HAVING AFFAIR

Jeon Jungkook x Kim Taehyung, slight

KookJin, MinYoon and other cast.

Warning! This is mature content, gender swict for uke, and affair.

Please back, if you don't like straight fic.

.

.

.

.

.

.

Jam menunjukkan pukul lima sore saat Jungkook memarkirkan mobilnya. Lokasinya saat ini adalah area parkir luas yang terletak disalah satu sekolah ternama di Seoul. Tempat istrinya bekerja sebagai seorang guru FilosofiNegara dan baru-baru ini juga menjadi pembimbing untuk kelas home economics.

Jungkook memilih untuk tidak keluar dari mobil dan tidak menjadi sorotan siswa-siswa SMA kelebihan hormon. Jungkook itu objektif, dirinya tidak menolak jika disebut tampan, kan kenyataannya memang demikian. Bukan bermaksud narsis atau apa. Jungkook hanya tidak mau mengambil resiko dan jadi idola remaja dadakan jikalau penampakkan rupanya diarea sekolah yang masih ramai.

Netranya memindai dari ujung ke ujung area sekolah. Banyak orang berlalu lalang. Kebanyakkan adalah siswa-siswa dan beberapa staf maupun dewan guru. Dan salah satunya bukan Seokjin.

Sebenarnya, perihal jemput yang dilakukan ini, dia sama sekali belum memberitahu Seokjin. Niat Jungkook dari awal memang ingin memberi kejutan. Disusul kencan sambil berpegangan tangan, dinner makan malam, lalu mengakhirinya dengan kegiatan panas diatas ranjang. Tidak, tidak. Jungkook bukannya mesum, oke wajar jika seorang pria punya pikiran kotor. Hanya saja, dirinya dan Seokjin sudah hampir sebulan mereka tidak bermesraan dan berhubungan sex. Wajarkan kalau Jungkook minta jatah sebagai suami? Lagi pula tidak setiap hari.

Hampir sepuluh menit berlalu. Namun sosok Seokjin sendiri belum juga tertangkap netranya. Intensitas orang-orang yang berlalu lalang diarea sekolah mulai menurun. Lagipun, sepertinya kegiatan belajar telah usai tepat ketika Jungkook memarkirkan mobilnya.

Dimana Seokjin? Apa dia sudah pulang? Seokjin juga tidak tahu kalau Jungkook menjemputnya khusus hari ini, ah tidak bukannya Seokjin tidak mengenali mobil yang biasa Jungkook gunakan. Tapi, tunggu untuk apa juga Seokjin mengecek parkiran yang terletak disisi kiri, kalau Seokjin saja tidak bawa mobil.

Jungkook menepuk jidat. Bodohnya aku. Merutuk dalam hati

Lantas Jungkook secepat mungkin mengambil ponsel dari saku, tapi belum sempat menyentuh ponselnya. Sosok Seokjin yang baru saja keluar dari gedung sekolah membuat Jungkook kontan melompat keluar dari mobil. Kemudian melambai ringan, untungnya area sekitar telah sepi. Hanya ada mereka berdua sekarang. Kalau tidak, mungkin yang sekarang Jungkook lakukan sudah jadi pusat perhatian.

Tapi, dahi Jungkokk mengkerut begitu melihat wajah Seokjin. Terlihat begitu letih. Sontak perasaan khawatir memenuhi dadanya.

Disisi lain, Seokjin yang mendapati keberadaan Jungkook yang tengah melambai, juga merubah langkahnya menjadi lari. Tidak peduli dengan keselamatan tumitnya sendiri, Seokjin malah makin menambah laju larinya. Sebuah senyum terbentuk dibibirnya.

Seokjin bertanya-tanya, ada apa ini? Tidak biasanya Jungkook menjemputnya? Suaminya itu pria yang jarang punya waktu luang. Bahkan sedekar untuk makan.

Begitu melihat Seokjin yang berlari kencang, sangat bersemangat. Perasaan khawatir Jungkook menghilang. Digantikan rasa senang. Apakah sesenang itu rasanya dijemput oleh Jungkook? Kalau iya, mungkin Jungkook akan membuat jadwal khusus cuma untuk menjemput Seokjin.

Saat wanita cantik itu berhenti berlari, berdiri tepat di depan Jungkook dia langsung berkata, "ada apa ini?" napasnya terengah.

Jungkook tersenyum tipis.

"Menjemput mu?"

Dengan tangan bertumpu pada lutut dan tubuh membungkuk kedepan, tapi wajah menghadap Jungkook, Seokjin kembali berkata, "oh... Cuma jemput? Enggak ada yang lain?"

"Memangnya kau berharap apa? Kau tau aku tidak romantis'kan?"

Seokjin tertawa.

"Menjemput ku saat kau bahkan tidak punya waktu untuk makan adalah hal romantis."

Jungkook ikut tertawa. Tangannya lalu mendarat diatas kepala wanita didepannya. Menepuknya pelan.

"Kalau menurut mu ini romantis, akan ku jemput tiap hari. Bahkan akan ku antar juga kau berangkat kerja."

Seokjin merotasikan matanya. Menyingkirkan tangan Jungkook yang masih bertengger di kepalanya.

"Enggak sopan sekali dengan menepuk kepala orang yang lebih tua omong-omong," Seokjin berdecak pinggang, "enggak ah. Kalau kau jemput aku tiap hari, itu enggak akan jadi hal yang romantis lagi. Menurut ku hal yang umum itu enggak romantis."

Jungkook ikut merotasikan bola matanya.

"Aku itu suami mu. Kepala keluarga Noona. Mau kutepuk kepalanya mu juga tidak masalah, hanya karena kau lebih tua, eh? Bukannya yang biasa berkuasa untuk urusan ranjang itu aku? Memangnya Noona bisa apa?"

Jungkook menyeringai. Seokjin kontan mengangkat sebelah alis, astaga Jeon ini makin kurang ajar saja.

Jungkook merendahkan wajahnya sehingga wajah mereka berdua berhadapan begitu dekat.

Dan jujur saja membuat Seokjin gugup, kaku.

"Oh... Hal umum itu seperti ciuman? Ciuman dalam segala hal? Kalau begitu aku akan buat jadwal untuk mencium mu. Supaya Noona tetap menganggap ciuman itu sebagai hal yang tidak umum. Bagaimana?"

Suara Jungkook begitu lirih diakhir. Napasnya menyentuh bibir Seokjin. Dan entah mengapa membuat Seokjin merasa gatal pada bibirnya sendiri.

Saat itu juga, Seokjin memejamkan mata. Begitu merasakan napas Jungkook makin menerpa wajahnya, terutama bibirnya. Seokjin sudah siap apabila Jungkook menciumnya. Seokjin juga tidak peduli kalau ini masih tempat umum, lebih-lebih area sekolah. Karena ya Tuhan, Seokjin begitu merindukan pria Jeon ini; perhatiannya, kata-katanya, sentuhannya.

Sudah cukup lama Seokjin memejamkan mata, tapi rasa yang lembab dan basah belum juga menabrak bibirnya. Hal itu membuat Seokjin lalu membuka matanya. Merasa janggal dan berpikir kalau Jungkook yang menjemputnya itu cuma mimpi.

Namun ketika irisnya menemukan Jungkook yang tengah menatapnya dengan gesture mengangkat alis, Seokjin merasa kekesalan memenuhi hatinya.

Serta merta telunjuk wanita berusia dua puluh tujuh tahun itu teracung didepan pria Jeon. Disusul ucapan-ucapan dengan nada diliputi emosi.

"YA! JEON JUNGKOOK APA-APAAN ITU TADI! KAU MAU MEMPERMAINKAN KU?!"

Jungkook tertawa. "Tadi katanya kau menganggap hal umum itu tidak romantis?"

"YA TUHAN JEON, TAPI AKU ENGGAK BERKATA BAHWA CIUMAN ITU TERMASUK."

Seokjin mengatakannya sembari berteriak. Tak peduli lagi bahwa saat ini dirinya masih di Sekolah. Tak peduli juga bahwa kata-kata yang diucapkannya tadi cukup vulgar.

"Kau menyebutkan hal umum Noona. Hal yang paling sering dilakukan. Ciuman? Oh... Bukannya itu juga sering kita lakukan."

"YA JEON ITU BEDA! BEDA PABO!"

"Sama saja Noona. Harusnya kau jangan pakai istilah hal umum. Sebutkan saja langsung. Kan tak akan terjadi kekeliruan."

"YA JEON KAU ITU-"

Waktu netranya menemukan eksistensi seorang gadis yang kelihatan kesal, suara teriakan Seokjin tidak lagi terdengar telinganya. Atensinya teralih pada si gadis. Bukan gadis yang asing buat Jungkook. Jungkook amat sangat mengenal siapa gadis itu. Gadis itu-

Lagi, tatapan gadis itu juga tengah mengarah padanya, dan hal tersebut membuat iris mereka bersirobok. Mendadak gadis itu memutus kontak mata lebih dulu. Dengan raut masih kesal, gadis itu tiba-tiba berlari cukup kencang.

Tapi Jungkook tidak, matanya masih mengikuti pergerakkan gadis itu hingga benar-benar keluar dari gerbang sekolah. Bahkan ketika matanya tidak bisa lagi melihat keberadaan sang gadis, matanya masih terpaku pada tempat terakhir gadis tersebut tak terlihat lagi. Dengan tatapan tajam.

"Ya... Jeon Jungkook."

Jungkook masih termangu. Sama sekali tidak mendengar Seokjin yang memanggil namanya. Bahkan jeritannya pun tidak terdengar.

Seokjin menghela napas. Mencoba memanggil nama suami tercintanya sekali lagi.

"YAK JEON!"

Kali ini teriakan Seokjin disertai pukulan keras pada lengannya.

"Eh... Maaf Noona."

Lucu sekali ketika melihat orang sedingin Jeon Jungkook bisa bersikap seperti sekarang.

"Oh Jungkook ada apa dengan mu? Ah, sudahlah. Omong-omong kenapa kau menjemput ku tiba-tiba? Mr. Busy?"

Seokjin memasang gesture menjengkelkan -menggemaskan menurut Jungkook- andalannya.

Dan mau tak mau Jungkook dibuat kembali tertawa. Sejenak melupakan gadis yang berhasil membuat atensinya terpaku tadi. Kemudian berucap lembut.

"Ada banyak hal yang akan kita lakukan Noona."

.

.

.

.

.

.

Kejutan dengan menjemput Seokjin mungkin berhasil. Tapi, tidak dengan rencananya yang lain; kencan sembari berpegangan tangan, dinner berdua, dan kegiatan panas diatas ranjang. Intinya, hanya dua puluh lima persen dari rencana yang berhasil. Sisanya? Failed. Dan Jungkook jujur saja merasa kesal.

Oke mungkin ini bukan sepenuhnya salah Seokjin. Hanya saja kan-ya, sudahlah mungkin memang harus selalu begini akhirnya. Ditinggal sendiri dalam keadaan yang butuh belaian dan pelukan.

Namun Jungkook juga tidak bisa menyalahkan orang tua itu, ayah Seokjin. Mana ada yang mau masalah juga'kan? Lagi pula, apa salahnya kalau Seokjin sangat menjunjung tinggi perintah atau permintaan orang tua bukan?

Tapi, ya tapi pada akhirnya Jungkook lah yang jadi korbannya disini. Dirinya kembali teringat percakapannya dengan Seokjin beberapa waktu yang lalu.

Mobil yang dikendarai Jungkook melaju pelan. Membawa mereka ke destinasi yang sudah Jungkook tentukan.

Kala itu mobil hanya diisi keheningan. Jungkook fokus menyetir tanpa bicara. Seokjin juga tidak berniat mengajak suaminya ngobrol, terlalu fokus pada pemandangan dibalik kaca mobil. Hingga getaran ponsel dalam saku memaksa wanita itu untuk mengalihkan perhatiannya dari pemandangan monoton kota Seoul yang padat.

"Yeoboseyo, ayah ada apa?"

"..."

"Aku sehat ayah. Ayah sendiri bagaimana?"

"..."

"Ne, aku sedang tidak sibuk sekarang. Hanya ya, sedang kencan."

"..."

"Eh, apa harus sekarang maksud ku, aku juga sedang keluar dengan-"

"..."

Jungkook tidak memperhatikan gelagat istrinya. Hanya sekedar melirik dari ujung mata sekilas. Benar saja, istrinya rupanya sedang memandang Jungkook juga. Rautnya kelihatan bersalah dan menyesal. Jungkook mengernyit heran, mulai muncul kecurigaan dalam dirinya. Firasat yang mengatakan quality time nya dengan Seokjin bakal gagal.

Dan dugaan Jungkook diperkuat dengan ucapan Seokjin selanjutnya.

"Ne... Ayah. Jungkook pasti mau mengerti."

Cih... Benar'kan.

Lantas ketika Seokjin menolehkan kepala Pada dirinya, memasang wajah menyesal dan sedih, Jungkook malah jadi ikut merasa bersalah.

Memang sih ekspresi Jungkook sudah lebih dulu kelihatan kesal bahkan sebelum Seokjin berkata apapun. Seolah Jungkook sudah tahu apa yang akan Seokjin katakan, memang benar'kan. Tapi, apa salah kalau Jungkook marah? Dia'kan suami Seokjin; salah satu prioritas utama wanita itu sekarang.

Jadi wajar'kan kalau Jungkook merajuk kesal?

Namun lagi-lagi, entah dengan banyak alasan dan kata-kata indah yang maknanya adalah 'permohonan', Jungkook berkata iya dan mengantar Seokjin ke rumah sang Ayah pada akhirnya.

Seokjin tidak bisa pulang katanya. Kim Jongin perlu bantuan Seokjin untuk jadi tutor pribadi anaknya, Kim Mingyu yang juga adalah adik Seokjin. Menurut pesan yang Jungkook baca, katanya Mingyu butuh dibimbing supaya nilai dan kinerja lapanganya lebih dari memuaskan. Butuh dilatih mental juga katanya. Supaya bisa menjadi pemimpin yang ideal untuk perusahaan besar Kim Jongin dimasa depan.

Jungkook menghela napas berat. Mau kemana dia sekarang? Ikut menginap dirumah mertuanya? Oh, tidak terimakasih. Percuma saja, dia juga tidak akan bisa bermesraan dengan istrinya disana. Secara mertua Jungkook orang yang begitu kolot dan protective. Oke, mungkin sifat protective Ayah mertuanya merupakan suatu keuntungan buat Jungkook. Dengan begitu Jungkook tidak perlu khawatir soal Seokjin yang digoda banyak pria -kolega-kolega bisnis ayah mertuanya tentu kumpulan pria mata keranjang-.

Sialnya untuk Jungkook, sifat protective itu juga berimbas padanya. Iya, ayah mertuanya yang bernama Kim Jongin itu bahkan melindungi putrinya dari sentuhan Jeon Jungkook, yang notabene suami resmi anaknya sendiri. Bukankah itu menggelikan juga menjengkelkan. Bukannya wajar kalau seorang suami memberi kekang pelindungan berupa mengamit tangan istrinya maupun rangkulan pada pinggang sebagai bukti kepemilikan, supaya istrinya yang cantik tersebut tidak dilirik pria kurang ajar.

Hah... Ya sudahlah. Lupakan. Lagipula kejadian seperti ini -Seokjin meninggalkannya cuma untuk mengurus karir serta orang tuanya- sering terjadi. Jadi, ini adalah hal umum. Dan Jungkook akan memakluminya. Toh, Seokjin juga bukan pihak yang pantas disalahkan.

Sebenarnya kalau dipikir, Jungkook juga meninggalkan Seokjin saat istrinya butuh sandaran. Dengan intensitas sering.

Intinya, mereka satu sama.

Oke, sekali lagi lupakan saja.

Lantas sekarang, Jungkook mau kemana? Mau apa dirinya. Pulang ke mansion mereka -Jungkook dan Seokjin- dimana hanya ada kumpulan pelayan dan membuat moodnya tambah berantakan. Besok sabtu, akhir pekan dan sebuah anugerah karena Jungkook akhirnya bisa mendapat Weekend. Tapi, sayang sekali waktunya tidak tepat. Karena Justru Seokjin tidak bisa menemani Jungkook menghabiskan libur dua harinya.

Dia memang Aphrodite dan Athena dalam satu tubuh. Indah, cantik, bijak dan anggun. Sayang sekali aku bukan prioritas utamanya.

Kim Seokjin. Nama itu terlintas sepintas, kemudian satu nama dengan marga yang sama muncul dikepalanya. Ah, iya si gadis Kim muda itu.

Kenapa Jungkook tidak ke tempat gadis maniak belajar itu saja.

.

.

.

.

.

.

Jeon Jungkook adalah pria dingin. Objektif. Lidahnya tajam. Dan agak apatis dalam beberapa konteks. Hanya Seokjin sajalah yang pernah merasakan betapa hangat dan menyenangkannya pemuda itu. Orang tua Jungkook? Jangan tanya, memang karakternya yang begini berasal dari siapa?

Ah, iya Jungkook itu selektif. Tidak mudah tertarik. Bahkan jika itu tubuh lawan jenis. Bukan berarti Jungkook itu gay. Dia cuma tertarik pada para perawan saja. Karena dapat dipastikan mereka belum tersentuh dan tentunya sangat steril. Dia benci barang bekas. Menjijikkan.

Tentunya sebelum menikah dan pacaran dengan Seokjin, Jungkook punya banyak pengalaman seks. Dengan banyak gadis -Jungkook tidak pernah menghitung jumlahnya- berkualitas juga adalah kumpulan para perawan. Katakanlah biarpun dikenal dingin dan cerdas, dia tak ada bedanya dengan cowok bejat. Yang butuh hasrat seksualnya terpenuhi. Oh, tapi Jungkook menolak kalau disebut mata keranjang.

Tentu, saat berhubungan seks dulu, Jungkook sama sekali tidak memandang atau menilai wajah setiap gadis yang ditidurinya. Asal dia masih belum tersentuh dan seksi tentu saja, Jungkook tidak masalah. Toh, dirinya juga bukan menikmati wajahnya. Tapi hanya tubuhnya.

Oleh karena itu, saat Jeon Jungkook dihadapkan pada godaan semacam Kim Taehyung, seorang gadis super selektif seperti dirinya. Dan tentunya masih sama sekali belum tersentuh. Mengingat karakter gadis itu sendiri. Menggodanya dengan kerlingan serta jemari yang menari-nari di tubuh Jungkook. Menawarkan diri untuk ditiduri, dijadikan simpanan dan semacamnya. Jungkook sama sekali tidak punya alasan untuk menolak.

Menepis fakta bahwa dia sudah menikah. Dan bermain dengan perempuan lain selain istrinya. Yang parahnya lagi adalah adik kandung Seokjin sendiri.

Tapi, waktu itu bolehkan Jungkook menyalahkan Seokjin? Yang selalu mengutamakan ayahnya? Tidak memenuhi kebutuhan seksual Jungkook?

Iya. Itu salah Seokjin. Meski Jungkook mencintai Seokjin, dirinya juga tidak bisa kalau Seokjin terus menerus bersikap begini.

Jungkook juga salah. Mengkhianati Seokjin. Bersikap seolah tak ada apa-apa. Menjadi seorang liar. Bermain api sembarangan.

Tapi sayangnya, Jungkook sama sekali tidak mau memadamkan api itu.

Terlalu rugi. Lalu, jika Jungkook membuang Kim Taehyung sebagai pemuasnya, apakah Seokjin akan memberi'kan lebih banyak perhatian? Kalau memang iya, Jungkook juga tidak berniat melepaskan Kim Taehyung.

Gadis cantik dan sesungguhnya jalang itu berhasil membuat Jungkook ketergantungan. Bukan cuma karena tubuhnya, tapi segala yang ada pada gadis itu membuat darahnya berdesir. Bukan cinta tentunya. Jungkook masih waras kalau dirinya hanya mencintai Seokjin saja.

Yang Jungkook rasakan pada Kim Taehyung adalah nafsu belaka. Tentu saja, boneka pemuas tidak butuh cinta. Hanya butuh sentuhan kasar semacam rough sex.

Apa Jungkook merasa bersalah? Sangat. Tapi apa yang bisa dilakukan orang yang telah kacanduan? Melakukan hal yang menjadi candunya terus menerus. Seperti yang Jungkook lakukan pada Taehyung.

Persetanan.

Semua ini juga berawal karena Seokjin'kan?

.

.

.

.

.

.

Apartemen itu terletak di Distrik Gangnam. Salah satu Distrik terelit di Seoul. Tempat Kim Taehyung tinggal dan tempat yang biasa Jungkook habiskan ketika Seokjin pergi ke rumah orang tuanya.

Jungkook berdiri didepan pintu apartemen milik Kim Taehyung. Lalu menekan knop pintu setelah sebelumnya memasukkan password serta sidik jari. Pria itu lalu masuk tanpa ragu. Tanpa berkata apa pun. Lagi pula, buat apa? Kim Taehyung juga pasti justru akan senang dengan kehadirannya. Mengapa begitu? Karena memang begitu.

Walau mungkin sekarang, gadis itu sedang dalam mode cemburu. Mengingat mata mereka yang bersirobok di parkiran beberapa jam yang lalu. Dan bagaimana gadis itu melihat interaksi Jungkook dan Seokjin. Ya, gadis itu adalah Kim Taehyung. Karena itulah Jungkook begitu familier. gadis yang sama sering menghangatkan ranjang Jeon Jungkook.

Begitu Jungkook melihat Taehyung yang tengah duduk di Sofa dengan raut dongkol dan masih mengenakan seragam, Jungkook tersenyum tipis. Tipis sekali.

Didepan Kim Taehyung, Jeon Jungkook tidak pernah memperlihatkan sisi yang sama seperti yang biasa dirinya tunjukkan pada Seokjin. Itu khusus cuma untuk Seokjin.

Didepan Kim Taehyung, Jeon Jungkook akan bersikap seperti bersikap pada kebanyakan orang. Dingin, datar, irit bicara dan kasar -dalam hubungan seksual-.

Mengapa Jungkook bersikap demikian? Jelas karena Jungkook tidak mencintai Taehyung. Hanya mencintai tubuhnya.

.

.

.

.

Taehyung memandangnya memicing. Tangan bersidekap dengan posisi duduk angkuh. Wajahnya menyuarakan kekesalan luar biasa. Kemudian dengan kata-kata yang diliputi kekesalan pula, Taehyung berkata pada Jungkook.

"Kenapa kau kemari. Pergi cepat. Urusi istri mu."

Galak sekali gadis ini kalau sedang marah. Beda sekali kalau diranjang. Taehyung itu binal sekali.

"Bukannya kau senang kalau aku kemari."

Jungkook berujar sembari melepas jas.

Tanpa ada niatan mau menatap Taehyung yang telah mengembangkan senyum diwajahnya.

Gadis cantik itu berdiri, rambut coklatnya berkibas indah gemulai. Berjalan menuju Jungkook lalu menggantikan tangannya yang hendak melepas dasi.

"Pasti ada alasan lain kau datang kemari? Apa karena mendadak ayah membutuhkan Seokjin, saat kau sendiri butuh tempat untuk melampiaskan nafsu mu, hm?"

Diamnya Jungkook cukup menjawab pertanyaan Taehyung. Jemari Taehyung sendiri menari di atas dada bidang pria itu. Menggodanya sebentar, lalu tanpa ragu membuka kancing teratas kemeja Jungkook. Disusul kancing yang kedua, gerakannya begitu sensual. Turun sejengkal demi sejengkal. Sama seperti ketika gadis itu pertama kali menggodanya.

Jungkook memang tidak berniat melakukan apapun. Biarkan gadisnya ini bekerja sendiri. Lagi pula Taehyung profesional dalam hal memuaskannya. Tanpa perlu dibimbing, gadisnya itu tahu apa yang harus dilakukan agar Jungkook merasa puas. Bahkan lebih baik dari Seokjin.

Lalu, ketika gadis itu mendorongnya ke Sofa dan duduk dipangkuan Jungkook, mendaratkan lumatan pada telinganya, memancing serigala yang awalnya kelaparan makin kepalaran, Jungkook memutuskan membalas sentuhan Taehyung.

Tangannya gemas meremat pinggul Taehyung.

Membuat gadis dalam pangkuannya tersentak. Aktivitas memakan telinga yang gadis itu lakukan pun terhenti. Jungkook terkekeh pelan, kepala gadis Kim itu jatuh ke bahunya. Tangan kekarnya perlahan naik menuju pinganggang, jemarinya berputar disana. Lalu tiba-tiba tangan Jungkook turun kebawah, meremas gemas pantat Taehyung. Menyebabkan gadis dalam pangkuannya mendesah.

"A-ah..."

"Jung.. Ah-hah.."

Ya, hanya seginilah daya tahan Kim Taehyung. Tubuh gadis ini begitu sensitif. Hal inilah yang membuat Jungkook makin kecanduan.

Lidah Jungkook terjulur keluar. Menyerang leher; menggigit, menjilat secara vertikal, berhenti disatu titik bekas gigitan, kemudian kembali menggigitnya sampai memerah, membentuk kissmark.

"Je-ah... Janganm.. Ahk-huh.. Kissmark-ahn. "

Gadis itu seolah menyuarakan protes dalam desahannya. Menyuruhkan berhenti memberikan kissmark, tapi sesungguhnya gadis itu tidak ingin Jungkook berhenti.

Tangan kanan Jungkook membuka kancing kemeja sekolah Taehyung, Taehyung sendiri tampak tidak menyadarinya, sibuk mendesah panas. Saat kancing-kancing kemeja telah terbuka sepenuhnya, tangan Jungkook meremas dada Taehyung. Dapat Jungkook rasakan Taehyung tersentak untuk yang kedua kalinya.

Jungkook tersenyum miring.

"Ada apa Kim? Menyerah hanya karena aku menggerayangi mu?"

Taehyung menggeleng. Menahan desahan. Membuatnya makin terlihat menggemaskan dimata Jungkook.

Pria itu memutuskan untuk bermain-main dengan dada Taehyung; meremasnya kasar. Kemudian kembali menjilat leher dan menyeret lidahnya ke tulang selangka gadis itu.

"Uhm... Hm-ah.."

Gagal menahan desahan, eh?

Jungkook merasa sepasang tangan gemetaran menarik kepalanya. Disusul sebuah bibir yang menciumnya. Dalam hati Jungkook begitu puas melihat ekspresi Taehyung. Begitu putus asa, wajah memerah sampai napas terengah.

Ciumannya juga menurut Jungkook masih amatir, dibandingkan Seokjin. Gerakkan lidahnya kaku dan kacau dalam mulut Jungkook. Meskipun gadis itu tahu bagaimana cara memuaskan Jungkook, tapi tidak dengan ciumannya. Ciuman Taehyung memang kurang memuaskan, disisi lain mengundang gairah. Dan Jungkook makin terpancing untuk segera membuat gadis itu mengangkang lebar-lebar.

Kontan saja, Jungkook mendorong lidah gadis itu dengan lidahnya. Balas menginvasi mulut Taehyung. Menjilati langit-langit serta gigi-gigi nya yang terkecap manis, mebelit lidahnya yang hangat, menghisap bibir lembut berperisa strawberry tersebut. Terobsesi membuat bibir adik iparnya bengkak.

Satu tangan Jungkook menahan tengkuk Taehyung memperdalam ciumannya, sementara tangan yang lain meremas lagi pantat gadisnya.

Taehyung sudah tidak berdaya. Dia mulai menjadi pihak penerima. Tidak mampu lagi membalas sentuhan Jeon Jungkook. Apalagi saat jemari pria itu mulai mengelus pahanya. Masuk ke dalam roknya.

Jemari Jungkook menyusup masuk ke dalam celah celana dalam Taehyung, mengelus daerah genitalnya. Membuat Taehyung bergetar. Desahan makin terdengar nyaring begitu jari-jari panjang Jungkook masuk kedalam celah diantara genitalnya.

.

.

.

.

.

Taehyung bangun ketika mendengar jam digital disamping ranjang berbunyi. Menunjukkan pukul tujuh pagi. Gadis itu meringis pelan begitu nyeri melanda bagian bawah tubuhnya. Belum lagi seluruh badannya seakan remuk. Keadaan ini terjadi tentu saja karena seks semalam.

Bukan seks kasar. Melainkan seks vanilla yang manis. Dan Jungkook memperlakukannya cukup lembut dibandingkan biasanya semalam. Kalau boleh jujur, Taehyung agaknya senang. Tidak biasanya lelaki itu bersikap lembut padanya saat berhubungan. Mereka biasanya lebih banyak melewati seks panas yang kasar, yang sangat Taehyung sukai.

Omong-omong, dimana si Jeon? Apa sudah pergi? Padahal'kan ini weekend. Memang sih terkadang Jungkook tetap pergi ke kantor meski itu hari libur, lagi pula buat apa juga Jungkook tinggal. Toh hasratnya juga telah terpenuhi.

Setitik rasa sesak muncul dalam dada. Akhir dari seks yang mereka lakukan selalu begini; Jungkook meninggalkannya tanpa mengirim pesan. Dan saat Jungkook membutuhkan tubuhnya, pria itu juga tidak memberitahu nya lebih dulu. Sama seperti seorang pelacur yang ditinggal pergi pelanggannya setelah pelanggannya merasa puas.

Ah, iya Taehyung ingat. Titelnya kan memang pelacur. Dia itukan cuma pelacur pribadi pria Jeon itu.

Intinya sih-

Datang disaat butuh, pergi setelah puas.

Apa begitu murahnya Taehyung di mata Jeon Jungkook?

Kemarahan juga sesal mendadak memenuhi hati Taehyung. Mengapa dirinya harus jatuh pada manusia seperti Jeon Jungkook? Pada suaminya kakaknya sendiri pula? Kenapa juga rasanya sulit sekali menepis perasaannya? Dan mengapa Taehyung menawarkan diri untuk ditiduri malam itu?

Lantas sekarang, Taehyung mesti bagaimana?

Saat kepalanya berkecamuk dengan isi pikiran, rupanya sosok yang menjadi topik utama dalam pikiran membuka knop pintu kamar. Menyebabkan Taehyung mengalihkan perhatiannya pada pintu.

Untuk mendapati pria Jeon itu membawa sebuah mangkuk dan segelas air.

Untuk sesaat Taehyung terdiam. Bukan karena visual rupawan kakak iparnya, oke mungkin seperempat. Melainkan karena Jungkook ternyata masih di Apartemennya. Astaga? Sungguh? Jeon Jungkook masih di Apartemennya? Berarti semalam Jungkook tidur dengannya juga? Maksud Taehyung tidur yang sebenarnya. Biasanya Jungkook tidak tinggal lebih lama dari sepuluh menit, lantas pergi tanpa bilang apa-apa.

Bolehkan Taehyung merasa senang? Sangat senang malah. Perasaannya berbunga.

Setelah seks vanilla semalam, sekarang Jungkook membuat Taehyung malu sendiri karena perhatian yang pria itu berikan.

Meski perhatian skala kecil sih.

Astaga sumpah, persaan sesal juga kemarahan itu menguap hanya karena hal kecil yang Jungkook lakukan. Mudah sekali rasanya Kim Taehyung memaafkan Jeon Jungkook. Mungkin karena ini kali pertama nya pria Jeon itu melakukan hal seperti ini padanya. Oke, mungkin beberapa kali pernah sih, tapi Taehyung tidak yakin.

"Bagaimana tubuhmu? Masih sakit sekali?"

Oh, god.

Demi Park Jimin yang pendek dan pacarnya guru seni musik yang galak Min Yoongi, Taehyung merasakan kembang api yang meletup-meletup dalam hati.

Ini nyata bukan? Jungkook tidak pernah menanyakan kondisi tubuhnya selama ini. Bahkan jika Jungkook bermain kasar, hingga menerapkan konsep bdsm dalam seks mereka. Sekali lagi, Jungkook tidak pernah menanyakan kondisinya.

Dan tiba-tiba sekarang, ada apa dengan Jungkook?

"Makanlah."

Jungkook menyodorkan mangkuk berisi bubur pada Taehyung.

Taehyung tergagap. Tak lama berselang, mengangguk kaku. Sejujurnya Taehyung masih belum sangat tidak terbiasa, hal yang Jungkook lakukan sangat tiba-tiba. Dan menurut Taehyung, itu manis.

Gadis itu menggerakkan tangannya, namun malah ringisanlah yang keluar.

Ya, tuhan apa yang terjadi dengan tangannya? Kenapa terasa sakit sekali? Padahal kemarin tangannya baik-baik saja.

Disisi lain, Jungkook yang melihatnya menghela napas. Apa Taehyung selalu begini setelah seks yang mereka lakukan? Kenapa gadis ini tidak pernah bilang.

"Biar ku suapi."

Jungkook berucap lembut. Tidak terdengar dingin.

Taehyung terpaku sesaat. Lalu mengangguk lagi.

Taehyung tersenyum begitu melihat Jungkook menyodorkan sendok berisi bubur padanya. Tanpa kaku menerima suapan demi suapan yang Jungkook berikan padanya.

Jungkook agaknya merasa bersalah. Sebab, Taehyung yang kesakitan begini adalah karena ulahnya. Meskipun bukan sepenuhnya ulah Jungkook. Karena Taehyung lah yang menggodanya duluan.

Sebenarnya, tanpa Taehyung menggodanya pun, semua akan berakhir dengan seks. Karena itulah tujuan Jungkook dari awal sejak memutuskan datang ke Apartemen Taehyung.

Walaupun dari awal Jungkook berkomitmen untuk memperlakukan Taehyung layaknya boneka, tanpa diberi perhatian. Tapi, saat menyadari Taehyung juga manusia dan seorang gadis pula, bagaimana mungkin Jungkook setega itu memperlakukan Taehyung begitu buruk lebih lama lagi. Ini saatnya revolusi hubungan, kearah yang jauh lebih manusiawi. Lagi pula, semua tidak selalu sejalan dengan apa yang kita rencanakan.

Bahkan untuk orang secerdas Jungkook.

Jadi, saat Jungkook mengucapkan kata yang sukses membuat Taehyung tersedak selagi makan. Jungkook sudah memikirkan semuanya baik-baik.

"Mau jalan dengan ku setelah kau mendingan? Aku juga tidak masalah kalau harus menggendong mu sepanjang jalan. Lagipula kau tak bisa jalan karena aku juga."

Anggaplah yang Jungkook katakan dan akan dirinya lakukan adalah sebuah maaf. Walau tidak setimpal dengan sakit yang Taehyung rasakan. Tapi, setidaknya ajakkan Jungkook dapat membuat gadis itu senang.

Dan lagi, tidak akan terjadi apa-apa jika Jungkook bakal bersikap lebih lembut dan hangat pada Taehyung. Jungkook juga tidak berniat jatuh cinta pada adik iparnya sendiri. Benarkan?

Sampai akhir, hubungan mereka tidak akan berubah. Begitulah menurut Jungkook setidaknya. Untuk sekarang.

.

.

.

.

.

.

Tbc.

.

.

.

.

Makasih udah baca dan review ~~