Whole New World

-Castella Casper-

NCT Band | Fancfiction | Romance | Friendship | General

Jung Jaehyun | Kim Doyoung

.

.

.

Doyoung berjalan dengan malas, dengan ekspresinya yang masih datar, di lorong sebuah perusahaan terkenal. Langkahnya hampir seperti diseret. Di sampingnya ikut berjalan pemuda bongsor berkulit putih. Kalau bukan karena Johnny dan keadaan mendesak, Doyoung tidak akan mau mengorbankan waktunya yang berharga hanya demi menemani Jaehyun melobi di perusahaan ini. Iya, yang berjalan di sebelah Doyoung adalah Jaehyun, dengan balutan kemeja biru dan celana bahan membuat penampilannya jadi semi formal, mereka akan melobi perusahaan Yohsan untuk memperjuangkan sponsorship.

Doyoung dan Jaehyun kemudian duduk di kursi besi panjang di depan ruangan rapat, hingga seorang perempuan cantik dengan setelan blouse dan rok span hitam mendatangi mereka. Dengan serempak Doyoung dan Jaehyun berdiri lalu membungkuk untuk memberi hormat.

"Kalian sudah di tunggu di dalam. Silakan masuk!" ucap wanita berambut panjang itu dengan sopan dan diakhiri senyum kecil.

"Ah, ne. Saya akan segera masuk."

Jaehyun kemudian sedikit merapikan bajunya dan mengambil map merah dari dalam ranselnya. Tanpa memedulikan Doyoung, toh seniornya itu juga tidak peduli padanya, Jaehyun melangkah menuju pintu kayu di samping kirinya. Tangannya sudah memegang gagang pintu dan siap membukanya ketika sebuah tangan menepuk bahunya, membuatnya menoleh.

"Apa?"

"Kerahmu." Dengan telaten Doyoung membenahi kerah kemeja Jaehyun yang tanpa pemiliknya sadari tidak terpasang dengan benar. Jaehyun hanya diam dan membiarkan jemari kurus itu merapikan kerahnya.

"Sudah. Dan lakukan dengan baik, Bocah. Semoga berhasil!" Jaehyun kesal sebenarnya dipanggil bocah, tapi lumayan juga dia dapat dukungan.

"Tentu. Dan jika aku berhasil maka sunbae harus berhenti memanggilku 'bocah', bagaimana?" tanya Jaehyun dengan alis terangkat dan senyuman kecil penuh ekspektasi.

"Terserah. Lakukan saja dengan baik dan dapatkan uang sponsorship itu!" Doyoung tidak peduli pada permintaan konyol itu, yang penting mereka mendapatkan dana sponsornya. Lagi pula kenapa sebegitunya Jaehyun keberatan dipanggil 'bocah'? Toh dia meman lebih muda dan kekanakan di mata Doyoung.

"Aku anggap itu setuju."

.

.

.

"Sunbae harus berhenti memanggilku 'bocah'."

Doyoung mendongak, mengalihkan perhatiannya dari ponsel pada orang di depannya. Jaehyun, dengan senyuman lebar hingga lesung pipinya terlihat, sedang menggoyang-goyangkan map merah dengan kelewat antusias. Ekspresi yang tampan, tapi menurut Doyoung itu adalah ekspresi yang menggelikan dan bodoh.

"Kau mendapatkannya?"

"Tentu. Seratus persen!" ucap Jaehyun, menekankan pada kata 'seratus persen' dengan bangga, perasaan itu tidak dapat dia sembunyikan.

"Baguslah. Ayo pulang!"

Hell! Hanya segitu reaksi Doyoung? Padahal Jaehyun mengharap reaksi yang lebih 'heboh', meskipun heboh di sini mungkin maknanya berbeda karena objeknya Kim Pendiam Doyoung. Jaehyun jadi merengut kecewa, paling tidak dia ingin pujian. Dia begadang semaam untuk mempersiapkan presentasi hari ini, dia seharusnya mendapatkan imbalan setidaknya sebuah pujian! Hanya pujian, tidak perlu yang muluk, cukup 'Kerja bagus!' saja Jaehyun sudah senang. Apakah sebegitu sulitnya?

Dengan jengkel, Jaehyun menyambar ranselnya dan segera menyusul Doyoung, yang sudah berjalan duluan meninggalkannya, untuk menyusuri lorong menuju lift. Dan selama berada di dalam kotak besi itu Jaehyun terus menggerutu. Kadang dengan sengaja gerutuan itu diucapkan sedikit keras, mencoba untuk menyindir Doyoung yang menurutnya tidak tahu terimakasih. Sayangnya, pemuda di sebelahnya itu hanya diam dengan wajah datar, tampak tak berminat dengan gerutuan Jaehyun yang seprti ibu-ibu. Bahkan Doyoung tidak menoleh sama sekali. Menyebalkan!

Damn! Jaehyun kesal! Dia akan mengadu pada Taeil besok. Dasar kekanakan!

"Sunbae pulang denganku saja!" ucap Jaehyun saat mereka sudah sampai di lobi. Dia sudah melupakan rasa kesalnya karena dia lelah semua tatrumnya diabaikan Doyoung, tapi besok dia akan tetap mengadu pada Taeil.

"Tidak, aku akan naik bus," tolak Doyoung tanpa emosi. Datar.

"Ya, terserah, sih. Tapi sunbae harus berjalan kira-kira dua kilo dari sini untuk ke halte," jelas Jaehyun.

Doyoung berhenti saat dia mendengar jawaban Jaehyun. Dia baru ingat kalau perusahaan besar ini berada di lingkungan bisnis, di mana di kawasan ini banyak berdiri gedung-gedung perusahaan besar, yang masuk ke sini hanya kendaraan pribadi yang kebanyakan milik karyawan, sementara kendaraan umum seperti bus tidak bisa memasuki kawasan ini karena jalannya terlalu sempit. Dan seperti kata Jaehyun, untuk menuju ke halte bus terdekat Doyoung harus berjalan kira-kira dua kilo meter. Tadi dia sampai ke sini karena diantar oleh sopirnya, omong-omong.

"Jadi? Mau ikut, tidak?" tawar Jaehyun sekali lagi sebelum dirinya beranjak menuju tempat parkir yang berada di basement.

Menghela napas, "Baiklah,"

.

.

.

"Kenapa tidak bilang kalau kau naik motor?! Dasar bocah!" maki Doyoung sambil memukul keras lengan atas Jaehyun membuat si empunya mengerang keskitan dan ingin mengumpat tapi kata-kata berisi daftar hewan itu tertahan di ujung lidahnya.

"Sunbae tidak bertanya! Dan sunbae harusnya tidak memanggilku 'bocah' lagi! Aku berhasil mendapatkan tanda tangan sponsorship mereka kalau sunbae lupa."

"Ck! Tahu begini aku pulang saja naik bus," Doyoung masih menggerutu. Dan karena gemas akhirnya Jaehyun memakaikan helmnya dengan paksa pada kepala legam Doyoung dan segera dihadiahi delikan marah, tapi Jaehyun sama sekali tidak peduli, dia pusing dengan tingkah Doyoung yang datar tapi galak sekali seperti ibu tiri.

"Cepat naik!" perintah Jaehyun.

"Kau memerintah ku?! Hah?!" Doyoung tidak terima. Dia tidak suka diperintah. Apalagi diperintah bocah ingusan macam Jaehyun. Jadi ditatapnya juniornya itu dengan mata melotot marah, bola matanya bahkan seperti mau keluar.

"Astaga, Sunbae," Jaehyun mengeluh putus asa. Diusapnya wajahnya kasar. Ternyata seniornya yang datar ini bisa berteriak marah juga.

Setelah saling memelitoti, yang menjadikan mereka pusat perhatian dari satpam dan beberapa karyawan yang kebetulan berada di tempat parkir, akhirnya Doyoung menyerah. Jaehyun itu keras kepala sama seperti dirinya, tapi jika tidak ada yang mengalah, mereka tidak akan pulang dalam waktu dekat.

Dihelanya napas berat. Doyoung menjadi yang pertama memutuskan perang melotot mereka dan beralih menatap sepeda motor sport hitam di sampingnya dengan ragu.

"Ini bagaimana, sih? Bagaimana caraku naik?" tanya Doyoung kebingungan. Selama dua puluh satu tahun dia hidup, Doyoung belum pernah menaiki sepeda motor, melihatnya saja bisa dihitung jari. Lagi pula di Korea, kan, memang jarang sepeda motor.

Dengan sabar Jaehyun membantu Doyoung. Memegangi tangan kurus senior galaknya, Doyoung tidak lagi jadi senior datar di mata Jaehyun, dan membantunya duduk di jok penumpang. Setelah itu baru Jaehyun mulai menaiki motornya.

"Kau sudah merencanakan ini, ya? Kau sudah membawa dua helm!" tuduh Doyoung saat dilihatnya Jaehyun mulai memakai helm full face-nya..

"Aku memang selalu membawa dua helm untuk jaga-jaga."

"Bohong!"

"Terserah!"

"Pegangan!"

"Tidak sudi!"

"Terserah!"

Dan Jaehyun melajukan motor sportnya keluar dari basemant. Saat roda motor hitam metalik itu menyentuh jalanan aspal, hanya dalam hitungan detik kecepatannya naik drastis, hampir melemparkan Doyoung ke belakang jika dia tidak reflek memeang erat ransel hitam Jaehyun.

"Bodoh! Mau aku jatuh, ya?!"

"Kan sudah ku bilang untuk pegangan, sunbae saja yang tidak mau," bela Jaehyun sambil berusaha menahan sakit di bahu depannya karena Doyoung masih menarik kuat ranselnya ke belakang.

"Sunbae, bahuku sakit, berpeganganlah yang benar!"

"Tidak! Dasar modus!"

"Arrgh! Ini sakit, Sunbae!

Dengan terpaksa, setelah mendengar teriakan Jaehyun, Doyoung melepaskan genggaman eratnya pada ransel Jaehyun dan beralih memegang erat sisi kiri dan kanan jaket Jaehyun yang tidak dikancingkan. Membiarkan tubuhnya sedikit condong ke depan, meskipun tidak sampai menempel pada si pengemudi. Mana mau Doyoung menempel seprti ulat bulu pada bocah ingusan menyebalkan di depannya ini. Tidak sudi! Catat itu!

Ini pertama kalinya Doyoung merasakan sensasi menaiki sepeda motor. Bagaimana angin membelai wajahnya karena kaca helm yang tidak dia turunkan. Sedikit dingin tapi menyegarkan. Membuat poninya berkibar menggelitik dahinya hingga gelitikan itu juga terasa di perutnya. Mendebarkan sekali hingga membuat jatungnya berdegup seperti derap langkah kuda yang berat dan berdentum, apalagi saat Jaehyun menambah kecepatan, hingga angin membuat perasaanya menjadi begitu ringan, begitu senang tanpa alasan yang jelas.

.

.

.

Doyoung mengernyit bingung saat Jaehyun menghentikan motornya di sebuah area parkir. Pemuda itu bahkan sudah turun dan melepaskan helm full face-nya, mengalungkannya pada kaca spion depan.

"Ini bukan kampus, omong-omong,"

"Siapa bilang aku akan langsung mengantar sunbae pulang?" Jawab Jaehyun diiringi senyuman jahil yang menjengkelkan.

Doyoung melotot. "Kurang ajar, Jung Jaehyun!" maki Doyoung. Dia barusan ditipu oleh bocah ingusan kelebihan kalsium di depannya ini.

"Sunbae dijemput jam berapa?" tanya Jaehyun tanpa memedulikan teriakan murka yang sudah berhasil menarik perhatian beberapa orang di area parkir itu.

"Antarkan aku ke kampus! Sekarang!" Doyoung sama sekali tidak peduli pada pertanyaan Jaehyun. Melotot, mencoba memerintah Jaehyun dari tatapan matanya.

"Jawab dulu baru aku antar pulang, tapi setelah menemaniku jalan-jalan tentunya," seringaian Jaehyun makin lebar dan makin menyebalkan di mata Doyoung.

"Tidak akan! Untuk apa kau bertanya pertanyaan tidak penting begitu?! Sekarang cepat antarkan aku kembali ke kampus!" Doyoung menggeram marah dalam kalimatnya. Kenapa juniornya ini menyebalkan sekali, sih?!

"Oh, itu penting, supaya aku tahu kapan aku harus mengantar sunbae pulang sebelum pengawal pribadi sunbae mencari. Kalau aku tidak tahu, ya, terpaksa aku mengantar sunbae semauku," jawab Jaehyun entang.

"Astaga, Jung! Ayo kembali!"

"Tidak akan! Aku sudah jauh-jauh membawamu ke sini, aku tidak mau rugi dengan langsung pulang," ngotot Jaehyun. "Sekarang lebih baik sunbae bilang pada sopir sunbae untuk menjemput paling tidak jam sebilan malam di kampus. Atau kalau sunbae mau aku bisa mengantar sampai rumah."

"Jam sembilan, katamu?! Kau gila!"

Dan teriakan itu sukses membuat mereka makin jadi pusat perhatian di area parkir yang dipenuhi motor dan mobil itu. Mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar di mata orang-orang yang berlalu-lalang.

Ngomong-ngomong, soal jam sembilan malam itu Jaehyun hanya mendramatisir.

"Jadi bagaimana? Sunbae mau ku tinggal sendirian di sini atau ikut dengan ku?" tanya Jaehyun. Dan demi Tuhan Doyoung bisa melihat seringaian dan kilatan jahil pada kedua almond coklat Jaehyun.

"Bantu aku turun, dan setelah itu aku akan membunuhmu!"

Jaehyun hanya tersenyum. Satu fakta yang dia temukan bahwa seniornya ini ternyata lumayan tsundere juga, membuat Jaehyun ingin tertawa karena gemas.

Dengan senyuman tertahan, Jaehyun bahkan harus menggigit bagian dalam mulutnya, dibantunya Doyoung turun. Bahkan dengan segala kemurahan hati pemuda Jung itu juga melepaskan helm yang dipakai Doyoung. Tapi baru saja Jaehyun ingin menaruh helm hitam itu, lengannya mendapatkan sensasi sakit luar biasa. Panas dan perih. Trisepnya baru saja dipukul Doyoung dengan keras.

"Ya!"

"Apa?!"

Dan keduanya saling memelototi lagi. Sebelum akhirnya yang lebih tua kembali mengalah, memutuskan pandangan untuk kedua kalinya. Dan dengan langkah menghentak marah Doyoung berjalan meninggalkan Jaehyun yang masih menatapnya kesal. Di depan pintu area parkir dirinya berhenti dan berbalik, "Ayo, cepat, Bocah!"

"Aish, jinjja," Jaehyun mengacak rambutnya kasar. Dia akan mati muda kalau bersama dengan Doyoung lebih lama lagi. Dengan langkah kesal disusulnya Doyoung untuk memasuki area perbelanjaan di sana.

Kalau bersama Doyoung bisa membuatnya mati muda, kenapa si Jung Bodoh Jaehyun itu masih saja nekat menajak Doyoung ke Myeongdong? Dasar aneh!

.

.

.

Doyoung berhenti di depan gerbang masuk ke sebuah jalan yang sangat ramai. Di sana terlihat banyak orang berlalu-lalang. Mulai dari anak kecil yang digandeng orang tua mereka, gerombolan anak sekolah masih dengan seragam dan tas ransel mereka, bahkan kakek-nenek yang sudah memutih rambutnya. Mereka semua tumpah ruah di jalanan yang dipenuhi toko dan penjual street food. Doyoung bisa melihat gerombolan orang-orang itu sedang saling berbincang dengan seru, sesekali diselingi senyuman simpul, kadang tawa menyenangkan juga terdengar.

Ini adalah pertama kalinya Doyoung melihat keramaian seperti ini. Biasanya dia tidak suka keramaian, kepalanya akan pening, mungkin karena dia terlalu terbiasa sendiri. Tapi keramaian di depannya ini berbeda. Begitu berwarna, penuh tawa, dan begitu hidup. Membuat adrenalinnya terpacu dan berakibat pada peningkatan signifikan pada degup jantungnya. Ada perasaan aneh yang menyenangkan memenuhi relung hatinya.

"Ayo, Sunbae!" ajak Jaehyun sambil menggandeng tangan kurus Doyoung. Dapat dia rasakan pemuda digandengannya memberontak minta dilepaskan. "Kalau tidak ku gandeng nanti sunbae hilang, karen aku berani bertaruh sunbae pasti belum pernah ke sini."

Jaehyun benar. Sekaya apapun Doyoung, dia tidak pernah benar-benar keluar dari rumahnya. Pengawal yang selalu mengawasinya dengan laporan harian kepada ayahnya membuat Doyoung tidak bisa berbuat banyak. Bahkan hanya untuk rapat kepanitiaan yang akan membuatnya sedikit terlambat dia harus memberitahukannya dan meminta izin.

Pernah sekali Ten diam-diam mengajaknya ke cafe dekat kampus untuk sekedar mengobrol dan Doyoung yang meminta karena ingin merasakan coffee latte di cafe itu yang katanya enak, tapi malah mengakibatkan hal tak terduga. Pemuda Thailand yang sudah menjadi sahabatnya sejak kecil itu dimarahi habis-habisan oleh ayahnya. Doyoung tahu Ten pasti mengabaikan semua teriakan dan kata-kata kasar dari ayahnya, mengangapnya hanya angin lalu, tapi Doyoung merasa tidak enak dan benar-benar menyesal. Dari kejadian itu Doyoung belajar untuk tidak lagi mencoba melanggar perintah ayahnya.

Lalu kenapa dia biarkan Jaehyun menyeretnya ke sini?

Doyoung tidak tahu, sungguh. Mungkin karena dia malas meladeni Jaehyun yang sangat menyebalkan dan keras kepala. Atau mungkin karena Doyoung sudah terlalu jengah dengan udara lingkungan rumahnya yang terasa begitu menyesakkan hingga dia butuh sedikit kebebasan. Entahlah, Doyoung tidak tahu.

Jadi dia biarkan Jaehyun menggandenganya. Saat berjalan di jalanan yang ramai pemuda jangkung itu akan menggeser tubuhnya hingga Doyoung berada pada sisi kiri jalan, membuatnya tidak tertabrak oleh orang lain yang berlalu-lalang. Terkadang, tanpa sadar, Doyoung akan menarik sedikit tangannya yang berada dalam genggaman, meminta Jaehyun berhenti atau sekedar melambatkan lajunya. Karena Doyoung belum pernah berjalan sejauh dan selama ini sebelumnya, dia lelah, Jaehyun mengerti dan sama sekali bukan masalah. Dalam diam Jaehyun akan berhenti sebentar hingga Doyoung kembali menarik tangannya untuk berjalan.

Selama perjalanan mereka hanya diam. Menikmati waktu mereka sendiri. Jaehyun dengan almondnya yang menatap lurus kedepan, genggamannya yang mengerat karena udara yang semakin dingin, dan bibir plumpnya yang menyenandungkan lagu dengan nada rendah hampir seperti bisikan.

Sementara Doyoung sedang menikmati pemandangan Myeongdong yang ramai dan padat sore itu. Menikmati setiap suara bising yang ditangkap telinganya, gerombolan orang yang berlalu-lalang, angin dingin sore yang menerbangkan rambutnya, dan genggaman telapak besar di tangannya. Pengalaman baru yang, mungkin, tidak akan pernah Doyoung lupakan.

"Sunbae suka tteokbokki? Bisa makan pedas?" pertanyaan tiba-tiba dari Jaehyun membuat Doyoung menoleh, menatap yang lebih muda.

"Eum, ya, kurasa," jawab Doyoung tidak yakin.

Dia pernah memakan tteokbokki, tentu saja. Kue beras yang dimasak dengan saus pedas-manis yang kental. Jajanan khas Korea yang bisa ditemukan di hampir setiap restoran hingga sudut jalanan. Banyak orang yang menyukai jajanan ini karena rasanya yang pedas-manis dan nikmat, apalagi dimakan dalam keadaan hangat sambil menikmati pemandangan malam kota Seoul dengan gemerlap lampunya. Doyoung pernah memakannya, sekali, atau dua kali mungkin. Saat itu acara tahun baru dan pelayan di rumah besarnya membuatkan tteokbokki sebagai salah satu hidangan. Tapi itu sudah bertahun-tahun yang lalu, hingga Doyoung sudah lupa seperti apa rasanya.

Jaehyun kemudian menariknya menuju sebuah kedai yang lumayan rami di sebelah kiri jalan. Tanpa perstujuannya, Jaehyun sudah memesan dua porsi tteokbokki untuk mereka.

"Aku tidak bilang ingin makan tteokbokki pinggir jalan seperti ini," desis Doyoung galak. Dia masih punya hati untuk tidak berbicara terlalu keras di depan penjualnya.

"Wae? Tteokbokki ini enak, loh, Sunbae. Yang terenak di daerah sini."

"Kedai ini buka di pinggir jalan dan orang berlalu-lalang, banyak debu yang pasti masuk dalam masakannya. Bagaimana kalau ada bakteri atau virus berbahaya di makanan itu, eoh?" ini karena kali pertama Doyoung memakan makanan street food. Biasanya dia akan makan di rumah mewahnya dengan menu empat sehat lima sempurna. Bahkan Doyoung tidak pernah makan di kantin kampus karena selalu membawa bekal. Makanan di luar rumah yang biasa dia makan adalah makanan restoran.

"Ck! Sunbae berlebihan. Aku sering makan tteokbokki ini dan baik-baik saja sampai sekarang. Makan sekali tidak akan membuatmu mati, kok, Sunbae. Percaya padaku!"

"Setelah apa yang kau lakukan, aku sulit percaya padamu," sarkas Doyoung sambil melirik Jaehyun sinis.

Jaehyun mengedikkan bahu tak peduli. Lalu kembali mengucapkan pesanannya karena tadi Doyoung memotong ucapannya. "Yang satu pedasnya sedang saja, ya, Ahjuma. Yang satunya tolong yang pedas sekali."

Tak perlu menunggu lama jajanan khas Korea itu sudah tersaji di dalam cup yang terbuat dari kertas tebal beserta garpu kecil untuk memakannya. Pada masing-masing cup dilapisi cup lain agar tidak terlalu panas bila dipegang. Jaehyun menyerahkan satu yang berwarna oranye terang dengan asap masih mengepul pada Doyoung, dan yang berwarna merah pekat untuk dirinya.

"Gamsahabnida, Ahjuma!" ucap Jaehyun sedikit berteriak karena keduanya sudah mulai berjalan meninggalkan kedai, tentu saja setelah membayar, yang dihadiahi lambaian tangan dan senyuman hangat dari wanita paruh baya pemilik kedai. Doyoung yang canggung ikut membungkuk dan tersenyum kecil.

"Kau akan makan itu?" tanya Doyoung saat mereka mulai berjalan mencari tempat duduk. Telunjuknya yang kurus menunjuk tteokbokki dengan saus merah pekat milik Jaehyun. Wajahnya mengernyit. Dia bisa mencium aroma pedas dari tteokbokkinya sendiri, lantas seberapa pedas milik Jaehyun?

"Hmm, aku suka makanan pedas,"

"Ck! kau akan sakit perut. Seharusnya kau beli yang biasa saja. Lihat! Warnanya merah sekali, pasti sangat pedas. Kau bahkan tidak membawa minum!" omel Doyoung.

"Oh, wow, sunbae, aku tidak tahu kau bisa mengomel seperti seorang ibu begitu," jawab Jaehyun dengan seringaian jahil.

"Terserah!"

Jaehyun tertawa keras hingga membungkuk dan menarik perhatian. "Sunbae! Tunggu!"

.

.

.

Mereka berdua duduk dengan tenang di salah satu bangku kosong di pinggir jalan. Menikmati tteokbokki panas sambil memperhatikan jalanan Myeongdong yang justrus semakin ramai seiring matahari yang mulai terbenam. Doyoung dengan ragu memakannya, berbeda dengan si Bongsor di sebelahnya yang dengan rakus dan tidak sabar memakan jajanannya.

"Ah! Panas! Panas! Ssshhh!"

Doyoung menoleh mendengar teriakan dari sebelahnya, hanya untuk menemukan Jaehyun dengan mata terpejam, mulut terbuka dan kepala yang mendongak sedang bergerak gelisah seperti cacing kepanasan di bangkunya. Ah, ya, dia memang kepanasan. Ada asap mengepul yang keluar dari mulutnya yang terbuka. Dengan susah payah Jaehyun berhasil menelan tteok panas dan pedas itu, menyisakan linangan air mata di sudut mata coklatnya. Panas dan pedas adalah kombinasi terbaik dalam penyiksaan, Bung!

"Ck! kau bodoh? Tiup dulu baru makan,"

"Habis tteokbokki ini enak sekali sunbae, sudah lama aku tidak memakannya," jawab Jaehyun dengan lidah yang dijulur-julurkan, mencoba mengurangi panas yang dirasakan indera pengecapnya itu. Desisan kesakitan juga masih terdengar keluar dari bibirnya.

Doyoung berdecak sambil meletakkan cup tteokbokkinya di samping. Jemarinya terangkat dan memegang sisi wajah Jaehyun, membuat yang lebih muda menghadap padanya. Mata kelinci Doyoung memperhatikan lidah Jaehyun yang memerah karena terkena makanan panas.

"Lidahmu melepuh," katanya pelan, dan tanpa sadar jemarinya mulai mengelus pelan rahang Jaehyun, seakan itu bisa menghilangkan rasa sakit di lidah yang berwarna kemerahan itu.

"Ini tidak apa-apa, Sunbae, nanti juga sembuh." Jaehyun menjauhkan tangan Doyoung sambil meringis kecil, meyakinkan kalau dia tidak apa-apa. Lidahnya memang sering melepuh karena dia tidak sabaran dalam hal makanan.

Meskipun Doyoung memutar matanya malas dan terlihat masa bodoh, nyatanya pemuda Kim itu menusuk tteokbokkinya sendiri kemudian meniupnya pelan membuat kepulan asap menguar dari sana. Setelah dirasa tteobokki itu ada pada suhu yang pas, tidak terlalu panas, Doyoung memutar tubuhnya menghadap Jaehyun.

"Ja! Aaa!"

"Huh?"

Doyoung tidak menjawab dan makin menyodorkan tteokbokki itu, mengisyaratkan Jaehyun untuk segera membuka mulutnya. Dengan wajah bingung Jaehyun membuka mulutnya dan memakan tteokbokki yang disodorkan Doyoung.

"Eummm, masshita!" gumamnya senang saat rasa pedas dan kenyalnya kue beras dirasakan indera pengecapnya.

"Tiuplah dulu sebelum makan supaya lidahmu tidak melepuh." Setelah berucap seperti itu Doyoung segera mengubah posisi duduknya menjadi seperti semula dan mulai menikmati tteokbokkinya.

Doyoung tidak tahu bahwa di sebelahnya Jaehyun sudah tersenyum hingga dimplenya terlihat. Oh, dia harus mencatat ini. Kapan lagi seniornya ini akan berlaku manis pada orang lain seperti tadi. Meskipun dengan wajah datar, tapi Jaehyun rasa Kim Doyoung belum pernah meakukan hal seperti itu, dia berani bertaruh.

.

.

.

Di mulai dari tteokbokki, dan sekarang mereka jadi wisata kuliner. Jaehyun menarik Doyoung ke sana ke mari untuk mencicipi berbagai makanan yang dijual di sana. Mulai dari udon yang hangat, mandu goreng –di mana Jaehyun menghabiskan hampir delampan mandu sendirian-, egg bread –dan Jaehyun juga melahapnya dalam jumlah tidak sedikiti-, hingga makan seperti hot dog juga mereka santap. Doyoung memakan semuanya dalam porsi kecil, sementara Jaehyun seperti akan memborong mereka semua.

"Uh-uh, ini enak," kata Jaehyun senang sambil menggigit kimbabnya lahap. Doyoung di sebelahnya hanya diam memerhatikan. Dia tidak habis pikir bagaimana Jaehyun tetap bisa memakan semua makanan itu padahal dia baru melahap burger dan meminum segelas besar soda. Benar-benar perut karet!

Doyoung menikmati kimbabnya dengan perlahan. Kimbab ini tentu kualitasnya jauh dari yang biasa pelayannya buat di rumah, atau yang biasa dia beli di restoran. Doyoung juga yakin kebersihan dari gulungan nasi dengan sayuran dan rumput laut di luarnya itu tidaklah terjamin. Tapi entah kenapa rasanya lebih enak. Kimbab itu terasa gurih dari minyak sayur yang dioleskan di luarnya, rasa asin dari nori yang membungkusnya, renyah sayuran di dalamnya, dan hangatnya nasi putih. Semua itu membuat perasaan Doyoung lebih baik. Sudah berapa lama dia tidak makan seenak ini?

"Sunbae, tunggu di sini sebentar, aku mau beli baked cheese."

Doyoung bahkan belum sempat menelan kunyahan kimbab di mulutnya saat Jaehyun berpamitan dan mendadak berlari, menerobos kerumunan untuk mendatangi kedai kecil yang lumayan ramai di sebarang sana. Doyoung hanya bisa menggelengkan kepalanya. Tadi mereka sudah membeli baked chesee, tapi hanya Jaehyun yang memakannya karena saat itu mulutnya sedang sibuk menyeruput es coklat.

"Ini untuk sunbae!" katanya saat kembali sambil menyodorkan batangan keju yang ditusuk pada tusukan yang terbuat dari bambu. Doyoung masih memperhatikan batangan keju berwarna kuning susu yang sebagian telah berwarna kecoklatan karena dipanggang, aromanya gurih sekali, membuat mulut berliur.

"Aku tidak memintamu membeikannya untukku," jawab Doyoung datar sambil kembali menunduk untuk menghabiskan kimbabnya yang tinggal beberapa gigitan.

"Memang. Aku hanya ingin."

"Tapi aku tidak."

Jaehyun berdecak. Sebenarnya dia cukup dongkol dan muak. Doyoung ini selain dingin, datar dan galak luar biasa, dia juga tidak tahu terimakasih. Untungnya Jaehyun sudah terbiasa dengan ucapan yang keluar dari bibir mungil tanpa filter itu, jika orang lain pasti akan langsung sakit hati. Jaehyun tahu ucapan itu hanya untuk meindungi dirinya, tapi tetap saja itu tidak mengubah fakta bahwa untaian kata itu menyakitkan.

"Sunbae harus coba, ini enak," kata Jaehyun lagi sambil menggigit baked cheese miliknya. "Sunbae akan menyesal kalau tidak mencobanya."

Doyoung tetap diam dan kemudian berdiri saat kimbab dalam kunyahannya habis, meninggalkan Jaehyun dengan baked cheese yang menggantung di udara untuk membuang sampah plastik bekas pembukus kimbab. Membuat Jaehyun mengumpat kasar dalam suara rendah. Dia tidak mau menambah memar di tubuhnya kalau sampai ketahuan mengumpati Doyoung dengan bahasa sangat kasar.

Tapi umpatan itu berhenti saat gagang baked cheese itu berpindah tangan. Diikitu suara dingin yang sekarang sudah akrab di telinga Jaehyun. "Tidak usah merajuk, dasar Bocah!"

"Kenapa mereka memanggang keju begini?" tanya Doyoung tanpa sadar.

"Karena enak," jawab Jaehyun spontan, membuat Doyoung menoleh.

"Apa kalian tidak punya cara lain untuk menikmati keju? Ditaruh dalam sandwich misalnya. Kurang kerjaan."

"Ini adalah 'cara lain' untuk menikmati keju, sunbae saja yang tidak pernah tahu. Lagi pula ini enak." Protes Jaehyun dengan mulut penuh yang masih berusaha mengunyah si keju bakar.

"Ck!" Doyoung berdecak sambil menyentil pelan tangan Jaehyun. "Apa yang ku bilang soal tidak bicara saat makan, hah?"

Jaehyun hanya meringis saja. Satu lagi sifat yang Jaehyun tambahkan dalam list di bawah judul 'Perilaku Senior Kim Doyoung', mengomel. Mereka berjalan-jalan kurang dari tiga jam, dan entah sudah berapa kali Jaehyun terkena omelan Doyoung. Mulai dari dirinya yang tidak meniup makanan yang masih panas sebelum dimakan, tidak mencuci tangan saat memakan makanan langsung dengan tangan, sampai melarangnya bicara saat masih mengunyah.

Jaehyun tidak tahu apakah mengomel ini adalah salah satu sifat yang Doyoung tunjukkan dalam kesehariannya atau hanya terlihat di saat-saat tertentu saja. But Jaehyun find it so cute, really. He sound like caring mother, isn't he?

Doyoung terdiam. Tanpa sadar mengendus makanan yang asing untuknya itu. Ada bau gurih khas susu fermentasi, tapi ada bau gosong juga di sana, membuat keju panggang itu menggiurkan. Perlahan dia mengigitnya. Merasakan gurih susu dengan sedikit cita rasa pahit dan sensasi lumer di mulutnya. Sungguh perpaduan yang sempurna. Jaehyun benar, ini sangat enak.

Dalam diam Doyoung menikmati baked cheese yang dibelikan Jaehyun. Mengemutnya, membiarkannya lumer perlahan dan membalut indera pengecapnya dengan cita rasa gurih yang membuat ketagihan. Di sebelahnya, Jaehyun memperhatikan sambil tersenyum kecil. Merasa berhasil untuk membujuk Doyoung memakan makanan yang selama hidupnya belum pernah dia makan.

"Setelah ini temani aku beli hadiah dan akan ku antar sunbae pulang," kata Jaehyun sambil membereskan sisa bungkus makanannya untuk dibuang. Doyoung hanya mengangguk saja dan segera menghabiskan makanannya, melihat Jaehyun yang juga mulai beranjak.

.

.

.

"Kau ingin memberikan hadiah pada siapa? Atau hadiah macam apa yan ingin kau berikan?" tanya Doyoung dengan mata bulatnya yang menatap menyelidik pada booth di depannya.

Jaehyun hanya menanggapi protesan itu dengan senyum. Mungkin Doyoung bingung karena Jaehyun mengajaknya ke booth toko mainan, hanya saja booth itu menjual mainan yang tidak biasa. Di sana bukan mainan modern seperti spiner dan slime yang dijual, melainkan mainan jaman dulu. Mulai dari ddakji hingga gonggi, semua ada, juga beberapa aksesoris yang populer pada tahun sembilan puluhan.

"Sunbae pernah memainkan ini?"

Pertanyaan itu dijawab Doyoung dengan sebuah gelengan. Pada masa kecil orang-orang seusianya, mereka pasti pernah memaninkan permainan yang dijual di booth itu, juga mencoba beberapa aksesorisnya. Tapi Doyoung bukanlah orang-orang itu. Dia hanya tahu permainan itu dari buku. Teman dan 'mainan'nya adalah buku. Masa kecilnya dihabiskan untuk belajar, membaca buku-buku tebal penuh tulisan, berlatih table manner dan terkurung di mansion luas dengan dikelilingi kesunyian.

Doyoung tidak pernah tahu betapa asyiknya bermain ddakji. Melempar sekuat tenaga lipatan kertas berbentuk persegi yang terbuat dari koran, mencoba membalik kertas lain dengan bentuk dan bahan yang sama dengan benturan. Hingga lengan akan terasa kebas dan sakit, tapi itu menyenangkan. Atau teriakan histeris saat gonggi yang kau lempar tidak dapat kau tangkap semuanya, hingga membuatmu kalah taruhan padahal jika kau bisa melakukannya dengan baik sekotak penuh permen karet akan jadi milikmu.

Doyoung tidak mengalami itu. Dan mungkin tidak akan pernah mengalaminya. Masa kecilnya telah berlalu penuh kemonotonan. Tidak ada teriakan, tidak ada taruhan, tidak ada dihukum karena ketahuan membawa papan marbel ke sekolah. Hidupnya monoton. Dan dipenuhi dengan monokrom.

"Sunbae? Sunbae!"

"Huh? Wae?"

"Tidak. Kemarilah!"

Doyoung masih diam. Memperhatikan Jaehyun yang sedang berjongkok di depan booth, dekat dengan ember berisikan banyak ikan emas kecil, spertinya juga dijual. Apa Jaehyun memintanya berjongkok di sebelahnya? Untuk apa? Karena telah ditipu dua kali seharian ini, Doyoung jadi was-was setiap Jaehyun memintanya melakukan sesuatu.

Jaehyun bukan tipe orang sabaran untuk beberapa hal, jadi ditariknya lengan Doyoung pelan, hanya agar yang lebih tua berjongkok di sebelahnya. Di tangannya ada dua buah kertas putih berukuran kecil serta sebotol air. Doyoung tidak tahu itu apa, mungkin Jaehyun membelinya di booth ini saat dia melamun tadi.

"Kemarikan tangan sunbae," kata Jaehyun dengan tangan terulur, meminta tangan Doyoung.

Kening Doyoung mengerut. Tapa sadar jemari tangan kirinya mulai melingkari pergelangan yang kanan, gestur melindungi, ragu mengulurkan tangannya untuk Jaehyun. "Untuk apa?"

"Kemarikan saja!"

"Aku tidak bisa percaya padamu begitu saja, Bocah!"

"Ck!"

Dengan kesal Jaehyun akhirya menarik paksa lengan Doyoung, membuat yang ditarik meolotot kaget. Dan teriakkan tidak bisa Doyoung tahan saat dengan kurang ajarnya Jaehyun menyingkap lengan bajunya. Tidak banyak, hanya sampai pergelangannya terlihat, tapi secepat itu juga Doyoung menutupnya kembali.

"Mau apa?!" tanya Doyoung panik.

Sekarang berganti dahi Jaehyun yang mengerut. Kenapa reaksinya sebegini kaget? Dan kenapa dia panik sekali?

Karena melihat manik itu bergetar, meskipun Jaehyun yakin Doyoung berusaha menyembunyikan keterkejutan itu, Jaehyun menghela napas. Ditunjukkannya kertas kecil yang dia bawa. Itu adalah tattoo temporer atau sticker tattoo. "Hanya mau menempel ini."

Jaman dulu anak-anak sering menempelkannya pada kulit mereka, biasanya pada bagian tangan atau kaki. Tattoo itu bisa hilang dengan digosok menggunakan sabun dan air. Biasanya bergambar tokoh kartun seperti pokemon atau digimon.

"Kemarikan!"

Dengan ragu Doyoung mengulurkan tangannya. Dia memegang lengan bajunya agar Jaehyun tidak menyingkapnya lagi. Hanya punggung tangannya yang terlihat.

"Mau ku tempel di sini? Apa tidak apa-apa?" tanya Jaehyun saat menerima uluran tangan Doyoung. Dia tahu ayah Doyoung akan marah besar jika melihat tattoo mainan itu.

Doyoung terdiam, nampak berpikir. Lalu dengan gerakan ragu ditariknya lengan bajunya dengan perlahan, sangat perlahan, menampakkan kulit lengannya yang putih, hanya sedikit di atas pergelanan tangan.

"Bagaimana kau menempelkannya?"

"Sini, ku tunjukkan!"

Jaehyun membuka palstik bening pada bagian depan sticker kemudian menempelkannya pada kulit tangan Doyoung dan menekannya pelan. Dia membuka botol berisi air, menuangkannya perlahan tepat di atas sticker, berusaha untuk tidak membuat lengan baju Doyoung basah. Setelah itu menggunakan kuku jarinya Jaehyun menggosok sticker dengan perlahan, tidak mau melukai Doyoung. Setelah beberapa saat Jaehyun membuka lembaran kertasnya, meninggalkan gambar rubah kecil berwarna coklat.

"Ini-errr, rubah?" tanya Doyoung tidak yakin.

"Ini Eevee. Sebenarnya sunbae lebih mirip kelinci, tapi aku tidak bisa menemukan pokemon kelinci," ucap Jaehyun sambil mengelap lengan Doyoung yang basah dengan tisu yang disediakan oleh penjualnya.

"Berikan padaku! Aku akan melakukannya juga."

Seperti permintaan Doyoung, Jaehyun menyerahkan kotak berukuran sedang berisikan tattoo mainan. Dengan telaten Doyoung membolak-balik setiap lembarnya, mencari gambar yang dia inginkan.

Setelah menemukannya Doyoung menarik lengan kanan Jaehyun dan menyibak lengan jaket yang dipakainya. Seperti yang dilakukan Jaehyun, setelah menempelkan lembaran tattoo mainan, Doyoung menyiramnya dengan air. Lalu dengan telaten dia menggosok permukaannya supaya gambarnya bisa tertempel sempurnya. Dan senyuman kecil, sangat kecil sampai-sampai Jaehyun tidak menyadarinya, mengembang saat Doyoung membuka kertasnya, menampakkan gambar Snorlax yang tertempel sempurna di kulit Jaehyun.

"Sunbae menyamakanku dengan Snorlax?"

"Huh? Aku tidak tahu ini namanya apa, tapi cocok saja denganmu. Bulat."

Bolehkan Jaehyun mengumpat?

Oke pipinya mungkin sedikit chubby dan ada sisa lemak bayi di sana, tapi tolong, ya, bentuk tubuh Jaehyun kan tidak bulat. Di balik kemeja berlapis jaket denim itu tersimpan six packs dan otot yang mulai terbentuk, membuat tubuhnya terlihat manly dan sexy. Lalu kenapa Doyoung menyamakannya dengan Snorlax, sih? Menyebalkan!

Sambil mendengus sebal Jaehyun berdiri dan membayar untuk dua sticker tattoo mereka.

"Ayo, Sunbae! Aku antar pulang."

.

.

.

"Baru pulang?"

Suara berat dan serak itu mengagetkan Doyoung, hingga reflek tubuhnya bekerja menimbulkan reaksi kejut dan jantung yang berdebar keras. Suara yang sangat familiar tapi sudah tidak didengarnya seminggu ini.

Di kursi ruang tengah, dengan ditemani secangkir kopi hitam, ayahnya sedang memperhatikannya. Mata hitamnya menatap menyelidik pada Doyoung, seakan menguliti. Doyoung tidak suka rasa curiga ayahnya yang berlebihan seperti ini, membuatnya takut dan tidak nyaman.

"Ah, iya, Abeoji. A-aku baru pulang."

Tanpa sadar Doyoung menarik turun lengan bajunya, memaksa kain itu melebar sampai menutupi jemarinya yang kurus. Takut gamber Eevee dari Jaehyun akan terlihat. Suaranya bergetar dengan keringat dingin yang mulai mengaliri punggungnya. Doyoung tidak pandai berbohong.

"Jangan terlalu banyak ikut kegiatan di kampus, itu tidak penting dan membuang waktumu. Naiklah ke atas dan segera belajar!"

"Ne, abeoji."

Doyoung membungkuk sebentar dan segera mengambil langkah cepat menuju kamarnya. Tidak ingin lagi berhadapan dengan ayahnya. Saat sampai dikamar dia segera menutup dan mengunci pintunya. Dia merasa seperti pencuri yang akan tertangkap dan diadili jika tidak melakukannya.

Sambil menghela napas Doyoung meletakkan ranselnya dan duduk di atas tempat tidur. Pandangannya menerawang pada dinding kamarnya yang bercat putih tulang. Ingatannya tanpa diminta memutar kejadian hari ini. Dan dari seluruhnya, sembilan puluh persen adalah wajah Jaehyun.

Tidak mau ambil pusing dengan bayangan wajah menyebalkan Jaehyun, Doyoung akhirnya memutuskan untuk mandi dan mengganti bajunya dengan piyama. Hari ini dia lelah sekali jadi dia ingin langsung tidur saja. Tidak peduli pada perintah ayahnya untuk belajar, toh besok hari Minggu. Dia butuh meredam otaknya yang sudah sepekan dipaksa berpikir.

Saat berbaring dengan selimut yang telah menutupi seluruh badannya hingga leher, Doyoung menarik tangannya dari dalam selimut, kemudian menyingkap lengan piyama biru tua yang dia kenakan. Di atas kulitnya yang putih masih tertempel sticker tatto yang dibuat Jaehyun tadi. Saat mandi tadi Doyoung hampir tidak mengenai bagian itu dengan air, takut hilang.

Dipandanginya gambar pokemon rubah berwana coklat yang terlihat menggemaskan itu. Perlahan ada rasa hangat hingga sudut bibirnya tertarik ke atas. Membentuk lengkungan yang jarang sekali dia perlihatkan. Atau tidak pernah dia perlihatkan.

Doyoung tidak tahu. Hari ini adalah hari yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Dia selalu penasaran bagaimana rasanya menjadi remaja biasa, hang out bersama teman-teman di saat tidak ada jadwal kuliah, merasakan kebebasan, pulang malam tanpa perlu takut tidak bisa belajar karena besoknya adalah hari libur.

Sejak kejadian Ten yang ditegur keras oleh ayahnya, Doyoung tidak pernah lagi memimpikan melakukan hal itu. Tapi hari ini, dia merasakannya. Meskipun hanya sebentar dan ditemani oleh junior menyebalkan, tapi Doyoung tetap merasa berbeda. Ada rasa yang meletup-letup dalam hatinya. Rasanya tergelitik hingga perutnya terasa melilit. Ada semangat dan rasa debaran yang aneh. Doyoung tidak bisa menjelaskannya, tapi perasaan asing itu masih ada hingga sekarang. Membuat hatinya menghangat. Tanpa sadar membuat warna monokromnya sedikit memudar.

Jemari kurusnya sejak tadi mengelus tattoo Eevee dengan lembut. Senyuman masih di sana. Hari ini Doyoung merasa lebih baik. Sangat baik malah.

Doyoung memejamkan matanya yang mulai berat. Masih dengan elusan lemput di lengannya. Masih dengan senyum hangat yang sama.

"Gomawo, Jaehyun-ah."

.

.

.

-TBC-

.

.

.

A/N:

Apakah ada yang menunggu fanfic ini?

Sebenarnya aku menunggu respon dari fanfic ini, jika banyak yang suka akan aku lanjutkan, jika tidak, ya, terpaksa aku discontinue. Tapi sepertinya banyak pengaruh positif yang terus menyemangatiku untuk melanjutkan fanfic ini. Jadi aku lanjutkan meskipun agak lama.

Dan sedikit pemberitahuan saja, di Korea apalagi di Seoul sangat jarang orang yang mengendarai sepeda motor. Kebanyakan dari mereka akan memakai transportasi umum seperti subway atau mobil untuk bepergian. Sepeda motor biasanya digunaka oleh restoran untuk mengantarkan pesanan atau delivery. Kemudian, aku tidak begitu tahu apakah di dekat Myeongdong ada tempat parkir sepeda motor. Aku pernah membaca sebuah artikel traveling yang menyebutkan di dekat Myeongdong ada lahan parkir tempat memarkirkan sepeda motor atau mobil. Tempat itu dekat dengan subway yang menuju ke menara Seoul. Aku belum pernah melihat sendiri, jadi jika ada kesalahan tentang pendeskripsian aku mohon maaf.

And typo is lyfe so yeah /peace/

Aku harap kalian suka dan tetap memberikan dukungan kalian pada fanfic ini dan pada JaeDo.

Oh ya, apakah kalian keberatan dengan words yang banyak dalam satu chapter? Ataukah tidak masalah? Tolong beri masukan ya. XD

Sekali lagi semoga kalian suka dengan chapter ini.

-Warm Regards-

-Castella Casper-