Jeno hanya ingin menjaga hati kekasihnya dari rasa sakit. tetapi yang Jaemin rasakan justru hanya rasa sakit dari Jeno.

Jaemin menghela nafas kasar sesaat setelah membaca Pesan singkat dari Renjun.

Aku tak mungkin salah lihat. itu benar Jeno bertemu kembali dengan Haechan.

"Astaga, kenapa sesakit ini" Jaemin berujar miris, Mata bulatnya mulai berkaca-kaca siap meloloskan banyak butiran kristal.

"Harusnya aku tau dia tak akan berubah. Tak akan pernah bisa berubah" Jaemin mengusap wajahnya hingga memerah.

drrt.. drrt

Satu panggilan masuk dari kekasihnya, Jeno. Jaemin dengan cepat -setelah berdeham pelan untuk kembali memperbaiki suaranya yang kacau- mengangkat panggilan itu.

"Hey Sayang"

Jaemin tertegun mendengar suara kekasihnya yang baik-baik saja seolah tidak melakukan hal jahat dibelakangnya. kembali berdeham kemudian menjawab "Hey"

"Kau tak apa?"

Jaemin tertawa sedikit sinis yang mana mungkin disadari oleh kekasihnya. aku tidak baik-baik saja keparat! "Ya tentu aku baik. kenapa tidak?"

"Mungkin sakit?"

Jaemin kembali tertawa, ya hatiku kesakitan karena dirimu "Eyy aku kuat mana mungkin sakit"

Baiklah, nanaku yang paling kuat"Dan kau manusia paling tidak peka, Jaemin bergumam kesal dalam hati. Dan Jaemin rasa dirinya sudah cukup untuk merasakan sakit dari Jeno.

"Jeno-ya, tak ada yang ingin kau katakan padaku?" Jaemin yakin pertanyaannya membuat kekasihnya terkesiap. Terbukti dari nada kekasihnya yang mulai tidak stabil, mungkin sedikit gugup.

"eung, m-memang apa yang harus aku katakan?"

"Hahh~" Jaemin membuang nafas kasar sebelum menjawab "Baiklah jika tidak ada yang ingin kau katakan. Tapi besok sepulang sekolah temui aku di Café biasa ada yang ingin aku katakan"

"Kenapa tidak disini saja" Jeno disebrang mengerutkan kening bingung, tetapi tak menampik beberapa fikiran buruk yang mungkin saja menjadi hal yang ingin Kekasih cantiknya katakan.

"Karena hal penting tidak bisa diobrolkan melalui sambungan telfon" Jaemin berujar dengan nada yang datar, dan Jeno menyadari itu membuat perasaan bersalah menyelimuti dirinya.

"Akan aku tutup Telfonnya, Selamat malam" Jaemin dengan cepat menutup panggilannya tanpa menunggu balasan dari Jeno.

Mungkin ini yang terbaik.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Jaemin bersedia menjadi kekasih dari seorang Lee Jeno 6 bulan yang lalu. Hubungan keduanya bisa dikatakan lancar, tetapi saat Hubungan keduanya memasuki bulan ketiga Jeno dengan terang-terang memeluk Mantan kekasihnya didepan Jaemin.

Hubungan yang baru tiga bulan tidak bisa sekuat itu, bahkan hubungan yang sudah berjalan selama bertahun-tahun pun belum tentu bisa memaklumi ketika melihat Kekasihmu memeluk Mantan kekasihnya.

Jaemin dengan cepat meminta hubungannya dengan Jeno untuk berakhir, dan Jeno tanpa pembelaan menyetujui itu.

Setelah itu Jeno menghilang, bahkan disekolah Jaemin tidak menemukannya dan Jaemin bersyukur akan hal itu dirinya tak perlu menghindari Jeno. 1 minggu setelah berakhirnya Hubungan Jaemin dengan Jeno -sebenarnya Jaemin tidak mau menyebutkan nama mantan kekasihnya- ,Jeno kembali bukan hanya sekedar menampakkan batang hidungnya tetapi kembali sekaligus memohon.

Memohon agar Jaemin menerimanya kembali bodohnya Jaemin yang luluh hanya karna permohonan Jeno.

"Nana-ya, Maafkan aku. Aku menyesal meninggalkanmu, bisakah kau memberiku kesempatan kedua? aku janji aku akan berubah"

Tetapi Jeno, tetaplah Jeno yang menggores hati Jaemin seolah itu adalah hal yang menyenangkan. Seolah itu hanya sebuah permainan.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Keesokan harinya, saat Jaemin baru saja mencapai gerbang sekolah langkahnya dihetikan oleh seseorang.

Jaemin yang mengetahuinya dengan jelas hanya memutar mata jengah "Bisa kau minggir? aku sedang terburu-buru"

"Masih terlalu pagi untuk cemberut, sayang" seserang dengan suara berat khas remaja puber terdengar menggoda Jaemin.

"Mark Lee!" Jaemin menjerit kesal.

"Iya iya, maafkan aku" Mark mengacak pelan surai Jaemin.

"Hyung jangan disentuh aku baru keramas tadi!" Jaemin menepis tangan yang berada dikepalanya.

"Astaga, Tanganku steril Na" Mark kembali mengusak surai Jaemin kali ini dengan cepat.

"SUNBAE!" Jaemin segera mengambil langkah untuk menghindari Mark yang seperti mulai menggila.

"Jaemin-ah, Saranghae!" Mark berteriak membuat Jaemin yang sudah berada jauh darinya menutup wajahnya, karena sekarang sudah banyak siswa siswi yang berlalu lalang saling bersahutan menggodanya.

"Gila!" Jaemin semakin mempercepat larinya. Bahkan tak menyadari seseorang yang berbeda dari sebelumnya sempat menghadang langkahnya.

Itu Jeno, dia melihat semuanya. Dia merasa panas, Dia berhak cemburu kan? Na Jaemin kekasihnya, dan melihat Jaemin digoda oleh seseorang yang dengan jelas menaruh perhatian untuk kekasihnya.

Jeno tahu Mark, kakak kelas sekaligus teman kecil kekasihnya sudah memiliki rasa untuk Jaemin, tetapi dengan egois Jeno merebut Jaemin dari Mark.

Bukan salah Jeno jika merasa dirinya tidak merebut Jaemin dari Mark, karena itu salah Mark sendiri yang menjadi pengecut hanya untuk sekedar menyatakan perasaan Cintanya untuk Jaemin.

Toh Jaemin bahagia bersamanya, Iya 'kan?

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Jam Istirahat pertama Jeno melangkahkan kakinya menuju kelas Kekasih manisnya karena dia berbeda kelas dengan Jaemin.

Matanya mengedar untuk mencari keberadaan Jaemin didalam kelas, tapi nihil. Sampai kemudian Renjun -Sahabat Jaemin- menghampirinya.

"Mencari Jaemin?" Renjun bertanya dengan nada datar.

"Iya, tetapi sepertinya memang tak ada" mata sipitnya masih mencari sosok cantiknya.

"Jaemin pergi bersama Mark" Masih dengan nada datar Renjun memberitahu tanpa sadar Jeno mengepalkan tangannya, sebelum Jeno sempat membalas Renjun memanggil namanya "Jeno-ssi" yang hanya dijawab dengungan asal dari Jeno.

"Jika masih mengulangi kenapa meminta kesempatan?" Setelahnya Renjun berlalu, meninggalkan Jeno dengan tanda tanya besar dikepalanya.

.

.

.

.

.

Istirahat kedua, Jeno kembali ke kelas Jaemin untuk mengajak kekasihnya makan siang bersama tapi kekasihnya tetap tidak bisa dia temukan.

Lagi, Renjun menghampirinya mengatakan hal dengan sinis bahkan sebelum Jeno membuka mulutnya.

"Jangan mencari Jaemin"

Jeno mengerutkan kening bingung tak mengerti maksud Renjun.

"Dan kenapa aku tidak boleh mencari kekasihku sendiri?"

Renjun tertawa sarkas mendengar Jeno masih menyebut Jaemin dengan sebutan kekasih "katakan itu pada seseorang yang terus mengabaikan kekasihnya belakangan ini" Renjun mengatakan kalimatnya dengan penuh tekanan.

"Kau harus lebih peka untuk sekitarmu Jeno-ssi" Renjun berbalik untuk meninggalkan Jeno.

Renjun tidak salahkan? Dia hanya ingin Sahabatnya mendapat kebahagiaan. Mungkin Jaemin bersama Mark lebih baik, daripada bersama Jaemin. Maaf saja Renjun merasa Jaemin terlalu baik untuk seorang Lee Jeno.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Bel pulang baru saja berbunyi 15menit yang lalu, tetapi Jaemin sudah sampai di Cafe tempat untuk bertemu dengan Jeno.

Dengan paksaan seorang Mark Lee yang mengantarnya, Bahkan kakak kelasnya itu menungguinya duduk berjarak 2 meja dari mejanya.

ketika Jaemin sedang mendudukan diri disalah satu kursi didalam cafe, Jaemin melihat Jeno yang terburu memarkirkan motornya dipelataran Café.

Kriingg

Lonceng yang terletak diatas pintu Cafe berbunyi saat Jeno mendorong pintu. Mata Indah Jaemin mengiringi langkah Jeno untuk kemudian Jeno duduk tepat didepannya.

Tuk Tuk, Jaemin mengetuk pelan permukaan Jam berwarna gading yang dikenakannya "15 menit, kau terlambat Jen" Jeno yang baru saja duduk bergumam maaf.

"Ah, kau belum memesan?" Jeno melihat tak ada apapun didepan Jaemin kecuali air putih segera mengambil buku menu.

"Biar aku pesankan" Jeno membuka buku menu untuk memesan makanan dan minuman untuknya dan Jaemin, sampai suara Jaemin menghentikan kegiatannya.

"Tak usah, aku sudah kenyang. Aku memintamu untuk menemuiku bukan untuk makan, Jeno" Mendengarnya Jeno yang semula fokus pada buku menu mengalihkan antensinya pada Jaemin.

"Aku ingin mengakhiri hubungan ini" Jaemin berujar to the point, membuat Jeno melebarkan mata sipitnya.

"T-tapi kenapa?" Jeno berujar terbata.

"Tak apa, aku hanya merasa seharusnya aku tak pernah memberimu kesempatan kedua jika nyatanya yang kau lakukan adalah mempermainkanku" Jaemin menatap Jeno dengan penuh luka, membuat bagian dari dalam diri Jeno mengumpat keras pada kebodohannya.

"Kau salah, aku mencintamu" Jeno menggenggam tangan Jaemin yang dingin.

Melihat tangannya yang digenggam oleh Jeno, Jaemin tertawa sarkas "Mencintai macam apa yang terus menyakiti hati seseorang yang dicintainya?" Jaemin memberi penekanan penuh pada setiap kata yang dia lontarkan.

"Dengarkan aku, Kau salah paham" Mengusap lembut tangan Jaemin yang kini bergetar, bermaksud untuk menenangkan kekasihnya -mungkin mantan kekasihnya?

"JIKA AKU SALAH PAHAM MENGAPA MEMBIARKAN KESALAHPAHAMAN INI BERLANJUT?!" Jaemin menjerit dengan bulir kristal yang tanpa permisi berhasil lolos, membuat Jeno terkesiap tak menyangka dirinya menyakiti orang yang paling dia cintai terlalu dalam.

"Nana-ya, tenang oke?" Jeno berpindah tempat duduk menjadi disamping Jaemin agar bisa memeluk Jaeminnya.

Jaemin dengan cepat memberontak, melepaskan diri dari rengkuhan Jeno. Kepalanya menggeleng cepat, wajahnya sudah memerah karena Menangis "Tidak, aku lelah . . ." Jaemin membekap mulutnya menahan isakannya agar tidak lolos.

.

.

.

.

.

.

.

.

Jaemin baru saja pulang diantar oleh Mark -yang dari awal memang mengantar Jaemin sampai Cafe-, meninggalkan Jeno yang semakin frustasi melihat hubungannya dengan Jaemin seperti sudah tidak memiliki harapan.

"Tak apa, larilah dulu, Aku melepasmu untuk sekarang. Tapi nanti jika Semuanya selesai kuurus aku akan mengejarmu, dimanapun kau bersembunyi aku akan tetap menemukanmu dan jika kau sudah kembali menjadi milikku jangan berharap bisa lepas dariku"

"hahh~ baiklah aku berrjanji akan mendapatkanmu kembali" Jeno menatap nanar jalan yang sempat dilalui Jaemin. Suara ponselnya membuyarkan lamunannya.

Tertulis dengan jelas 'Seoul Hospital' dengan cepat Jeno menggeser slide berwarna hijau.

"Hallo" Jeno mengucapkannya dengan nada malas, sampai sebaris kalimat dari pihak Rumah Sakit membuat Jeno dengan cepat menaiki motornya dan melaju dengan cepat menuju Rumah Sakit.

.

.

.

.

.

.

.

.

Tap Tap Tap

Jeno memarkirkan motornya disembarang tepat, kemudian pemuda dengan eyesmile itu berlari dan beberapa kali menyenggol kerabat pasien, tanpa menghiraukan umpatan keras dari mereka.

Terus berlari hingga dirinya sampai didepan pintu salah satu ruangan VIP bernomor 606. Jeno masih berusaha menetralkan nafasnya, setelah dirasa normal Jeno kemudian melangkahkan kakinya memasuki ruangan yang didalamnya terdapat seseorang yang sedang memperjuangkan hidupnya.

Cklek.

Jeno memasuki ruangan itu dengan perlahan, dilihatnya sang 'pasien' sedang duduk memegang sebuah buku -Novel, mungkin- dengan hati-hati Jeno mendudukan diri dikursi samping ranjang.

Sadar akan kehadiran seseorang, pemuda dengan balutan piyama khas rumah sakit itu menoleh sembari tangannya menutup buku yang sedari tadi dibacanya.

"Merasa baikan?" Jeno mengusap perlahan rambut coklat milik pemuda seusianya yang terlihat kurus dari sebelumnya.

pemuda itu tersenyum "Begitulah" kemudian dia menaruh asal buku bacaannya diatas meja nakas.

"Aku meminta maaf"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

ToBeContinued

Lah yang kemaren belum kelar udah bikin lagi:'v yaudah pokonya ini ga lebih dari twoshoot

HAPPY READING~