Siap dengan endingnya? :)..

10 Years Later...

Daisen Shrine, Tottori , March 10th

"Taeyong-sensei!"

"Taeyong-sensei!"

Taeyong terbangun dari tidurnya. Ia tertidur di sebuah Engawa* yang berhadapan dengan halaman belakang salah satu bagian kuil. Ia memperhatikan sekumpulan anak muda mendekatinya, sambil membawa sapu. Apa-apaan membangunkan tidurnya yang nyaman di sisi kuil yang sepi ini?

"Taeyong-sensei! Lihat! Aku sudah bisa menyerang dengan teknik Do* melawan Ichima-san!"

"Aihh.. Watari-kun! Kau tak tega dengan senior mu ini? Rasanya perutku ngilu sekali."

"Aku selalu kalah kalau ingin menyerang bagian perutmu, Ichima-san! Kau terlalu kuat!"

"Ya, aku memang kuat, hehe" ucap Ichima , si anak pelontos yang senang memuji diri.

Taeyong hanya menggeleng kepala memperhatikan tingkah bocah-bocah bersemangat ini.

"Kalian main Kendo tidak bersamaku, eum?"

"Habis Taeyong-sensei sudah tidur saja. Kami tidak tega kalau Taeyong-sensei sudah lelah. Biar kami latihan sendiri saja. Aku sudah bisa beberapa Teknik dasarnya."

Taeyong mengangguk paham. Tapi ia tak puas jika belum menjaili anak didiknya tersebut.

"Biarkan kau melawanku. Apakah teknikmu sudah benar?"

"Eh?" Tampaknya Watari menjadi salah tingkah. "Aku tak mungkin melawan sensei."

"Kenapa? Apakah kau takut?" Taeyong menaik turunkan alisnya. Ia sigap membangunkan diri dan turun ke tanah, memperbaiki Hakama* nya agar lebih mudah dipakai dalam penyerangan.

"E—eum.." para anak muda itu sejujurnya tidak berani melawan senseinya yang sudah berada di tingkatan tertinggi. Bukan main-main. Beliau adalah seorang Omega, tapi tenaga dan kemampuannya sudah sepantar dengan para Alpha, yang membuah para bocah Beta ini saja sudah minta ampun.

Melihat ekspresi ragu-ragu dari seluruh muridnya, maka Taeyong pun tertawa. Ia memberikan tepukan pada dua bahu bocah-bocah itu.

"Kalian tidak akan bisa menyerangku tanpa perlengkapan lengkap kalian. Jangan berlatih sendiri tanpa pengawasan, bisa berbahaya. Paham?"

"Ya, sensei! Gomen..." Ucap mereka dengan kedua kepala tertunduk menyesal.

"Taeyong-san! Taeyong-san!"

Namanya yang terpanggil, membuat Taeyong langsung menoleh kepada seorang Biksu muda. Ia begitu terburu-buru hingga nafasnya tersengal.

"Guru memanggil."

Taeyong terkejut perihal pemanggilan ini karena sudah beberapa bulan ia tak ditemui. Mendengar hal itu, Taeyong pun sigap menemui sang Biksu Guru, yang pernah menyelematkannya sekaligus yang telah ia anggap seperti kakak untuknya.

"Aku tak menyangka, kau sudah mengabdi untuk kuil ini dan menjadi Pelatih Kendo untuk para murid. Mereka tampak senang dengan keberadaanmu."

Taeyong tersenyum. "Aku sangat menikmati hidupku disini. Melihat anak-anak berada di sekitarku, dengan tertawaan mereka, dan tingkah manjanya. Aku senang bisa memberikan didikan baik pada mereka."

Sang Biksu kemudian memberikan anggukan. Ia menyiratkan rasa bangga dengan perubahan mental yang semakin baik pada diri Taeyong setelah kejadian 10 tahun yang lalu.

"Baguslah kuil ini memberikan dampak baik untukmu.

Namun, kau seharusnya kembali ke rumah, Taeyong."

Taeyong tersentak dengan ungkapan Biksu tersebut. "A—apa maksudnya?"

"Bukan, bukan aku mengusirmu. Sesungguhnya tempatmu bukan disini. Kau berasal dari rumah baik yang sudah ditinggalkan Jaehyun untukmu, bukan? Kau tak ingin tinggal disana?"

Taeyong menggeleng kasar. "Aku tak ingin hidupku diliputi kesendirian tanpa ada Jaehyun. Aku lari kemari, karena aku berada di sekililing orang yang memperhatikanku."

"Aku tahu. Tapi sesekali, pulanglah ke rumah lamamu. Mengabdilah kau menjaga rumah itu, karena rumah itu adalah peninggalannya. Janjinya untukmu juga dijaga dalam rumah itu, bukan? Kau disini bukan untuk melarikan diri, kau disini justru untuk membuka pikiranmu untuk lebih bertanggung jawab dengan banyak hal."

Taeyong pun menundukkan kepalanya. Rasa sedih itu sungguh memilukan hatinya akibat ucapan sang Biksu tidak sepenuhnya salah. Ia pergi ke Kuil seolah ingin menghapus kenangannya bersama Jaehyun. Ia tak mau sampai kehilangan Jaehyun selamanya. Biarkan kenangannya hidup membekas dalam hatinya.

"Baiklah, aku akan pulang."

Biksu itu pun tersenyum. Ia memberikan dekapan pada dua pundak Taeyong yang masih sama melekuk tirus seperti dahulu. Ia sudah berumur 40 tahun, tapi tak ada perubahan signifikan yang terjadi. Masih tetap rupawan, dan awet muda.

"Kau tidak akan menyesal untuk pulang. Sesekali kau bisa kembali ke kuil untuk mengajarkan murid-murid lagi."

###

Selama perjalanan menuju rumah, Taeyong terlalu banyak pikiran.

Bagaimana ia bisa bertemu tatap lagi dengan Bibi Ayumu yang ditinggalkan sendirian di rumah tanpa dirinya?

Bagaimana ia bisa mencium aroma Jaehyun lagi di sekitar rumah itu?

Bagaimana ia akan merasa kehilangan lagi?

10 tahun berlalu, namun ia masih belum siap mental menerima kenyataan pahit itu lagi. Ia ingin menjadi Taeyong yang baru, yang lebih kuat, lebih berani. Ia tak ingin jadi Taeyong yang rapuh dan manja. Ia harus mandiri—itu yang terpenting.

"Pasti Jaehyun kembali, pasti Jaehyun kembali." Ucapnya dalam hati, beberapa kali untuk menguatkan diri. Ia selalu mengatakannya agar dirinya tidak larut akan kesedihan dan penyesalan. Hingga langkahnya sampai di depan rumah yang penuh kenangan itu.

Namun di depan pagar masuk, seorang lelaki dengan tinggi menjulang, berusaha menggapai kenop pagar dengan tangan panjangnya. Kelakuannya mencurigakan, seperti hendak mendobrak masuk ke dalam rumah.

Sontak Taeyong tidak sudi rumahnya itu kemasukan maling oleh orang asing yang tega mau menjarah isi rumahnya yang penuh kenangan itu.

"BRENGSEK!" Taeyong yang pulang membawa serta pedang kayunya dalam pelatihan Kendo sehari-hari, segera melayangkannya mengenai belakang leher pria tinggi itu. Tentu saja pria yang dianggapnya 'perampok' tersebut segera terjatuh ke tanah, sambil meringis kesakitan.

Padahal penampilannya tidak ada rupa perampok sama sekali. Ia rapih dengan kenaan mantelnya, juga koper dengan merek yang lumayan mahal.

Ujung pedang kayu Taeyong langsung menunjuk tepat di depan hidung pria itu. Taeyong tak ampun memberikan serangan jika lelaki itu melawannya.

"Siapa kau!? Apa maumu di rumahku!?" Taeyong semakin beringas. Apalagi melihat reaksi pria yang menutup mulutnya dengan masker itu, hanya terdiam terkejut memperhatikan Taeyong. Jangan-jangan , dia hanya pria mesum yang ingin memperkosanya jika dia ada di rumah.

"Taeyong?"

Panggilan tak asing itu membuat Taeyong terperanjat heran. Ia semakin mendekatkan ujung pedangnya, hampir mencium hidung lelaki tersebut. Tentu saja yang dilawan pun sampai terperosok ketakutan.

"Tunggu! Taeyong! Ini aku!"

"Apa-apaan kau memanggilku tanpa banmal! Tak ada siapapun yang boleh memanggilku tanpa banmal, kecuali suamiku sendiri!"

Lelaki itu semakin gondok dengan tingkah Taeyong yang masih saja memperlakukannya seperti orang jahat.

Dengan sangat terpaksa, lelaki misterius itu menarik ujung pedang , hingga Taeyong yang lengah pun ikut terperosok, menimpa si lelaki tersebut. Mereka berdua saling tertiban di atas jalanan beraspal tersebut.

"Apa-apaan ini!?"

Lelaki misterius itu tidak bisa menunggu lama melihat perlawanan Taeyong yang beringas dalam dekapannya.

Ia kemudian menurunkan maskernya. Memperlihatkan sosok wajah yang tidak asing di mata Taeyong.

"Yoon—Yoon Oh...?"

Lelaki itu menggeleng.

"Aku Jaehyun, Jaehyun Jung." Ia kemudian mempertontonkan cincin perak berukir yang hanya miliknya dan milik Jaehyun yang seharusnya sama.

Taeyong yang masih belum percaya dengan situasi mencengangkan ini, membuat segala fakta baginya adalah omong kosong. Ia masih meronta ingin dilepaskan karena lelaki ini berada di wujud 'mantan kekasih' paling dibencinya, dan mengaku sebagai 'orang yang dicintainya'. Omong kosong apa-apaan ini!?

"Dengarkan aku, Taeyong! Dengarkan aku!"

"Tak mungkin! Jangan panggil aku begitu! Hanya Jaehyun yang boleh! Hanya Jaehyun!"

"Kau harus percaya padaku!" Jaehyun mendekap kepala itu, agar menatap lurus padanya. Taeyong pun enggan memberontak. Ia yang menangis, berani bertemu mata dengan sosok yang mirip Yoon Oh itu. Ia jauh lebih tampan, jauh lebih jantan. Ia lebih dewasa daripada wujud remajanya dahulu.

Ia sudah besar, sudah 20 tahun.

"Aku adalah Yoon Oh, sekaligus Jaehyun. Diriku adalah mantan pembunuh bayaran yang dididik oleh Kazuto Yuta, mantan kekasihmu. Hidupku disuruh mengabdi dari kecil hingga remaja. Yang kemudian, aku mengorbankan diriku untuk menyelamatkanmu.

Tubuhku mengecil menjadi wujudku serupa masa kanak-kanak, dan aku membuang nama palsuku, menjadi nama asliku kembali Jaehyun Jung. Kemudian aku membawamu ke rumah ini, menjalani hidup kita menjadi mate.

Aku me-marking dirimu tepat tengah malam di hari ulang tahunku. Aku juga sudah memberikan cincin ini untuk kita berdua sebagai janji sehidup-semati, kemudian kita melewatkan malam yang sangat menekan.

Kau tak membenciku setelah itu, kau memasakkan nasi goreng yang sangat enak untuk pertama kalinya. Kita berjalan-jalan. Menikmati perjalanan di sungai Fukurogawa, di antara jatuhnya sakura. Kemudian, kau membelikanku crepe kesukaan. Kita pergi ke kuil Daisen, untuk berdoa.

Sampai yakuza brengsek itu memisahkan kita."

Semua rangkuman cerita itu membuat Taeyong tidak bisa melepas rasa pilunya. Ia menangis sejadinya, sembari memeluk tubuh Jaehyun yang terlihat berbeda dari yang ia duga. Tapi ia tidak bisa mengelak lagi, bahwa sentuhan di antara mereka memberikan reaksi saling nyaman.

Yang berarti, Jaehyun adalah Jaehyun. Orang yang selama ini ia tunggu berada tepat di depannya dengan wujud lain. Hanya Jaehyun yang memberikan sensasi nyaman seperti ini.

"Ini aneh, bukan? Aku tak pernah sekalipun mengungkapkannya padamu soal rahasiaku ini. Karena aku tak ingin kebersamaan kita dahulu dipotong dengan memikirkan hal-hal itu. Aku tak mau kau ketakutan padaku. Aku tak mau berpisah denganmu kala itu, jadi kubiarkan kau menerimaku apa adanya."

Jaehyun membelai rambut Taeyong dengan cinta. Ia cium lelaki tersayangnya itu di pipinya. Masih kencang. Dan sudah berisi, mungkin sudah banyak makan.

Taeyong memperhatikan kembali wajah Jaehyun lekat-lekat. Ia seolah tak percaya dari setiap ujungnya, wajah itu begitu menarik baginya.

"Kalau selama ini Yoon Oh adalah Jaehyun, itu berarti Yoon Oh sebenarnya tak pernah berniat meninggalkanku? Tapi kau menemaniku terus dengan wujud bocah cilik menyebalkan itu?!"

Jaehyun mengekeh sembari mengangguk mantap. Jarinya tiada henti memperhitung lembaran helai di rambut lelaki cantik di depannya. "Aku tak mungkin melanggar janjiku. Kencan kita di Ginza terbayar dengan kencan kita selama di Tottori, bukan?"

Taeyong kembali memeluk Jaehyun. Semakin banyak pelukan, semakin terasa eratannya. "Aku bersyukur karena Jaehyun sudah besar. Aku bisa memakluminya sekarang. Karena 10 tahun sudah berlalu, tapi kuanggap kau tumbuh Dewasa terlalu cepat. Jadi aku tidak akan berpikir aneh-aneh lagi."

Tangan mereka lagi-lagi bertautan dengan nyaman. Namun sentuhan itu dirasa ada yang aneh ketika Taeyong mendekap tangan kirinya

"Jarimu?!" Taeyong tak sengaja melihat ke tangan Jaehyun, yang jemarinya terpotong 2. Ia panik bukan kepalang.

"Aku melakukan Yubitsume*. Satu jemariku terpotong karena aku tak berhasil menculikmu. Kedua, karena aku memutuskan mengundurkan diri dari klan mereka." Jaehyun menjelaskan pelan-pelan.

"Astaga." Taeyong membekap mulutnya karena tak kuasa menahan kejutannya. Sesadis itukah perlakuan mereka?

"Aku telah mengabdi cukup lama. Mereka membiarkanku untuk mengundurkan diri seperti kontrak mereka bahwa jika aku bisa membunuh 1000 orang dalam daftar yang diharapkan , aku sudah bisa keluar. Aku melakukannya hanya dalam kurun waktu 10 tahun."

Taeyong terbengong-bengong mendengarnya.

"Apakah kau masih mencintaiku? Seorang mantan pembunuh yang telah menjagal 1000 orang lebih ?"

Taeyong pun dengan tidak resah , menyentuh pipi lelaki tercintanya itu. Ia justru tidak memperlihatkan rasa takut seperti yang dikira oleh Jaehyun. Ia dekap, kemudian ia tatap mata tegas yang dirindukannya. Ia meyakinkan Jaehyun dan pada dirinya sendiri, tiada pisau,darah, atau pedang yang bisa menghalangi keduanya lagi.

"Selama kau baik-baik saja, aku masih menerimamu." Taeyong kemudian mencium bibir Jaehyun itu dengan sayang sekaligus bernafsu. Lidah dan lidah memberontak paksa satu sama lain dalam ruang liat tersebut, seakan membayarkan kisah mereka yang begitu kosong selama 10 tahun mereka terpisah.

Kemudian dengan kuat, tubuh Taeyong sanggup digendong bridal oleh Jaehyun. Hingga lelaki rupawan itu terjengit kaget, karena tubuhnya terbawa. Kuat sekali Jaehyun sekarang, sudah bisa membopongnya.

"Umurku sudah 20 tahun, sudah legal. Sesuai janji, aku sudah boleh menyentuhmu, kan?"

Taeyong tertawa. Leher kekasihnya itu dipeluknya dengan gemas.

"Tapi jangan terlalu kasar. Aku ini tidak muda lagi." Kemudian bibirnya mendekat ke telinga Jaehyun, membisikkan desahan anggun nan menggoda. "Tapi aku masih sesemangat dahulu"

Jaehyun yang melonjak hormonnya, akhirnya membawa pergi Taeyong ke dalam rumah dengan sangat cekatan.

Bahkan kedua tas mereka belum sempat di bawa masuk ke rumah.

.

.

.

.

.

.

.

#THE END#

Engawa : Sebuah beranda atau teras yang mengelilingi rumah

Do : Salah satu Teknik Kendo, dimana Serangan Do ditujukan ke arah perut lawan.

Hakama : pakaian luar tradisional Jepang yang dipakai untuk menutupi pinggang sampai mata kaki. Biasa digunakan untuk acara formal sekelas pernikahan, dan perayaan lainnya. Juga biasa digunakan oleh para pemain Kendo.

Yubitsume : Ritual potong jari sebagai bentuk hukuman akibat melakukan kesalahan pada tugas yang diberikan di dalam dunia Yakuza.

Kisah ini terinspirasi dari Detective Conan. Omegaverse-manga, dll.

Lolos peringkat 2 dalam event ff yaoi. Akan segera dibukukan!

Cerita ini sesungguhnya tidak dikembangkan lebih lanjut dikarenakan langsung mengambil cerita originalnya saya yang tokohnya saya ganti jadi versi Jaeyong dikarenakan Jaeyong adalah karakter yang paling cocok dengan cerita ini ;)

Mohon maaf jika ada kekurangan di dalam kisah ini. Saya melakukan yang terbaik untuk memberi asupan/?

Terima kasih atas dukungannya! Ditunggu cerita lainnya dengan tema yang lebih baik lagi :D

Cerita ini sudah selesai update di Wattpad, biasanya up2date disana ( Mir_ramen). Saya juga update Ori BL di acc lain saya ( Mir_ayam).

.

.

.

.

.

Need special chapter?