Tittle : Till I found you

Cast : Park Jimin / Min Yoongi

Ichizenkaze

.

.

.

Happy Reading!

.


Wasn't looking for love 'till I found you


Min Yoongi membutuhkan tiga puluh menit mengendarai KIA mungilnya untuk dapat menjangkau rumah ini dari hostel yang di tempatinya di pusat kota Busan. Menyusuri pesisir Gijang-gun yang luas lalu masuk ke dalam desa Geumjeong-gu yang asri. Mobilnya melewati beberapa gedung sekolah, satu gedung pusat kepolisian yang sepi lalu hamparan hutan kecil. Rumah itu tersembunyi, serta dekat dengan pantai sunyi. Ia mengira, hembus lembut debur ombak akan terdengar nyaman saat berdiri di balkon atasnya yang mungil, menikmati kepingan hamparan bintang dengan segelas matcha hangat diiringi tiupan angin serta lembut gemercik ombak. Hamparan hutan kecil yang dilaluinya mengelabui tepat letak rumah itu berdiri. Tersembunyi dibalik pepohonan yang tinggi dan lautan rumput yang hijau. Aspal yang dilalui mobilnya rusak, membuat Yoongi mual saat melaluinya.

Yoongi memarkirkan mobilnya di depan pekarangan rumahnya yang gersang. Tidak ada tanaman hias. Tidak ada selang air untuk meredakan panas tanahnya kala kemarau. Juga tidak tanda-tanda kehidupan dari rumah tersebut. Ia mengecek sekali lagi alamatnya, tertera manis di lembaran fax yang diberikan kerabatnya. Ia juga melirik Google Map yang memberitahukan bahwa dirinya sudah sampai pada tempat tujuan. Membuat Yoongi tidak bisa membantah kenyataan jika rumah megah dengan aura menyeramkan di depannya adaah benar tempat tujuannya hari ini. Yoongi menggigit bibirnya ragu, mencengkram kertas di jemarinya lalu kembali melayangkan pandangan ke rumah itu. Jendelanya cokelat, dengan gorden putihnya terbang lirih terbawa arus angin yang panas.

Menghembuskan nafas penuh tekad, Yoongi menusuk semua pemikiran negatif yang bermunculan dalam kepalanya lalu mulai membuka pintu mobilnya perlahan. Rumah itu besar. Megah. Gerbang tinggi yang tadi dilaluinya seolah menjadi penentu; akankah lebih baik ia memutar mobilnya dan kembali ke Seoul atau memendam seluruh prasangka buruknya dan mencoba kesempatan emas yang dijatuhkan padanya saat ini. Yoongi memilih pilihan kedua, walau ketika kakinya menaiki undakan tangga menuju pintu utama yang besar, ia sedikit menyesali pilihannya.

Ia menekan bel. Sekali. Dua kali. Lalu pintu menjeblak terbuka. Bunyinya tua, namun terawat dengan baik.

Yoongi berdeham sembari membungkuk tipis. "Selamat siang, Samonim."

Wanita di hadapannya tersenyum tipis. Ikut membungkuk kaku. Pakaian yang dikenakannya menunjukkan teramat sangat posisinya di rumah tersebut. Rambutnya tertata asal-asalan, ada beberapa helai putih di rambut hitamnya yang memikat. Kerutan senyumannya ramah, Yoongi tak kuasa untuk membalasnya.

"Selamat siang," Ia membuka lebar pintu rumah. Jarinya merapikan helai rambutnya ke belakang telinga. "Silahkan masuk. Kau pasti psikolog yang direkomendasian oleh Dokter Kim, benar?"

Yoongi mengangguk, kembali membungkuk tipis lalu masuk ke dalam rumah tersebut. Gelap. Pengap. Tanda jarang sekali jendela-jendela besar di rumah tersebut dibuka untuk mengambil udara segar. Tidak ada dengung Air Conditioner. Tidak ada bunyi aliran air dalam akuarium. Semua sunyi. Cahaya matahari tak mampu menjangkau tiap sudut rumah yang temaram. Hanya terdapat lampu besar serta derik kipas angin yang berisik.

"Benar sekali," Ia menjawab sembari menjilat bibirnya. Menggumamkan perkenalan sembari mengucapkan namanya tegas. Mengikuti langkah wanita itu yang kini mempersilahkannya duduk di sebuah ruang tamu luas. Semua berwarna cokelat. Dari meja di hadapannya; terdapat cangkir dengan kepulan teh harum dan poci berwarna putih lembut di sisinya, juga kudapan kecil dalam toples yang penuh, wanita itu nampaknya sudah menanti dengan sangat kedatangannya. Dari kursi yang didudukinya, bahkan dari kusen jendela yang tertutup rapat. "Dokter Kim dengan sangat baik hati memberikan kesempatan ini untukku."

Atau kesempatan buruk yang seharusnya tidak kuambil dengan gegabah, pikirnya ketika menyusuri lukisan replika Monalisa dan benderang keadaan lukisan katedral Santo Petrus yang dikerjakan Leonardo da Vici bersama Raphael dan Michaelangelo dalam perancangannya, yang terpasang pasti di dinding ruang tamunya yang kelam beserta beberapa lukisan jaman Eropa tua. Ia terlalu terburu menyutujui berkas-berkas yang diberikan Namjoon dengan tatapan penuh permohonan tanpa pikir panjang, berkata akan segera mendatangi alamat yang tercantum dilembaran berkasnya dan tidak memperdulikan kerut resah di kening Namjoon.

Wanita itu mendudukkan tubuhnya di hadapan Yoongi. Perilakunya rapuh, dan Yoongi penasaran kenapa matanya menyimpan begitu banyak kesedihan.

"Kau bisa memanggilku Ahjuma, mereka terbiasa memanggilku seperti itu," ucapnya lirih.

Yoongi mengangguk sembari melayangkan senyuman simpul. Tidak tahu siapa yang dimaksud dengan mereka oleh wanita itu.

"Baiklah, Ahjumma. Bisa kita—"

"Dia sudah datang?" Yoongi mendongak terkejut mendengar suara seorang pria di balik lorong panjang di sudut kiri. Suaranya menggema, dan Yoongi dibuat merinding mendengarnya. Langkah kaki semakin mendekat, gema langkahnya membuat Min Yoongi gugup.

Pemuda itu terlihat muda. Mungkin berumur di bawah tiga puluh tahun. Rambutnya berwarna cokelat tua. Kurus. Tinggi. Dan menyimpan senyuman cerah dibalik kesan pertamanya yang menyeramkan.

"Ah, maaf. Apa aku membuatmu terkejut?" ia terburu meminta maaf, membungkuk tipis lalu meringis. Ia duduk di samping Ahjumma yang memandangnya lembut.

"Ini putraku," wanita itu mengelus pundak pemuda itu dengan sayang. "Yoon Jisung."

"Annyeong Haseyo," Jisung menyapa. Bola matanya menyipit lucu.

Yoongi membalas sapaannya, mengenalkan dirinya dengan suara tipis.

"Dokter Kim banyak bercerita tentangmu," Jisung tertawa tipis, "dan penjelasannya teramat tepat. Aku langsung mengenalimu."

Sudut mata Yoongi berkedut mendengarnya. Memikirkan apa yang dikatakan Namjoon ketika bercerita tentangnya pada kedua orang di hadapannya ini.

Yoongi berdeham keras. "Park Jimin, benar?" ia langsung bertanya. Karena ia begitu gerah melihat situasi di sekelilingnya. Rumah ini tidak seperti rumah. Semua gelap. Tidak ada kehidupan.

"Benar," Ahjuma menjawab.

"Dan boleh aku bertemu dengannya?" Yoongi menaikkan alis, mulai sibuk membuka berkas yang dibawanya. Hasil kiriman dari Kim Namjoon yang begitu ingin Yoongi mengambil pasien satu ini. Terdapat informasi dasar dari lembaran pertama. Golongan darah. Orang tua. Tempat tanggal lahir. Dan Yoongi hanya menerima sedikit informasi dari Kim Namjoon.

"Social phobia. Tingkat akut."

Itu. Hanya itu yang dibisikkan Namjoon ke telinganya.

"Aku yakin Yoongi-ssi sudah tahu apa yang terjadi dengan Tuan Muda." Ahjumma memulai dengan pasti. Yoongi mengangguk. Mencengkram kertas di genggamannya lebih erat. "Tuan Muda mengalami fobia sosial tepat di umurnya yang ke sembilan. Dia akan gugup berlebihan ketika bertemu dengan orang baru. Dia akan panik dan ketakutan saat bersosialisasi. Aku sudah mengenalnya sebelum dipindahkan ke rumah ini. Aku melayani keluarganya dengan segenap hatiku di pusat kota Busan. Sebelum Nyonya Park memintaku untuk pindah ke sini dan menemani Tuan Muda. Bahkan saat pertama kali bertugas di sini, ia tidak mau bertatap muka dengan kami, mengurung diri di kamarnya setiap hari dan baru keluar ketika ia benar-benar yakin aku dan Anakku sudah terlelap tidur. Membutuhkan waktu empat tahun bagi Tuan Muda akhirnya berani untuk berbicara dengan kami dan meminta bantuan untuk beberapa hal."

Jisung menimpali dengan suara pelan. "Tuan Mudah terbiasa beraktivitas pada malam hari. Ia benci cahaya matahari. Ia akan menenggak obat tidurnya untuk memaksa dirinya tidur di siang hari. Itu juga sebabnya kami menutup semua jendela dan memasang gorden di siang hari, Ia tidur pukul enam pagi, dan bangun pukul empat sore. Ibuku menyiapkan makan malam di meja makan dan membiarkan Tuan Muda turun dengan sendirinya. Terkadang, ia tidak memakannya sama sekali. Ia lebih banyak mengurung dirinya dalam kamar."

"Jadi kemungkinan besar aku tidak bisa bertemu dengannya sekarang?" Yoongi mengecek arlojinya yang menunjukan pukul satu lebih lima belas menit.

Jisung menggeleng kecil. "Tuan Muda mulai beraktivitas pada sore hari. Kami tidak ingin memaksanya bangun. Ia mudah sekali panik apabila mendapati seseorang berada di dekatnya."

Yoongi menggumam mengerti. Ia menarik nafas, kemudian kembali menatap raut wajah Jisung yang tenang beserta sosok Ibunya yang resah. "Apa yang Park Jimin lakukan di kamarnya pada malam hari?" tanya Yoongi dengan kedip penasaran yang nyata.

"Menonton televisi, atau terkadang membaca buku." jawab Ahjumma. "Ia menonton televisi sepanjang malam. Beberapa film romansa klasik jaman dahulu, dan buku-buku dongeng atau cerita petualangan kanak-kanak. Ia biasa menyantap kue lemon ditemani Darjeeling hangat ketika menonton filmnya. Ia akan mematikan televisinya pukul lima pagi, lalu pergi mandi dan tidur setelahnya. Dalam selang waktu satu jam, aku dan Jisung merapikan kamarnya ketika ia mandi. Memeriksa seisi kamarnya untuk mengambil semua barang mencurigakan yang ada di sana." Ahjumma menelan air liurnya gelisah. "Tuan Muda pernah mencoba bunuh diri menggunakan gunting tahun lalu. Ia juga sempat menenggak cairan pembersih dan mengambil briket batubara lalu menaruhnya di perapian."

Yoongi menarik nafas terkejut. Tercekik luar biasa mendengar untaian penjelasan yang dibeberkan.

"Mencoba bunuh diri?" pastinya dengan suara bergetar. Jari-jarinya mendadak beku.

"Ne," Jisung yang menjawab. "Tuan Muda beberapa kali mencoba bunuh diri. Mungkin itu juga yang membuat Tuan Park akhirnya memanggil seorang psikolog untuk menyembuhkan Tuan Muda. Keadaannya semakin parah."

Yoongi membuka mulutnya, lalu menutupnya lagi dengan ragu. "Apa kalian tahu apa penyebab pobia sosialnya terjadi?"

Ahjumma dan Jisung saling melirik satu sama lain. Ada rahasia tersembunyi di tatapan keduanya yang saling bersinggungan. Terlampu berat untuk disuarakan, terlalu sulit untuk disuarakan. Sebelum Jisung yang lebih berani untuk menyuarakan alasannya.

"Mereka bilang, Tuan Muda menyaksikan Kakaknya bunuh diri."

Jemari Yoongi bergetar ketika mendengarnya. Dadanya sesak, dan seharunsya ia lebih profesional dari ini. Namun, hujaman rasa perih menyiksa relung dadanya.

"Di umurnya yang ke sembilan, Tuan Muda menyaksikan bagaimana tubuh Kakaknya melunglai, leher tercekik untaian tali yang terpasang di langit-langit kamar. Ia mengurung dirinya sendiri setelah kematian Kakaknya, ia juga menyalahkan dirinya sendiri karena tidak mempunyai cukup kekuatan untuk menghentikkan Kakaknya."

Mengambil nafas kasar, Yoongi mengerutkan kening kesal. Ia melirik kertas di cengkramannya.

"Dia mengalami pobia sosial selama hampir dua belas tahun, trauma menghantui kehidupannya, dan kalian baru meminta bantuan psikolog sekarang?" Yoongi mencoba menahan suara amarahnya. "Apa yang kalian tunggu, astaga."

"Itu di luar kuasa kami, Yoongi-ssi." Jisung menjawab pelan. "Tuan Park membawa seorang psikiater sepuluh tahun lalu untuk mengobati trauma Tuan Muda. Memberikan Tuan Muda beberapa obat penenang untuk meredakan depresinya. Namun itu hanya membuat Tuan Muda bergantung pada obat-obatan itu. Hingga akhirnya Dokter Kim datang tiga tahun lalu dan mulai membuat Tuan Muda mulai berhenti bergantung pada obat-obat penenangnya. Beliau hanya menenggaknya di saat-saat tertentu, saat trauma serta depresi menusuk kepalanya terlalu dalam. Dokter Kim pula yang merayu lebih kuat Tuan Park untuk memanggil seorang psikolog demi membuat Tuan Muda sembuh dari pobianya. Tapi sampai saat ini trauma akan masa lalunya tidak sembuh, begitupula dengan pobianya yang semakin parah. Hal pertama yang sangat ingin kulakukan ketika melihat betapa menderitanya Tuan Muda adalah membuatnya sembuh. Tetapi, Tuan Park tidak mengijinkan. Setelah percobaan bunuh diri pertamanya, kami mencoba meyakinkan Tuan Park untuk memanggil seorang dokter. Dia tetap menolaknya. Dan ketika Tuan Muda terbaring dengan sisa nafas tersiksa saat asap briket yang hampir membunuhnya, Tuan Park akhirnya setuju."

Bangsat. Selalu. Orang tua kaya raya bangsat yang selalu memperhatikan kelangsungan karir dan kekayaan di tangan mereka di atas segalanya.

"Apa orang tuanya sering mengunjungi?" tanya Yoongi penat.

"Nyonya Park meninggal tiga tahun lalu, ia yang biasa menemani Tuan Muda di masa-masa sulitnya, beliau selalu mengunjungi Tuan Muda tiga hari sekali. Mungkin itu pula yang membuat Tuan Muda kehilangan segenap arah dalam kehidupannya. Setelah Nyonya Park meninggal Tuan Muda mencoba segala hal untuk bunuh diri. Sedangkan Tuan Park, dia hanya mengujungi satu-dua kali dalam tiga bulan."

Yoongi menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa. Ini benar-benar bukan main-main. Yoongi tidak menyangka akan menjadi seserius ini. Ia mengambil nafas panjang. Meneliti berkas di cengkramannya, rekam seluruh penyakit yang diderita Park Jimin dan kengeriannya melihat deretan resep obat yang pernah diberikan pada Park Jimin.

"Kumohon tolong sembuhkan Tuan Muda," Ahjumma meminta dengan suara lirih, hampir menangis. Yoongi melayangkan pandangannya patuh pada wanita itu. "Dia sudah seperti Putraku sendiri. Aku merawatnya hampir sepuluh tahun. Tuan Muda memiliki senyuman yang sangat cerah, matanya akan berbentuk seperti bulan sabit ketika ia tertawa. Aku tidak pernah lagi melihatnya tersenyum. Ia hampir mengurung dirinya selama dua puluh empat jam sekarang. Sering sekali mengabaikan makanan yang kubuat dan terus-menerus mendekam diri di kamarnya. Aku semakin khawatir. Aku takut sekali dia berbuat sesuatu. Aku takut dia mencoba bunuh diri lagi."

Wanita itu menangis. Jisung mencoba menenangkannya. Mata pemuda itu berkaca-kaca. Dan itu menyentuh relung hati Yoongi.

Ia belum melihat wajah Park Jimin, ia belum menatap mata Park Jimin, bahkan ia belum pernah mendengar nama itu sebelumnya. Namun, ketika ia tersenyum, mengatakan dengan tenang bahwa ia akan mencoba sekuat yang ia bisa untuk mengembalikan senyuman Park Jimin, Yoongi sudah membayangkan senyuman rembulannya yang manis, hembus nafasnya yang hangat, dan misteri dibalik kesedihan di kedipan matanya.

.

.


Never wanting to breath 'till I found you.


TBC

.

.

So, yeah. My another chaptered minyoon? Is it okay? Hehehe

I know I'm super duper late kalo masalah update, tapi aku akan selalu usahakan cepat untuk up storynya hehehe. Then, shout for me to yes or no for this?