Jaemin terus menyuruh supir taxi untuk menambah kecepatannya, sementara tangannya sibuk mendial nomor ponsel Jeno.

"Halo" Bukan suara Jeno, harusnya Jaemin menahan diri untuk tidak kesal.

"Dimana ruangannya?" Tanpa menjawab sapaan orang disebrangnya Jaemin hanya bertanya dimana.

"Kamar ruang 606—"

tut tut tut...

Jaemin segera mematikan sambungannya. Tanpa mau repot-repot mendengarkan apa yang akan lawan bicaranya katakan.

.

.

.

.

.

Haechan sedikit terkekeh kala mendengar nada ketus dari mantan kekasih Jeno. Tapi Haechan tidak sedikitpun merasa tersinggung, karena dia merasa wajar.

Ya, siapapun akan merasa kesal ketika handphone kekasihnya ada ditangan mantannya kan? eyy, tapi posisinya disini mereka sama-sama mantan daru seorang Lee Jeno.

"Kenapa kau tertawa?" Suara serak khas bangun tidur milik Jeno membuatnya tersentak.

"Tidak apa, Bisa tolong tebuskan obatku?" Haechan menyerahkan ponsel Jeno yang diterima secara cuma-cuma oleh Jeno tanpa ditanyai satu hal pun.

"Oh aku lupa menebusnya, tunggu sebentar" Jeno bangkit setelah sedikit merenggangkan ototnya.

Pemuda dengan eyesmile yang khas itu kemudian melangkah keluar dari ruang rawat Haechan. Memasuki lift karena apotek ada dilantai bawah sedangkan ruangan Haechan dilantai 5.

Ting!

Kembali melangkahkan kakinya menuju Apotek didalam rumah sakit, tetapi langkahnya tertahan saat melihat sosok yang dia kenali sedang menunggu dengan tak sabar didepan meja resepsionis.

Jeno melihat dengan jelas sosok itu bergumam 'terimakasih' lalu tergesa-gesa memasuki Lift. Memilih untuk mengendikan bahu acuh karena untuk apa Mantan kekasihnya itu ke rumah sakit? Mungkin salah lihat karena dia baru saja bangun tidur.

.

.

.

.

.

"Dimana letak kamar 606?!" Jaemin berseru, mengagetkan seorang resepsionis yang sedang melakukan panggilan telfon. Setelah membayar ongkos taksinya Jaemin dengan segera memasuki Rumah sakit.

"Maaf?" Sang resepsionis menutup panggilan telfonnya dan mengalihkan atensinya pada Jaemin.

Jaemin masih berusaha menetralkan nafasnya, sebelum kembali mengucapkan "Kamar 606" lalu Jaemin mengangguk setelah Resepsionis memberitahu.

Jaemin memencet tombol lantai 5 dengan tidak sabar, Matanya bergelak gelisah sedangkan tangannya sedikit berkeringat dingin memikirkan sesuatu yang buruk mungkin terjadi pada mantan kekasihnya.

Ting!

Jaemin melangkahkan kakinya dengan tergesa untuk mencapai pintu bertuliskan '606'. Entahlah, tapi sekarang jantungnya berdetak dengan gila.

Cklek

Jaemin membuka pintunya dengan pelan, enggan mengganggu siapapun yang ada didalamnya. Matanya mengedar mencari Jeno, dibuat mengernyit saat matanya hanya mendapati Haechan yang duduk diatas ranjang dengan jarum infus tengah memakan beberapa potong buah.

"Tumben cepat" Haechan memasukan kembali satu potong apel kedalam mulutnya.

Tak mendapati jawaban dari seseorang yang Haechan kira Jeno, akhirnya Haechan mengangkat kepalanya untuk melihat dan terkejut saat melihat Jaemin berdiri didepan pintu.

"Oh, Jaemin?" Haechan tersenyum mendapati kekasih Jeno —Dapatkah Haechan mengatakan seperti ini?—

"Silahkan duduk Jaem"

Jaemin dengan gerakan kaku duduk dikursi yang terletak disamping ranjang Haechan. Matanya mengedar mencari sosok Jeno, dia kesini untuk menemui Jeno kan?

Haechan yang mengerti akan tatapan Jaemin hanya tersenyum memaklumi "Mencari Jeno?"

Jaemin mengangguk pelan.

"Tenang saja, Jeno hanya pergi menebus obatku"

"Jeno tidak sakit?" Jaemin bertanya pada Haechan yang menggeleng pelan.

Jaemin mengangguk, dia sudah bersiap untuk bangkit dari posisinya sampai tangan kurus Haechan menahannya. Wajahnya mengisyaratkan tanya tanpa mau mengeluarkan suara.

"Aku tau ini lancang, tapi bisa kita bicara? aku tidak mau ada kesalahpahaman" Haechan menatap memohon pada Jaemin yang mengalah kembali mendudukan diri diatas kursi.

"Aku menceritakan ini bukan ingin kau mengasihaniku" Haechan kembali berujar, melihat reaksi Jaemin yang seperti ingin segera mengakhiri percakapan dengannya membuat Haechan tersenyum getir.

"Baiklah, sebelumnya aku meminta maaf karena membuatmu membolos" Jaemin kembali hanya mengangguk pelan.

.

.

.

.

.

Jeno mengerang kesal, tidak menyangka antrean bisa sepanjang ini untuk menebus obat. Badannya sudah pegal duduk dikursi antrian sejak 15 menit yang lalu, Jeno ingin memejamkan mata sebentar. Sayangnya, saat ia baru saja hendak memejamkan mata, sekelebat bayangan yang dia sendiri tidak begitu yakin itu mantan kekasihnya, Jaemin.

Tetapi, Jeno sangat hafal postur tubuh Jaemin. Ditambah seragam sekolah yang sama dengan miliknya. Jika itu Jaemin, untuk apa Jaemin membolos dan pergi ke rumah sakit? Karena seingat Jeno, Jaemin paling anti jika membolos.

Kembali fikirannya menjadi tak fokus karena mantan kekasihnya. Sejujurnya, Jeno sangat mencintai Jaemin tapi beberapa hal menyita waktunya terlebih saat dia membiarkan Jaemin berfikiran negatif. Hingga membuat kesayangannya berfikir bahwa dirinya hanya mempermainkan hati Jaemin.

Ini salahnya yang tidak bisa memberitahu Jaemin apa yang ada, karena sedikit takut Jaemin akan menjauhinya juga menjadi beban fikiran Jaemin, tetapi nyatanya dia salah memilih jalan yang mana membuat Jaemin malah menjadi salah paham.

Lamunannya buyar saat sang apoteker menyebutkan antriannya untuk mengambil obat, dengan segera ia bangkit untuk menyerarahkan resep yang diberikan dokter.

.

.

.

.

.

Jaemin menyandarkan tubuhnya pada pintu kamar rawat milik Haechan setelah menutupnya secara perlahan. penjelasan dari Haechan terlalu mengejutkannya.

Jaemin mendongakkan kepalanya menahan air matanya meluncur, Jaemin merasa bodoh karena tidak berusaha lebih mengerti kekasihnya.

"Aku akan menceritakan dari awal agar tidak terjadi kesalahpahaman lagi"Jaemin mengangguk singkat.Haechan terseyum, lalu melanjutkan "Awalnya aku dan Jeno berasal dari panti asuhan" Mendengarnya membuat Jaemin tertegun

Jaemin tidak pernah tahu bahwa Jeno berasal dari panti. Pun Jeno tidak pernah bercerita akan latar belakang keluarganya, atau mungkin ini salah Jaemin yang tidak pernah bertanya karena Jaemin fikir Jeno memang berasal dari kalangan berada.

melihat respon Jaemin yang terdiam membuat Haechan dengan pelan mengusak rambut Jaemin "Aku mengerti. Mungkin Jeno tidak menceritakannya karena takut kau menjauhinya. Setelah mengetahui latar belakangnya yang sebenarnya"

"Dasar bodoh" Jaemin tertawa getir.

"Seperti panti-panti lainnya, setiap anak dapat di Adopsi. Termasuk aku dan Jeno, awal junior high school sepasang suami istri datang untung mengadopsi Jeno, Jeno beruntung karena diadopsi oleh pasangan yang benar-benar menyayanginya. Satu tahun kemudian pasangan suami istri lain datang untuk mengadopsiku, berbeda dengan Jeno—" Haechan menggantungkan kalimatnya, menelan ludahnya yang entah kenapa terasa pahit, membuat Jaemin tanpa sadar menahan nafasnya.

"Mereka tidak benar-benar menyayangiku. Awalnya mereka memang menyayangiku tetapi bisnis papa angkatku mengalami kebangkrutan, membuat tempramennya menjadi buruk" Haechan tanpa sadar harus kembali mengingat pengalaman pahit yang terjadi dalam hidupnya.

"Mama depresi dan dipindahkan kerumah sakit jiwa, sedangkan Papa terus menjadikanku pelampiasan kemarahannya. puncaknya saat aku baru menginjak tahun akhir junior high school aku mencoba kabur dari rumah. Sayangnya papa mengetahuinya. Jadilah papa mengejarku yang lari tanpa tujuan, dan semuanya terjadi begitu saja"

"Saat menyebrang untuk menjauh dari papa tiba-tiba aku tertabrak sebuah mobil pribadi, yang menyebabkanku mendapat cidera parah dikepala"

Jaemin masih mendengarkan dengan perasaan yang- kacau. Dia tidak bisa membayangkan jika dirinya ada diposisi Haechan. Jangankan dipukul, Papanya bahkan tak berani terlalu keras padanya.

"Itu mobil milik ayah angkat Jeno. Kurang lebih 3 bulan aku tidak sadarkan diri dan Jeno menjadi seseorang yang dengan rajin menjengukku. Saat aku sadar aku masih mengingat semuanya tidak amnesia, Aku mengingat siapa remaja tampan yang menatapku berbinar saat aku pertama membuka mata kembali"

Jaemin mendapati hatinya yang berdegup tak nyaman, inginnya dia menyudahi pembicaraan ini.

Karena dia tak tahu apa yang akan di katakan Haechan selanjutnya.

Entah cerita baik atau buruk yang akan iadengar nantinya.

"Disini kesalahannya" Haechan menatap Jaemin yang menatapnya gusar "Setelah Jeno memaksaku untuk menceritakan apa yang terjadi, Jeno bertekad untuk melindungiku dengan menjadikanku kekasihnya. Aku memang menyayangi Jeno, tetapi tidak dalam konteks lebih, aku menyayanginya sebagai sahabatku"

"Aku tahu kau baik. Tetapi jangan bertindak bodoh" Jaemin kembali meneteskan air matanya. Tidak tahu harus mensyukuri atau mengumpat keras dengan kebaikan Jeno, yang sampai membuat hubungan mereka berantakan, hingga tanpa sadar Jaemin membenci Haechan yang tidak bersalah disini.

"Tetapi dengan Trauma yang aku alami dengan cepat aku menerimanya—"

"Kalian bodoh" Jaemin menatap Haechan berkaca-kaca. Menyalahkan sikap labil remaja yang selalu mengambil langkah gegabah.

"Kau benar" Haechan terkekeh, lalu kembali melanjutkan "Tetapi saat aku sudah bisa mengatasi traumaku dengan bantuan terapi tepat saat beberapa minggu Jeno ada dibangku pertama senior high school. Aku mengakhiri hubungan itu. Karena aku tahu ini salah"

"Tanpa diduga dia justru terbahak. Karena dia juga merasa bodoh dalam mengambil jalan. Setelahnya dia bercerita bahwa dia jatuh cinta pada temannya, dia bahkan langsung menyebutkan namamu saat aku menanyakam siapa yang membuatnya merasakan jatuh cinta" Haechan tersenyum saat kembali mengingat Jeno yang berbinar saat betcerita tentang Jaemin.

Melihat wajah bingung Jaemin, Haechan mengangguk "Dia sudah menyukaimu sejak awal kelas satu"

Jaemin membelalakan matanya kaget "Bagaimana bisa? Renjun mengatakan kalian baru putus tepat saat akhir semester dua kelas satu"

Haechan mendengung pelan "Renjun? Ah, dia memang mengetahui aku dan Jeno berpacaran tapi hanya sekedar tahu karena dia ketua kelas saat aku kelas 3 jadi dia menjengukku sesekali"

"Aku tidak menyalahkannya jika dia juga ikut salah paham disini. Kau sahabat Renjun kan?" Jaemin mengangguk pelan.

"Mungkin Renjun hanya ingin menjagamu, selanjutnya Jeno memintaku untuk tinggal bersamanya karena orang tua angkatnya pun setuju. Tetapi aku merasa segan, dan memilih untuk menolaknya. Aku memilih untuk menjadi mandiri jadi saat aku keluar dari rumah sakit aku bekerja paruh waktu disebuah Cafe"

"Jeno sering mengunjungiku dicafe, untuk sekedar bercerita tentangmu. itulah sebabnya kenapa Renjun mengira aku masih ada hubungan dengan Jeno"

Jaemin kembali mengingat bahwa disetiap foto yang dikirim Renjun, Haechan selalu memakai pakaian biasa "Kenapa kau tak memakai pakaian seragam seperti waitress lain?"

Jaemin bertanya membuat Haechan kembali tertawa "Karena Jeno akan ke Cafe setelah shiftku habis"

"Bodoh, kenapa terus membiarkanku sendiri dengan pemikiran negatifku?" Jaemin mengusap air matanya kasar saat memasuki lift yang akan membawanya menuju lantai bawah.

Jaemin mengangguk mengerti, sebelum kembali mendengarkan cerita Haechan."Mungkin kau melihat Jeno memelukku"

Haechan menatap Jaemin yang menatapnya penuh luka "Jangan salah paham. Jeno memelukku karena tahu aku baru saja kehilangan papaku yang memilih mengakhiri hidupnya dengan menenggak banyak obat hingga overdosis. Walaupun papaku jahat tapi dia tetap orang yang tidak bisa aku benci begitu saja. Dan Jeno memelukku karena ingin menenangkanku"

Jaemin kini bernafas lega, dia memang hanya salah paham."Alasan kenapa Jeno menerima dengan mudah permintaan putusmu itu memang karena aku. Bukan, bukan karena aku yang memintanya memutuskanmu" Haechan buru-buru memperbaiki kalimatnya saat Jaemin sedikit mendelik kearahnya.

"Tapi karena aku kejang dan harus dilarikan kerumah sakit bahkan dokter sempat mengatakan harapan hidupku sangat kecil. mungkin terdengar berlebihan sayangnya itu benar terjadi jika aku sedikit kelelahan saja aku akan langsung kejang sebab kepalaku yang mengalami cidera. Makanya Jeno sedikit melepasmu agar kau tak berfikir yang tidak-tidak karena dia jarang menemuimu"

"Kenapa tidak berterus terang saja? kenapa harus membiarkanku merasakan rasa sakit?" Jaemin membekap mulutnya menahan isakannya

"Pada dasarnya Jeno memang tidak bisa mengungkapkan sesuatu dengan tindakan atau ucapan. Dia cenderung memutuskan sesuatu dengan dirinya sendiri, mengambil jalan yang meurutnya 'Jalan terbaik' tanpa mau berbicara dengan orang lain terlebih dahulu"

"Kau ceroboh" Jaemin bergumam matanya terpaku pada layar ponselnya yang masih menggunakan foto Jeno.

"Dan alasan kenapa Jeno terlihat seperti terlalu sering mengabaikanmu setelah Jeno memintamu untuk kembali itu karena— kau lihat kan? Aku kembali masuk ke rumah sakit. Dan Jeno merasa dia bertanggung jawab atas kondisiku jadi fikirannya tidak bisa fokus"

"Dia tidak ingin kau terbebani dengan intensitas bertemu kalian yang sangat jarang. Tetapi sekali lagi dia bertindak gegabah, memilih untuk menyimpan semuanya sendiri tanpa mau memberitahumu"

"Lalu dimana Jeno sekarang?" Jaemin merasa cukup dengan penjelasan Haechan, tanpa menunggu lebih lama Jaemin bertanya pada Haechan.

"Dilantai satu, sedang menebus obatku" Mendengar dimana Jeno berada Jaemin dengan cepat bangkit dari posisinya, tetapi tangannya lebih dulu dicekal Haechan.

"Apapun yang Jeno lakukan dia hanya melakukan semua yang terbaik untukmu, walaupun caranya salah. Dan dia sangat mencintaimu"

Jaemin mengangguk lalu keluar dari ruang rawat Haechan dengan gontai.

.

.

.

.

.

Ting!

Jaemin melangkahkan kakinya keluar dari lift dengan menunduk. Jaemin tidak bisa fokus dengan langkahnya karena fikirannya kini hanya tertuju pada Jeno.

Dugh

Tanpa menengadahkan kepalanya Jaemin sedikit membungkukkan badan meminta maaf karena sudah menabrak —entah siapa— lalu segera melanjutkan langkahnya. Sebelum suara khas milik seseorang menghentikan langkah pertamanya.

"Jaemin?"

Jaemin terdiam sejenak, dia mengenali dengan jelas siapa pemilik suara itu. Pemilik suara yang diam-diam selalu ia rindukan.

"BODOH!" Jaemin berteriak dengan wajahnya yang memerah marah. Dengan segera menubrukan diri kepelukan Jeno yang tersentak.

"Jaem?" Jeno yang mendengar isakan Jaemin menjadi khawatir. Matanya kemudian mengedar, mendapati salah seorang suster yang selalu melakukan pemeriksaan rutin untuk Haechan.

"Bisa antarkan ini untuk kamar 606?" Jeno bertanya pada suster itu yang langsung diangguki, setelahnya Jeno betujar 'Terimakasih' dan mengembalikan fokusnya terhadap Jaemin yang masih terisak dipelukannya.

"Kau tidak apa-apa?" Jeno bertanya pada Jaemin yang menggelengkan kepalanya.

"Lee Jeno bodoh"

"Memang"

"Lee Jeno Brengsek"

"Aku tahu"

"Lee Jeno sialan"

"Maafkan aku"

"Kau akan lelah jika terus berdiri. Mau duduk?" Jeno bertanya pelan pada Jaemin yang menggelengkan kepalanya.

"Baiklah, katakan apa yang membuatmu menangis. Hm" Jeno berujar lembut, tangannya mengelus sayang rambut Jaemin.

"Karena dirimu"

Jeno menghela nafas, menerima segala umpatan yang Jaemin tujukan untuknya "Aku menyakitimu terlalu banyak ya?" Jeno merasa bersalah saat Jaemin masih belum menghentikan tangisnya.

"Aku memaksamu duduk" Jeno membawa tubuh Jaemin kedalam cafe yang terletak didalam rumah sakit.

"Nah, kau bisa mengumpatiku sesukamu" Jeno melihat Jaemin yang terus menunduk.

"Kenapa?" Jaemin bertanya dengan suara serak, sedangkan Jeno mengangkat alisnha tidak mengerti.

"Kenapa kau menyembunyikan semuanya dariku?" Jaemin mendongakkan kepalanya menatap Jeno kecewa.

"Menyembunyikan ap— Ahh, kau sudah tahu ya?"

Jaemin mengangguk pelan "Kau tidak percaya padaku?"

Mendengar pertanyaan dari Jaemin membuat Jeno menggeleng keras "Bukan itu"

"Lalu apa? Kau yang takut aku jauhi karena mengetahui latar belakangmu, apa namanya jika kau tidak percaya padaku?" Jaemin berujar lemah pada kalimatnya.

"Oke, Aku mengaku. Tapi bukan aku tidak percaya padamu, Na" Jeno membuang nafasnya dengan berat.

"Sadar tidak kau seseorang yang selalu memikirkan sesuatu secara berlebihan" Jaemin mengangguk membenarkan "Karena itu aku tidak mau menceritakan apapun yang terjadi. Aku tidak berniat menjadi beban fikiranmu"

"Dan kau manusia paling ceroboh dalam mengambil tindakan"

Jeno mengangguk menyetujui "Aku tahu" Jeno kemudian mengambil tangan Jaemin yang sedikit bergetar juga dingin "Kau sudah tahu semuanya kan? Mau menerimaku kembali?" Jeno menelan ludahnya kasar dengan nada yang terdengar hati-hati karena dengan berani kembali mengatakan dia mengingikan Jaemin kembali menjadi miliknya

"Kenapa kau bodoh sekali?!" diluar dugaan Jaemin malah berteriak kesal padanya.

"Kau pikir ada jawaban lain selain 'Iya' setelah apa yang terjadi padaku? Aku menangisimu sampai tenggorokan ku sakit, sialan sekali" Jaemin sedikit mengumpat dan mendelikkan matanya lucu kearah Jeno yang malah terkekeh melihat ekspresinya.

"Baiklah, Aku meminta maaf" Jeno bangkit dari kursinya untuk membawa tubuh kecil Jaemin kedalam pelukannya.

"Aku minta maaf karena tidak bisa membagi kisahku padamu. Aku minta maaf karena aku tidak bisa jujur padamu. Aku minta maaf karena kau kesakitan karena perbuatanku. aku minta maaf—"

Cup

Jaemin dengan cepat mengecup singkat bibir Jeno yang terdiam akibat tindakan tiba-tiba Jaemin.

"Woah" Jeno sedikit tertawa tak percaya akibat tingkah Jaemin yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

"Aku juga akan meminta maaf" Jaemin kembali masuk kedalam pelukan Jeno yang memeluknya erat "Aku minta maaf karena tidak mencoba sedikit mengerti. Aku minta maaf karena aku egois. Aku—"

Chu~

Jeno dengan cepat menyambar bibir Jaemin yang akan mengoceh panjang jika tidak segera dihentikan.

Jaemin sedikit terkejut saat Jeno mulai melumat pelan bibirnya, kakinya sudah seperti jelly. Jaemin bersiap untuk jatuh tapi Jeno tentu saja dengan sigap meraih pinggang Jaemin.

Pipi Jaemin terasa panas saat Jeno dengan perlahan menjauhkan wajahnya, melepas pangutan keduanya.

"Mau pulang?" Jeno bertanya pada Jaemin yang masih mencoba menormalkan warna mukanya.

"Haechan bagaimana?" Jaemin sebenarnya khawatir juga, Bagaimanapun Jaemin tidak mau lagi egois mementingkan diri sendiri. Haechan membutuhkan Jeno kan?

"Tidak apa-apa, besok dia sudah boleh pulang"

Jaemin mengangguk pelan, lalu Jeno menggenggam tangannya membawa ketempat parkiran dimana motornya berada.

"Oh ya" Jeno menghentikan langkahnya saat mereka mencapai lobi luar rumah sakit, membuat Jaemin menatap bertanya dengan membulatkan matanya Lucu.

"Tidak jadi" Jeno kemudian melanjutkan langkahnya membuat Jaemin mendengus pelan.

"Kalau mau bicara ya bicara" Jaemin menggumam pelan hingga Jeno tak bisa mendengarnya.

.

.

.

.

.

Jeno memarkirkan motornya dihalaman rumah keluarga Jaemin, sejujurnya Jeno baru pertama kali singgah walaupun dia sering mengantarkan Jaemin pulang tetapi selalu terburu-buru untuk beranjak pergi.

Jaemin turun dari motor kekasihnya dengan tergesa "Ayo masuk" Tanpa membuang waktu Jaemin menarik tangan Jeno.

Perasaannya sedikit tak enak saat melihat motor merah milik Mark yang juga terparkir dihalaman rumahnya. Orang tuanya memang sedang tidak ada dirumah, dan dia memiliki kunci cadangan yang ia simpan dalam tasnya, kemungkinan Mark mengambilnya untuk membuka pintu rumah. Dan itu sudah terbiasa terjadi saat Jaemin belum menjalin hubungan dengan Jeno, Mark bisa memasuki rumah dengan bebas karena kecerobohan Jaemin dalam menyimpan kunci cadangan rumah.

"Ini dia" Renjun berujar kesal saat Jaemin baru saja memasuki rumahnya.

"Jika terburu-buru harap membawa serta tasmu" Renjun mendelik kearah Jaemin yang hanya tersenyum canggung.

"Iya maafkan aku" Jaemin segera memeluk sahabatnya yang terus mendelik kearahnya.

"Yasudah, jangan bolos lagi" Renjun membalas pelukan Jaemin, mana bisa dia marah pada Jaemin.

Tatapan Jaemin kemudian beralih pada sosok Mark yang menatapnya tak bergeming "Mark?"

"hm?" Mark menjawab dengan dengungan singkat tanpa menatap Jaemin.

"Jen, kau duduk dulu ya. Kau juga. Aku akan membuatkan minuman" Jaemin menunjuk Renjun.

"Ayo" Jaemin menarik lengan Mark, sedangkan Jeno memahami dalam hati. Jaemin butuh berbicara dengan temannya. Renjun hanya memutar matanya bosa dengan drama yang teman-temannya buat.

...

"Hyung" Jaemin memanggil Mark saat keduanya sudah sampai dihalaman belakangnya.

Jaemin menghela nafas "Maafkan aku ya" Jaemin lalu memeluk Mark yang hanya terdiam, merasakan dengan jelas Mark menahan nafasnya.

"Maaf karena kembali menyakiti hatimu, karena kembali menjadi egois disini"

Mark menggeleng pelan "Ini bukan salahmu, jika kau menerimaku aku yang egois karena memaksamu"

Mark tak menampik dia sedikit berharap Jaemin mau menerimanya saat dulu Jaemin putus pertama kali dengan Jeno, tapi dia juga tidak mau terlihat egois.

Jika Jaemin menerimanya, He living in illusion. Bisa saja Jaemin hanya berpura-pura bahagia disampingnya karena hatinya sepenuhnya bukan milik Mark.

"Janji padaku kau akan menemukan kebahagiaanmu sendiri" Jaemin berujar pelan lalu melepas pelukannya pada Mark.

"Akan aku temukan" tetapi aku tidak bisa berjanji. Mark melanjutkan kalimatnya dalam hati.

...

END~

enggalah masa ditutup pake momennya MarkMin wkwk

...

1 bulan sejak hubungan mereka membaik, tepat pada tanggal 20 April Jaemin mengatakan pada Jeno akan pergi berlibur ke Jepang dengan kedua orang tuanya selama satu minggu, seharusnya hanya sang papa yang pergi untuk perjalanan bisnis tapi mamanya memaksa ikut untuk berlibur mengatakan sudah lama mereka tidak bersama-sama ke Jepang. Membuat Jaemin harus izin selama satu minggu kepada wali kelasnya.

"Aku minta maaf karena tidak bisa merayakan ulang tahunmu bersama" Jaemin mengucapkan rasa maafnya saat mereka tengah menghabiskan makan siangnya dikantin.

"Astaga, tidak perlu dirayakan" Jeno mengusak gemas surai Jaemin yang kini tengah mengerucutkan bibirnya.

"Tapi aku ingin merayakannya" Jaemin sedikit merengek.

Bahkan saat dibandara Jaemin hanya cemberut menatap mamanya yang sangat Excited untuk sampai ke Jepang. Jeno disebelahnya untuk mengantar hanya menggelengkan kepalanya.

"Ma~ Aku disini saja ya" Jaemin menggoyangkan lengan sang mama yang menyenderkan tubuhnya pada bahu papanya.

"Memang kau mau disini dengan siapa?" Ten mendelik kearah Jaemin yang cemberut.

"Jeno" Jaemin berujar singkat

"Tidak boleh" Jaemin ikut mendelik kearah sang papa yang menatapnya tajam, sedangkan mamanya terkekeh merasa menang terhadap anaknya.

"Papa~" Jaemin beralih merengek kearah sang papa yang masih menatapnya tajam dengan tatapan yang lucu berharap semoga sang papa mau menuruti keinginannya.

"Kenapa kau ikut tertawa?!" Jaemin mendecak kesal pada kekasihnya yang ikut terkekeh.

"Karena kau lucu"

"Ahh terserah" Jaemin beranjak dari duduknya karena pengumuman keberangkatan mereka.

"Tidak mau mengucapkan perpisahan dulu? kita tidak akan bertemu selama seminggu. Nanti kau merindukanku bagaimana?" mendengar godaan yang dilontarkan Jeno membuat Jaemin menghentakan kakinya kelantai bandara, kemudian berbalik untuk memeluk kekasih tampannya.

"YAK!" Taeyong sang papa berteriak tak terima saat melihat anaknya dipeluk oleh Jeno —Seseorang yang dianggap Taeyong sebagai rivalnya— namun dengan cepat Ten menyeret Taeyong ke tempat Check in.

"Jangan mengganggu atau Jaemin akan marah padamu" Ten berujar pelan, membuat Taeyong mendengus keras lalu menyerah memilih untuk menurut pada ucapan istrinya.

"Kau bahkan lebih agresif dari Jeno saat masih pacaran dulu, ingat?" Ten mengomel saat Taeyong masih menatap tak rela pada Jaemin yang tengah berbincang dengan Jeno.

"Sayang, mulutmu astaga. Ingin ku sumpal dengan bibirku ya?" Taeyong berujar gemas pada Ten.

"Sabar ya. Asalkan kau mau menyelesaikan pekerjaanmu dengan cepat. Aku sepenuhnya milikmu"

Mendengar kalimat menantang dari Istrinya membuat Taeyong menggeram tertahan "Kau berhasil membangunkan serigala yang lapar"

...

Jaemin masih memeluk Jeno, enggan melepasnya.

"Astaga kau hanya akan pergi selama seminggu. Cepat sebelum mereka meninggalkanmu"

"Kau tidak merindukanku?"

"Kau masih didepanku. Mana mungkin aku sudah merindukanmu"

"Jahat sekali"

"Aku merindukanmu, Nanti setelah kau memutar langkahmu"

"Aku pergi"

"Hati-hati"

...

Jaemin sibuk dengan langkahnya didalam rumah, menyiapkan beberapa Hal yang akan dibawanya. Memakai pakaian yang cukup tebal untuk setidaknya sedikit melindunginya dari udara malam.

Mengambil cepat ponselnya yang tergeletak begitu saja diaras meja makan, lalu mendial cepat nomor ponsel kekasihnya. Ini tepat 15 menit sebelum ulang tahun Jeno.

Tak menunggu waktu lama, Jeno langsung mengangkat telfonnya.

"Kenapa?" Jeno berujar serak.

"Aku membangunkan tidurmu?" Jaemin bertanya, merasa tak enak mengganggu tidur kekasihnya.

"Tidak. Aku hanya memejamkan mata"

Jaemin terkekeh "Memejamkan mata macam apa yang bisa membawa seseorang pada mimpi?"

Jeno ikut terkekeh "Baiklah aku kalah. Kau diluar?" Jeno balik bertanya saat telinganya mendengar suara kendaraan.

"Membeli ramen. Di hotel membosankan dan aku tidak bisa tidur" Jaemin melihat Jam putih yang tersampir ditangannya. 23.57 tepat 3 menit sebelum Jeno ulang tahun.

"Tengah malam begini?" Jeno berujar khawatir, Jaemin terlalu nekat bahkan ketika ada dinegeri orang.

"Ini tidak jauh dari hotel" Jaemin berujar dengan kaku. Tentu saja itu bohong.

"Hahh, Jangan seperti itu nanti orang tuamu mencari" Jeno menghela nafas.

"Jeno-ya" Jaemin memanggil nama Jeno pelan, dibalas gumaman singkat dari Jeno.

"Happy birthday" Jaemin berujar setengah berbisik membuat Jeno tersenyum.

"Terimakasih. Kau yang pertama mengucapkannya. eum, Na" giliran Jeno yang memanggil Jaemin pelan.

"Kenapa?"

"Aku merindukanmu"

"Aku juga merindukanmu. Ayo bertemu!" Jaemin berujar dengan selamat diakhir kalimatnya.

Jeno terkekeh mendengarnya "Video Call?"

"Tidak, Ayo bertemu. Cepat buka pintunya" Jaemin berujar tak sabar.

Jeno kembali terkekeh mendengar prank yang Jaemin lontarkan "Kau mau mengerjaiku? Jangan bercanda kau sedang ada di Jepang sekarang. Sudah cepat gembali ke hotel, dan segera Tid—"

Jeno sedikit terburu mengenakan sandal rumahnya, menyingkap selimutnya asal dengan ponsel yang masih menempel ditelinganya. Entah harus percaya atau tidak pada ucapan yang menurutnya gila dari kekasihnya.

"Bodoh, cepat buka pintunya. Aku kedinginan"

...

Jeno memutar kunci pintunya dengan tergesa. Tidak mau membuat kekasihnya lebih kedinginan dari ini.

"Happy Birthday Sayang"

Tepat saat Jeno membuka pintunya suara khas milik Jaemin mengucapkan selamat ulang tahun menyapa pendengarannya. Tangannya lalu segera mematikan sambungan telfon dan memasukan ponselnya kedalam saku yang terdapat dipiyamanya.

"Kau nekat sekali" Jeno membawa Jaemin kedalam pelukannya, menghangatkan tubuh Jaemin yang sedikit kedinginan Jeno rasa.

Sedangkan Jaemin hanya tertawa senang, merasa kejutannya berhasil sementara tangannya menyelamatkan kue yang dia bawa dari rumah.

Tadi pagi, dia memaksa kedua orangtuanya untuk membiarkannya pulang ke Korea setelah Taeyong mengangguki dengan syarat dia akan tinggal dengan Mark —karena keluarga Mark sudah dipercaya kedua orangtuanya—Jaemin langsung mengambil penerbangan siang, toh berlibur yang mamanya katakan adalah kata haneymoon yang kesekian orangtuanya.

Bisa saja dia langsung menemui Jeno saat baru tiba dibandara tapi saat mengingat besok kekasihnya akan berulang tahun, Jaemin mengurungkan niatnya untuk menemui Jeno.

"Lepaskan. Kau harus meniup lilinnya dulu" Jaemin sedikit memberontak meminta Jeno melepaskan pelukannya.

Dengan cepat Jeno memejamkan matanya untuk membuat permohonan lalu meniup lilinnya.

"Sudah?" Jaemin tertawa senang sebelum menganggukkan kepalanya. Jeno mengambil alih Kue yang dibawa Jaemin untuk menaruhnya asal diatas meja yang ada dipelataran rumahnya.

"Kejutanku berhasil?"

"Sangat berhasil. Sampai membuatku berdebar saat kau mengatakan ada didepan pintu rumahku"

"Aku kedinginan" Jaemin berujar dengan memberengutkan wajahnya, Jeno dengan refleks kembali memeluk Jaemin.

"Aku mencintaimu" Jaemin membalas pelukan Jeno.

"Aku jauh lebih mencintaimu" Jeno melepas pelukannya.

Perlahan dia mendekatkan wajahnya kearah Jaemin yang dengan otomatis menutup matanya.

Sedetik setelah bibirnya menempel oada bibir Jaemin yang selalu membuatnya candu, Jeno dengan pelan melumat bibir Jaemin.

.

.

.

.

.

END Beneran:'v

WORDS NYA KEPANJANGAN YA SORRY

Pertama, HAPPY BIRTHDAY buat manusia kardus yang sering mention Renjun tapi nempel sama Jaemin mulu:') terserah Cogan ykan. Habede Jen, jagain Jaemin biar dia ga sakit lagi ya.

Kedua, THANKS Buat yang udah foll,fav,review FF Failed ini:') Markmin peluk2 walaupun cuma temen sama Taeten sebagai bonus hehe:v

Ketiga, Aku ga tau kalian ngerti apa ga sama jalan fikiranku didalam cerita ini. frustasi karena gada kerjaan apa-apa cuma dirumah:')

keempat, See you in next fanfict —untuk sekarang aku ga punya ide, mau nyumbang ide?— kkk~

kelima, harusnya bagian bawah itu beda story tapi aku gabungin biar greget /g

Review Juseyo