Disclaimer: Detektif Conan milik Aoyama Gosho. Saya tidak berniat menarik keuntungan apa pun dari fanfic ini selain untuk tambah-tambah ilmu dan pengalaman menulis.
TO BE BY HIS SIDE
Part 1. His Sweetheart
Ran Mouri, gadis jelita dalam balutan gaun berwarna merah muda, tengah berdiri diam di salah satu sudut aula pesta yang ramai. Ayahnya, Kogoro Mouri, adalah seorang detektif terkenal yang saat ini sedang bergabung bersama orang-orang hebat lainnya dalam sebuah acara peluncuran produk baru milik sebuah perusahaan ternama di Jepang. Acara berkelas yang dilangsungkan dalam sebuah aula besar di sebuah hotel mewah di Tokyo ini juga mengundang keluarga Suzuki yang terkenal. Karena itulah, Sonoko Suzuki, sahabat Ran sejak kecil, turut serta dalam acara malam ini dengan dandanan maksimalnya.
Ran mendesah kecewa. Ibunya, Eri Kisaki, tidak termasuk dalam daftar undangan acara kali ini dan menolak untuk datang sebagai Nyonya Mouri karena harus bertemu klien. Tidak ada juga Conan Edogawa, adik angkatnya yang biasanya selalu membantunya mengawasi Kogoro. Conan sudah hidup bersama orang tuanya sejak lima bulan lalu dan sejak saat itu juga Ran tak pernah melihatnya lagi. Biasanya dalam acara-acara berkelas seperti ini, Conan selalu ikut bersama mereka. Jika tidak ada Conan, maka ada Eri, tapi kini Ran terpaksa menerima kenyataan bahwa ia harus mengawasi ayahnya seorang diri. Sedari tadi kedua matanya dengan tajam mengawasi Kogoro yang sedang dikelilingi wanita-wanita cantik penggemarnya. Ran menggigit bibirnya dengan frustasi ketika ia malah melihat keakraban di antara ayahnya dan para wanita itu. Ia berharap mudah-mudahan ayahnya tidak bertingkah kelewat batas.
"Ran!" Sonoko menghampirinya sambil membawa dua gelas berisi cola. Ia memberikan salah satunya pada Ran.
"Terima kasih, Sonoko," kata Ran.
"Sama-sama," balas Sonoko riang. "Ada apa? Kau tidak terlihat menikmati pesta ini."
"Aku merasa tidak nyaman melihat ayahku dikelilingi wanita-wanita itu," keluh Ran.
"Mengapa tidak kau tegur saja?"
"Aku baru saja diusir secara halus oleh mereka, tapi sepertinya Ayah tidak mengerti."
Sonoko tertawa gugup saat mendengar nada suara Ran yang kelam, nada suara yang menandakan bahwa gadis itu bisa melancarkan serangan karate dalam waktu dekat. "Kalau begitu serahkan saja padaku, Ran. Setelah kukeluarkan ayahmu dari sana, kau bisa mengomelinya sepuas hati."
Sonoko berjalan ke arah Kogoro, menyela pembicaraannya dengan wanita-wanita di sekelilingnya. Ia menarik tangan Kogoro sambil berkata bahwa keluarganya sangat ingin bertemu dengannya. Wanita-wanita itu tampak tak suka ketika melihat Kogoro pergi bersama putri keluarga Suzuki dan Kogoro merasa tak nyaman harus meninggalkan mereka, namun Sonoko tidak begitu peduli. Diseretnya detektif itu ke tempat anaknya menunggu. Setelah itu, Sonoko mendengar Ran mengomeli ayahnya, mengatakan bahwa seharusnya pria itu tidak menikmati berada di sekeliling wanita itu dan seharusnya ia mengingat istrinya.
Ran tidak akan menikmati pesta kali ini jika tidak ada Sonoko bersamanya. Semua yang ada di tempat ini adalah orang-orang hebat. Orang-orang cerdas. Orang-orang dengan pemikiran yang sulit dipahami oleh gadis biasa sepertinya. Detektif, ilmuwan, dokter, pengusaha, sutradara, penulis, pejabat-pejabat kepolisian dan badan penegak hukum lainnya. Banyak orang hebat dengan beragam profesi hebat. Ran hanya seorang gadis SMA biasa. Walaupun ia terbiasa berada dalam pesta semacam ini karena pekerjaan ayahnya, bukan berarti ia bisa selalu menikmatinya.
"Hei, siapa nama pengusaha yang mengundang kita?" tanya Ran pada sahabatnya.
"Hiroto Kawahara, pemilik Perusahaan Kawahara yang baru. Masa' kau tidak ingat?" jawab Sonoko.
"Hehe… aku lupa. Aku tidak ingat nama depannya Kawahara-san," balas Ran sambil tersenyum minta maaf. "Orang itu hebat, ya! Usianya baru kepala tiga dan baru saja jadi pemilik perusahaan selama dua tahun, namun sudah bisa meluncurkan produk baru."
Sonoko mengangguk setuju. "Kata ibuku, Kawahara-san memang memiliki bakat pengusaha sejak kecil. Tidak hanya itu, dia juga cerdas, punya banyak pengetahuan, dan inovatif sehingga perusahaannya berkembang pesat. Lalu apa kau tahu? Dia penggemar Sherlock Holmes!"
"Penggemar Holmes?" ulang Ran tak percaya.
"Ya! Dalam wawancara beberapa waktu yang lalu, dia mengatakan bahwa dia suka sekali cerita detektif, salah satunya Sherlock Holmes. Karena itu dia mengundang ayahmu. Kuduga dia ingin mendengar secara langsung kasus-kasus yang dipecahkan ayahmu."
Ran mengangguk-angguk. Ia memandang ayahnya yang rupanya tanpa disadarinya sudah terlibat percakapan lagi, namun kali ini bukan dengan wanita cantik. Ran bisa merasa lega karena orang yang sedang mengobrol dengan ayahnya adalah seorang pria paruh baya. Setelah memastikan ayahnya baik-baik saja, ia kembali melanjutkan obrolannya dengan Sonoko.
Menit demi menit berlalu. Pesta itu sudah berjalan cukup lama. Hiroto Kawahara telah memberikan sambutan di panggung dan memperkenalkan produk baru perusahaannya. Ia juga telah memperkenalkan para ilmuwannya yang telah bekerja keras untuk mewujudkan produk baru itu. Perusahaan Kawahara bergerak di bidang perangkat lunak. Mereka membuat berbagai software untuk mendukung berbagai pekerjaan manusia. Kali ini, produk baru mereka adalah sebuah software untuk analisa forensik. Karena alasan ini juga, Kawahara banyak mengundang ilmuwan, dokter forensik, detektif, dan pejabat-pejabat badan penegak hukum. Tamu undangan yang lain, seperti penulis dan sutradara, pada umumnya adalah penulis dan sutradara yang berkecimpung dalam genre-genre cerita berbau kriminalitas dan sains. Sementara itu, beberapa pengusaha termasuk keluarga Suzuki diundang atas kerjasama perusahaan mereka dengan Perusahaan Kawahara.
Kogoro Mouri kini tengah berbincang-bincang dengan sang pemilik Perusahaan Kawahara, yakni Hiroto Kawahara. Ekspresi Kawahara yang berseri-seri membuat Ran benar-benar yakin bahwa pengusaha itu memang menyukai cerita detektif. Gadis itu pun tersenyum di samping ayahnya yang tengah bercerita tentang kasus yang berhasil dipecahkannya.
Melihat ayahnya menceritakan kasus, Ran jadi teringat peristiwa yang telah cukup lama berlalu. Setelah Conan pergi, Kogoro terlihat seperti detektif bodoh. Entah mengapa, ia tidak dapat memecahkan kasus-kasus seperti biasanya. Ran dan ibunya mau tak mau jadi cemas. Mereka pun membawa Kogoro ke dokter dan psikiater. Dokter dan psikiater menilai Kogoro tengah mengalami stres berat dan mungkin saja hal itu dikarenakan ia merindukan bocah berkacamata yang pernah tinggal bersamanya. Tanpa disadari, mungkin saja Conan Edogawa telah memengaruhi kejiwaan Kogoro dan tanpa disadari juga selalu memotivasi Kogoro dalam penyelidikan. Kemudian, psikiater memberikan terapi sugesti kepada Kogoro selama lebih dari dua bulan hingga akhirnya pria itu mulai memerlihatkan tanda-tanda kepulihannya sedikit demi sedikit dan dapat beraktivitas seperti sedia kala. Walaupun begitu, ada yang berubah dari Kogoro Mouri. Detektif itu tidak lagi memecahkan kasus dalam posisi seperti orang tidur. Tidak ada lagi Kogoro Tidur.
"Sebenarnya saya juga mengundang Inspektur Megure yang sering terlibat dalam kasus-kasus yang anda tangani. Saya juga ingin bertemu Inspektur Nakamori yang sering terlibat dalam penangkapan KID. Sayangnya, keduanya sedang sibuk dengan pekerjaan masing-masing hari ini," kata Kawahara di sela-sela perbincangannya dengan Kogoro Mouri.
"Anda juga sampai mengundang mereka? Wah, saya tak menyangka anda begitu menyukai cerita kriminal," komentar Kogoro takjub.
"Cerita kriminal identik dengan cerita detektif, Mouri-san, dan saya suka sekali cerita detektif," balas Kawahara. "Saya juga suka sains dan cerita misteri. Saya sempat berpikir untuk mengundang Yusaku Kudo, penulis misteri terkenal itu, tapi sayangnya hari ini beliau harus menghadiri acara lain yang lebih penting bersama istrinya di luar negeri."
"Benarkah?" kata Ran, tak menyangka suami-istri Kudo pun masuk dalam daftar orang-orang yang ingin diundang Kawahara.
Kawahara mengangguk pada Ran. "Yah, mereka berdua mungkin tidak bisa hadir, tapi setidaknya putra mereka bersedia datang."
"Eh? Anda juga mengundang Shinichi?" tanya Ran tak percaya.
"Ya. Anda mengenalnya, Nona?"
Ran mengangguk. "Saya dan Shinichi sudah berteman sejak kecil."
"Begitu rupanya," Kawahara menganggukkan kepalanya. "Sebenarnya saya tak pernah berpikir untuk mengundang Shinichi Kudo setelah adanya desas-desus dia sudah meninggal atau sedang terlibat kasus rumit, tapi begitu orang tuanya mengusulkan pada saya untuk mengundangnya, saya benar-benar gembira!" kata Kawahara lagi, kali ini dengan begitu antusias. "Saya begitu tertarik pada cerita-ceritanya selama dia dalam masa... apa, ya? Persembunyian, katakan saja begitu. Sebagai seorang detektif, anda tentu sependapat, Mouri-san? Dan anda, Nona, tentu juga penasaran sebagai teman sejak kecilnya, bukan?"
"Ya, tentu saja!" Ran mengangguk setuju. Jelas ia akan sangat tertarik mendengar cerita-cerita Shinichi setelah begitu lamanya lelaki itu membuatnya menunggu. Kogoro juga mengangguk tanda menyetujui kata-kata Kawahara walaupun sebenarnya ia tidak begitu tertarik pada kehidupan detektif remaja itu. "Tapi saya belum melihat Shinichi sampai sekarang. Benarkah dia akan datang? Apakah kasusnya sudah selesai?" tanya Ran lagi.
Kawahara mengangkat bahu. "Seharusnya begitu. Dia sudah mengonfirmasikan pada kami bahwa dia sanggup memenuhi undangan. Mungkin terjadi sesuatu sehingga dia tak bisa tepat waktu."
Ran tidak mengatakan apa-apa lagi. Ia tidak tahu sama sekali kalau Shinichi sudah menyelesaikan kasusnya dan akan datang ke Tokyo untuk memenuhi undangan Kawahara. Shinichi tak memberitahunya apa-apa tentang hal ini. Pikirannya tiba-tiba saja melayang pada peristiwa beberapa bulan lalu, ketika Shinichi meminta untuk mengakhiri hubungan romantis mereka demi alasan keamanan. Dalam pesan terakhirnya, Shinichi mengatakan bahwa kasus yang diurusnya ternyata sangat berbahaya dan sedang mengancam nyawanya. Detektif itu ingin mengakhiri hubungannya dengan Ran agar nyawa Ran tidak ikut terancam.
Saat itu Ran terkejut setengah mati. Ia tak bisa terima dengan keputusan Shinichi, namun sejak saat itu ia tak bisa lagi menghubungi Shinichi. Shinichi memutuskan hubungan komunikasi mereka juga, lagi-lagi untuk alasan keamanan. Akhirnya Ran hanya bisa pasrah menerima keadaan sambil mendoakan Shinichi. Dalam lubuk hatinya ia masih berharap bahwa suatu hari nanti Shinichi akan kembali dan hubungan mereka juga akan kembali seperti semula. Ia tak bisa berhenti berharap karena Shinichi memutuskan hubungan mereka bukan karena ia tidak lagi cinta padanya. Ran yakin Shinichi masih mencintainya. Jika kasus yang Shinichi tangani selesai, itu artinya Shinichi juga akan menjadi kekasihnya lagi, bukan? Karena itu Ran tidak bisa mengerti mengapa Shinichi tidak mengatakan apa-apa padanya jika kini kasus yang ditanganinya telah selesai, jika ternyata hari ini ia akan kembali ke Tokyo dan menghadiri pesta yang diadakan Kawahara. Bukankah Ran sebagai teman sejak kecilnya serta mantan pacarnya yang diputuskan gara-gara kasus itu sangat berhak untuk tahu?
Dipikir berapa kali pun, Ran masih tidak mengerti. Akhirnya Ran memutusan akan langsung bertanya pada Shinichi malam ini juga, toh Shinichi juga diundang dalam pesta ini. Setelah itu, Ran pun memutuskan untuk membiarkan ayahnya bercakap-cakap lebih banyak dengan Kawahara sementara dirinya menemui Sonoko. Ia memberitahu sahabatnya bahwa Shinichi juga diundang dan seharusnya akan datang. Sonoko cukup terkejut mendengarnya karena setahunya, Shinichi Kudo sedang terlibat kasus rumit yang membuatnya tak bisa tampil mencolok di depan publik.
"Tapi kau pasti senang, Ran!" kata Sonoko bersemangat. "Sebentar lagi kau bisa bertemu dengan suamimu!"
"Dia bukan suamiku!" bantah Ran dengan wajah memerah karena malu. Sampai saat ini Sonoko masih saja mengejeknya sebagai istri Shinichi. Walapun begitu, Ran memang menyukai Shinichi. Ia tidak pernah membenci ejekan Sonoko. Ia hanya malu. Dan tentu saja ia senang. Ia senang sekali karena mungkin saja ia akan bertemu Shinichi malam ini walaupun ada perasaan tidak senang dalam hatinya jika mengingat bahwa Shinichi sama sekali tak bilang apa-apa soal kepulangannya.
Setelah beberapa saat menunggu sambil bergabung dalam berbagai obrolan dengan tamu-tamu lain kenalan Sonoko, Ran memutuskan untuk menunggu di dekat pintu masuk aula agar ia bisa melihat Shinichi yang baru tiba sehingga bisa langsung menemuinya. Terkadang ia mencuri pandang ke arah ayahnya untuk memastikan bahwa lawan bicara ayahnya bukan wanita cantik yang dapat menarik perhatian ayahnya. Sonoko yang tahu apa yang sedang dipikirkan sahabatnya dengan senang hati menemaninya dan mengawasi pintu masuk.
Beberapa kali pintu terbuka, namun bukan Shinichi yang masuk, melainkan orang lain. Ran tetap mengawasi sambil mengobrol dengan Sonoko. Ia benar-benar berharap Shinichi akan segera tiba. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya harapannya terwujud. Kali ini pintu terbuka dan sosok yang masuk ke aula melalui pintu itu adalah Shinichi Kudo yang memakai setelan jas hitam yang tidak dikancingkan. Melihat itu, Sonoko langsung menyikut sahabatnya.
"Ran, dia datang!"
Ran tidak perlu diberitahu. Ia sudah melihatnya sendiri. Ia baru saja hendak memanggil detektif remaja itu ketika tiba-tiba ia melihat Shinichi berbalik dan memasang tampang kesal ke arah pintu yang masih terbuka.
"Kita sudah sangat terlambat! Kenapa sih, jalanmu lambat sekali?" Ran mendengar Shinichi menggerutu. Pandangan Ran teralih ke pintu, ke arah orang yang sedang bicara dengan Shinichi. Setelah itu, Ran terbelalak tak percaya.
"Kau berharap aku akan berlari dengan sepatu high heels ini? Asal tahu saja, kita takkan terlambat jika kau tidak menjadi magnet mayat lagi, Kudo-kun."
Ran melihat seorang gadis yang mungkin seusianya, berambut cokelat kemerahan sebahu dan mengenakan sepatu high heels berpadu dengan gaun biru tua yang indah. Gadis itu benar-benar cantik dan gadis itulah yang sedang bicara dengan Shinichi.
"Siapa dia?" tanya Sonoko yang juga melihat gadis itu.
"Entahlah," balas Ran, masih tertegun.
"Ran, jangan diam saja! Nanti dia menghilang bersama gadis itu."
Seolah baru saja tersadar dari lamunannya, Ran tersentak dan segera berlari menghampiri Shinichi yang masih terlihat bertengkar mulut dengan gadis berambut cokelat kemerahan itu. Sonoko mengikuti di belakangnya.
"Shinichi!"
Debat antara Shinichi dan gadis itu pun berhenti. Keduanya dengan kaget menoleh ke arah asal suara yang telah mereka kenal dengan baik.
"Ran," kata Shinichi, tersenyum dan mengangguk singkat menyapa teman sejak kecilnya.
"Kenapa kau tidak memberitahuku kalau kau juga akan ke sini?" kata Ran segera. "Dari mana saja kau selama ini? Kau tidak cerita padaku kalau kau akan pulang."
"Aaah… itu…" Shinichi nyengir sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Maaf soal itu, Ran. Belakangan ini aku sibuk sekali."
"Dasar bodoh! Aku menunggumu, tahu!"
"Iya, iya, aku kan, sudah minta maaf," kata Shinichi lagi. "Ran, kau tahu di mana Hiroto Kawahara? Aku perlu bertemu dengannya untuk minta maaf karena datang terlambat."
"Orang itu sedang ngobrol dengan ayahku di sana," jawab Ran sambil menunjuk ayahnya yang sedang bicara dengan Kawahara. Kemudian ia menoleh pada gadis yang berdiri di samping Shinichi. "Emm… Shinichi, apakah dia kenalanmu?"
"Apa? Oh," Shinichi segera menyadari siapa yang dimaksud Ran. "Gadis ini Shiho Miyano, rekan kerjaku."
"Rekan kerja?"
"Ya. Dia ilmuwan hebat yang sudah banyak membantuku selama ini."
Ran mengangguk paham. "Namaku Ran Mouri dan ini Sonoko Suzuki. Kami dan Shinichi adalah teman sejak kecil."
"Salam kenal, Mouri-san, Suzuki-san," balas Shiho dengan sopan.
"Apakah Kawahara-san juga mengundangmu, Miyano-san?" tanya Ran yang penasaran mengapa Shiho bisa datang ke acara milik Perusahaan Kawahara.
"Oh, tidak. Aku hanya menemani Kudo-kun. Katanya ia diperbolehkan membawa seorang teman," jawab Shiho.
"Hoo, jadi kau mengajaknya, ya?" Sonoko bertanya pada Shinichi dengan sinis, tapi Shinichi yang tidak peka dengan cueknya mengiyakan, membuat perasaan Ran jadi tidak karuan dan membuat Sonoko jadi jengkel dengan ketidakpekaannya. Setelah itu Ran ingin bertanya mengenai kasus rumit yang dikerjakan Shinichi, tapi sebelum ia sempat bertanya, Shinichi sudah buru-buru mohon diri untuk menemui Kawahara. Ia menarik tangan Shiho untuk ikut bersamanya.
"Jadi dia punya rekan kerja selama ini," kata Sonoko. "Kau tahu itu, Ran?"
Ran menggeleng. "Aku baru tahu hari ini."
Sonoko menepuk punggung Ran. "Jangan cemas. Dia hanya rekan kerjanya. Tidak lebih."
Ran tersenyum. Ia pun berharap begitu. Kemudian, ia dan Sonoko memutuskan untuk bergabung dengan Shinichi dan Shiho yang kini terlibat percakapan bersama Kogoro dan Kawahara.
Dari percakapan mereka, Ran pun akhirnya dapat lebih mengenal Shiho. Selama Shinichi terlibat kasus rumit, Shiho-lah yang berada di sisinya dan membantunya dalam berbagai hal, seperti yang diceritakan Shinichi pada mereka.
"Miyano adalah ilmuwan jenius. Bidang keahliannya adalah biologi molekuler," kata Shinichi.
"Biologi molekuler? Kalau tak salah bidang itu juga berhubungan erat dengan biokimia, kan? Kebetulan saudara saya adalah pakar biokimia dan telah meraih gelar doktor. Dia adalah spesialis karbohidrat," kata Kawahara antusias. "Bagaimana dengan anda, Miyano-san? Topik apa yang paling anda suka?"
"Hmm.. saya lebih tertarik pada protein, terutama enzim," jawab Shiho, "dan belakangan ini saya lebih sering bekerja dengan hal-hal yang berhubungan dengan genetika."
"Oh, genetika! Luar biasa!" Kawahara bertepuk tangan dengan kagum. "Kalau begitu bukankah bidang anda sangat cocok dengan produk terbaru kami? Anda tentu setuju, Miyano-san?"
Shiho mengangguk. "Ya. Dari berita-berita yang saya baca, kelihatannya produk anda cukup menjanjikan. Sayang sekali saya terlambat menyaksikan simulasinya hari ini."
"Kawahara-san, bagaimana jika anda mengulangi simulasi itu khusus untuk teman saya ini? Miyano sangat hebat dalam hal genetika. Anda takkan menyesal!" kata Shinichi antusias.
"Oh, sehebat itukah?" Kawahara tampak cukup tertarik dengan penawaran Shinichi. "Maaf, Miyano-san, kalau boleh tahu, sudah sampai di mana jenjang pendidikan anda?"
"Doktor," jawab Shiho singkat.
"Kau sudah punya gelar doktor?" tanya Kogoro takjub. Kawahara juga terbelalak, sama tidak percayanya dengan Kogoro. "Tapi—tapi—kau kelihatan terlalu muda untuk menjadi seorang doktor!"
Shinichi tertawa. "Sudah saya bilang, Miyano adalah ilmuwan jenius. Dia sudah meraih gelar doktor bahkan sebelum usianya genap 18 tahun." Walaupun dengan campur tangan organisasi, Shinichi menambahkan dalam hati karena organisasi hitam dengan segala macam koneksinya entah bagaimana berhasil membuat Shiho yang saat itu masih sangat muda diterima sebagai mahasiswa program doktor.
Semuanya takjub dengan penuturan Shinichi yang sedikit pun tidak dibantah Shiho. Kemudian, tiba-tiba saja Kawahara tertawa.
"Tentu saja! Hanya orang jenius yang sanggup berdiri di samping orang jenius, bukan begitu? Seharusnya sejak awal aku sudah tahu kalau rekan kerja detektif Shinichi Kudo yang terkenal memang bukan orang sembarangan!" kata Kawahara di sela-sela tawanya. "Kalau begitu mungkin kita bisa membicarakan hal ini lebih jauh, Miyano-san? Saya ingin mendiskusikan produk baru kami lebih lanjut dengan anda."
Shiho tersenyum dan mengangguk. "Dengan senang hati, Kawahara-san."
"Terima kasih, Miyano-san," Kawahara mengangguk sambil tersenyum puas. "Waah... tapi semua ini benar-benar luar biasa! Detektif terkenal bekerja sama dengan ahli genetika! Bukankah hal ini kurang lebih mirip dengan Holmes dan Watson?" komentar Kawahara lagi, masih tampak takjub dengan pemuda-pemudi jenius di hadapannya. "Kudo-san, anda dan Miyano-san memang cocok sekali. Tidak heran jika kalian bekerja bersama-sama."
Kata-kata Kawahara membuat hati Ran seolah tertusuk. Ia merasa kali ini Shinichi disandingkan dengan Shiho dan ia merasa dirinya tidak termasuk dalam kehidupan Shinichi. Shinichi juga terlihat santai saja dengan komentar Kawahara, seolah-olah komentar itu normal untuknya. Ran tahu posisinya saat ini tidak lebih dari teman baik Shinichi sehingga tidak mungkin orang memikirkannya sebagai pendamping Shinichi. Walaupun begitu, selama ini Ran beranggapan bahwa Shinichi memiliki perasaan yang sama dengannya. Selama ini ia berpikir bahwa Shinichi juga menyukainya. Bukankah itu yang dikatakan detektif SMA itu kepadanya saat mereka bertemu di London? Bukankah mereka juga sempat jadian? Bukankah Shinichi memutuskan hubungan mereka semata-mata hanya karena kasus berbahaya itu dan bukan karena ia tidak lagi mencintainya?
Percakapan beralih ke arah kasus yang baru saja dihadapi Shinichi saat ia dan Shiho dalam perjalanan ke acara peluncuran produk terbaru Kawahara. Setelah itu, topik pembicaraan berubah menjadi kasus rumit yang dihadapi Shinichi dalam waktu lama, termasuk bagaimana Shinichi bisa terlibat dan bagaimana Shinichi dan Shiho bertemu pertama kali.
"Saya mulai terlibat setelah memecahkan kasus di Tropical Land. Saat itu saya sedang jalan-jalan di sana bersama Ran," kata Shinichi kepada orang-orang yang menyimak ceritanya. "Sejak saat itu saya tidak bisa menjalani hari-hari saya seperti biasa demi keamanan orang-orang di sekitar saya. Nyawa saya sendiri berada dalam bahaya sehingga saya harus bersembunyi di luar negeri sambil berusaha mengalahkan mereka. Sungguh hari-hari yang melelahkan."
"Sebenarnya kasus apa yang kau hadapi?" tanya Ran.
"Ada sebuah organisasi yang melakukan berbagai tindakan kriminal secara terencana dan rahasia sehingga sulit sekali menangkap mereka. Aku dan Shiho bekerja sama dengan badan intelijen dan polisi untuk meringkus mereka. Syukurlah, akhirnya kasus itu berakhir dengan kemenangan kami," jawab Shinichi.
"Lalu bagaimana kalian berdua bisa bertemu?" tanya Kawahara pada Shinichi dan Shiho.
"Dulunya saya bekerja untuk organisasi itu. Saya juga disekolahkan oleh mereka sejak kecil. Suatu hari, mereka membunuh kakak saya. Saya bertanya mengapa kakak saya dibunuh, namun mereka tidak memberikan jawaban apa pun. Saya pun memutuskan untuk mogok kerja sampai mereka memberikan saya jawaban yang sebenarnya. Ternyata mereka tidak beniat memberikan jawaban, malah ingin membunuh saya. Saya pun melarikan diri sebelum mereka berhasil membunuh saya. Kemudian, dalam perjalanan melarikan diri, saya bertemu dengan Kudo-kun," jawab Shiho panjang lebar.
"Begitu saja? Hanya bertemu secara kebetulan?" tanya Kogoro.
Shiho mengangguk. "Setelah bertemu Kudo-kun, saya menceritakan siapa diri saya yang sebenarnya. Awalnya Kudo-kun marah setelah tahu identitas saya, tapi lambat laun dia mulai menerima keberadaan saya. Sejak saat itulah saya menjadi rekan kerja Kudo-kun."
"Kau memberitahu identitasmu pada Shinichi begitu saja? Apakah sebelumnya kau sudah kenal Shinichi?" tanya Ran.
"Benar," Shiho lagi-lagi mengangguk. "Aku sudah mengenal Kudo-kun sebelum kami bertemu secara langsung. Kudo-kun menjadi target organisasi tempatku bekerja dulu. Aku yang saat itu masih bergabung dengan mereka tentu saja tahu hal itu."
"Tapi aneh juga kau bisa menerima keberadaan mantan penjahat sepertinya," kata Sonoko pada Shinichi. "Apa yang membuatmu percaya padanya?"
"Yah…" Shinichi melirik Shiho yang juga sedang melirik Shinichi. "Miyano membuktikan padaku pihak siapa yang ia dukung sekarang. Selain itu, aku tidak bisa melindungi kakaknya, makanya setelah mengetahui identitas Miyano, aku memutuskan untuk percaya padanya dan melindunginya dari organisasi itu."
"Eh?" Ran tidak mengerti. "Apa hubungannya kakak Miyano-san denganmu?"
"Aku sudah tahu kakaknya terancam bahaya dan aku berusaha keras menyelamatkannya, namun aku terlambat," kata Shinichi muram. Ia tidak suka mengingat lagi kegagalannya dalam melindungi Akemi Miyano. Ia merasa sedih saat teringat air mata Ai Haibara yang bertanya padanya mengapa ia tidak menyelamatkan Akemi. Walaupun kejadian itu sudah lama sekali dan kasus itu sudah selesai, Shinichi masih merasakan penyesalan atas kegagalannya menolong Akemi.
"Sudahlah, Kudo-kun, semua itu sudah lama sekali," kata Shiho. "Kasusnya juga sudah berakhir. Kau tidak perlu menyesalinya lagi."
Shinichi memandang Shiho, lalu tersenyum. "Thanks, Miyano."
Ran benar-benar merasa tidak enak sekarang. Shinichi baru saja mengatakan bahwa ia telah memutuskan untuk melindungi Miyano. Lalu senyuman yang tersungging di bibir Shinichi barusan seolah memiliki arti yang lebih dalam. Ran bingung sekaligus gelisah. Ia jadi bertanya-tanya sebenarnya seperti apa hubungan Shinichi dan Shiho.
Setelah percakapan mereka usai, Kawahara dan Shiho memutuskan untuk membicarakan simulasi software terbaru Perusahaan Kawahara lebih lanjut sementara Kogoro kembali dihampiri oleh tamu-tamu lain yang mengaguminya. Ran memanfaatkan waktu ini untuk bicara pada Shinichi, meminta penjelasan atas semua yang tidak diketahuinya. Sonoko memutuskan untuk membiarkan Ran bicara dengan Shinichi sehingga ia pun kembali bergabung dengan keluarganya.
"Jadi kenapa kau tidak memberitahuku kalau kau telah pulang dan kasusmu telah selesai?" tanya Ran langsung pada mantan kekasihnya tanpa basa-basi.
"Aku lupa, Ran. Aku sibuk sekali, kan sudah kukatakan padamu. Kasus itu memang sudah selesai, tapi bukan berarti tidak ada lagi yang perlu kuurus."
"Bukankah ada Miyano-san yang membantumu? Apakah sesibuk itu dirimu sampai tidak bisa memberiku kabar?"
Shinichi mendesah. "Ya, aku sesibuk itu. Terlalu banyak yang kupikirkan bahkan sekarang. Dan Miyano katamu? Dia sama sibuknya denganku. Bahkan aku dan dia masih kerepotan setelah bekerja sama. Maafkan aku, Ran."
Ran terdiam, tak percaya dengan jawaban yang diberikan Shinichi. Ia merasa sakit hati, namun akalnya berkata bahwa sudah pasti Shinichi sibuk sekali sehingga tidak sempat memikirkannya. Sekalipun Shinichi memikirkannya, mungkin situasinya yang masih rumit menghalanginya untuk berkomunikasi dengannya sehingga Shinichi akhirnya memilih untuk tidak memikirkannya dulu. Bisa saja itu yang terjadi sehingga Shinichi tidak menghubunginya.
"Kalau begitu, kau benar-benar akan tinggal mulai sekarang?" tanya Ran lagi dengan suara yang lebih pelan.
"Rencananya aku akan tinggal di sini lagi, setidaknya sampai lulus SMA," jawab Shinichi.
"Sungguh?"
"Ya."
Ran tersenyum senang mendengarnya. Ia senang sekali. Shinichi benar-benar pulang. Ia tak perlu kesepian lagi karena menunggu detektif itu kembali.
"Kalau begitu, Shinichi... apakah... apakah kita akan kembali seperti dulu? Maksudku, kau... kau masih menyukaiku, kan?" kata Ran dengan malu-malu tanpa memandang Shinichi. Shinichi yang melihat tingkah Ran segera paham apa yang dimaksud gadis itu.
"Ran Mouri, aku memang menyukaimu," jawab Shinichi sambil menyunggingkan senyum.
Ran menatap Shinichi, lalu ia pun ikut tersenyum. Wajahnya memerah bahagia sekaligus tersipu malu, namun ia tidak berusaha menyembunyikannya dari Shinichi. Ia merasa begitu bahagia sekarang. "Kalau begitu, Shinichi, kita tidak akan berpisah lagi, kan? Kita akan selalu bersama-sama, kan?"
Shinichi memandang kedua mata Ran yang tengah memandangnya penuh harap. Oh, betapa ia ingin sekali menjawab ya, namun ia tahu jawaban itu tidak tepat. "Maafkan aku, Ran. Aku ingin sekali bilang ya, tapi aku tidak bisa."
Ran terkejut. "Kenapa? Bukankah kasus itu akhirnya selesai? Bukankah akhirnya kau bisa pulang?"
"Aku tidak mau membuatmu menungguku lagi, Ran. Kalau kita bersama, aku hanya akan membuatmu menunggu. Aku tidak mau membuatmu merasa sedih."
"Tapi kau sudah kembali!" kata Ran tak terima. "Mengapa aku harus menunggu lagi? Kau sudah kembali, Shinichi. Apakah kau akan pergi lagi?"
"Mungkin aku harus pergi lagi untuk waktu yang lama. Entahlah," jawab Shinichi. "Tapi memang seperti itulah aku, Ran. Aku harus mengatakan bahwa aku mencintaimu, tapi aku tidak bisa bersamamu karena aku tidak mau kau menungguku lagi. Maaf, Ran."
Kali ini Ran bisa merasakan kedua matanya basah oleh air mata. Ia tahu tak lama lagi ia akan menangis. "Aku... aku tidak mengerti… setelah sekian lama kau membuatku menunggu, lalu menyatakan perasaanmu padaku, lalu kita akhirnya berpacaran... sampai kau juga yang mengakhirinya karena kasus itu... sekarang kau datang untuk mengatakan padaku bahwa kita tidak bisa bersama… Kenapa, Shinichi?"
Shinichi mengepalkan kedua tangannya, berusaha keras bersikap tegar. Ia benci situasi ini. Ia membuat gadis yang disukainya menangis karenanya. Ia tidak ingin melihat Ran menangis sedih. Tapi sekarang lebih baik daripada nanti. Ia harus menuntaskan semuanya sekarang, secepat mungkin.
"Kumohon mengertilah, Ran. Aku selalu berada di dekat bahaya. Kau lihat sendiri, aku hanya murid SMA tapi sudah terlibat kasus kejahatan berskala internasional. Nyawaku bahkan sampai terancam. Aku bisa membahayakanmu. Kasus ini memang sudah berakhir, tapi kita tak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Tidak ada jaminan bahwa kelak aku takkan menghadapi hal semacam ini lagi. Bahkan bisa saja masih ada sisa-sisa organisasi yang saat ini sedang berkeliaran mengincar nyawaku. Kalau suatu hari nanti kita hidup bersama dan aku harus pergi jauh lagi dalam waktu lama, kau hanya akan menunggu lagi dan saat itu akan terasa lebih sulit, Ran. Aku tidak mau melukaimu lebih parah dari sekarang."
"Apakah kau mempermainkan perasaanku, Shinichi?" isak Ran yang akhirnya tak kuasa menahan tangisnya.
"Aku tidak berniat mempermainkan perasaanmu, karena itu aku melakukan ini sekarang," jawab Shinichi. "Aku sudah memikirkan ini, Ran. Demi kebaikanmu. Demi kebaikan kita berdua. Aku harus melepaskanmu dan kau pun harus melepaskanku. Aku tidak suka ini, tapi ini yang harus kulakukan."
Ran masih menangis. Sebenarnya Shinichi pun ingin menangis, namun sekuat tenaga ia tahan air matanya. Ia harus terlihat tegar di depan Ran.
"Maafkan aku, Ran. Aku akan tetap di sisimu sebagai temanmu. Aku tidak bisa menjadi lebih dari itu. Aku pun tidak bisa menjadikanmu lebih dari itu. Maafkan aku, Ran. Kumohon lepaskan aku."
Kemudian, tiba-tiba saja Ran berbalik, lalu berlari ke arah pintu sambil berteriak, "Shinichi bodoh! Bodoh!"
Shinichi memandang Ran keluar dari aula, tidak berniat menyusulnya. Ia hanya terpaku di tempatnya hingga akhirnya ia pun menangis. Tidak ada yang tahu bahwa ia menangis. Aula begitu ramai dan semua orang sedang bergembira menikmati pesta. Tidak ada yang memerhatikan detektif SMA yang baru saja kembali setelah menyelesaikan kasus rumit. Shiho pun tidak akan menyadarinya jika ia tidak mendekati Shinichi.
"Kudo-kun, di mana Ran-san?" tanya Shiho sambil berjalan menghampiri Shinichi. Shinichi hanya diam sambil bersandar di dinding dengan kepala tertunduk. Shiho menyadari ada yang salah. Ketika akhirnya ia sudah cukup dekat dengan Shinichi, gadis itu pun tahu kalau memang ada yang salah dengan detektif itu. Shinichi menangis.
"Kudo-kun…" dan detik itu juga, Shiho tahu kalau Shinichi sudah mengatakan semuanya pada Ran. Shinichi sudah melepaskan Ran.
"Ran-san keluar, kan?"
Shinichi hanya mengangguk.
"Aku akan meminta Suzuki-san mencarinya," kata Shiho. "Tegarlah, Tantei-san. Kau sudah melakukan apa yang harus kau lakukan."
Setelah itu Shiho meninggalkan Shinichi untuk menemui Sonoko dan mengatakan bahwa sepertinya tadi Ran dan Shinichi berselisih. Tampaknya Ran pergi keluar dari aula setelah berselisih dengan Shinichi dan Shiho meminta Sonoko mencarinya dan menghiburnya karena Sonoko-lah sahabat dekat Ran. Sonoko tidak perlu disuruh dua kali. Begitu mengerti situasinya, gadis itu langsung melesat keluar aula untuk mencari Ran. Sementara itu, Shiho kembali menghampiri Shinichi, berniat tetap di sisinya sampai detektif itu merasa lebih baik.
"Tak kusangka rasanya seberat ini untuk benar-benar melepaskannya," kata Shinichi setelah beberapa saat, ketika ia telah merasa sanggup untuk bicara pada partner-nya.
"Tentu saja. Kau masih mencintainya," balas Shiho.
"Apa menurutmu perasaanku padanya bisa berubah?"
"Hati manusia selalu berubah-ubah, Kudo-kun, jadi kupikir perasaanmu pun punya peluang untuk berubah."
Shinichi tersenyum tipis. "Akan jauh lebih baik bila perasaanku berubah. Malah, lebih bagus lagi bila aku bisa jatuh cinta pada orang lain, orang lain yang tak perlu kutinggalkan seperti Ran."
"Ya, aku setuju," Shiho mengangguk. "Aku harap Ran-san mendapatkan orang yang jauh lebih baik darimu. Wanita sebaik dirinya sama sekali tak pantas mendapatkan pria yang selalu meninggalkannya."
"Hei, bukankah seharusnya kau menghiburku? Kenapa kau terdengar seolah-olah sedang menyindirku?"
"Oh? Aku hanya mengatakan fakta," balas Shiho ringan. "Lagipula, dari nada suaramu, kurasa kau sama sekali tak butuh hiburan."
"Huh, kau ini sama sekali tidak manis."
"Syukurlah kalau kau sudah sadar," kata Shiho acuh tak acuh. "Omong-omong, aku masih ingin menikmati jamuan pesta. Kau ingin ikut denganku atau masih ingin menyendiri di sini?"
Shinichi memandang rekan kerjanya sesaat sebelum akhirnya ia tersenyum. "Kau tahu, Miyano, sekilas kau ini seperti wanita tak berhati, tapi sebenarnya kau orang yang baik."
"Aku tidak akan berterima kasih atas pujianmu."
Shinichi tertawa. Entah mengapa kata-kata Shiho yang tak ada manisnya sama sekali justru berhasil menghiburnya.
"Ah, sudahlah. Kau bilang kau ingin menikmati jamuan pesta? Aku ikut," kata Shinichi setelah tawanya berhenti. "Kita sudah datang terlambat, jadi aku tak ingin menyia-nyiakan sisa waktuku di pesta ini."
"Begitu?" Shiho melirik detektif di sampingnya, lalu membalikkan badan dan berjalan menuju keramaian pesta. "Ayo cepat! Aku takkan memaafkanmu jika ternyata hidangan-hidangan kesukaanku sudah habis."
"Kau ini..." Shinichi memandang partner-nya dengan jengkel sambil berjalan mengikutinya. "Kau masih menyalahkanku atas keterlambatan kita? Kau tahu sendiri kasus itu datang di luar kendaliku."
"Siapa bilang aku takkan memaafkanmu gara-gara kasus itu? Aku takkan memaafkanmu karena kau sudah membuatku membuang waktu percuma hanya untuk menemani orang patah hati sepertimu!" balas Shiho dengan ekspresi tak kalah jengkel, membuat Shinichi yang mendengarnya tercengang sampai-sampai ia menghentikan langkahnya. Shiho yang menyadari hal itu segera berbalik. "Hei, jangan hanya bengong di situ! Kenapa kau malah berhenti?"
"Eh? Oh, maaf," Shinichi nyengir, lalu ia meraih tangan Shiho. "Sepertinya aku harus buru-buru supaya kau mau memaafkanku, ya? Ayo!" Dan detektif itu pun menarik tangan Shiho kembali ke dalam kerumunan orang-orang, sekali lagi melibatkan diri mereka dalam kemeriahan acara. Shiho mungkin tidak tahu, tapi Shinichi sangat berterima kasih padanya. Shiho telah berkali-kali menolongnya dalam setiap kesulitannya, menghiburnya walaupun mungkin gadis itu tak menyadarinya. Shiho selalu bisa memahaminya, selalu menghargai keputusan-keputusannya meskipun ada kalanya gadis itu tak sependapat dengannya. Entah bagaimana Shiho selalu bisa berada di sisinya, selalu bersedia menemaninya, dan siap untuk membantunya kapan pun ia membutuhkannya. Setelah menyadari hal itu, tanpa sadar Shinichi tersenyum.
Andai saja ia jatuh cinta pada Shiho, bukan pada Ran. Ia sungguh ingin jatuh cinta pada Shiho.
~o0o~
Hai, readers, penggemar DC dan penggemar ShinShi! Saya datang lagi bersama fanfic ShinShi terbaru saya. Udah lebih dari setahun saya nggak nulis cerita ShinShi, jadi sebenarnya saya agak nggak pede, nih, haha... Tapi mudah-mudahan pembaca suka. Mohon review-nya, ya. Saya sangat suka review! Terima kasih sudah menyempatkan diri membaca fanfic ini. See you!