Zero O'Clock

Will something be different?

"Sampai kapan seperti ini terus, kak?"

Jaehyun membantu mengompres tangan kanan Doyoung yang bengkak, terluka karena paksaan Johnny yang meminta Doyoung mengikutinya entah kemana.

Doyoung tidak pernah bercerita bagaimana Johnny menyakitinya.

Yang dia tahu hanyalah luka-luka yang Doyoung dapat setelah bertemu dengan si brengsek Johnny (paling tidak begitu Jaehyun menyebutnya).

Hening. Mereka terdiam dengan pikiran masing-masing.

Jaehyun masih sibuk mengompres dan Doyoung masih sibuk mengamati.

"Sudah."

Tangan kanan Doyoung perlahan ditariknya dari genggaman Jaehyun.

Dia tersenyum. "Boleh peluk?"

Tanpa bicara sepatah kata Jaehyun segera beringsut untuk memeluk Doyoung.

Selalu seperti itu.

.

.

.

Mereka itu tetangga, teman dari jaman mereka masih kecil. Bahkan Jaehyun lupa kapan dia pertama kali bertemu dengan Doyoung. Kata ibunya, dia pindah saat umur 3 tahun dan keluarga Doyoung yang menyambut mereka pertama kali.

Sering main bersama, kemana-mana bersama, berangkat-pulang sekolah pun selalu bersama. Maka tak heran kalau sudah banyak yang tahu mereka itu sepaket.

Ada Doyoung pasti ada Jaehyun. Hingga saatnya mereka masuk di sekolah menengah atas, jarak mulai mengikis kedekatan mereka.

"Kak, nanti pulang bersama tidak?"

Doyoung menggeleng. "Maaf ya Jae, aku harus menemani Johnny."

"Lagi?" Jaehyun menghembuskan napas kecewa.

"Iya, kau pulang sendiri yaa. Kau kan sudah besar." Ucapnya sembari mengusak surai Jaehyun sampai terlihat sedikit berantakan.

"Baiklah.."

Johnny. Johnny. Johnny. Hanya nama itu yang membuat Doyoung tidak ada waktu untuk Jaehyun.

Alasan Doyoung selalu sama. Johnny butuh dirinya.

Jaehyun tidak menyukai gagasan itu.

Hingga di malam minggu, Doyoung berada di kamar Jaehyun untuk menginap (mereka sudah biasa menginap dari mereka kecil). Jaehyun menanyakan alasannya.

"Ah, Johnny? Dia anak yang baik Jae, tapi kurang beruntung karena keluarganya tak cukup memperhatikannya."

Doyoung tersenyum. Jaehyun tidak bisa menyimpulkan apa jenis senyuman itu.

"Kau tahu tidak? Aku sudah bersamanya sekarang.."

Dari kalimat itu Jaehyun sadar bahwa dia sudah terlambat.

.

.

.

Jaehyun terbangun karena matahari menyinari wajahnya yang rupawan.

Jam 07.43. Hell kelas akan dimulai 17 menit lagi dan dia baru bangun ya Tuhan.

Semenjak kuliah dan hidup di apartemen sendirian, tidak ada lagi ibunya yang setia membangunkannya di pagi hari. Hanya ada alarm dari telepon genggam yang seringnya dia abaikan eksistensinya.

Jadinya ya begini, kalau ada jadwal kuliah pagi pasti kelabakan. Ujung-ujungnya hanya mandi bebek. Yang terpenting gosok gigi, cuci muka dan pakai parfum, itu prinsip Jaehyun.

Dia datang tepat bersamaan dengan Pak Lee, dosen yang sudah termasuk sepuh di kampusnya. Jaehyun nyengir di depan pintu masuk kemudian membuka pintu dan menyilahkan pak Lee untuk masuk duluan.

Kuliah pagi cukup asik kalau sudah dijalani, seperti Jaehyun saat ini. Hingga pak Lee menutup layar proyektor dan pemberian tugas di akhir sesi kuliahpun dia masih bersemangat.

Tambah bersemangat lagi saat keluar kelas dan dia melihat Doyoung. Namun, semangatnya seketika luntur saat menyadari bahwa Doyoung sedang melihat Johnny mencumbu anak lain dari jurusan sebelah.

Segera dia tarik perlahan tangan Doyoung untuk pergi dari sana, membawanya ke tempat sepi dekat gudang fakultas.

"Kak, aku pikir sudah tidak ada alasan lagi kau mempertahankan Kak Johnny. Cepat putuskan dia segera."

Doyoung menggeleng.

"Aku tidak bisa, aku tidak tega. Aku sayang padanya.." (Sayang atau kasihan, entahlah. Doyoung mungkin sudah tidak bisa membedakannya lagi).

Walaupun begitu hati Jaehyun seperti tercubit saat mendengar Doyoung berkata seperti itu.

"Kak, aku menyukaimu.."

Tidak ada respon. Doyoung menghela napas lelah dan hendak pergi sebelum pergelangan tangannya ditangkap oleh Jaehyun.

Bahunya didorong ke dinding, cukup kuat untuk Doyoung melawan, namun tak cukup keras untuk menyakitinya.

Doyoung menatap Jaehyun nanar.

Kemudian tanpa aba-aba bibir Jaehyun sudah meraup bibirnya dengan tergesa.

Doyoung menghindar tapi tenaga Jaehyun lebih kuat.

Dia tidak tahan lagi. Dengan kekuatan penuh akhirnya Doyoung berhasil mendorong bahu Jaehyun.

Berhasil. Paling tidak tautan bibir mereka terlepas. Tapi Jaehyun masih mengukungnya, deru napas Jaehyun masih menyapa wajahnya.

"Mau sampai kapan kak?" Ucap Jaehyun sedikit tersengal. Tapi dari nadanya terdengar jelas nelangsa.

"Kau menyakiti dirimu sendiri." Ucapnya lagi.

Doyoung masih terdiam, mengatur napas.

"Kau tidak pernah mencintai kak Johnny. Kau-"

"Jaehyun, cukup."

Doyoung mendorong tubuh Jaehyun mundur, segera melepaskan diri dan pergi.

"Aku tidak peduli perasaanmu pada kak Johnny itu rasa sayang atau sekedar kasihan. Tapi aku tahu kau tidak mencintainya!"

Sayup-sayup teriakan Jaehyun masih terdengar oleh telinga Doyoung.

.

.

"Kak?"

Tidak ada jawaban. Jaehyun memeriksa lagi telepon genggamnya. Benar kok, ini nomor Doyoung, masih tersambung juga.

"Haloo, kak?" Ucapnya lagi, masih berusaha.

Tepat jam 12 malam. Jaehyun masih samar-samar memulihkan kesadarannya sambil menunggu respon di telepon.

Pada akhirnya teman Doyoung yang mengambil alih telepon, mengatakan bahwa dia sedang mabuk dan tidak bisa pulang sendirian. Sedangkan temannya itu tidak bisa mengantar karena dia naik motor berboncengan dengan pacarnya.

Akhirnya Jaehyun menjemput Doyoung di bar dekat mall besar tengah kota.

"Jaeeee~"

Daritadi Doyoung hanya meracau tidak jelas di belakang punggungnya. Kebanyakan hanya mengucapkan namanya, sih.

Sampai di apartemen Doyoung dia segera menekan password (Jaehyun bersyukur dia mengetahuinya) dan membaringkan Doyoung di kamar tidurnya.

"Jaehyun!"

Belum sempat memproses apa yang terjadi, yang Jaehyun tau Doyoung sudah melingkarkan kedua lengan di lehernya, dan juga menikmati bibirnya.

Rasa alkohol sangat terasa saat lidah Doyoung masuk ke rongga mulutnya. Tidak mau kalah, Jaehyun balik mendominasi sesi ciuman itu.

Ditekannya punggung Doyoung di atas tempat tidur, dan tanpa disadari memberikan akses yang lebih bagi mereka menikmati satu sama lain.

Namun saat Doyoung mulai melepas kancing kemejanya satu persatu, kemudian menggerayahi abdomennya secara perlahan, Jaehyun mulai berpikir bahwa ini salah.

Akhirnya dia menarik diri dari Doyoung.

Rengekan Doyoung tidak dihiraukannya. Jaehyun menghela napas kasar. Dia harus pergi.

Namun, Doyoung segera menggenggam pergelangan tangan Jaehyun.

Ah tatapan itu lagi.

"Peluk aku. Hm?"

Akhirnya malam itu mereka tidur berpelukan seperti yang sering mereka lakukan saat masih sekolah dulu.

.

.

Terhitung sudah hari kelima Jaehyun dan Doyoung tidak saling menyapa semenjak kejadian itu.

Jaehyun ingin mencari Doyoung sebenarnya. Tapi tugas-tugasnya masih mengajaknya untuk berkencan. Sedangkan pesan Jaehyun tidak pernah dibalas oleh Doyoung.

Sudahlah, mungkin minggu depan. Ucap Jaehyun dalam hati.

Laptop di depannya masih bersinar dengan cerah menemani malam minggunya yang sepi.

Jaehyun melihat jam di sudut kanan bawah laptopnya. Ini sudah tengah malam. Ah, sesungguhnya Jaehyun sangat benci begadang.

Tidak lama setelahnya ada bel tamu terdengar di pintu apartemennya.

Siapa yang datang di waktu seperti ini? Pikir Jaehyun.

Karena dia laki-laki sejati, dia tidak takut sedikitpun dan membukakan pintu.

Tangannya mengepal dengan sangat erat saat dilihatnya Doyoung, dengan muka memar yang samar di pipi kiri dan luka di tangan kanannya lagi.

"Aku akan membunuhnya." Ucap Jaehyun penuh dendam.

Baru akan melangkahkan kaki, dirinya ditahan oleh Doyoung.

"Jangan."

"Kak-"

"Sudah selesai. A-aku sudah berpisah dengannya."

Jaehyun menatapnya beberapa detik.

Doyoung tersenyum. "Aku sudah bebas." Ucapnya. Jaehyun tidak bisa tidak memeluk Doyoung untuk hal ini.

Kemudian dibawanya dia ke dalam apartemennya. Diberikannya obat pereda luka dan segelas susu cokelat yang masih mengepul asapnya.

Dilihatnya Doyoung sudah merasa nyaman. Dia menatap Jaehyun lama kemudian sedikit merentangkan tangan.

Jaehyun paham. Dia minta peluk lagi. Segera dia turuti.

Mengecup puncak kepala Doyoung dengan waktu yang cukup lama sementara Doyoung masih menyembunyikan wajah di dadanya.

Tapi Jaehyun ingin melihat wajah Doyoung, maka tubuhnya agak dia mundurkan sedikit.

Doyoung juga akhirnya mendongak dan mereka bertatapan.

Kemudian berbagi ciuman hangat selama beberapa detik.

Jaehyun ingin memulai percakapan, sebuah kalimat tanya yang sejak dulu ingin dia ungkapkan.

"Kak, aku mencintaimu. Apakah kau bersedia memulai semuanya denganku dari awal?"

Doyoung menggangguk.

"Jaehyun, terima kasih, aku bersedia memulai semuanya dari awal. Bersamamu."

Jaehyun tidak pernah merasakan bahagia lebih dari ini.

Let's breathe, like the first time

And you gonna be happy..

end.

.

Song by BTS - Zero O'Clock

.

.

Akhirnyaaaa

Tuntas sudah project ini.

Ohiya, ratenya sudah aku ganti 'M' karena kalau dilihat-lihat beberapa memang ada adegan yang cukup dewasa.

Terima kasih yaaa bagi para pembaca yang sudah mampir di lapak ini. Terima kasih banyak bagi yang sudah berkenan meninggalkan jejak berupa like, review atau yang men-follow cerita ini :))

See ya!!