Dianjurkan membaca chapter sebelumnya, karena kalian mungkin lupa dengan cerita ini :')

.

.

Meanie Fanfiction

.

Cast : Seventeen Member

.

Started with a blind date

Chapter 4

.

.

Sinar matahari langsung menyambut Wonwoo begitu ia keluar dari apartemennya, sedikit menyipitkan mata guna melihat jam di pergelangan tangan –pukul 11– dan meringis menyadari ia sudah sangat terlambat bekerja. Bunyi klakson mobil menarik atensi Wonwoo, membuatnya mendongak dan menemukan mobil sedan butut berwarna hijau sudah terparkir di pinggir jalan, seseorang di belakang kemudi melambai.

Itu Seungkwan, ya Seungkwan bukan Mingyu dengan coupe putih yang semalam berkata akan menjemputnya.

Sekali lagi Wonwoo menyadarkan diri, seseorang yang datang menjemputnya adalah Seungkwan. Tadi ia yang menghubungi Seungkwan, beruntung bocah itu sedang di luar kantor sehingga bisa datang tepat waktu menjemputnya. Wonwoo mendecih pelan membungkam hati kecilnya yang tadi sempat berharap seseorang akan menepati perkataannya.

"Sudah tengah hari dan hyung baru berangkat?", Seungkwan berujar setelah Wonwoo menempatkan diri di kursi sampingnya.

"Hanya sedang ingin," Wonwoo menjawab singkat sembari menyamankan posisi duduknya. Kepalanya bersandar pada kursi penumpang dengan mata terpejam, tadi pagi ia merasa tidak sehat sehingga langsung meminta ijin pada wanita ular untuk berangkat terlambat. Mungkin efek lembur laporan dan beberapa hal luar biasa yang telah terjadi beberapa hari kebelakang, jiwa dan raganya mungkin agak terguncang.

"Tak biasa hyung minta dijemput, mobilmu rusak hyung?" Seungkwan menoleh dan mendapati Wonwoo hanya menggeleng tanpa membuka mata sedikitpun, wajah hyungnya itu terlihat lelah.

"Sepertinya kita langsung ke kantor," ucap final Seungkwan setelah lama mendapati Wonwoo yang tidak menjawab.

Mobil sedan yang sudah tua itupun meluncur membelah jalanan menuju pusat perkantoran di Seoul.

.

.

"HELL YEAAAAHHHHH!"

Ctak. Bunyi botol yang berciuman langsung dengan kepala Soonyoung. Cukup keras hingga Wonwoo yang mendengarnya ikut meringis.

"Tutup mulutmu bodoh!" ucap pelaku pemukulan, tidak peduli dengan wajah kesakitan Soonyoung.

"Ini kekerasan dalam rumah tangga ––eh kantor maksudku. Bagaimana jika kepalaku cidera? Atau hilang ingatan?" Soonyoung meraba kepalanya sendiri.

"OH NO! sepertinya ini akan bengkak. Aku tidak tampan lagi, sayang kemari beri aku pelukan agar ketampananku kembali!" yang lebih kecil menghindar dengan gesit hingga akhirnya Soonyoung hanya bisa memeluk udara kosong, bibirnya cemberut.

"Ckckck bodohpun dipelihara!" membuat Soonyoung yang mendengarnya tambah manyun.

Namanya Lee Jihoon, lelaki kecil yang barusan mengumpat pada kekasihnya sendiri –read:Soonyoung– Wonwoo jarang bertemu dengannya, mungkin hanya sesekali jika mereka ada project bersama. Jihoon itu manusia super sibuk berkebalikan dengan Soonyoung yang manusia sok sibuk di kantor. Wonwoo pun heran kenapa keduanya bisa memilih bersama.

Kata Soonyoung, ia dan Jihoon memiliki banyak kemiripan. Keduanya adalah pendiam yang bermulut tajam, hobi mengumpat dan memiliki dedikasi tinggi pada perusahaan yang tingginya bisa menembus langit ketujuh. Mungkin perbedaannya hanya terletak pada Soonyoung yang bisa jatuh cinta pada Jihoon tapi tak bisa sedikitpun jatuh cinta pada Wonwoo. Katanya, Jihoon itu seperti bayi macan yang butuh perlindungan sedangkan Wonwoo hanya seorang lelaki dewasa yang kurang belaian –jadinya galak– Soonyoung tidak bisa membayangkan Wonwoo sebagai bayi macan, ia tak ada manis-manisnya sama sekali.

"Bodoh-bodoh seperti ini tapi kau tetap cinta kan?" alis Soonyoung naik turun, membuat Jihoon menatapnya jijik tapi tidak mengelak.

"Mobilmu belum kembali?" itu Jihoon, mengalihkan pembicaraan pada Wonwoo yang sejak tadi hanya sibuk menonton. Jihoon tahu, karena Wonwoo menceritakan semuanya pada Soonyoung tempo hari walaupun dengan sedikit paksaan.

Wonwoo mengendikkan bahu, "Seperti yang kalian lihat!" Ia menuntun keduanya menuju pembatas gedung, melongok kebawah dan mendapati tempat biasa mobilnya terparkir masih kosong.

Ketiganya sekarang sedang berada di Green Garden, sebuah lobby terbuka dalam gedung kantor yang berada di lantai 4. Biasa digunakan untuk melepas penat dari rutinitas kerja, taman hijau terbuka dengan konsep natural. Terdapat banyak tempat duduk, bean bag dan pohon-pohon hijau mulai dari yang asli hingga yang hijau buatan. Beruntung Green Garden sedang sepi sehingga teriakan Soonyoung yang tadi tidak terlalu menarik perhatian.

Wonwoo membuang napas kasar, fakta bahwa mobilnya belum kembali berarti Mingyu juga tak menampakkan batang hidungnya sejak malam itu. Tanpa kabar sedikitpun –Wonwoo pun enggan mencari tahu– dan Wonwoo merasa hidupnya kembali damai. Kembali seperti sedia kala sebelum bertemu dengan penyanyi satu itu. Tidak ada wajah menyebalkan yang sialnya sangat tampan itu, tak ada senyuman Mingyu yang membuat Wonwoo menahan napas dan tidak ada obrolan cheesy yang sudah lama tidak Wonwoo dengar.

Ia tidak merindukan Mingyu, tidak sama sekali. Tidak mencari lelaki itu. Ia tidak dengan sengaja menyalakan TV dan berharap ada berita tentang grup hiphop barang sebentar di layar. Ia hanya menyalakan TV untuk mengecek channel cuaca. Wonwoo juga tidak dengan sengaja membuka kembali akun media sosialnya untuk melihat gosip terbaru, Ia hanya membuka akun itu untuk mengisi waktu luang, melihat kabar teman-temannya. Iapun tidak dengan sengaja mencari tahu jadwal Highlite pada Seungkwan, ia hanya bertanya progres kegiatan syuting ambassador artist mereka dan mendapat fakta bahwa Seungkwan sedang bekerja keras menyamakan jadwal dengan semua artis termasuk didalamnya Highlite yang sedang promosi single. Promosi single baru berarti tawaran panggung dimana-mana, promosi diseluruh channel tv dan program show yang padat.

Highlite sibuk

Mingyu sedang sibuk

Mingyu tentu saja tidak akan datang padanya.

"Sepertinya Mingyu tertarik padamu," ucap Jihoon membuat Wonwoo hampir tersedak ludahnya sendiri.

"Tertarik? Tertarik dalam artian main-main baru kupercaya," jawab Wonwoo remeh. "Dia itu artis jika kau lupa," ingatnya pada Jihoon. "Dan pembual."

Jihoon yang mendengarnya hanya tertawa.

"Tapi kalian terlihat bagus saat bersama," imbuh Soonyoung yang dihadiahi tatapan tajam dari Wonwoo. Manusia satu itu penyebab Wonwoo harus berurusan dengan Kim Mingyu, jika tidak ada kencan buta hari itu ia tak akan mengenal dan masuk ke dalam pusaran hidup seorang artis pembual seperti Mingyu.

"Hah? Bagus? Terlalu banyak hal buruk yang mengikuti kemanapun Mingyu berada," maksud Wonwoo adalah Mingyu dan kehidupan keartisannya, baik didepan maupun dibelakang kamera dan jangan lupakan juga pengikut setia Mingyu yang beringas.

"Cih katakan saja kau yang terlalu pengecut untuk keluar dari sangkarmu!" Soonyoung mungkin cukup jengah dengan Wonwoo. Ia tak mau sahabatnya itu menjomblo seumur hidup, setidaknya Soonyoung punya firasat bagus pada Mingyu. Hidup Wonwoo terlalu tenang seperti air di danau dan kedatangan Mingyu yang seperti air terjun akan membuat hidup Wonwoo lebih berwarna. Lebih menantang tepatnya.

Wonwoo sudah siap menoyor Soonyoung ketika Jihoon tiba-tiba berucap, "Kau bisa membaliknya Wonwoo!"

Keduanya mematung dan menatap penuh tanya pada Jihoon.

"Dilihat dari sisi manapun, posisi Mingyu yang lebih berisiko dibanding dirimu. Sekarang katakan, jika kalian bersama apa yang akan kau dapat?"

"Tidak mungkin uang karena aku sudah memilikinya," Wonwoo tampak berfikir. "Partner tidur mungkin?"

"Semuanya!" Jihoon membuka suaranya. "Kau akan mendapatkan semuanya, mulai dari pekerjaan Mingyu, karir, popularitasnya, masa depan, uang dan yang pasti Mingyu sendiri. Semua kehidupan Mingyu akan dipertaruhkan jika ia memilih bersamamu. Sedangkan Wonwoo apa yang akan kau pertaruhkan? Tidak ada. Jika hubungan kalian terendus publikpun tidak akan berdampak pada pekerjaanmu. Kau masih bisa berkarir dan melanjutkan hidup seperti biasanya. Sedangkan Mingyu?"

Wonwoo tampak mencerna pelan-pelan.

"Bayangkan kehidupan seseorang berada dalam genggamanmu!"

Sedikit jahat tapi hati Wonwoo membenarkan setiap perkataan Jihoon. "Kau melupakan penggemar Mingyu yang selalu siap menjadi tameng dan membunuhku jika menyentuh idol mereka."

Jihoon hanya tertawa, menyesap kopinya dan tersenyum manis. "Jika orang yang dijadikan raja oleh mereka sudah memilihmu, memang mereka bisa apa? Lagipula tidak pernah ada kasus pembunuhan hanya karena seseorang mengencani seorang idol."

Itu benar dan Wonwoo baru menyadarinya. Mungkin itu yang menjadi alasan kenapa Mingyu membual di skandalnya kemarin. Karirnya terancam, tidak hanya dirinya sendiri tapi karir teman segrupnya juga terancam. Maka sudah dapat dipastikan semua ciuman yang telah mereka lakukan, setiap kata-kata manis yang terucap dari bibir Mingyu adalah bualan belaka.

Tidak mungkin seorang Kim Mingyu yang sedang bersinar mempertaruhkan masa depan karirnya hanya untuk manusia biasa seperti Jeon Wonwoo, seseorang yang bahkan tidak sengaja ia temui di kencan buta.

Kim Mingyu sudah pasti hanya main-main.

.

.

From : Soonyoung

Kami akan segera menyusul.

Nikmatilah pulau Jeju walaupun aku yakin kau tidak akan bisa bersenang-senang tanpa kami disana ;)

Wonwoo melempar ponsel ke sofa besar yang berada di ruang tengah, tidak ada niat sama sekali untuk membalas pesan tidak penting dari Soonyoung. Tangannya mulai berbenah, sebagian besar pakaian sudah masuk ke dalam koper dan tinggal hal-hal kecil yang perlu Wonwoo siapkan untuk dibawa ke Pulau Jeju.

Bukan untuk berlibur tapi untuk bekerja atau berlibur sambil bekerja lebih tepatnya.

Mulutnya bersenandung kecil dan langsung terhenti ketika suara bel pintu yang dipencet tak beraturan mengganggu pendengarannya. Melirik jam dinding dan mengernyit heran, masih ada banyak waktu sebelum sopir kantor menjemputnya ke bandara.

Bel kembali berbunyi, lebih tidak beraturan, tidak sabaran dan sangat mengganggu.

"Tunggu sebentar!" Wonwoo berucap sedikit kesal, berlari kecil hingga menggapai pintu apartemen lalu membukanya.

Lelaki itu berdiri tegap, memakai kaos hitam yang walaupun sudah berlengan pendek tetap dilipat bagian ujung seolah-olah memang disengaja untuk memamerkan otot bisep yang sudah terbentuk. Kaca mata hitam membingkai wajah yang tak asing lagi bagi Wonwoo walaupun sudah lebih dari satu minggu mereka tidak berjumpa. Rambut itu masih berwarna kecokelatan sama seperti yang terakhir kali Wonwoo lihat, bedanya sekarang rambut itu dibiarkan terurai jatuh seperti tidak terurus walaupun tetap enak dipandang. Tidak ada yang berubah, kecuali bau parfum yang sekarang tambah menusuk hidung Wonwoo.

"Hallo," sapanya dan langsung menerobos masuk kedalam apartemen Wonwoo. Si empunya langsung menutup pintu setelah memastikan tidak ada orang lain yang melihat kedatangan lelaki barusan.

Wonwoo lalu berlari menuju pintu kaca penghubung ke arah balkon, mengintip keluar sebentar sebelum menutup pintu sekaligus gordennya.

"Kim Mingyu jangan sentuh apapun!" terlambat karena begitu Wonwoo berbalik ia sudah mendapati Mingyu telah berada di depan kulkas miliknya sedang meminum jus jeruk.

"Apa yang kau lakukan disini?" telisik Wonwoo.

"Minum," jawab Mingyu enteng dan mulai mendekat ke arah Wonwoo.

"Setahuku jus jeruk masih dijual bebas diluar sana!"

"Kau yakin akan pergi?" Seolah tak peduli dengan ujaran Wonwoo, Mingyu ganti bertanya ketika melihat koper Wonwoo sudah tertata rapi di ruang tengah.

"Kenapa aku harus tidak yakin?" Wonwoo balik bertanya.

"Seungkwan bilang tim baru berangkat 3 hari lagi."

"Ada yang harus kuurus disana."

Mingyu berdeham pelan seolah mengerti, mengambil pouch kecil yang terletak tak jauh dari tumpukan barang Wonwoo. Membukanya dan menemukan peralatan mandi lengkap dengan alat pencukur pria. "Kau bawa obatmu? Vitamin?" Tapi Wonwoo hanya bergeming tak menjawab. "Seungkwan bilang kau sempat demam beberapa hari lalu."

Seungkwan lagi, Seungkwan lagi. Tak heran Mingyu bisa mengetahui semuanya bahkan demam yang menyerangnya tempo hari. Ternyata Seungkwan punya andil besar dalam penyebaran informasi mengenai dirinya.

"Jika saja seseorang yang tidak bertanggung jawab mengembalikan mobilku mungkin aku tidak akan kehujanan dan terserang demam setelahnya," Wonwoo berucap sinis membuat Mingyu sedikit membola mendengarnya.

"Tapi aku sudah menyu––" suara getaran telepon menginterupsi obrolan mereka berdua. Mingyu dengan segera menjawab panggilan yang berasal dari managernya.

Wonwoo berjalan mendekat, mengambil alih pouch dari tangan Mingyu dan merapikannya kembali. Mingyu masih sibuk dengan panggilan telepon, Wonwoo tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan. Hanya kata 'tidak becus', 'mobil', 'kembali' dan 'pergi' yang ia dengar. Mungkin Mingyu bicara terlalu cepat –karena ia seorang rapper– atau otak Wonwoo yang terlalu lamban dalam hal menguping.

Arah pandang Mingyu menembus lurus kedalam mata Wonwoo walaupun mulutnya sibuk berbicara dua arah dengan orang ditelefon, sedangkan Wonwoo hanya bisa berpura-pura sibuk memandang ke arah lain asal tidak ke wajah Mingyu.

"Seharusnya mobilmu sudah kembali seminggu yang lalu, tapi seseorang lupa dengan tugas yang kuberikan," Mingyu berujar setelah menutup telefonnya. "Kapan kau berangkat?"

"Sore nanti."

"Tidak akan sempat," Mingyu memotong cepat, memijat pelipisnya sebentar dan membuang napas kasar, garis wajahnya mengeras seolah ditarik untuk berfikir keras. "Kami ada konser di Jepang, pesawat setengah jam lagi."

Wonwoo tidak merespon, hanya memperhatikan gerak-gerik Mingyu. Ia tidak meminta informasi barusan, tapi Mingyu memberinya dengan sukarela entah untuk maksud apa. Dilihatnya Mingyu mengeluarkan sesuatu dari kantong sakunya, sedikit terburu dan hampir membuat benda itu terjatuh.

"Vitamin ini tidak dijual bebas diluar sana, kau hanya bisa mendapatkannya dari Kim Mingyu dan harganya sangat mahal. Bersyukurlah karena aku memberinya dengan sukarela," Mingyu meletakkan botol kecil berisi vitamin di atas meja lalu berjalan tergesa menuju pintu.

"Yaak, aku tak––"

"Tapi aku memaksa," seolah-olah tahu Wonwoo akan menolak, Mingyu memberikan jawaban cepat.

Wonwoo menatap nanar botol kecil itu lalu beralih pada pemiliknya yang lama, Mingyu sudah hampir mencapai pintu. Lelaki itu terlihat terburu-buru, makanya sejak tadi bewajah tidak santai. Memberondong Wonwoo dengan banyak pertanyaan seolah-olah pertanyaan tersebut sudah dipersiapkan terlebih dahulu. Wonwoo bergerak cepat mengejarnya. "Kau akan pergi?"

Tubuh Mingyu berhenti tiba-tiba, beruntung Wonwoo memiliki reflek yang bagus sehingga dapat mengerem tubuhnya sendiri tepat sebelum bertubrukan dengan punggung Mingyu. Mingyu berbalik ke arahnya, "Kau tak ingin aku pergi?"

Menggeleng pelan, "Justru aku ingin membukakan pintu jika kau mau pergi."

Mingyu tertawa kecil, menampilkan taring yang sialnya menjadi daya tarik yang membuat Wonwoo terpesona. "Jika kau yang meminta, aku bisa memilih tinggal."

Wonwoo menggeleng heboh. "Tidak, ada ratusan orang yang telah menunggumu di Jepang," usirnya halus. Wonwoo menunggu respon Mingyu tapi yang ditunggu tidak memberikan respon apapun. Mingyu hanya menatap lekat pada Wonwoo, menatap dari atas rambut hingga ujung kaki dan berhenti lama di bagian bawah. Kaki Wonwoo bergerak gusar.

"A..apa ada yang salah?" Wonwoo tergagap. Menelisik penampilannya, baju hitamnya masih oke dan celana jeans pendeknya sudah terpasang rapi. Resleting tentu saja sudah tertutup, sebenarnya tinggal memakai sepatu dan ia sudah siap menuju bandara. Tapi kenapa Mingyu menatapnya seperti itu?

Mingyu menggeleng sebentar dan membuang napas gusar, bergerak cepat melepas masker hitam yang sedari tadi menggantung di lehernya dan langsung memakaikannya di wajah Wonwoo, tidak peduli dengan tatapan kaget yang dilayangkan pria yang lebih kecil. Sebelum Wonwoo sempat protes, Mingyu sudah membawa tubuh kecil itu dalam pelukan yang sangat erat. Terlalu erat hingga Wonwoo kesulitan bergerak.

Tangan kirinya mengangkat salah satu kaki Wonwoo hingga hampir melingkar di pinggangnya, mengelus kaki berbalut celana pendek yang tadi sempat membuatnya kurang fokus. "Kau tidak mencukurnya?"

Suara Mingyu dalam dan terdengar pas ditelinganya, "Kau pikir aku wanita?" jawab Wonwoo masih terdengar walaupun teredam dibalik masker.

Mingyu tertawa pelan tepat di samping telinga Wonwoo, tangan kirinya masih setia mengelus pergelangan kaki Wonwoo yang ditumbuhi bulu cukup lebat yang sialnya malah terlihat sangat seksi dimata Mingyu. Tangan itu bergerak konstan semakin naik ke atas hingga menemukan bongkahan padat milik Wonwoo, Mingyu meremasnya dan semakin menariknya mendekat membuat Wonwoo terpekik pelan karena sesuatu saling bergesekan di bagian bawah mereka. Mingyu meremasnya kembali, membuat gerakan berulang hingga gesekan itu kembali terjadi. Memejamkan mata menikmati sensasi menggelegar yang membuat napasnya semakin memberat, sedangkan Wonwoo disampingnya hanya melenguh sangat pelan –hampir tidak terdengar– dengan tangan yang mencengkeram erat bahu Mingyu.

"Jika aku egois, mungkin konser di Jepang akan dibatalkan dan kau tidak akan pernah keluar dari ruangan ini." Wonwoo mendengarnya dengan jelas, napas Mingyu yang memburu dan suara Mingyu yang lebih berat dari biasanya. Jantungnya berdetak sangat cepat seolah-olah berlomba dengan jantung orang yang sedang memeluknya ini. Tangannya sudah berkeringat dingin, dan napasnya memendek.

Pelukan itu terlepas membuat hawa dingin kembali masuk menyusup diantara keduanya, Mingyu masih setia memandang Wonwoo sembari menetralkan napas. Membawa bibirnya mengecup dahi yang lebih pendek, tidak lama karena ia sudah merasakan getaran ponsel di saku celananya. Waktunya sudah habis dan jika ia tak segera pergi, mungkin Seungcheol akan dengan sukarela mendobrak pintu yang ada dibelakangnya ini.

"Aku pergi dulu," pamit Mingyu gantian mengecup bibir Wonwoo yang tertutup masker miliknya. "Jangan mengelak jika aku selalu kembali padamu."

Dan Mingyu benar-benar pergi, meninggalkan Wonwoo yang masih mematung menatap pintu yang barusan tertutup. Tangannya bergerak pelan memegang masker hitam milik Mingyu yang ia pakai, terlalu dekat dan terlalu jelas tercium wangi lipbalm yang dipakai Mingyu. Matanya memejam, menghirup panjang wangi masker tersebut dan tergelak karena sensasi yang timbul seperti dicium oleh Mingyu secara tidak langsung. Lututnya melemas.

Kim Mingyu sialan.

.

.

"Aku tak menyangka si tua Park memiliki store di mall kita," wanita itu menggerutu. "Sial sekali harus berurusan dengan tua bangka tukang perintah sepertinya."

Mobil itu tetap melaju konstan di jalanan kota Jeju, sang sopir sepertinya tidak terlalu mempedulikan gerutuan wanita paling senior yang ada di dalam mobil. Rombongan itu baru selesai mengadakan pertemuan dengan seluruh pemilik store membahas pembukaan Diamond Plaza yang akan segera dilaksanakan.

"Bagaimana persiapannya?" si wanita ular alias bos Wonwoo bertanya.

"80%, turunkan aku di depan plaza. Akan kupastikan semua selesai sebelum rombongan dari Seoul datang besok malam."

Wanita itu hanya tersenyum puas dan memberikan intruksi pada sopir di depannya. Mobil berhenti tepat di sebuah shopping mall terbesar yang ada di Pulau Jeju.

Diamond Plaza

Mall dengan desain futuristic tersebut kini tampil lebih cantik dengan semua banner-banner besar yang telah dipasang bergambarkan wajah para artist yang menjadi ambassador tempat tersebut. Selayaknya seorang Princess yang dikelilingi oleh pria-pria tampan.

"Aku mengandalkanmu Jeon Wonwoo," mobil itupun melaju meninggalkan Wonwoo sendiri berdiri di depan bangunan Plaza.

Masih belum terlalu ramai, pikir Wonwoo. Berita tentang kedatangan para artis telah menyebar akan tetapi para penggemar belum banyak yang berkumpul di depan mall. Hanya beberapa anak yang tampak mampir setelah pulang sekolah dan beberapa remaja menunggu dengan setia hingga larut malam. Tidak sebrutal yang pernah ia lihat di Seoul. Mungkin Jeju memang lebih damai daripada orang-orang yang ada di Seoul.

Wonwoo membenarkan letak tas ransel miliknya, berjalan pelan menuju lorong samping gedung yang akan mengantarnya langsung menuju aula Mall. Ruang terbatas yang hanya bisa diakses oleh orang dalam dan Wonwoo menjadi salah satu pemegang akses jalan tersebut. Lorong panjang yang kedepannya akan menjadi jalan akses umum ketika opening sudah dilakukan, Wonwoo mulai melangkah.

Langkahnya terhenti ketika matanya menangkap bayangan tak asing didepannya, tepat di depan pintu masuk aula. Walaupun tubuh itu terbalut mantel panjang. Wonwoo tahu pasti siapa dibalik kacamata dan masker hitam itu.

"Bukankah seharusnya kau sampai di tempat ini besok malam, Kim Mingyu-ssi?"

Mingyu hanya tertawa pelan, melepas masker dan kacamata menampilkan wajah tanpa cacat miliknya. "Kau tak senang melihatku lebih cepat dari jadwal babe?" Ia berjalan mendekat ke arah Wonwoo. "Untuk membayar semua penderitaan yang kau timbulkan selama aku berada di Jepang."

"Aku tak melakukan apapun," sanggah Wonwoo.

Tangan itu membelai pipi Wonwoo, mengelusnya lembut. "Kau tak tau seberapa inginnya aku menahanmu waktu itu? Mengurungmu dan melanjutkan apa yang telah kita mulai saat itu?" jemari Mingyu berpindah membelai bibir lembut Wonwoo. Tatapan itu masih sama, tatapan memuja yang kadang membuat Wonwoo sedikit berharap. "Wajahmu, tak lelahkah berlarian di otakku?"

Wonwoo yang mendengarnya mulai menyeringai kecil. Sudah dimulai.

Tangan Wonwoo meraih jemari Mingyu yang ada diwajahnya, menggenggam lembut dan membawa jemari panjang itu menuju bibirnya. Mengecupnya lembut, "Aku tak pernah kemana-mana, kau saja yang tak bisa menangkapku."

Tatapan mereka bertemu, dan Mingyu sama sekali tak bisa membaca raut wajah Wonwoo. Menatap jemarinya yang barusan dikecup oleh yang lebih kecil, "Jika aku menangkapmu, kau tak akan pernah kulepaskan."

"Tak masalah,'' tantang Wonwoo. Ia sedikit berjinjit menarik kerah mantel Mingyu agar wajah itu semakin mendekat ke arahnya, mempertemukan kedua belah bibir itu dalam sebuah lumatan kecil. Mingyu memanfaatkan kesempatan itu untuk menggigit bibir bawah Wonwoo. Demi dewa Jeruk yang ada di Pulau Jeju, ia sangat merindukan bibir yang tengah melumatnya ini.

Mingyu masih bisa merasakannya, walaupun keduanya masih terhanyut dalam ciuman panjang tapi Mingyu sempat melirik ketika tangan Wonwoo menyelipkan sesuatu ke dalam saku mantelnya, melirik sebentar dan cukup terkejut ketika menyadari benda yang diselipkan Wonwoo adalah sebuah kunci hotel. Ia pun menyeringai di tengah pagutan kecil yang Wonwoo berikan. Tidak sia-sia juga ia langsung terbang ke Pulau Jeju, mengabaikan member lain yang memilih langsung pulang ke Seoul.

"Catch me if you can boy," ucap Wonwoo tepat di depan bibir Mingyu. Ia menjauhkan wajahnya, melepas Mingyu dan mulai berjalan menjauh menuju pintu masuk tanpa menoleh sedikitpun. Terpatri senyum penuh arti di wajah Wonwoo, tatapannya jatuh ke telapak tangan miliknya sendiri dan senyumannya semakin mengembang.

Jika semua ini hanya sebuah permainan bagi Mingyu, setidaknya Wonwoo juga harus menikmati permainan tersebut. Bukankah tak ada yang ia pertaruhkan disini? Karena dunia milik Mingyu lah yang akan goyah jika terjadi sesuatu pada hubungan mereka.

Iya kan?

.

.

TBC

.

.

IM BAACCK
Oh tuhan, udah setahun lebih ga nulis lagi. Ada banyak hal yang berubah dan lupa kalo dulu pernah tulis cerita ini. Terharu banget ternyata masih ada yang nunggu, bahagia akutu TT.

Feel cerita masih sama ga? Bener2 setahun lebih ga nulis jadi agak grogi kemarin. Agak lupa story linenya jadi mungkin agak aneh nantinya.

Walaupun sudah lama ga kemari but Im still in love with Meanie.

Selamat menimati, semoga sukaa luvv