*hunkai*

Penulis asli @moemoebee

sekai kembali dengan cerita baru

Selamat membaca.

OoOoO

Seorang pemuda berambut hitam, berwajah oriental Asia dengan iris cokelat terang, terlihat berlarian di lorong rumah sakit yang panjang itu. Kaki rampingnya terus melangkah mencari sebuah ruangan yang tadi diberi tahu oleh pihak receptionist ketika ia tiba di tempat itu. Namun entah kenapa tak juga ia temukan tempat yang di maksud.

"Sebenarnya dimana ruang Raflesia itu?" Gumamnya sambil berjongkok dengan butiran keringat yang bersarang di dahinya dan napas yang ngos-ngosan.

Berkali-kali pemuda itu bertanya pada orang yang ia lewati, namun mereka hanya menggeleng dan menjawab tidak tahu. Hingga akhirnya ia lelah dan memilih untuk beristirahat sejenak. Duduk sembarangan di lantai rumah sakit, bersandar pada dinding, meluruskan kakinya yang pegal. Pemuda itu kemudian merogohkan tangannya kedalam saku celananya. Mengambil ponselnya, lalu menghubungi seseorang.

"Dimana sebenarnya kau dirawat!" Pemuda itu meraung gemas. Dan semakin gemas saat ia mendengar suara tawa di seberang sambungan telepon sana.

"Aku bertanya, bodoh! Apa yang kau tertawakan!" Serunya kesal karena tak kunjung mendapat jawaban.

Pemuda itupun akhirnya mengomel ditengah kekesalannya. Setelah beberapa saat mengomel, barulah orang yang ia telpon menjawab pertanyaannya.

"Lantai paling atas, ruang Raflesia nomor dua puluh empat?" Ujar Pemuda itu mengulang jawaban yang ia dengar di telepon. Setelah yakin akan menemukannnya, pemuda itupun mematikan teleponnya dan segera bangkit dari posisinya. Berjalan dan masuk kedalam lift, lalu menekan timbol paling atas yang akan membawanya ke lantai paling atas gedung itu.

Setelah pintu lift terbuka, pemuda itupun melangkah keluar. Berjalan menyusuri lorong rumah sakit lantai atas itu sambil melihat -lihat tiap ruangan yang ada. Menaiki tangga hingga beberapa saat kemudian, ketika ia membuka pintu di depannya entah kenapa ia justru sampai di atas atap gedung rumah sakit itu.

Pemuda itu ingin berbalik pergi dari sana, namun apa yang ia lihat di depan matanya membuat kaki pemuda itu terpaku di tempatnya.

Disana, didepannya pemuda itu melihat seorang laki-laki bertubuh tegap dengan rambut hitam legam berdiri di tepi atap menempel pada pagar besi pendek yang membatasi atap itu, sambil berteriak. Dari teriakannya yang terdengar frustasi dan putus asa. Meski jauh, namun ia tidak bodoh untuk mengetahui bahwa orang di depannya ini hendak melakukan sesuatu yang mengerikan. Bunuh diri.

"Kau sudah menjauhkan Luhan dariku! Kenapa kau juga harus mengambil orangtuaku dari sisiku, tuhan! Apa ini yang kau sebut kasih-mu!? Apa ini yang kau sebut keadilanmu!? Kau tidak adil! Tidak adil!" Teriak laki-laki itu yang bisa di dengar oleh pemuda yang sedari tadi diam mematung.

Entah mengapa mendengar teriakan putus asa laki-laki di depannya membuat hati pemuda itu terasa sakit, seperti ia bisa merasakan sendiri apa yang di rasakan laki-laki itu.

"Apa yang harus ku lakukan? APA!?" Teriak laki-laki itu lagi.

Hal berikutnya yang terjadi membuat Pemuda yang sedari tadi diam itupun terbelalak dengan jantung berpacu cepat. Pemuda itu dengan refleks berlari ke depan secepat yang ia bisa, berharap ia bisa meraih laki-laki di depannya yang kini menaiki pagar pendek itu hendak menjatuhkan dirinya.

Brukk!!

Suara benda bertubrukan terdengar jelas di keheningan siang itu. Di sertai dengan helaan napas memburu namun lega karena pemuda itu berhasil menggagalkan niatan mengerikan laki-laki di depannya dengan menarik pergelangan tangannya hingga laki-laki itu terhuyung ke belakang, menindih tubuhnya dan jatuh ke belakang.

Rasa sakit menjalari punggung dan kepala pemuda itu setelah ia jatuh menghantam lantai yang keras. Diantara rasa sakitnya, pemuda itu lantas membuka kedua matanya dan mendapati sepasang iris hitam pekat menatapnya dengan sendu.

"Luhan.. " suara laki-laki itu. Sang pemuda mengkerut heran. Pasalnya, laki-laki itu jelas bicara padanya karena ia menatapnya. Namun siapa yang ia sebut itu, sang pemuda tidak tahu.

"Luhan.. Luhan!"

Hal yang berikutnya terjadi membuat pemuda itu sangat terkejut. Setelah menyerukan nama yang sama, laki-laki itu dengan cepat memeluknya erat. Sangat erat hingga membuat pemuda itu agak sulit bernapas. Ditambah posisinya yang masih berbaring terlentang setelah jatuh yang juga di tindih oleh laki-laki itu, benar-benar mempersulitnya.

"Jangan menjauh lagi. Jangan pergi lagi. Jangan tinggalkan aku." Suara laki-laki itu dengan nada dan tubuh bergetar.

Dari apa yang ia dengar tadi. Meski tidak mengenalnya, namun pemuda itu tahu bahwa laki-laki di atasnya ini ketakutan. Kesepian dan juga putus asa. Hal itu juga terpancar jelas dari sorot mata sendunya saat laki-laki itu menatapnya. Bahkan beberapa saat kemudian, pemuda itu bisa merasakan pundaknya basah disertai isakan pelan yang ia dengar dari laki-laki itu.

"Jangan tinggalkan aku. Jangan tinggalkan aku. Aku tidak punya siapa-siapa lagi. Jangan tinggalkan aku, Luhan. Jangan tinggalkan aku." Suara laki-laki itu lagi ditengah isakannya, yang tanpa sadar membuat pemuda itu mengangguk.

Pemuda itupun mencoba bangkit dari posisinya setelah laki-laki di atasnya sedikit tenang. Meski amat susah karena laki-laki itu tidak mau melepas rengkuhan eratnya.

"Jangan tinggalkan aku. Jangan pergi." Pemuda itu mengangguki ucapan laki-laki itu.

"Aku takan pergi. Tapi ku mohon menyingkirlah. Aku tidak bisa bernapas" ujar pemuda itu.

Perlahan laki-laki itu bangkit dan membantu pemuda di bawahnya untuk berdiri. Setelah keduanya berdiri, laki-laki itu langsung memeluknya kembali dengan sama eratnya.

"Jangan tinggalkan aku, Luhan. Jangan tinggalkan aku. Ku mohon. Ku mohon" pemuda itupun kembali mengangguki ucapan laki-laki yang kini memeluknya dengan tubuh yang masih sedikit bergetar.

"Aku takan meninggalkanmu" jawab pemuda itu. Meski tidak yakin dengan jawabannya sendiri. Namun di situasi seperti ini, yang harus ia lakukan adalah membuat situasi itu tenang. Pemuda itu tahu bahwa penolakan atau berontakannya hanya akan membuat situasi lebih buruk.

Lama keduanya hanya saling diam berpelukan seperti itu. Sang pemuda diam sembari mengelus punggung lelaki yang memeluknya, berharap ia bisa menenangkannya. Hingga beberaps saat kemudian, sebuah suara terdengar menginterupsi keheningan keduanya.

"Sehun??"

Mendengar namanya disebut membuat laki-laki berambut hitam legam itu mendongak. Menoleh ke arah sumber suara itu dan mendapati seorang perempuan paruh baya di depannya. Ia lantas mempererat dekapannya pada pemuda yang lebih kecil darinya.

"Lepaskan dia, sayang" suara perempuan itu lagi yang langsung ditolak oleh laki-laki yang di panggil Sehun itu.

"Tidak! Aku takan melepaskan Luhan lagi!" Serunya ketakutan sambil menggelengkan kepalanya keras.

"Aku takan membiarkan Luhan pergi! Luhan milikku! Milikku!" Teriaknya kalap. Dan teriakan Sehun itu sukses membuat pemuda dalam dekapannya terlonjak kaget. Ia sadar posisinya sedang tidak aman, karena laki-laki yang mendekapnya sedang kalap.

"Tenanglah... aku takan pergi darimu" ujar pemuda dalam dekapan Sehun mencoba menenangkan.

"Tapi... Tapi dia buk-"

"Maafkan aku, nyonya. Tapi sebaiknya anda pergi dulu. Biar aku menenangkannya" ujar pemuda itu cepat memotong ucapan perempuan paruh baya itu.

"Tap-"

"Sehun..."

Suara lain kini memotong ucapan perempuan itu disertai dengan munculnya seorang pria dewasa berpakaian putih khas dokter.

"Joonmyeon.." panggil perempuan itu pada pria yang baru datang itu.

"Hun-"

"Tenanglah bibi. Biar aku yang menenangkannya." Ujar pria yang di panggil Joonmyeon itu. Ia kemudian melangkah mendekati Sehun yang kini menatapnya waswas.

"Jangan ambil Luhan, Hyung. Jangan ambil Luhan." Ujar Sehun memohon pada Joonmyeon yang semakin mendekat. Joonmyeon tersenyum lembut menatap adiknya, kemudian menggelengkan kepalanya pelan.

"Aku tidak akan mengambilnya. Kita akan membawa dia pulang ke rumah kita." jawab Joonmyeon yang kini sudah tiba didepan Sehun. Joonmyeon mengulurkan tangan kirinya membelai pucuk kepala adiknya. Sedangkan tangan kanannya ia masukkan kedalam saku jas dokternya, diam-diam mengambil sesuatu yang memang sengaja ia siapkan.

"Jangan jauhkan Luhan dariku." ujar Sehun memohon. Joonmyeon menganggukinya, dan diam-diam tangan kanannya mengeluarkan sebuah suntikan lalu dengan gerakan cepat menyuntikkan cairan dalam benda itu ke tangan Sehun yang mendekap pemuda berambut hitam itu.

"Apa yang Hyung lakukan!? Apa yang kakak suntikkan padaku!?" Sehun berseru marah. Dengan kasar Sehun mendorong Joonmyeon menggunakan sebelah tangannya, yang kemudian ia lingkarkan kembali pada tubuh pemuda itu seperti sebelumnya.

"Kau ingin mengambil Luhan! Hyung ingin menjauhkan Luhan dariku!" Seru Sehun lagi.

"Jangan tinggalkan aku, Luhan. Jangan tinggalkan aku. Ku mohon. Ku moh..on.."

Suara Sehun tak lagi terdengar seiring dengan tubuhnya yang tak lagi bergerak dan hampir ambruk jika tidak tertahan oleh pemuda yang di peluknya. Kedua mata Sehun terpejam, dan tangannya yang tadi memeluk pemuda itu kini terkulai lemas ke bawah. Sehun tak sadarkan diri setelah Joonmyeon menyuntiknya dengan obat penenang, tadi.

"Maafkan adikku." suara Joonmyeon yang kini mengambil alih tubuh adikknya yang menumpu pemuda itu. Pemuda itupun lantas mengangguk maklum.

"Maaf mengganggu kenyamananmu- boleh ku tahu namamu?" Tanya Joonmyeon memotong ucapannya sendiri.

"Jongin. Namaku Kim Jongin. " jawab pemuda itu sambil memgangguk.

"Oh.. maaf mengganggu kenyamananmu, Jongin " ujar Joonmyeon tulus.

"Tak apa. Tapi... boleh ku tahu siapa kalian, dan kenapa dia seperti ini?" Tanya Jongin sembari menatap Sehun yang kini di bopong Joonmyeon.

"Namaku Oh Joonmyeon. Dan dia adalah adikku. Namanya Oh Sehun. Lalu itu adalah bibi kami. Sehun seperti ini karena dia depresi." Jawab Joonmyeon tanpa bertele-tele, sambil berjalan meninggalkan tempat itu. Jongin mengikuti di sampingnya, dan perempuan paruh baya itu kini berjalan di depan mereka setelah Sehun berhasil di tenangkan.

"Depresi?" Ulang Jongin bertanya. Joonmyeon mengangguk membenarkan.

"Ya. Depresi. Orangtua kami baru saja meninggal." Jawab Joonmyeon.

"Lalu, siapa Luhan?" Pertanyaan Jongin membuat Joonmyeon yang kini sedang menuruni tangga menghentikan langkahnya sejenak. Beberapa detik kemudian ia pun kembali melangkah menuruni anak tangga di bawahnya.

"Luhan adalah orang yang Sehun cintai dulu, bahkan mungkin hingga sekarang. Luhan adalah orang yang membuat Sehun terobsesi padanya hingga Sehun hampir membunuhnya dulu" jawab Joonmyeon yang membuat Jongin luar biasa terkejut.

"Apa.. Apa Luhan sudah meninggal?" Tanya Jongin hati-hati. Joonmyeon menggelengkan kepalanya.

"Luhan masih hidup. Dan kini sudah bahagia bersama orang yang di cintainya." Jawab Joonmyeon.

"Sehun sangat mencintai Luhan hingga ia terobsesi untuk memilikinya. Namun obsesinya yang terlalu berlebihan itu membuatnya kehilangan dirinya sendiri hingga Sehun divonis mengalami gangguan kejiwaan. Namun setidaknya itu dulu. Lima tahun lalu sebelum kami membawa Sehun dari negara tempat kami tinggal sebelumnya, kesini." Tutur Joonmyeon.

"Lima tahun lalu?" Jongin mengulang.

"Ya. Lima tahun lalu Sehun di nyatakan mengalami gangguan kejiwaan karena obsesinya yang terlalu berlebihan pada Luhan. Setelah mengetahui akar masalahnya. Kami sekeluarga setuju untuk menjauhkannya dari Luhan dan membawanya kemari, sekaligus untuk menyembuhkannya. Dua tahun kemudian Sehun di nyatakan sembuh total. Ia pun mulai bisa menerima kenyataan dan kembali menjadi dirinya. Namun pagi ini, semuanya kembali seperti dulu lagi saat orangtua kami meninggal karena kecelakaan mobil bersamanya."

"Bersamanya?" Jongin terkejut bukan main.

"Ya. Bersamanya. Namun Sehun selamat karena ia terbanting keluar dari mobil tepat sebelum mobilnya masuk ke jurang dan meledak" jelas Joonmyeon.

"Mengetahui orangtua kami meninggal sepertinya membuat Sehun merasa bersalah, hingga tertekan dan depresi seperti ini. Dan pertemuannya denganmu sepertinya membuat kondisinya semakin parah." Ujar Joonmyeon, dan kini membaringkan tubuh adiknya di ranjang sebuah ruang perawatan di rumah sakit itu.

"Jadi. Tolong usahakan untuk kau berhati-hati padanya dan menjauh saat melihatnya mulai saat ini? Aku takut Sehun akan melakukan hal buruk padamu nanti, karena sepertinya Sehun menganggap kau adalah Luhan. " Tanya Joonmyeon meminta.

Jongin diam. Hatinya merasa perih tiba-tiba ketika Joonmyeon secara langsung menyuruhnya menjauh dari Sehun. Entah kenapa hatinya ingin ia melakukan sesuatu untuk laki-laki bernama Oh Sehun itu.

"Aku ingin.. menyembuhkannya. Aku ingin membuatnya kembali menjadi dirinya."balas Jongin yang membuat Joonmyeon terbelalak.

Ya. Mengetahui masa lalu Oh Sehun membuat Jongin iba padanya. Dan entah kenapa Jongin sangat ingin menyembuhkannya. Menyembuhkan luka hatinya, yang membuat laki-laki itu kehilangan dirinya sendiri.

Jongin bukanlah dokter ataupun psikiater yang bisa menyembuhkan mental seseorang. Tapi laki-laki bernama Oh Sehun itu membuat hatinya terenyuh, dan ingin membuatnya kembali menjadi dirinya. Menyembuhkan luka hatinya karena masa lalunya.

Jika laki-laki itu menganggapnya sebagai seseorang di masa lalunya. Jongin akan menerimanya, namun Jongin ingin menyembuhkannya sebagai dirinya sendiri. Seseorang di masa depan laki-laki itu saat ini.

OoOoO

Tbc :v

Jangan lupa untuk vote dan utarakan komentarmu!

Chapter awal seru ga? Kira kira Jongin bakal berhasil ga ya bikin Sehun ngelupain masalalu nya? Trus apa yg bakal terjadi? Pantengin terus deh!

Hehe, gue ngeremake lagi! Entah kenapa pas baca ini gue jadi mikir gimana kalo mereka jadi hunkai, duh ternyata ngefeel bgt:v

Makasih buat bee yg udah ngijinin gue buat ngeremake ff nya!

Sekali lagi jan lupa vote!

Follow ig @lvyslff_ ,

aku follback.

Bye.