Pagi dingin di awal musim gugur, udara dingin yang serasa menusuk tubuh, namun mentari tetap konsisten akan tugasnya. Menyinari dunia dengan cahayanya yang membawa kehangatan tersendiri, setidaknya dapat sedikit mengurangi hawa dingin. Jam masih menunjukkan pukul tujuh pagi, dan kebanyakan orang masih terlelap dalam tidurnya, menikmati mimpi, atau bahkan bergulat dengan gaya gravitasi kasur. Yah intinya, ini masih terlalu pagi untuk beraktivitas.

Meskipun begitu, ada juga beberapa orang yang justru memanfaatkan waktu bagi ini untuk melakukan banyak kegiatan lain selain melanjutkan mimpi. Seperti para ibu yang tengah sibuk menyiapkan keperluan keluarganya, atau para pedagang yang sedang bersiap untuk berjualan. Ada juga yang tengah melakukan kebugaran fisik, seperti berolahraga di sekitar rumah.

Untuk Naruto sendiri, dirinya membantu menyiapkan barang-barang di toko permen. Kemarin Naruto memang berencana membantu nenek pemilik toko untuk membersihkan tokonya, dan karena ini bukan hari libur, jadi Naruto memutuskan membantu di pagi hari. Tidak ada alasan khusus untuk pemuda itu melakukannya, bahkan bisa dikatakan Naruto sering membantu di sini. Selain sebagai tanda terima kasih karena sudah mengizinkannya untuk tinggal di apartemennya, hitung-hitung olahraga juga.

Bukan, bukan berarti si nenek tidak memiliki sanak keluarga untuk membantunya. Ia memiliki 2 putra, dan keduanya telah menikah serta dikaruniai anak. Putra sulungnya dikaruniai sepasang anak kembar, laki-laki dan perempuan serta keduanya bersekolah bersama Naruto. Sedangkan putra bungsunya tinggal di kota sebelah, mempunyai seorang anak perempuan yang masih berada di tahun ketiga SMP.

Untuk suami sendiri, beliau telah meninggal sekitar tujuh tahun lalu, karena itu sampai saat ini si nenek tinggal dan mengurus toko permen ini sendirian.

Itu juga tidak berarti dia ditelantarkan kedua anaknya, salah jika berpikir demikian. Justru sebaliknya, mereka sangatlah peduli dengan keadaannya, hampir setiap hari putra sulungnya datang menjenguk. Bahkan istrinya setiap hari selalu datang membantu saat pekerjaan rumahnya telah selesai, kedua anaknya juga selali datang menginap secara bergiliran, terkadang juga mereka menginap bersama.

Untuk putra keduanya, karena dia tinggal di kota sebelah, dia hanya datang saat akhir pekan saja. Menghabiskan dua hari libur di rumah kelahirannya. Intinya, saat akhir pekan adalah waktu di mana mereka sekeluarga berkumpul, menghabiskan waktu bersama-sama. Karena itu pula si nenek tidak pernah merasa kesepian, bahkan setelah suaminya pergi terlebih dahulu.

Pagi ini, Naruto datang membantu karena kebetulan kedua cucunya yang biasa menginap sedang disibukkan oleh kegiatan klub dan kelas. Secara kebetulan keduanya berada di kelas dan klub yang sama, dan karena sebentar lagi akan diadakan festival budaya, maka mereka berdua sibuk mengurusi itu semua sehingga tidak dapat menginap.

"Gomen ne, Naruto-chan ... Membuatmu harus membantu nenek tua ini di pagi buta."

"Maa ... Maa ... Jangan dihiraukan, Nek. Lagi pula hitung-hitung peregangan, hehe ..."

Suara parau dengan nada bercanda dari si nenek, dan suara bersahabat dengan nada khas disertai senyuman lebar Naruto. Keduanya saling melempar senyum khas masing-masing, membuat suasana terasa hangat di sekitar keduanya.

Bagi si nenek sendiri, kehadiran Naruto dapat membuat suasana baru di sekitarnya. Pemuda itu seolah-olah dapat memberikan pengaruh sendiri bagi sekitarnya, membuat orang-orang yang berada dalam ruang lingkupnya merasakan perasaan nyaman tersendiri. Para anak – cucuknya juga masih memperhatikan dia, bahkan sangat prospektif. Tapi, Naruto seolah membawa warna sendiri, satu tahun anak itu menetap di apartemennya, dan selama itu pula ia merasa memiliki seorang anak lagi. Ketiga cucunya juga akrab dengan pemuda itu, dua di antaranya karena merupakan teman sekolah dengan Naruto. Serta yang satunya lagi, mereka akrab sebab sering bertemu saat membantu toko di akhir pekan

"Baiklah Nek, karena sudah semua. Aku akan kembali ke apartemen "

Sebelum benar-benar meninggal toko, langkah kakinya berhenti tatkala si nenek memanggil namanya, "Bisa tolong antarkan ini pada Darui dan Karui? Aku yakin mereka tidak membawa bekal makan siang."

Si nenek kemudian menyerahkan barang yang ia bawa, sebuah goodie bag sedang berisi tiga buah kotak bento. Setelah menerimanya Naruto mengerutkan kening, pandangan pemuda ini berpusat pada isi dari kantung yang dia pegang. Tiga buah kotak bento yang dibungkus oleh kain beda warna, merah, kuning, dan jingga. Bukan warna yang Naruto permasalahan, melainkan jumlah kotak makan siang dari kantung yang ia terima.

"Em ... Bukankah tadi nenek bilang untuk menyerahkan ini pada Darui dan Karu? Lalu kenapa jumlahnya kelebihan satu?" tanya Naruto atas kebingungan yang menyerang isi kepalanya.

"Yang dibungkus kain Jingga itu untukmu. Sebagai tanda terima kasih karena sering membantuku," Naruto mengangkat dan membuka kantung yang dia bawa, dipandangnya sejenak isi dari kantung tersebut, lalu menurunkannya kembali.

Bibirnya terangkat, membentuk sebuah kurva kecil di sana. Seulas senyum simpul terpatri di wajah tampan pemuda itu. Kemudian Naruto mengucapkan terima kasih dan membungkukkan tubuhnya. Setelah itu melangkah keluar dari toko, meninggalkan si nenek yang senantiasa tersenyum ke arahnya.

.

.

.

Trouble Life

©Mashashi Kishimoto

©Ichi Ishibumi

©Other Author

.

10

Kembali seperti Seharusnya

.

.

.

Jika saat ini kau berkunjung ke akademi Kuoh, maka kau akan menemukan beberapa siswa yang sedang beraluan di sekitar lorong sekolah. Bukan karena ini jam makan siang, bukan juga karena sedang pergantian jam pelajaran. Bahkan bisa dikatakan kegiatan belajar-mengajar baru dimulai sekitar satu jam yang lalu, di sekolah ini sendiri satu jam pelajarannya berlangsung selama empat puluh lima menit, dan satu mata pelajaran minimal menghabiskan waktu sembilan puluh menit. Jadi masih sekitar setengah jam lagi hingga pelajaran berikutnya dimulai.

Sebenarnya, bukan tanpa alasan mereka berhaluan di lorong seperti itu, serta beberapa orang yang dimaksud di sini adalah para siswa yang tergabung dalam kepanitiaan festival budaya saja. Sepuluh hari telah berlalu semenjak secara sepihak Shikamaru menunjuk Naruto sebagai ketua pelaksana, dan itu artinya hanya tersisa waktu tiga minggu lagi bagi mereka mempersiapkan festival budaya ini. Oleh karena waktu yang semakin sempit, ditambah masih banyak hal yang harus dipersiapkan. Maka, mau tidak mau mereka harus segera memulainya dari sekarang, itu juga berarti mereka harus mengorbankan waktu belajarnya. Semakin banyak waktu untuk mempersiapkan, semakin baik juga sebuah acara akan berlangsung. Begitulah kira-kira apa yang Shikamaru katakan, dengan wajah malasnya.

Sepuluh hari terlewat juga bukan terlewat begitu saja, bagi sebagian orang, mereka telang membangun akan seperti apa acara nanti berlangsung. Juga, sekembalinya Sona dari program pertukaran pelajar dengan Konoha beberapa hari yang lalu, kemarin mereka segera melakukan rapat perdana untuk pembentukan kepanitiaan. Perwakilan kelas sendiri sudah diumumkan oleh anggota OSIS minggu lalu ke setiap kelas, karena itu kemarin para wakil kelasnya masing-masing dapat ikut hadir dalam rapat perdana.

Meskipun secara langsung Naruto telah ditunjuk sebagai ketua pelaksana. Namun sebagai formalitas, mereka tetap melakukan pembicaraan lebih lanjut. Hasilnya adalah 99% menerima Naruto sebagai ketua, satu persen sisanya adalah suara Naruto sendiri. Oleh sebab kalah jumlah, maka segala argumen penolakan dari Naruto pun ditolak dengan tegas, dan Shikamaru tersenyum puas karenanya.

Selanjutnya wakil ketua, dipegang oleh Sona atas persetujuan dari semua pihak termasuk Sona sendiri. Hal ini hampir membuat Naruto melompat keluar ruangan dari jendela yang sejatinya berada di lantai tiga. Tentu saja Naruto berniat begitu. Hey! Mereka dengan begitu saja menunjuk dirinya tanpa meminta persetujuan, bahkan argumennya ditolak mentah-mentah. Sedangkan untuk Sona malah ditanya kesanggupannya lebih dulu. Di mana keadilan untuk dirinya di sini.

Baik, yang lalu biarlah berlalu. Jadinya itu sebagai pelajaran untuk masa depan agar tidak terlibat lagi dengan hal-hal seperti ini. Naruto sendiri tidak mempermasalahkan dirinya yang dipaksa menjadi ketua pelaksana, lagi pula ada Sona sebagai wakilnya. Walaupun itu bisa menjadi hal baik dan buruk secara bersamaan, mengingat seperti apa Sona ...

Cantik, manis, menawan, elegan, anggun, tegas, cerdas, disiplin, berwibawa, bertanggungjawab, pengertian, perhatian, baik pula. Walau dadanya saja rata.

Secara tiba-tiba Naruto merasakan tengkuknya dihantam oleh sesuatu, dengan segera ia palingkan kepalanya. Dipandangnya orang yang barusan menghantam tengkuk pemuda itu.

Surai hitam sebahu yang sedikit bersinar terkena pantulan cahaya matahari dari jendela, manik violet yang dibingkai oleh kacamata berwarna serupa, wajah putih tanpa noda, kerutan, plak, komedo ataupun jerawat.

Dipandangnya orang itu dari atas ke bawah, lalu naik lagi ke atas. Kemeja putih dengan dasi merah yang diikat simpul kupu-kupu, dibalut oleh almamater hitam bergaris putih. Rok pendek di atas lutut berwarna hitam putih dengan garis-garis merah pada warna hitamnya, dan garis hitam pada warna putih.

Wajah cantik, kacamata sedikit besar sehingga terlihat manis, tubuh agak kecil yang justru nampak manis, tampilan dan hiasan di wajah yang memesona, penampilan elegan, almamater yang membalut tubuh memberi kesan berwibawa, proporsi dan lekuk tubuh anggun, juga aura tegas yang terasa menguar dari gadis di depannya dapat Naruto rasakan. Serta dada rata yang tidak luput dari pandangan Naruto.

"Tunggu, apa-apaan tatapan mesum yang kau arahkan padaku itu?"

"Hah?"

*Kenapa kau malah memasang wajah bego, bodoh?"

"Tunggu- tidak- kenapa kau malah menimpukku dengan buku ensiklopedi setebal itu, hah?"

"Bicaralah yang benar, bodoh!"

"Jawab saja pertanyaanku!"

"Kau yang justru menjawab pertanyaan dengan pertanyaan, bodoh!"

"Berhentilah memanggilku bodoh, bego!"

"Itu karena kau memang bodoh- tidak, benar-benar bodoh malah, dasar bodoh!"

"Oy! Bukannya itu kebanyakan kata bodoh?"

"Siapa yang peduli dengan itu ..."

"Tentu saja aku peduli!"

"Tapi aku tidak tuh ..."

"Kono onna ..."

Pada akhirnya, perdebatan mereka harus berhenti karena sebuah teguran dari guru. Yah, itu juga sebab mereka berdebat di lorong saat pembelajaran masih berlangsung, jadi tentu kegiatan tidak berguna mereka mengganggu yang lainnya. Meski bagi sebagian orang itu menjadi menjadi hiburan tersendiri, pasalnya jarang sekali dapat melihat wakil ketua bersikap, bahkan bersuara sekeras itu hanya untuk memperdebatkan sesuatu yang yang tidak penting.

Dan bukan tidak mungkin, jika saja perdebatan mereka tidak dihentikan. Besar kemungkinan keduanya akan lupa tujuan awal kenapa mereka meninggalkan kegiatan belajar-mengajar.

"Lihatlah, karena perbuatanmu kita jadi terlambat."

"Ap- oy! Bukankah seharusnya aku yang mengatakan itu?"

"Kau ingin berdebat lagi?"

"Kau yang memulai, bego!"

"Menyalahkan wanita, betapa hinanya dirimu ini ..."

"Karena itu jelas kau yang memulainya! Bahkan saat kita ditegur oleh guru tadi!"

"Sudah jelas-jelas itu salahmu. Kenapa juga kau memandangku dengan pandangan mesum dan menjijikkan seperti barusan, hah?"

"Itu karena kau menimpukku dengan buku tebalmu itu!"

"Apa! Jadi kau mempunyai fetis seperi itu? Menjijikkan- tidak, hina sekali. Tolong menjauh dua puluh meter dariku mulai sekarang ..."

"AAARRRGGGHHH!"

Mulai saat ini, detik ini. Ingatkan dirinya agar jangan pernah berurusan lagi dengan gadis cantik berdada rata itu lagi. Tidak akan pernah!

Pada akhirnya, mereka berjalan beriringan dengan perasaan masing-masing. Naruto dengan perasaan kesalnya yang tergambar jelas di wajah pemuda itu, bahkan setiap langkah kakinya terasa berat. Sedangkan Sona sendiri, gadis itu senantiasa berjalan anggun di samping Naruto sambil mulutnya ia tutupi dengan buku yang dia bawa. Keduanya berjalan bersama ke ruang rapat yang berada di langai tiga, dan mereka terlambat selama lima belas menit.

.

.

.

.

.

Seminggu yang lalu, Stasiun Barat Konoha

Seorang pemuda tampak sedang berdiri di depan pintu masuk stasiun. Rambut pirangnya membuat pemuda itu terlihat lebih menonjol dari orang-orang di sekitarnya, apalagi dengan manik mata berwarna biru dan tiga pasang garis di setiap sisi wajahnya. Setiap orang pasti akan berasumsi bahwa dia adalah seorang turis.

Namun faktanya, ia seratus persen kelahiran Jepang, meski terdapat sedikit gen dari ayahnya yang merupakan keturunan Eropa. Tapi dirinya lahir di tanah kekaisaran ini, menghabiskan masa kecilnya di bawah kelopak bunga sakura yang berguguran. Bahkan dia sudah mempunyai kartu kependudukan dan sirat izin mengemudi, jadi secara langsung dan tidak langsung dirinya orang Jepang Tulen.

Ok, lupakan sejenak mengenai status kependudukan pemuda di atas.

Kembali ke awal. Pemuda itu tampak sedang melihat-lihat sekitar. Seolah memastikan bahwa apa yang ia lihat masihlah sama dengan yang berada di ingatannya. Langkah kakinya kemudian menuntun sang pemuda meninggalkan tempat itu.

Di sepanjang jalan, dirinya terus ditatap oleh para pejalan kaki lain. Bahkan tidak jarang ada yang mencuri-curi perhatiannya. Tidak sedikit pula ada yang secara langsung melakukan interaksi, entah itu pura-pura terjatuh, atau bertanya. Dan semua yang melakukan itu padanya adalah perempuan. Mungkin karena secara alami wajah Naruto memang tampan, ditambah setelan yang ia kenakan menambah aura ketampanannya itu. Jadi sudah jelas kenapa para lawan jenisnya tertarik.

Pemuda itu terus berjalan tanpa memedulikan tatapan orang-orang, bahkan para gadis yang secara langsung melakukan kontak fisik dengannya pun ia acuhkan. Itu terbukti dengan si pemuda yang terus berjalan dengan tatapan lurus ke depan, padahal dirinya tengah dikerubungi oleh sekumpulan gadis dengan penampilan mencolok. Seperti rambut yang dicat berwarna coklat keemasan, memakai riasan wajah yang mencolok, serta menggunakan pakaian yang berada pada majalah-majalah remaja pada umumnya, ada juga yang mengikuti mode para artis. Mungkin jika dipersingkat, mereka lebih sering dipanggil dengan sebutan gal/gyaru

Tapi sekali lagi, ia tidak peduli dengan semua itu. Tidak bahkan untuk tertarik pada para gadis di sekelilingnya yang dapat membuat laki-laki lain tersangsang. Matanya sempat melirik ke sekitar tadi, dan dapat ia tangkap pemandangan di mana para pria sibuk menutupi selangkangan mereka.

Ok, ia juga tertarik, sedikit. Karena mau bagaimanapun juga dirinya masihlah remaja laki-laki normal. Hanya saja, dari pada melayani para gadis ini, ia memiliki kepentingan yang lebih penting dan harus segera diselesaikan. Lagi pula hatinya masih belum bisa berpaling, dan ia juga bukan tipe orang yang melarikan diri dengan cara seperti itu. Karena itu dia tidak peduli.

"Tunggu! Kau ... kau Naruto, 'kan?"

Langkah kakinya terhenti, dipandang oleh pemuda itu orang yang memanggil namanya barusan. Kedua alisnya sedikit bertautan, mengingat-ingat wajah gadis yang ia pandangan.

Kemudian sebuah gambaran terlintas di kepalanya, seorang anak perempuan dengan rambut pirang panjang yang diikat ekor kuda, dan poni rambut yang menutupi wajah bagian kanannya. Gambaran anak perempuan itu sama persis dengan wajah gadis di depannya, yang berbeda hanya warna mata saja. Kalau tidak salah, seingatnya dulu. Warna mata gadis ini hijau, tapi sekarang berubah menjadi biru.

"Maaf, mungkin Anda salah orang."

"Tunggu! Aku tidak mungkin salah orang. Kau pasti Naruto, Namikaze Naruto! Saat SMP kita sekelas, bahkan bangku kita bersebelahan."

"Maaf, nona. Tapi aku sedang buru-buru saat ini, jadi tolong bisa Anda lepaskan?"

Setelah tangan yang memegangi pakaiannya terlepas, pemuda itu dengan segera pergi meninggalkan kelompok gadis tadi. Si gadis sendiri masih memandangi pemuda itu sebelum akhirnya ia pergi menggunakan bus di halte pemberhentian.

"Nee ... Ino, kau mengenal laki-laki tadi?"

"Ya ... aku mengenalnya, sangat mengenalnya."

"Ayolah ... jangan pelit seperti itu, kenalkan juga pada kami."

"Benar, jangan menyimpannya sendiri, Ino."

"Sekali-kali berbagilah dengan teman-temanmu ini."

"Maaf semuanya, tapi aku akan pergi ke sekolah."

"Sekarang? Tapi ini sudah sangat terlambat, Ino."

"Tunggu dulu, Ino!"

.

.

.

.

.

Naruto saat ini sedang berada di kereta dengan tujuan kota Kuoh. Setelah tadi dia menyelesaikan urusannya di Konoha, dengan segera Naruto kembali pulang ke Kuoh. Lagi pula ia hanya meminta izin tidak sekolah selama satu hari saja, jadi tetap besoknya Naruto harus kembali bersekolah. Perjalanan dari Konoha ke Kuoh sendiri tidak memakan waktu banyak, hanya sekitar dua jam dengan kereta peluru atau shinkansen.

Dipandangnya layar ponsel pintar yang ia genggam, matanya terpaku pada setiap susunan huruf yang terpampang. Naruto tengah membaca sebuah artikel yang memuat tentang buku karya seorang ilmuan, pengajar senior dan peneliti Departement of Law and Social Sciences, London South Uversity bernama Dr. Julia Shaw yang membahas mengenai ingatan.

Bukunya tersebut berjudul The Memory Illusion. Buku yang membahas bahwa ingatan seseorang palsu dapat dengan mudah disisipkan pada otak seseorang. (False Memory Implant)

Benar, alasan Naruto datang ke Konoha adalah untuk mencari kebenaran mengenai kasus empat tahun lalu yang melibatkan dirinya. Kasus yang membuat dia harus terdampar di kota lain dengan membenci kedua orangtuanya.

Akhirnya, kebenaran yang Naruto cari berhasil didapatkan. Ia akhirnya mengetahui apa yang terjadi empat tahun lalu, sebelum dan sesudah kasusnya. Naruto sangat berterima kasih kepada tangan kanan ayahnya yang mau menceritakan, bahkan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

Naruto sebenarnya hanya bertanya satu hal, apa yang kedua orang tuanya lakukan di bulan, di mana ia mengalami kecelakaan. Namun karena tangan kanan ayahnya juga kebetulan dekat dengan Naruto, jadi dia secara senang hati menjelaskan peristiwa sebenarnya kepada pemuda itu.

Omong-omong, tangan kanan ayahnya bernama Hatake Kakashi, dan keduanya bertemu secara kebetulan di lobi. Tepatnya saat Naruto diinterogasi oleh petugas resepsionis karena diduga membuat janji palsu. Sebenarnya itu tidak sepenuhnya bohong, lagi pula Naruto telah mengirimkan email kepada perusahaan milik ayahnya bahwa Naruto ingin bertemu dengan Hatake Kakashi.

Namun karena itulah Naruto diinterogasi, suratnya memang diterima. Tetapi karena identitas palsu yang Naruto gunakan, maka mau tidak mau dirinya harus ditanyai terlebih dahulu. Sebuah rencana berisiko tinggi yang untungnya mendapat sebuah keajaiban.

Secara kebetulan, orang yang ingin Naruto temui baru saja datang ke perusahaan, dan karena mereka sudah saling mengenal. Maka Naruto selamat dari dijebloskan ke penjara karena kasus pemalsuan identitas. Setelah mengkonfirmasi bahwa Naruto merupakan kenalannya, dan sudah memiliki janji dengan dirinya. Mereka kemudian berbincang di ruang kerja Kakashi.

Dari perbincangannya dengan Hatake Kakashi, Naruto mendapatkan beberapa fakta dibalik kecelakan yang menimpa dirinya. Pertama, fakta bahwa kedua orang tuanya tidak ada di Jepang pada minggu di mana Naruto mengalami kecelakaan. Yang kedua adalah orang tuanya menyewa seorang pengasuh untuk menemani Naruto dan adiknya, dan ketiga sekaligus yang paling penting. Hari di mana Naruto mengali kecelakaan memakan korban jiwa, yaitu pengasuh yang disewa orang tuanya, serta Naruto sendiri yang dikabarkan menghilang.

Setelah mendapat informasi yang Naruto inginkan, pemuda itu segera pergi dari kantor utama Namikaze Corpration. Sebelum pergi, dia meminta agar Kakashi tidak terlebih dahulu memberitahukan keluarganya perihal kedatangan Naruto. Tentu saja itu membuat pria dengan rambut abu-abu tersebut keberatan, karena itu Naruto meyakinkannya bahwa dia akan memberitahu keluarganya dan memberikan nomor ponsel miliknya.

.

.

.

Sekarang semuanya sudah jelas, ingatannya telah kembali, dan apa yang menimpanya empat tahun lalu. Itu bukan dilakukan oleh kedua orang tuanya, melainkan oleh orang lain. Dan apa yang membuat Naruto membenci kedua orang tuanya adalah karena ingatan palsu yang ditanamkan pada otaknya.

Sebenarnya, hipnosis yang ditanamkan pada otak Naruto tidaklah sepenuhnya bekerja. Itu terbukti karena di saat Naruto berpikir membenci kedua orang tuanya, di saat itu juga hati Naruto menolak untuk mengakuinya. Karena itu juga, selama Naruto mengingat kejadian yang menimpanya setelah kasus penembakan di bank. Ingatan Naruto menjadi kacau, yang dia tahu setelah itu hanya semua tindakan buruk yang menimpa dirinya.

Satu hal yang membuat dirinya bingung, alasan kenapa pengasuh yang disewa oleh ayahnya menanamkan ingatan palsu pada Naruto. Serta upaya pembunuhan yang dia lakukan terhadap Naruto. Dia memang sudah mengingat kembali semua yang terjadi, tentang peristiwa setelah penembakan hingga kecelakaan. Bahkan dia mengingat wajah dan nama dibalik semua ingatan palsu milik Naruto, Hyougai Mizuki. Dialah dalang dari semua kejadian palsu dalam otak Naruto.

Namun, seolah keadaan berpihak pada pemuda itu , beruntungnya dia dipertemukan dengan orang yang begitu baik. Orang yang mengetahui apa yang sebenarnya ia alami, dan dalam kurun waktu empat tahun sejak pertemuan pertamanya dengan Naruto. Selama itu juga Naruto telah diberikan hipnoterapi oleh orang itu secara perlahan, sehingga membuat ingatan palsu yang tertanam dalam otaknya sedikit demi sedikit menghilang.

Hingga pada akhirnya, puncak dari hipnoterapi yang diberikan oleh kakak angkatnya adalah malam setelah pertemuan dengan keluarganya. Itu juga yang membuat Naruto rela datang dari Kuoh ke Konoha hanya untuk menemui satu orang. Ok, tadi juga Naruto sempat mendatangi sekolahnya dahulu sebelum pulang.

"Hah ... sekarang, bagaimana caraku menyelesaikan salah paham ini ..."

.

.

.

.

.

.

.

Rapat festival budaya telah berakhir, bertepatan dengan bel istirahat makan siang. Rapat sendiri memakan waktu yang cukup banyak, semua keputusan juga telah dibuat dan disepakati, seperti tema festival, konsep yang akan dijalankan, penempatan stan sementara, susunan jadwal acara, bahkan pembuatan proposal juga sudah selesai. Karena itu, para divisi yang bertugas di bidangnya akan segera menyebarkan proposal pengajuan sponsor hari ini juga. Selanjutnya hanya tinggal menerima pengajuan stan dan tampilan setiap kelas saja, yang ditargetkan selesai selama dua hari agar susunan acara dapat segera diperbaharui.

"Lee, kau ada waktu setelah ini?"

"Tentu, lagi pula aku tidak terlalu lapar. Memangnya ada apa, Naruto-kun?"

"Mari bertanding dalam permainan bisbol satu lawan satu."

Hening, tepat setelah Naruto mengatakan tantangannya, orang-orang yang tadi hendak meninggalkan ruangan langsung diam di tempat. Mereka terkejut karena tantangan yang Naruto ajukan, terlebih itu ditujukan pada Lee. Seorang ace sekolah pemain bisbol SMA terbaik di Jepang, terlepas dari penampilan dan tingkah nyentriknya, tapi itulah fakta sebenarnya dari Lee.

Lee merupakan seorang pitcher dengan keberhasilan lemparan hingga 98%, dan karena dia juga. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Akademi Kuoh dapat mencapai bahkan memenangkan kejuaraan koushien. Yang paling hebat lagi, dia juga merupakan seorang pemukul yang cukup baik. Dengan kemampuan lemparan dan pukulan seperti itu, prestasinya di sekolah ini berhasil membuat Akademi Kuoh menjuarai koushein dua kali berturut-turut. Tentu saja itu merupakan prestasi yang sangat membanggakan, membawa sekolah memenangkan kejuaraan bisbol tingkat nasional dua kali berturut-turut. Karena prestasinya, sudah banyak universitas yang menawarkan beasiswa kepada Lee, bahkan universitas dari luar negeri sekalipun.

Menilik dari fakta tersebut, bukankah Naruto sudah bertindak bodoh dengan menantang seorang pemain bisbol SMA terbaik se-Jepang? Serta itulah alasan utama kenapa seluruh orang di ruangan ini terkejut, karena tindak bodoh Naruto menantang Lee. Bahkan Sona sendiri memandang Naruto seolah mengatakan, 'apa yang kau lakukan kuning bodoh bin bego?'

Ok, mereka memang mengakui Naruto merupakan orang yang luar biasa. Saat ia masih menduduki tahun pertamanya saja, Naruto sudah berhasil menghentikan segala tindak diskriminasi di sekolah ini. Cara Naruto menghentikannya juga terbilang cukup nekat, dengan menantang seluruh pelaku tindak diskriminasi di sekolah yang kebetulan tergabung dalam sebuah geng yang berpengaruh di kota Kuoh ini.

Memang Naruto tidak sendirian, dia dibantu empat orang lainnya termasuk Lee saat itu. Namun fakta bahwa mereka berhasil mengalahkan orang-orang yang secara kuantitas sepuluh kali lipat dari kelimanya adalah suatu hal yang luar biasa. Bahkan sepuluh orang di antaranya berhasil dikirim ke rumah sakit, yang ternyata merupakan orang-orang yang berpengaruh di kota. Sedangkan empat puluh orang lainnya terkapar tidak berdaya di tengah lapangan sekolah.

Naruto dan empat orang yang menantang sendiri tidak mengalami luka yang berarti, hanya memar saja di beberapa bagian tubuh. Berkat itu pula, sebuah angin baru berembus kencang di Akademi Kuoh. Menghempaskan badai yang selama ini menutupi Kuoh, dan meninggalkan pelangi indah di sana. Sejak saat itu, tidak ada yang berani lagi melakukan tindak diskriminasi. Tidak setelah mereka melihat apa yang terjadi pada lima puluh orang sebelumnya, dan berkat itu juga. Secara bertahap Akademi Kuoh menaikkan prestasinya.

Kembali, meski Naruto sendiri merupakan salah satu orang yang membawa perubahan bagi sekolah. Tetapi begitu pun dengan Lee, terlebih dia berhasil membiat sekolah memenangkan dua kali kejuaraan tingkat nasional. Sedangkan Naruto yang mereka tahu hanya siswa biasa, baik dari segi akademik maupun non-akademik.

"Peraturannya sederhana, jika aku berhasil memukul bola sekali dalam tiga kesempatan, aku yang menang. Jika tidak, maka kau yang menang."

"Bukankah itu tidak adil, Naruto-kun?"

"Ayolah, Lee ... kau seorang ace, bahkan pitcher terbaik se-Jepang! Tidak bisakah kau memberikan sedikit keringanan pada lawanmu yang biasa saja ini?"

"Hah ... Yang kau anggap biasa itu adalah yang berhasil membuat sepuluh orang bos berandal masuk rumah sakit, Naruto-kun."

"..."

"Baik, baik. Lalu apa yang akan kita pertaruhkan?" Naruto tersenyum lebar setelah mendengar Lee menyetujui tantangannya. Bagi kebanyakan orang di sini, senyum Naruto merupakan sebuah tindak pembodohan. Namun bagi sebagian lagi yang sudah mengenal Naruto, senyum lebarnya berarti sebuah perangkap yang berhasil menjerat mangsanya.

"Taruhannya sederhana saja. Yang kalah harus mengabulkan satu permintaan dari pemenang."

.

.

.

.

.

.

.

To be Continued

.

.

.

.

.

Yo, I'm back!

Gimana bab kali ini?

Bagus? Terima kasih. Jelek? Maaf kalau begitu.

Ada beberapa alasan yang membuat saya lama publish, salah satunya OSIS sekolah, lalu acara ulang tahun sekolah. Awalnya saya pikir bisa ambil sesuatu dari sana, tapi nyatanya tidak sebanyak yang saya harapkan.

Kemudian salah satu alasan lainnya adalah karena saya sedang mencari bahan untuk bab kali ini. Kalian kaget karena tidak sesuai ekspektasi kalian? Saya juga begitu, sebenarnya ada banyak teori yang saya buat untuk penyelesaian masalah keluarga Naruto. Bahkan beberapa kali saya harus memutar balikkan fakta, namun karena tidak realistis. Saya buang.

Oh, kalau kalian pikir alasan yang saya buat tidak logis tentang keberadaan kasus Naruto. Silahkan kalian cari tentang False Memory Implunt atau cara mengubah ingatan seseorang. Banyak di internet, bahkan bukunya juga ada, The Memory Illusion.

Plot sudah saya sebar untuk satu arc ke depannya, tinggal bagaimana kalian menangkapnya saja. Setiap adegan yang saya buat, berkaitan dengan apa yang akan terjadi untuk cerita ini ke depannya. Bahkan saya sudah tebar garam untuk arc klimaks nanti ...

Itu saja mungkin, terima kasih telah berkenan membaca karya saya ini.