.

.

Meanie Fanfiction

.

Cast : Seventeen Member

.

Started with a blind date

.

.

Siapa yang tak mengenal Jeon Wonwoo, lelaki berumur 26 tahun peraih people of the year selama 2 tahun berturut-turut di perusahaan tempatnya bekerja. Penghargaan untuk pegawai terbaik yang banyak diimpi-impikan oleh semua orang, tentu saja karena hadiah fantastis yang ditawarkan. Siapa juga yang tak tergiur dengan hadiah berlibur ke luar negeri gratis?

Sayangnya Wonwoo tidak tertarik, makanya ia tak mengambil hadiah itu walaupun sudah menang 2 kali. Berakhir dengan perusahaan yang membelikan mobil gratis dan bonus untuk Wonwoo.

Kenapa tidak tertarik? Tentu saja lelaki dengan tinggi 183 cm itu sebenarnya hanya ingin menunjukkan totalitasnya pada perusahaan. Datang disaat pegawai lainnya mungkin masih tidur dan pulang saat pegawai yang lain sudah tidur. Sahabat dan rekan satu kantor Wonwoo yang bernama Seungkwan sering menyebutnya workaholic tapi Wonwoo tidak merasa seperti itu. Ia adalah seorang yang perfeksionis, bekerja di divisi finance perusahaan membuat Wonwoo selalu mengecek berulang-ulang hasil kerjanya sebelum ia pulang dengan tenang. Berkutat dengan digit angka yang tidak sedikit sering membuat Wonwoo lupa waktu, itu alasan kenapa ia selalu pulang lebih lama dari pegawai lainnya.

Wonwoo tidak pernah mengeluh, tentu saja karena ia melakukan semuanya dengan senang hati. Bekerja di divisi finance –terlebih di perusahaan property yang sangat terkenal di Korea– memang pekerjaan yang Wonwoo impikan sejak ia masih duduk di bangku sekolah. Makan dan minumnya masih teratur tapi entah kenapa Seungkwan selalu mengomel setiap melihat badan Wonwoo yang kurus kering padahal Wonwoo sendiri cuek.

Seungkwan sering mengomeli Wonwoo karena terlalu fokus bercinta dengan computer menghiraukan kesehatan matanya yang memang sudah minus, ini yang menyebabkan lelaki itu memakai kacamata jika sedang bekerja. Seungkwan juga sering mengomel jika Wonwoo. Baik. Hiraukan. Seungkwan memang rajanya mengomel.

Sebuah kertas jatuh tepat di hadapan Wonwoo. Sebuah undangan.

"Mantan kekasihmu akan menikah 2 bulan lagi."

Wonwoo menatap Soonyoung dari tempatnya duduk, "Lalu? Biarkan dia bahagia."

"Kau sendiri?" Soonyoung menaikkan alisnya.

"Tentu saja aku juga bahagia sekarang," Wonwoo berucap percaya diri.

"Oh astaga!" Soonyoung menepuk jidatnya pelan. "Ini sudah 6 tahun berlalu sejak kalian putus hubungan dan 2 bulan lagi mantanmu akan menikah. Jangan sebut benda kotak itu sebagai kekasih!" Soonyoung memotong cepat saat melihat Wonwoo akan membuka mulut. Ia terlalu jengah dengan Wonwoo yang selalu menyebut komputer didepannya sebagai pacar pertama, tumpukan file di sebelahnya sebagai pacar kedua, buku kontrak sebagai pacar ketiga dan pacar-pacar lain yang Wonwoo sembunyikan di bawah meja serta brankas kantor.

Soonyoung menghela napas. "Aku dan Seungkwan sudah menyiapkan kencan buta untukmu. Dua hari lagi!"

Wonwoo membelalakkan matanya, "Tidak! Tidak! Aku tak membutuhkannya!" tolaknya langsung.

"Di restoran Chatswood!"

"Tidak!"

"Aku sudah memesankan meja untuk kalian!"

"Tidak!"

"Jam 7 malam tepat, jangan sampai terlambat!"

"Tidak!"

"Seungkwan sudah menyiapkan baju yang bisa kau pakai!"

Wonwoo berteriak frustasi mengundang tawa keras dari Soonyoung, "Kau tak bisa menghindar, babe!"

Wonwoo menampik tangan Soonyoung yang akan mencolek dagu miliknya, "Aku akan datang asal kau bisa memasukkanku dalam tim opening Diamond Plaza!" Sebenarnya itu permintaan yang cukup mustahil menurut Wonwoo, berharap dengan itu Soonyoung bisa membatalkan kencan buta yang sudah ia rencanakan.

Soonyoung tampak berpikir sejenak, "Deal!"

Apa?

"Tapi jika kau sampai kabur! Naikkan anggaran divisi development!" Soonyoung berujar. "10%!"

"Apa?!" Wonwoo menatap kaget, 10% bukan uang yang sedikit mengingat digit angka yang sering Wonwoo hitung kadang mencapai belasan. Divisi development itu tempat Soonyoung bekerja. "Divisi kalian––"

"Tinggal pilih datang dan kau bisa masuk dalam timku atau kabur dan silahkan naikkan anggaran kami!"

Wonwoo terlihat berpikir, memperhitungkan untung ruginya. Sebagai anak keuangan ia sudah terbiasa mempertimbangkan pilihan seperti ini, walaupun ini adalah pertukaran yang cukup bodoh hanya demi kencan buta. Jika Wonwoo datang, tinggal basa-basi sebentar dan ia bisa masuk tim opening yang diinginkan. Jika kabur, Wonwoo mau tidak mau harus berurusan dengan manajer finance –Wonwoo menyebutnya wanita ular– yang tidak manusiawi sama sekali. Wanita gendut yang sudah cukup berumur itu terkenal sangat pelit dan Wonwoo bisa kena depak jika sampai berurusan dengan ular satu itu.

"Ini yang terakhir!" akhirnya Wonwoo berujar memohon.

"Deal!" Soonyoung menyambutnya dengan sangat bahagia, menjabat tangan Wonwoo tanda perjanjian sah. "Partnermu sedikit berbeda, aku yakin ini yang terakhir untukmu, babe!"

"Hei!" Wonwoo berujar kesal dan menjauhkan tangan Soonyoung yang berniat mencoleknya lagi. Sahabatnya itu langsung berlari bahagia keluar dari ruangan Wonwoo, meninggalkan Wonwoo yang mengacak rambutnya frustasi.

Soonyoung dan Seungkwan itu terlalu peduli dengan kisah asmara –kesendirian– Wonwoo. Mereka sering menyebut Wonwoo terkena sindrom jomblo akut kurang belaian, mengingat ia terakhir menjalin hubungan adalah 6 tahun yang lalu. Bahkan Soonyoung pernah dengan blak-blakan menanyakan kondisi seksual Wonwoo, bagaimana lelaki itu mampu bertahan selama 6 tahun tanpa ada pelampiasan kebutuhannya sebagai pria dewasa. Kan sudah dibilang komputer adalah pacar pertama Wonwoo. Dasar!

Wonwoo terlalu cuek untuk memikirkan masalah asmara, ia hanya belum menemukan yang cocok atau menggugah hatinya. Sebenarnya banyak teman di kantor Wonwoo yang terang-terangan mengungkapkan ketertarikan pada Wonwoo tapi ia menolaknya. Beberapa partner kencan buta –Soonyoung dan Seungkwan yang mengatur– sering tertarik untuk melanjutkan hubungan tapi lagi-lagi Wonwoo menolak.

Wonwoo itu tidak jelek, wajahnya malah bisa dibilang di atas rata-rata orang Korea –tampan– tapi sifat perfeksionisnya terlalu mendominasi. Sekalinya Wonwoo tertarik pada orang lain, biasanya mereka tidak tahan dengan sikap Wonwoo yang terlalu sibuk atau tidak perhatian sama sekali. Wonwoo tak ambil pusing dengan hal itu, yang penting ia sudah bahagia walaupun tidak memiliki kekasih. Soonyoung memiliki kekasih kecil bernama Jihoon yang bekerja satu divisi di development sedangkan Seungkwan, ngakunya sih punya tapi Wonwoo belum pernah melihat sosok yang Seungkwan akui sebagai kekasih.

"Aku tentu saja punya! Hanya saja keadaan membuat kami tak bisa bebas seperti pasangan lain," alasan dari Seungkwan.

Mungkin Seungkwan berpacaran dengan seorang goblin –pikir Wonwoo selama ini– yang hanya bisa keluar jika ia meniup lilin. Berhubung seluruh penjuru gedung di perusahaan dillengkapi dengan pendeteksi asap maka alasan dari Seungkwan cukup masuk akal. Harusnya Wonwoo bisa mengaku punya kekasih, tapi susah di kenalkan karena jaraknya yang jauh. Ya Wonwoo ldr dengan kekasihnya yang ada di bulan. Bodoh!

.

.

Wonwoo menatap takjub bangunan yang ada di depannya, sebuah restoran dengan gaya eropa yang terkesan mewah. Alunan musik klasik dari dalam restoran bahkan terdengar dari tempat Wonwoo berdiri, padahal ia masih di parkiran mobil. Wonwoo menatap jam dan ternyata ia sudah terlambat 30 menit dari jadwal kencan butanya. Salahkan si wanita ular yang memaksa Wonwoo mengecek beberapa laporan sebelum diijinkan untuk pulang.

Karena waktu yang sangat terbatas Wonwoo jadi tak sempat mengambil pakaian yang telah disiapkan Seungkwan, alhasil ia hanya menyambar cardigan hitam untuk menutupi kemeja kerjanya dan mengganti sepatu dengan sneaker yang ia punya di kantor. Sentuhan terakhir adalah sebuah beanie gelap menutupi rambutnya yang berwarna cokelat muda. Wonwoo memang sengaja tidak ingin terlihat seperti lelaki highclass, tentu saja demi menghindari orang yang hanya ingin mengincar uang miliknya. Hei jangan salah, Jeon Wonwoo adalah orang yang penuh perhitungan.

Wonwoo mematut dirinya di depan kaca mobil, melihat tampilannya.

Tidak buruk.

Walaupun sekarang ia lebih mirip perampok bank daripada orang yang ingin berkencan.

Wonwoo mengendikkan bahu tidak peduli dan mulai melangkah mendekati restoran.

Desain di dalam restoran ternyata sangat bagus membuat Wonwoo tersenyum, lampu yang temaram dan meja yang diatur agak berjauhan terlihat sangat nyaman bagi siapa saja yang makan disana. Dinding yang mayoritas terbuat dari kaca membuat pelanggan bisa makan sembari menikmati pemandangan dari luar. Pasti restoran mahal.

Kekaguman Wonwoo terputus oleh getaran dari ponselnya.

"Ya aku sudah di dalam restoran!" Wonwoo berkata langsung setelah tau siapa yang menelponnya.

"Partnermu sudah menunggu sejak tadi. Dia memakai pakaian berwarna biru muda. Cari saja meja dengan tatanan yang spesial, ingat Jeon! Aku sudah membayar mahal untuk kencanmu malam ini!"

Wonwoo mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru restoran, pelanggan yang datang hanya sedikit membuat Wonwoo tak kesulitan menemukan sosok dengan pakaian biru muda di meja ujung. Mejanya memang sedikit berbeda dengan yang lain karena ada vas bunga besar dan beberapa lilin ditata dengan apik di atasnya. Terkesan romantis. Tapi ada satu hal yang mengganjal di hati Wonwoo.

"Hei Kwon Soonyoung! Kau yakin––"

"Tentu saja. Aku––"

Mati.

Ponsel Wonwoo mati total, ia merutuki keteledorannya yang lupa untuk mengisi baterai ponselnya sendiri. Baiklah. Demi masuk tim dan demi harga diri, Wonwoo melangkah percaya diri. Tinggal basa-basi sedikit dan ia bisa pulang dengan tenang. Harapannya sih.

.

.

"Hai, maaf terlambat. Ada sedikit gangguan tadi di jalan." Wonwoo berujar setelah duduk di depan seorang lelaki. Mencoba untuk mengakrabkan diri.

Lelaki?

Tentu saja lelaki. Hanya manusia satu ini yang Wonwoo lihat menggunakan pakaian berwarna biru muda –pelanggan yang lain mengenakan jas hitam mahal– di dalam restoran. Ingatkan Wonwoo untuk meminta penjelasan dari Kwon –sial– Soonyoung.

Lelaki didepannya ini hanya menatap heran pada Wonwoo.

"Ah kau tau sendiri lah, lalu lintas sedikit padat akhir-akhir ini." Wonwoo berbohong dengan sedikit gugup pada lawan bicaranya –sebut saja lawan walaupun hanya Wonwoo yang berbicara– yang memberikan tatapan tajam pada Wonwoo. Seperti singa yang menatap musuhnya di dalam hutan.

Pelayan datang membawakan hidangan untuk keduanya.

"Waah mungkin ini sudah termasuk dalam paket," Wonwoo menatap takjub pada makanan mewah yang tersaji di atas meja.

"Paket?" lelaki itu bertanya.

"Ya! Rekan kerjaku yang menyiapkan ini semua. Mereka selalu saja ikut campur dan akhirnya memaksaku untuk berkencan denganmu." Wonwoo menjawab santai sambil mencomot sepotong roti dari atas piring.

"Berkencan denganku?"

"Tentu saja. Tapi aku datang dengan suka rela bukan karena paksaan mereka. Maka dari itu, ayo nikmati kencan malam ini!" Wonwoo berbohong lagi dengan percaya diri.

Lelaki didepan tertawa, membuat Wonwoo terpaku pada gigi taring yang terlihat sangat atraktif sekarang ini. Jujur saja Wonwoo mengakui jika lelaki di depannya ini terlihat sangat maskulin dengan gaya bicara yang elegan, dengan wajah yang nyaris sempurna, kulit eksotis berwarna kecoklatan dan rambut hitam yang disisir rapi menampakkan dahi membuat semuanya tampak sangat enak dipandang.

Orang ini bukan manusia.

"Jadi sekarang kita sedang berkencan?"

Wonwoo tersadar dari lamunannya, "Tentu saja, namanya juga kencan buta. Kita bisa memulainya dengan perlahan. Malam masih panjang, jadi tak perlu terburu-buru."

"Kau tak tahu siapa aku?"

Wonwoo terlihat mengerutkan keningnya, berpikir dan akhirnya menggeleng.

"Baiklah, ayo nikmati malam ini!" ucap lawannya final.

Wonwoo mengangguk tersenyum mengikuti langkah lelaki di depannya itu untuk mulai menyantap hidangan yang sudah tersaji. Mereka terlibat pada obrolan kecil yang sebenarnya tidak penting. Wonwoo sendiri bingung untuk memilih dan memulai topic pembicaraan.

"Jadi kau sering berkencan dengan tampilan seperti itu?" lelaki itu memecah keheningan yang terjadi. Setelah tadi beberapa saat hanya diisi dengan suara alat makan yang beradu.

Wonwoo mendongak dan mendapati dirinya terperangkap dalam tatapan orang yang ada didepan. Orang itu menatap Wonwoo dengan seksama, sembari mulut itu mengeluarkan seringaian. Tatapan dan senyum yang membuat Wonwoo jadi gugup sendiri, "Apakah aneh?"

"Tidak." Lelaki itu menjawab cepat. "Kau terlihat manis dengan tampilan seperti itu," diakhiri dengan senyum sensual yang membuat Wonwoo bergidik.

Damn it.

Ini tidak baik. Sangat tidak baik. Sinyal bahaya di dalam otak Wonwoo langsung menyala. Wonwoo sebagai pria dewasa tahu pasti apa arti tatapan dan senyum lawan bicaranya ini. Bukan jenis tatapan singa pada musuhnya tapi jenis tatapan singa pada rusa yang lemah. Lapar dan berkuasa. Lelaki didepan ini menatap seolah-olah Wonwoo adalah makanan yang siap disantap kapan saja. Ya tuhan apa salah Wonwoo hingga bertemu dengan orang seperti ini?

"Te.. Terima kasih." Wonwoo berdeham pelan. "Sepertinya aku harus pergi. Aku lupa belum memberi makan kucingku 2 hari ini."

Lelaki itu tertawa dan suaranya terdengar menggoda di telinga Wonwoo, "Tapi malam masih panjang, kenapa harus terburu-buru? Setidaknya kencan harus berakhir dengan sesuatu yang manis."

Wonwoo merasa dipukul oleh omongannya sendiri. Sial.

Ia pun terlihat menimbang sesuatu. Jika Wonwoo pergi sekarang, Soonyoung bisa saja menganggapnya kabur dan menuntut kenaikan anggaran sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Dengan kata lain Wonwoo harus berurusan dengan wanita ular yang bisa membuat kepalanya botak kapan saja. Sesuatu yang manis? Dia mengajak Wonwoo makan gulali?

"Apakah dengan ciuman kau bisa menganggap kencan ini berakhir?" itu pemikiran terliar yang mampir di otak Wonwoo. Ia memposisikan diri sebagai laki-laki dan jawaban itu yang terlintas diotaknya. Setiap lelaki pasti menginginkan sebuah ciuman sebagai tanda perpisahan setelah puas berkencan. Tunggu, kenapa Wonwoo berasa jadi pihak wanita disini?

Lelaki itu mengangguk dengan elegan.

Tanpa menunggu jawaban lain Wonwoo langsung bangkit dari duduknya, menarik kerah kemeja –biru muda sial– dan menubrukkan bibirnya pada bibir lelaki tersebut. Benar-benar bertubrukan karena tepat sedetik setelah kedua bibir itu bertemu, Wonwoo langsung menarik diri. Bibir mereka terlalu keras bertubrukan.

"Oh shit!" Wonwoo kembali ke tempat duduk, mengambil tisu dan meringis pelan setelah mendapati noda darah di tisu yang ia gunakan. Tadi ia terlalu panik hingga tanpa sadar bergerak terlalu cepat –bisa disebut bar-bar– dan menyakiti bibirnya sendiri. Salahkan gigi taring milik lelaki itu yang ternyata sangat tajam dan mampu mengoyak bibir milik Wonwoo, membuat bibir itu berdarah dan terluka. Wonwoo juga bersalah karena bergerak terlalu ganas.

Sial.

"Slow down, babe," Wonwoo mendongak dan kaget menemukan orang itu sudah berdiri tepat di depannya. "Let me show you how to end this date!"

Belum sempat Wonwoo berbicara, lelaki itu sudah menurunkan kepalanya dan menekan bibir Wonwoo di bawah bibir miliknya, mencium Wonwoo dengan perlahan dan gairah yang menuntut.

Kalimat protes Wonwoo hanya berhenti di tenggorokan dan sialnya ia luluh pada sentuhan sensual bibir lelaki itu pada bibirnya. Sebagian diri Wonwoo terkejut oleh betapa tak berdayanya ia di bawah kekuasaan orang yang bahkan tak ia ketahui namanya. Sebagian lain mulai tersadar ketika lelaki itu memperdalam ciumannya, membawa lidah Wonwoo untuk menari pada irama yang sama dengan musik klasik yang sedang diputar.

Wonwoo mendorong pelan lelaki tersebut tapi sesuatu menekan tengkuknya hingga kepalanya tak bisa digerakkan. Rahangnya juga di tahan membuat lelaki itu dengan bebas dapat memperdalam ciumannya pada Wonwoo, ciuman dengan sensari rasa darah yang membuat perut Wonwoo sedikit mual. Sesuatu yang basah menjilat pelan luka di sudut kiri bibir Wonwoo dan membawa darah itu masuk lagi ke dalam mulutnya lewat ciuman yang sensual, Wonwoo mengerang pelan. Ia tak suka minum darah.

Wonwoo tak bisa berkutik ketika tengkuk dan rahangnya ditahan. Entah sudah berapa lama mereka berciuman, Wonwoo hanya pasrah tanpa berniat membalas. Lelaki itu menciumnya dengan hasrat liar yang terasa mendebarkan dan mengejutkan bagi Wonwoo. Ritme yang perlahan tapi memabukkan itu sempat membuat Wonwoo tergoda untuk ikut bermain lidah.

Wajah itu menjauh dengan gerakan pelan.

"Pergilah!" diakhiri dengan sebuah kecupan tepat di bibir Wonwoo.

Saat Wonwoo menarik napas terengah-engah, secercah akal sehatnya muncul kembali. Dengan cepat ia mendorong tubuh di depannya ini dan melangkah cepat menuju pintu keluar menghiraukan pandangannya yang sedikit berkunang-kunang.

Otaknya sudah gila.

.

.

Soonyoung melangkah cepat setengah berlari menyusuri lorong kantor. Setelah semalaman penuh ia tak bisa menghubungi Wonwoo dan paginya tak menemukan sosok itu di ruang kerjanya tentu Soonyoung sangat khawatir. Ia langsung berlari tadi setelah seorang staff mengabari telah melihat Wonwoo di pantry.

"Jeon Wonwoo!" panggil Soonyoung pada seseorang yang berdiri di depan mesin kopi. Orang itu berbalik.

"Kau terlihat sangat mengenaskan sobat!"

Wonwoo memang terlihat sangat berantakan. Semalam ia memutuskan untuk pergi minum setelah keluar dari restoran, mabuk adalah pilihan yang tepat untuk melupakan suatu hal. Walaupun itu tidak berhasil karena setiap ia membuka mulut dan rasa perih akan datang bersamaan dengan ingatan tentang kejadian semalam. Wonwoo terlalu banyak minum hingga ia tak sadar dan tertidur di dalam mobilnya yang terparkir di pinggir jalan. Bangun dengan kondisi hangover dipinggir jalan ditambah kenyataan jika ia terlambat bekerja membuat kepala Wonwoo semakin berdenyut. Tanpa berpikir panjang ia pun langsung menuju kantor tanpa mandi maupun ganti baju.

Soonyoung mendekat, "Kau mabuk? Wajahmu terlihat mengerikan! kantung matamu bahkan sekarang punya pundi-pundi udara! Dan lihat!" Soonyoung menunjuk luka di sudut bibir Wonwoo yang sekarang berwarna kemerahan. "Ganas juga yaa kalau kau sedang mabuk. Memang siapa yang kau serang?"

"Aku yang diserang bodoh!" Wonwoo bersungut.

"Apa?!"

"Orang yang semalam kau suruh untuk kencan buta denganku! Lelaki itu benar-benar mengerikan!"

"Apa?!"

"Jangan pura-pura bodoh! Kau tak lihat bibirku terluka karena ulahnya?!"

"Apa?!" Wonwoo menoyor muka cengo dari Soonyoung, orang ini benar-benar tidak membantu. "Apa maksudmu? Kukira kau kabur makanya aku mencarimu sejak pagi!"

"Aku datang dan bertemu dengan lelaki yang kau suruh!" Wonwoo menjawab cepat.

"Aku tak menyuruh lelaki manapun untuk berkencan denganmu!"

"Apa?!"

"Namanya Hani, seorang pegawai kantoran seperti kita. Dia sudah menunggumu bahkan sebelum jam 7!"

Kepala Wonwoo berdenyut entah karena mabuk atau karena berita yang Soonyoung bawa. "Tidak mungkin! Jelas-jelas aku hanya melihat lelaki itu yang memakai pakaian berwarna biru muda di restoran. Kau bilang partnerku kali ini berbeda makanya aku tak kabur saat tahu dia laki-laki! Jangan bercanda Kwon!"

"Aku serius. Dia berbeda karena Hani bekerja dibidang yang sama denganmu! Kupikir setelah dengan model, dokter, bahkan pramugari tidak berhasil makanya Seungkwan memilih Hani yang sama-sama sibuk sepertimu. Mungkin dengan itu kalian malah bisa lebih akrab!"

Wonwoo terbelalak kaget, "Oh Sial!"

Soonyoung mengernyit heran, "Hani bilang kau tak datang ke restoran dan ponselmu tak bisa dihubungi. Ia sudah menunggu di meja yang kupesan di lantai 2 tapi––"

"APA?! Lantai 2?"

Wonwoo meremas rambutnya frustasi, jika yang dikatakan Soonyoung benar lalu siapa lelaki yang menciumnya semalam? Yaa Tuhan kenapa juga ia tak mengecek lantai 2 yang ada di restoran. Bodoh. Bodoh kau Jeon Wonwoo. Bibirmu sudah ternoda.

"Sepertinya aku mencium ada masalah disini," Soonyoung berkata pelan.

Tentu saja. Tentu saja ada masalah. Bibir sahabatmu baru saja menjadi korban pelecehan.

"Astaga mau ditaruh dimana mukaku ini," Wonwoo meratap menutup wajahnya menggunakan kedua tangan.

Soonyoung menatap curiga dan mulai menyeringai pada Wonwoo, "Jadi kau melakukannya dengan lelaki yang kau sebut tadi?"

"Tidak!" Wonwoo berujar cepat setelah paham arah pembicaraan Soonyoung. "Tentu saja tidak. Dia hanya menciumku."

"KALIAN BERCIUMAN?!"

Wonwoo yang panik langsung membekap mulut Soonyoung, bisa gawat jika orang luar bisa mendengar. "Bukan ciuman karena aku tak melakukan apapun."

"Bukan ciuman tapi bibirmu terluka," Soonyoung mendecih dan melempar tangan Wonwoo yang ada di mulutnya. Raut mukanya berubah menjadi ceria, "Hei kenalkan aku dengan lelaki itu! Apakah dia tampan?"

"Tidak." Ya!

"Siapa namanya?" Soonyoung bertanya dengan semangat.

"Tidak tahu."

"Kau tak ingin bertemu dengannya lagi?"

Wonwoo membuang napas kasar, ia berasa sedang melakukan interview kerja sekarang ini. "Tidak! Dan aku akan sangat bahagia jika hal itu tidak terjadi!"

"Yaah padahal aku yakin dia hebat bisa membuatmu terluka dengan ciumannya!" Soonyoung tertawa aneh yang terdengar mengejek di telinga Wonwoo.

Wonwoo mendorong Soonyoung menjauh, "Pergilah! Kau pembawa sial untuk hidupku! Aku tak ingin melihat wajah menyebalkanmu itu!"

Tapi Soonyoung malah bergeming terdiam dan menatap aneh pada tubuh Wonwoo, meneliti dari ujung kaki hingga ujung kepala membuat Wonwoo sedikit risih. "Apa kau memakai beanie milikmu waktu ke restoran semalam?"

What? Darimana Soonyoung tahu?

Wonwoo mengangguk gugup.

"Aku sepertinya tahu siapa lelaki yang kau maksud!" Soonyoung berkata dengan nada suram membuat Wonwoo mulai ketakutan. "Kau dalam masalah besar Jeon Wonwoo!"

Soonyoung tak memberikan jawaban tapi memberikan gesture lewat mata pada sesuatu yang ada di belakang Wonwoo. Wonwoo berputar dengan perasaan takut, pikirannya sudah berkecamuk. Apakah akan seperti di drama dan ia akan mendapati lelaki itu berdiri dibelakangnya?

Untungnya tidak.

Wonwoo bernapas lega saat tidak menemukan siapapun ada di belakangnya kecuali dinding dan televisi yang sejak tadi mereka abaikan. Wonwoo memicingkan matanya melihat layar pada tv besar yang tergantung di sudut ruangan. TV yang sedang menayangkan gosip paling heboh pagi ini, sebenarnya ia jarang –bahkan tidak pernah– menonton tv tapi ada sesuatu yang membuatnya tertarik untuk berjalan mendekat dan melihatnya lebih jelas.

Dan napas Wonwoo serasa berhenti saat itu juga setelah melihat dengan jelas apa yang ada di dalam layar televisi. Seorang lelaki dengan setelan jas lengkap sedang melakukan conferensi pers dengan tagline berita yang membuat jantung Wonwoo berhenti berdetak.

'Kim Mingyu tertangkap kamera berciuman di Restoran XXX'

Dilengkapi dengan foto yang tidak sedikit blur menampakkan seorang lelaki memakai kemeja biru muda sedang mencium bibir orang lain yang terduduk di bangku restoran. Orang dengan pakaian berwarna hitam dan beanie gelap yang menutup kepala. Foto diambil dari posisi belakang sehingga orang yang memakai beanie itu hanya terlihat punggungnya.

Wonwoo jadi melirik cardigan hitam yang ia pakai sekarang.

Namun suara samar-samar yang keluar dari televisi mengembalikan fokus Wonwoo pada layar besar itu, "….mencarinya. Tentu saja jika ada kesempatan aku ingin bertemu dengannya lagi!"

SIAL! TAMAT RIWAYATMU JEON WONWOO.

.

.

TBC

.

.

Topik yang lumayan pasaran sihh tapi adakah yang berminat? :')