Under the Spell

A HarryPotter!AU with Lee Taeyong x Nakamoto Yuta as main casts

Rating : T (for now)

Disclaimer : I own nothing except the plot

Some details might not described in this fic, I highly recommend you to watch or read Harry Potter series first ^^

Warning : please kindly read A/N below! Tolong baca A/N di akhir cerita ya~

.

.

"Gryffindor!"

Suara gemuruh tepuk tangan dan sorak sorai terdengar di seluruh penjuru hall, tempat diadakannya pembagian asrama untuk murid baru di Hogwarts.

Nakamoto Yuta melepaskan topi seleksi dari kepalanya seraya mendesah lega. Lelaki itu turun dari podium untuk bergabung dengan barisan di paling kanan, tempat Gryffindor berada. Di sana, semua murid berjubah merah sudah siap menyambut Yuta dengan senyum dan ucapan selamat.

"Hei, kita seasrama! Ini pasti akan menyenangkan!"

Yuta tersenyum menyambut high-five dari Ten, lelaki yang ia temui di peron dan berakhir duduk di sampingnya sepanjang perjalanan menuju Hogwarts. Ia lantas meremat pelan tangan Ten, "tentu saja! Kuharap kita bisa berteman baik, Ten-ah!"

Diam-diam Yuta bersyukur. Ia ditempatkan di asrama yang sama seperti sang ibu, Gryffindor. Sesuai dengan ucapan beliau, para penghuni Gryffindor sangat ramah. Terlebih lagi, Gryffindor merupakan asrama terfavorit dari empat asrama yang ada. Yuta mau tak mau merasa bangga bisa ditempatkan di asrama berlambang singa tersebut.

Ten menyikut Yuta pelan, kemudian mengendikkan dagunya pada seorang pria paruh baya yang tengah memerhatikan podium dengan serius. "Kudengar, kepala asrama kita adalah mantan atlet Quidditch yang tak terkalahkan pada masanya. Selain itu beliau juga menguasai banyak ilmu sulit, mengagumkan sekali."

Yuta melebarkan matanya tak percaya. "Maksudmu, Profesor Jung Yunho? Hebat sekali…" decaknya kagum.

"Ya, dan katanya Profesor Jung terlibat perselisihan yang belum terselesaikan hingga sekarang dengan Profesor Choi Siwon. Aku tidak tahu bagaimana detilnya perselisihan itu bisa terjadi, yang jelas, Profesor Choi memang sudah terkenal dengan kelicikannya."

Kini manik Yuta bergulir menatap seorang pria berjubah hitam panjang di ujung jajaran para guru. Pria itu tengah menyesap tehnya dengan tenang seraya memerhatikan murid yang sedang mengenakan topi seleksi. Mata pria tersebut sangat tajam bagaikan elang, dengan garis wajah yang tegas dan bibir yang membentuk garis lurus, tidak menampilkan ekspresi apapun.

Hanya satu yang dapat Yuta tangkap dari kepala asrama Slytherin itu. Profesor Choi Siwon sama sekali tidak menguarkan aura yang positif. Hanya dengan melihat sosoknya saja sudah membuat Yuta bergidik.

Satu lagi hal yang patut disyukuri oleh Nakamoto Yuta. Setidaknya, Profesor Jung yang terkesan sangat tegas itu memiliki sorot lembut di matanya.

"Slytherin!"

Yuta mendongak. Suara riuh tepuk tangan dan sorak sorai kembali terdengar dari barisan paling kiri, tempat penghuni asrama Slytherin berkumpul. Dari podium, sesosok lelaki bertampang dingin tampak berjalan turun dengan satu senyum angkuh. Entah kenapa, Yuta merasa sambutannya begitu meriah dibandingkan dengan murid-murid sebelumnya yang dideklarasikan sebagai penghuni dari Slytherin.

"Dia… Lee Taeyong yang terkenal itu 'kan?"

Mendengar itu, seketika Yuta menoleh. Alisnya mengerut menatap Ten yang sudah menganga takjub. "Lee Taeyong? Memangnya siapa?"

Ten beralih menatap Yuta, maniknya melebar tak percaya. "Yang benar saja?! Kau tidak tahu Lee Taeyong?!"

Yuta memiringkan kepalanya polos. "Tidak, tuh."

"Ya ampun, Yuta! Kau ini tinggal di hutan mana, sih?!" Ten menggeplak punggung Yuta keras. Gila, sakitnya bukan main. "Dia itu, putra tunggal dari keluarga pure-blood Lee Yifan dan Huang Zitao. Kedua orang itu sangat berpengaruh baik dalam pemerintahan maupun pertahanan ilmu sihir. Penyumbang terbesar sekolah ini, dan mereka terkenal sangat licik, kudengar mereka memanfaatkan penyihir-penyihir tak berdaya untuk mencapai keinginan mereka. Taeyong adalah pewaris tunggal mereka."

Yuta mengangguk-angguk mendengar penjelasan Ten, sementara tatapannya masih mengarah pada Lee Taeyong yang kini tengah dikerumuni oleh murid-murid penghuni Slytherin.

Sampai akhirnya lelaki berambut hitam itu menoleh, saling bertemu pandang dengan Yuta. Tubuh Yuta serasa kaku kemudian, terpaku pada kedua mata elang yang menatapnya tajam namun dingin.

Tersadar, Yuta buru-buru mengalihkan pandangan. "Ten, kurasa dia orang yang berbahaya…"

Ten menghela napas, melipat kedua tangan di dada. "Memang, tidak aneh dia menjadi bagian dari Slytherin."

Sementara Yuta memilih untuk kembali memfokuskan diri pada acara seleksi penempatan asrama yang masih berlangsung, Lee Taeyong masih menatap pemuda Jepang itu tajam.

Siapapun namanya, menurut Taeyong orang itu kelihatan lemah, tapi kedua mata coklat yang sempat berselisih pandang dengannya tadi memancarkan keberanian. Dan jujur saja, Taeyong benci itu. Ia benci orang-orang yang terlihat sok berani padahal kenyataannya mereka lemah. Terlebih lagi, orang itu adalah salahsatu dari penghuni asrama yang membuat Taeyong muak, Gryffindor.

Taeyong baru menolehkan pandangan ketika ketua asrama Slytherin berbicara padanya. Entahlah, siapapun itu Taeyong tidak peduli. Hanya saja jika suatu saat Taeyong berpapasan dengan pemuda Gryffindor itu, minimal satu atau dua ejekan harus ia lontarkan. Tentu saja, karena hal itu memberikan kepuasan tersendiri bagi seorang Lee Taeyong.

.

.

"Iya, setahuku di perpustakaan itu ada buku mengenai mantra-mantra terlarang."

Terdengar sahutan tertarik dari empat lelaki lain di kamar itu. Yang berbicara tadi adalah Johnny Seo, lelaki dengan tinggi bagaikan tiang listrik yang kini memakan kacang di atas kasur. Wajahnya kemudian berkerut pahit. Ah sialan, kacang yang dimakannya ini rasa kaus kaki basah!

Sudah jam sebelas malam lewat. Semua murid kini tengah berkumpul di kamar masing-masing. Banyak yang sudah tertidur pulas, ada juga yang masih terjaga dengan menceritakan hal-hal lucu dan menarik karena tidak bisa tidur.

Kamar nomor dua puluh tujuh di asrama Gryffindor ini salah satunya.

Lima pemuda yang terkumpul di sana adalah Nakamoto Yuta, Ten, Johnny Seo, dan dua orang lainnya yang mengenalkan diri sebagai Qian Kun dan Jung Jaehyun. Semuanya berkepribadian menyenangkan—dan sama sekali tidak tahu malu, omong-omong. Well, mungkin hanya untuk Johnny dan Ten.

Bayangkan saja, di hari pertama mereka berkenalan, Johnny dengan santainya memakai singlet tipis dipadukan dengan boxer kuning bergambar wajah spongebob. Membuat mata berharga Yuta perih melihatnya.

"Biar kita cepat akrab," itu kata Johnny ketika orang-orang memandangnya jijik.

Dan di sisi lain, Ten dengan kurang ajarnya buang angin di ruangan tertutup itu dengan suara menggelegar. Sialnya lagi, tidak ada yang tahu mantra untuk mengusir bau, dan akhirnya mereka harus rela keracunan gas belerang itu selama kurang lebih lima menit. Untung saja tidak ada yang tewas.

Yuta tidak habis pikir. Kenapa orang-orang seperti mereka bisa menjadi bagian dari Gryffindor yang terkenal dengan keelitannya.

Mungkin topi seleksi itu sudah usang.

"Hei hei, ayo kita cari buku itu! Serius, aku penasaran sekali." Kun membuka suara. Di pangkuannya terdapat seekor kucing yang diberi nama Poopie. Jangan tanya kenapa namanya seperti itu.

"Kau gila?" Jaehyun yang terlihat cukup kalem membalas dengan alis berkerut. "Ini sudah jam sebelas lebih! Lagipula buku itu disimpan di area perpustakaan yang tidak boleh dimasuki. Tidak, tidak ada yang boleh keluar dari kamar ini. Kalian sudah memilihku sebagai ketua kamar di sini, dan ini adalah peraturan pertamaku."

Terdengar helaan napas kecewa dari penghuni kamar yang lain, kecuali Yuta. Ya, Yuta menyetujui apa yang Jaehyun katakan. Mereka bahkan belum sampai satu hari berada di Hogwarts, jangan sampai membuat masalah dengan melanggar peraturan.

"Kau tidak seru, Jaehyun-ah," komentar Johnny seraya melempar bungkus kacang yang sudah kosong ke tempat sampah.

Jaehyun mendengus tidak peduli. Lelaki itu merebahkan tubuhnya di atas kasur dan menarik selimut hingga sebatas dada. "Inilah yang kalian dapat dengan menjadikanku ketua kamar. Sudahlah, kita harus segera tidur, sudah hampir tengah malam."

Dan dibalas oleh si kucing kamar Poopie yang mengeong pelan.

Tidak punya pilihan lain, akhirnya empat laki-laki di kamar itu menuruti perkataan Jaehyun. Ten sudah melepas sandal kamarnya dan berbaring menghadap Yuta, yang masih duduk bersandar di kepala ranjang.

"Kau seperti memikirkan sesuatu, ada apa?"

Yuta menoleh, kemudian menggeleng pelan. "Tidak, tidak ada apa-apa. Ayo kita tidur!"

Ten menatap Yuta yang buru-buru berbaring menghadapkan punggung padanya. Ia mengangkat alis curiga, namun memutuskan untuk tidak peduli. "Baiklah, aku matikan lampunya, ya."

Dan lampu nakas yang memisahkan ranjang mereka pun padam. Begitu juga dengan lampu ruangan. Kini kamar mereka sunyi dan gelap. Hanya ada suara dengkuran halus yang terdengar—kecuali dengkuran Johnny yang sama sekali tidak bisa dibilang 'halus'.

Yuta membalikkan badan, menatap Ten yang tampak lelap dalam tidurnya. Manik coklat madu itu lantas bergerak gelisah, memastikan bahwa empat teman sekamarnya yang lain pun sudah benar-benar pulas. Hingga akhirnya, lelaki berwajah manis itu turun dari ranjangnya perlahan. Langkahnya mengendap-endap menuju pintu kamar.

Ia harus mencari tahu sesuatu, dan teman-teman barunya ini tidak boleh terlibat. Karena Yuta akan melanggar dua peraturan sekolah. Pertama, berkeliaran di luar kamar pada jam malam, dan kedua, memasuki area terlarang di perpustakaan.

Ia harus mencari tahu mantra untuk melepaskan kutukan yang mengekang ibunya sejak dua tahun lalu. Dan Yuta yakin ia bisa menemukan itu di perpustakaan.

Keluar dari kamar, Yuta mengeratkan hoodie hitamnya, menurunkan tudung hoodie tersebut hingga menutupi separuh wajahnya. Ia juga mengantongi tongkat di dalam saku jaket untuk berjaga-jaga, walau mantra yang ia hapal dan berhasil dilakukan masih amat terbatas. Di tiap langkahnya menyusuri lorong menuju perpustakaan itu, Yuta selalu menengok ke belakang, memastikan bahwa tidak ada yang memergokinya keluyuran tengah malam.

Dan untungnya, Yuta berhasil mencapai perpustakaan yang nampak gelap itu dengan selamat. Tidak ada yang memergokinya walau tadi ia sempat hampir ketahuan oleh penjaga asrama yang tengah mengecek keadaan.

Baru saja Yuta hendak melangkahkan kakinya menuju area terlarang perpustakaan, mendadak sebuah tongkat mengacung di depan wajahnya, dengan pendar keperakan terang di ujung tongkat membuat Yuta dibutakan sesaat oleh cahaya tersebut.

Dan Yuta merasakan jantungnya seolah jatuh ke kaki, ketika mendapati orang yang mengacungkan tongkat ke arahnya itu adalah Lee Taeyong.

Sementara Taeyong sendiri sudah menampilkan seringai licik. "Wah wah, lihat siapa yang melanggar peraturan di hari pertama bersekolah, eh? Datang ke perpustakaan malam-malam begini?"

Yuta berusaha mengendalikan rasa panik dan takutnya dengan membuang satu napas kasar. "Aku bisa mengatakan hal yang sama denganmu." Tangannya menepis tongkat milik Taeyong perlahan, lantas membalas tatapannya tajam.

Taeyong sedikit terkejut mendapati perlawanan dari pemuda di hadapannya. Mata elangnya menilik iris coklat madu itu tajam, dan seketika menemukan perasaan familiar dari sana.

Pemilik iris coklat madu itu, adalah seseorang yang bertemu mata dengannya di hall tadi. Si Gryffindor yang sok berani.

Taeyong melebarkan seringainya. Kebetulan yang menyenangkan. "Kupikir di Gryffindor semua orang patuh terhadap peraturan? Atau kau memang sudah terbiasa berbuat seperti ini?"

Yuta sedikit terhenyak. Tahu darimana orang itu bahwa Yuta merupakan bagian dari Gryffindor ketika ia tidak mengenakan jubahnya?

"Bukan urusanmu," ucapnya.

"Oh jelas, ini akan menjadi urusanku," ujar Taeyong penuh percaya diri. "Apa yang kaupikir Profesor Jung akan lakukan, ketika mendapati laporan bahwa salahsatu anak didiknya yang masih hijau ini berani melanggar aturan, hm?"

"Dan sudah kukatakan, aku bisa melakukan hal yang sama padamu. Memangnya kau dapat izin dari mana untuk mengunjungi perpustakaan tengah malam begini?"

Tawa meremehkan terdengar. "Percayalah, sekalipun Profesor Choi mengetahui apa yang kulakukan ini, tidak akan ada yang terjadi. Aku akan tetap bebas dari hukuman." Taeyong mendongakkan dagunya angkuh sebelum melanjutkan, "dia ada di pihakku."

Ah, Yuta baru ingat. Ia tengah berhadapan dengan anak dari penyumbang terbesar sekolah penyihir Howarts. Tentu saja tidak ada yang berani melayangkan sanksi pada pemuda itu.

Keadaannya jauh berbeda dengan Yuta. Ia tentu saja akan diberi hukuman karena telah melanggar peraturan bahkan sebelum menginjak hari pertama sekolah. Jelas, hal ini akan berdampak buruk pada reputasinya.

Sial, ia memang tidak memikirkan matang-matang rencana untuk menyelinap ke area terlarang perpustakaan. Jelas ini semua salahnya dari awal. Dan sekarang, ia harus berhadapan dengan seseorang dari Slytherin, terlebih orang tersebut adalah Lee Taeyong.

Apes kuadrat.

"Jadi, apa yang akan—"

Ucapan Taeyong terhenti ketika suara langkah sepatu terdengar menggema dari lorong. Secara impulsif, pemuda itu menarik Yuta untuk bersembunyi di celah antara dua rak besar. Tubuhnya menghimpit Yuta dengan sebelah tangan membekap mulut pemuda manis itu.

"Ssshh…" desis Taeyong pelan.

Jantung Yuta kini berdebar kencang hingga nyaris lompat keluar dari rongganya. Wajah Taeyong hanya berjarak kurang dari lima belas senti darinya. Napas lelaki itu bahkan terasa di wajah Yuta.

Dan tanpa sadar, Yuta menahan napas.

Seakan keadaan belum cukup kacau—bagi Yuta—Taeyong malah makin mendempetkan tubuh mereka ketika langkah sepatu itu semakin mendekat dan cahaya kekuningan dari lentera perlahan terlihat di pintu perpustakaan.

Sosok pria paruh baya bertubuh tambun pun tampak di pintu perpustakaan. Dengan lampu lentera di tangan kanan, dan jubah hitam panjang yang mencapai mata kaki. Kang Hodong rupanya, sang penjaga sekolah.

"Hoaaaahh…" Kang Hodong menguap lebar. Taeyong yang mengamati dari balik celah rak mengernyitkan dahinya jijik. Iyuh, pasti sangat bau.

"Tidak mungkin ada orang di sini, sudah malam juga." Tanpa memeriksa ke dalam, penjaga sekolah itu kembali berjalan menjauhi perpustakaan. Mulutnya kembali menguap.

Seiring dengan suara langkah yang kian menjauh, Taeyong menghela napas lega. Ia kini memusatkan atensi pada pemuda yang masih ia himpit pada dinding. Melihat kedua mata coklat yang terbelalak itu, Taeyong terkekeh pelan.

"Masih amatiran begini, sudah coba-coba melanggar peraturan." Taeyong akhirnya melepaskan Yuta, mundur selangkah untuk memberi jarak.

Dan Yuta baru dapat bernapas kembali setelah itu. Ia meraup oksigen banyak-banyak dengan wajah memerah. Sialan sekali Lee Taeyong itu, sudah dengan kurang ajar membekapnya tanpa izin, sekarang malah ditambah dengan mengejek.

"Apapun tujuanmu ke sini aku tidak peduli, tapi berpikirlah dulu sebelum bertindak. Tipikal Gryffindor sekali, hanya mengandalkan keberanian tanpa otak."

Melemparkan tatapan dinginnya pada Yuta untuk terakhir kali, Taeyong berbalik. Yuta terus memerhatikan punggungnya dengan tatapan galak hingga lelaki itu berhenti di ambang pintu.

"Oh, dan jangan khawatir. Aku memang sangat gatal untuk melaporkanmu pada Profesor Jung, tapi dipikir-pikir malah akan merepotkan. Kuharap kita bisa lebih sering bertemu lagi setelah ini." Taeyong menolehkan kepala, menampilkan senyum miring pada Yuta. "Annyeong~"

Kemudian laki-laki itu benar-benar pergi.

Yuta tidak sempat melempar sepatunya.

Dan malam itu berakhir tanpa Yuta mendapatkan buku yang ia inginkan. Ia kembali ke kamar dengan perasaan kesal setengah mati. Mood-nya sudah terlanjur buruk. Kenapa juga dia harus bertemu dengan Lee Taeyong pada hari pertamanya di Hogwarts.

'Kuharap kita bisa lebih sering bertemu lagi', katanya? Oh, jangan khawatir. Yuta pastikan saat hari itu datang ia akan mengubah penghuni asrama Slytherin itu menjadi kodok.

.

.

Sementara itu, si objek kekesalan Yuta tengah berbaring di atas ranjang, seraya memainkan sebuah dompet dengan membuatnya melayang-layang di udara. Pemuda itu menggunakan mantra Wingardium Leviosa* yang sudah ia kuasai sebelum masuk sekolah.

Seringai terpampang di bibir pemuda itu. Matanya terarah pada kartu pengenal yang tampak di dompet tersebut, sambil sebelah tangan menggoyang-goyangkan tongkatnya ringan. "Hmm… Nakamoto Yuta, ya? Menarik juga."

Ya, itu dompet milik Yuta. Jangan salahkan tangan usil Taeyong yang diam-diam mengambil benda berwarna coklat itu dari saku jaketnya di perpustakaan tadi.

Sepertinya keinginan Yuta untuk merubah Lee Taeyong menjadi kodok tidak akan terwujud semudah itu, eh?

.

.

TBC

.

*Wingardium Leviosa : Mantra untuk membuat benda melayang. Muncul dan digunakan di Harry Poter and the Sorcerer's Stone

*First Year : 15 years old, jadi si murid-murid baru ini umurnya udah sekitar 15 tahun yaa dan mereka sekolah di Hogwarts selama empat tahun. terus mantra-mantra yang dasar sama gampang kebanyakan udah mereka kuasain, jadi dimodifikasi sedikit dari aslinya ^^

Bikin apa ya saya ini, padahal besok UAS wkwkwk

Dari dulu emang pengen buat FF Hogwarts!AU sih, dan baru kesampean sekarang dengan otp kesukaan dari NCT, hohoho. Penganut Uke!Yuta juga sih saya, kecuali untuk Yuten :v

BTW ceritanya Hogwarts ada di Korea deh ya, saya ga tau lagi gimana deskripsiin detail tempat sama suasananya, apalagi pembendaharaan kata saya juga terbatas :(

Tadinya pengen masukin si cabe Thailand ke Slytherin, tapi nanti ga temenan sama Yuta dong wkwkwk. Harusnya si tengil Yuta juga di Slytherin sih, dan Taeyong itu Hufflepuff dari karakter off-stage nya, tapi yaa demi kepentingan cerita gini aja ya ehehe. Member lain juga bakal ada kok, saya juga udah nyiapin pihak ketiganya hohohohoho.

Dan tolong, cegah saya untuk menistakan Jyani lebih jauh lagi :"

Yup, sampai segini dulu chapter satunyaa, mind to RnR? ^^