

Dengan rasa sakit pertama kali ini, membuktikan bahwa Jungkook merupakan alpha-nya. Tak lain dari dirinya. Alpha yang telah ditakdirkan untuk menggagahinya dan membuahinya—

Sudut matanya meneteskan air mata lagi bukan karena emosi, murni karena rasa sakit dalam tubuhnya. Rasa sakit ini bahkan tak sebanding dengan rasanya tertembak di dada, seolah dapat membuatnya mati hanya dikarenakan rasa sakit kasat mata. Bahkan menggerakkan kaki pun sudah tak mampu, semuanya terasa mati. Seolah dirinya memang diciptakan bukan untuk menjadi manusia ketika berhadapan dengan alpha-nya.

Menggertakkan giginya keras, berusaha agar tak mengeluarkan ringisan kesakitan meskipun rasanya tak tertahankan. Tenggorokannya seolah tercekat ketika ingin mengeluarkan kata-kata yang sepertinya sistem tubuhnya menganggapnya sebagai kata perlawanan. Tapi meskipun bayarannya adalah nyawanya dia ingin—tidak, dia harus mengatakannya dengan lantang.

"Sadari… tempatmu…? Gagal melayani… kalian…?"

Jungkook sedikit merasa terkejut karena Taehyung menggumamkan kata-kata yang tak ia ucapkan. Mungkin kalimat terakhirnya memicu suatu ingatan dan berakhir menguasai kepalanya.

"Satu-satunya yang harus… menyadari tempatmu… adalah Anda…"

Terkesima dengan bagaimana Taehyung masih cukup kuat untuk menggerakkan kakinya. Karena dia pernah melihat bagaimana omega melawan alpha yang telah ditakdirkan dan mereka berteriak kesakitan, melaporkan bahwa rasanya tubuhnya menjadi remuk serasa ditindih oleh batu tajam kemudian ditusuk bertubi-tubi oleh pisau. Kalimat yang diucapkannya seharusnya memicu untuk sisi submisif sang omega datang bukan membuat kekuatan melawannya semakin kuat.

"Meskipun… Anda adalah alpha yang ditakdirkan… untukku…! Submisif…!"

Gerakannya tetiba, jelas menggunakan tenaga terakhirnya, tangannya tetiba bergerak mengambil kerah detektif tersebut dan menghantamnya dengan keras ke lantai. Kemudian sebagai pelampiasan terakhirnya, kaki kanannya menginjak keras perut lelaki yang terhantam ke lantai tersebut. Membuat mulut sang detektif terbuka menyuarakan teriakan bisu karena rasa sakitnya itu—kekuatan Taehyung sampai dapat mengangkatnya tak perlu dipertanyakan, organnya berasa pecah dan terluka parah.

"Tak hidup sebagai boneka pelayan para dominan keparat sepertimu!"

Seketika setelah teriakan penuh amarah tersebut meluncur keluar dari bibirnya, cairan merah kental mengikutinya dalam bentuk sebuah batukan keras. Keluar beberapa kali sampai cairan merah tersebut menetes ke lantai kayu tersebut. Kakinya sudah terlihat linglung, berusaha kuat menahan beban tubuhnya namun berujung bagaikan komputer yang dimatikan paksa, kakinya tertekuk tetapi tangannya tak membantu mempertahankan keseimbangannya membiarkannya terkapar bersamaan dengan tubuhnya.

Hanya terkapar tak berdaya dengan mata tertutup pucat beserta darah yang telah bercampur dengan salivanya merembes keluar.

Tak menunjukkan pergerakan sedikit pun, Jungkook mulai khawatir. Mengesampingkan semua rasa sakitnya untuk bangkit memanggil nama pembunuh bayaran itu, "Taehyung-ssi?" Namun tak ada jawaban. Hanya hening dingin.

Tak melihat pergerakan banyak bahkan dari gerakan pernapasannya, matanya membulat, tangannya segera membuka paksa kemeja yang digunakan oleh Taehyung dan betapa salahnya dia meremehkan sistem tubuh seorang omega. Kulit tan-nya menjadi dipenuhi oleh berbagai luka lebam dan di beberapa tempat seperti terjadi pembengkakan fatal yang seharusnya tak terjadi secepat ini berhubung pembengkakan terjadi karena infeksi jadi darimana semua ini datang?

Belum lagi organnya

Dengan mampu membatukkan darah sebelum terkapar pingsan—

Jungkook bangkit berdiri, melupakan segala rasa sakit dalam perutnya. Mencari dimanakah ponselnya, mencari salah satu kontak dari banyaknya kontak di dalamnya, setelah menemukannya sesegera mungkin meneleponnya. Menunggu tak sabaran sembari terus mencuri pandang tubuh Taehyung yang bisa berubah menjadi mayat dalam hitungan menit. Bukan ini yang diinginkannya! Bukan ini yang dicarinya!

Akhirnya panggilannya diangkat, tanpa dapat menyelesaikan kata sapaannya Jungkook telah memotongnya. Mengejutkan orang seberang dengan suaranya yang pecah dan putus asa—sama sekali tak seperti seorang Jeon Jungkook.

"Jin-hyung… Aku membutuhkan bantuanmu…"

.

.

.

To be continue

Tidak ada yang sadar diriku belum muncul selama delapan chapter ini? Sedihnya… Bahkan Jin-hyung sudah muncul dan hanya diriku yang terakhir muncul? Guess, the best is for the last yeah?

Apakah diantara kalian ada yang penasaran dengan kemunculanku nanti?

Nanti dalam maksud mungkin chapter selanjutnya, hahaha!

Tunggu kemunculanku selanjutnya~

I'm your hope—I mean I'm your despair.

See ya~

Follow me on other social media

Wattpad: min_ve

kiraranik

Instagram: min_veve