Ledakan – ledakan besar terlihat menghiasi tanah yang luas itu. Api berkobar di mana – mana. Tubuh – tubuh kaku terbaring di tanah dan hampir menutupi seluruh tanah itu. Banyak juga terlihat kumpulan bulu gagak, bulu merpati, dan juga abu hitam di tempat itu. Bukti bahwa

Di tengah kekacauan yang sangat hebat itu, seorang pemuda pirang dengan pakaian perang yang berwarna hitam kemerahan berdiri tegap. Seolah – olah tidak terpengaruh oleh kekacauan yang ada di sekitarnya itu. Wajahnya benar – benar tampak bahwa dia tidak peduli dengan apapun itu.

Pemuda itu menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya dan melihat ke sekelompok orang yang membawa berbagai macam senjata yang terbuat dari berbagai macam bahan baku. Pedang, tombak, kapak, gada, belati, panah, bahkan sebuah trisula.

"Naruto, putra dari seorang raja di dunia tengah. Jelaskan alasanmu menyerang seluruh pihak yang berperang di sini! Mau dikatakan bahwa kau mendukung salah satu pihak besar, jelas itu adalah alasan yang seratus persen tidak masuk akal karena kau menyerang siapa pun yang berdiri di depanmu," ucap seorang pria yang terlihat memiliki lima pasang sayap kelelawar di punggungnya.

Pemuda yang dipanggil Naruto itu tertawa mengejek. Sekilas ada nada kesedihan di sana.

"Kau sudah tahu alasanku. Dengan sangat jelas! Kalian, para makhluk hina hanya dapat membuat kekacauan yang membuat kaumku menderita," ucap Naruto sembari menunjuk satu per satu orang yang berada di depannya saat ini.

"Tidak tahu kah kalian bahwa saat perang yang tidak berguna ini berlangsung, umat manusia mengalami sebuah bencana besar. Tsunami terjadi di beberapa tempat. Bahkan Gunung terbesar di dunia tengah memuntahkan magmanya yang berjumlah sangat – sangat banyak."

"Ini semua karena ulah kalian yang mengganggu keseimbangan dimensi ini. Sungguh, aku sangat marah dengan kalian. Ingin rasanya kuhantamkan satu per satu kepala kalian ke sebuah batu yang sangat tajam dengan kekuatan penuhku," ucap Naruto sembari mengepalkan tangannya kuat – kuat.

Naruto berjalan maju secara perlahan. Tangan kirinya dilemparkan ke samping dengan cepat dan langsung tercipta sebuah pedang panjang yang sepenuhnya berwarna merah. Pedang itu sangat tipis dan bisa langsung ditebak bahwa pedang itu sangat – sangat tajam.

Kedua bola matanya mengkilat tajam dan menusuk. Orang – orang yang memiliki berbagai macam bentuk sayap itu terlihat siaga. Senjata mereka terangkat.

"Kalian memberi kaumku keputus asaan. Sekarang akan kutunjukkan kepada kalian …" ucap Naruto menggantung.

Sebuah seringai keji terkembang di mulutnya. Dia melesat ke arah orang – orang yang baru saja berbincang – bincang santai dengannya itu.

"… keputus asaan sejati."

Darah langsung terciprat kemana – mana saat Naruto berkata demikian. Hanya dalam hitungan detik, tujuh orang yang terdiri dari ketiga fraksi akhirat itu mendapat masing – masing dua luka yang sangat serius, tapi tidak membuat mereka mati.

Teriakan – teriakan kesakitan terdengar dari mereka semua. Naruto masih terlihat menyeringai keji sembari memainkan pedang darahnya di tangan kiri. Naruto bersikap seperti teriakan kesakitan yang dia dengar dari para makhluk yang dia hadapi itu hanyalah sebuah ucapan hai.

"Oh, ayolah. Aku baru saja memulainya dan kalian sudah merengek seperti itu. Sepertinya aku terlalu lembut untuk makhluk – makhluk seperti kalian ya."

"H-Hentikan! Kumohon!"

Naruto mengedikkan kedua bahunya santai dan melemparkan pedangnya dengan kecepatan tinggi ke leher pria malaikat yang melolong kesakitan itu. Dengan cepat kepala pria itu terlepas dan langsung menggelinding ke tanah. Hal itu disaksikan oleh seluruh orang yang ada di sana.

"Ups! Sepertinya terlalu cepat. Tenang saja, kalian akan kuberikan perlakuan khusus berupa pembunuhan secara perlahan. Sangat – sangat perlahan," ucap Naruto.

Sebuah gada yang terbuat dari darah muncul di atas keenam orang lainnya yang tersisa. Naruto menjentikkan jarinya dan membuat ke enam gada yang ada di atas sisa korban Naruto bergerak dengan cepat.

"Game's on!"

"Aaarrgghhh!"

.

.

.


King of Despair

Story by: Ouranous

Main Cast: Naruto Uzumaki

Pairing: ?

Disclaimer: Aku hanya meminjam karakter luar biasa dari masing – masing penciptanya.

Rated: M for violance and bloods.

Genre: Adventure, Fantasy, Friendship, Magic, Supernatural, and more.

Warning: Gaje, OOC, OC, Alternate Fact, Godlike!Naru, BloodBend!Naru, typo, miss typo, eyd, dan masih banyak lagi kekurangan.

Enjoy it if it can be enjoyed!


Chapter 1: Returns

.

.

.

Perang akbar yang melibatkan tiga fraksi akhirat dan juga beberapa naga besar sudah berakhir puluhan atau bahkan ratusan tahun yang lalu. Perang yang menyebabkan kerugian yang amat besar untuk semua pihak. Baik yang mengikuti perang, maupun yang tidak mengikuti perang.

Ketiga fraksi akhirat yang terlibat secara langsung kehilangan lebih dari setengah daya tempur mereka. Bahkan fraksi malaikat jatuh kehilangan 3/4 pasukannya. Mereka juga kehilangan gubernurnya kala itu. Yang paling parah dari semua itu adalah fraksi malaikat. Pemimpin mereka, yang maha kuasa juga ikut meninggal. Hal itu sangat tidak masuk akal karena, bagaimana dunia bisa terus berjalan bahkan setelah waktu yang sangat lama tanpa penciptanya?

Saat ini, salah satu pemimpin malaikat jatuh ingin kembali mengibarkan bendera perang kepada fraksi iblis dengan cara menyerang dua orang heiress klan pilar yang menguasai Kuoh. Rias Gremory dan Sona Sitri.

Sudah terlihat dengan sangat jelas bahwa peerage dari kedua heiress itu masih belum cukup untuk menghentikan penyulutan api perang akbar itu.

Hanya dua orang peerage Rias yang masih tersadar meskipun mereka sudah mendapatkan luka fatal. Yang lainnya sudah tidak dapat mempertahankan kesadaran mereka dan jatuh pingsan. Kedua orang yang tersisa adalah Issei Hyoudou dan juga Rias Gremory sendiri.

"Bisa dilihat bahwa kau dan budaknya tidak dapat melawanku lagi ya, Gremory," ucap Kokabiel.

Malaikat jatuh pria itu tertawa meremehkan dengan sebuah seringai yang terkembang di bibirnya. Gigi – giginya yang runcing ikut menambah kesan mengerikan di dirinya. Pria itu masih dengan sangat tenang duduk di singgasananya yang melayang.

"Dengan terbunuhnya dirimu, aku akan segera mengatasi heiress Sitri yang sedang mempertahankan kekkai ini dan langsung mengibarkan bendara perang ke pada kaum busuk kalian."

Rias terkesiap. Jantungnya berdetak jauh lebih cepat dari biasanya. Tubuhnya secara jelas terlihat sedang bergetar hebat. Begitu pula dengan Issei yang merasakan hawa membunuh kental milik Kokabiel yang ditujukan kepada mereka.

"K-Kau…" ucap Rias terputus.

Rias tidak dapat melanjutkan ucapannya karena Kokabiel yang tiba – tiba sudah muncul di hadapannya dan mencekiknya kuat – kuat. Kokabiel mengangkat Rias ke atas dengan tangan kanannya dan menciptakan sebuah tombak cahaya yang sangat padat meskipun hanya berukuran sama dengan sebuah pedang satu tangan di tangan kirinya yang menganggur.

Kokabiel melebarkan seringai kejinya dan menggerakkan tangan kirinya untuk menusuk Rias. Tepat sebelum tombak cahayanya sampai ke perut Rias, Issei memaksakan tubuhnya bergerak diatas batasnya dan menahan laju tusukan tombak itu dengan menggunakan tangannya.

"Woah! Inikah yang dinamakan budak yang rela berkorban?" ejek Kokabiel.

Sebuah pedang cahaya berukuran besar muncul di belakang tubuh Issei dan langsung menghujam punggung Issei dengan kecepatan tinggi. Issei berteriak – teriak kesakitan dan langsung ditendang kuat – kuat oleh Kokabiel yang mengakibatkan terlemparnya dirinya.

"Usaha yang cukup bagus, sampah."

Issei menabrak sebuah pohon dan kehilangan kesadarannya saat itu juga.

"Nah, kembali lagi kepadamu, kupikir akan bagus jika aku bersenang – senang denganmu terlebih dahulu sebelum membunuhmu. Mungkin anak buahku suka dengan tubuhmu itu. Itung – itung sebagai bayaran karena telah mengabdi kepadaku," ucap Kokabiel sembari menjilat bibir Rias.

Rias terlihat panik. Dia mencoba meronta – ronta untuk melepaskan tubuhnya dari cekikan Kokabiel, tapi itu semua percuma. Bulir – bulir air mata menetes dari ujung kedua bola matanya.

Jrash!

"Aarrgghh!"

Tangan kanan Kokabiel tiba – tiba terputus dan mengeluarkan sangat banyak darah. Rias terlepas dari cekikan Kokabiel, tapi dia masih belum menjauh dari sana dan masih bergetar di tanah.

Kokabiel terlihat sangat marah. Wajahnya yang sekarang berwarna merah padam menjelaskan betapa marahnya dirinya. Kedua matanya menangkap seorang pemuda pirang yang membawa sebuah pedang merah di pundak kirinya.

"Sialan! Berani – beraninya kau memutuskan tangan kananku! Kau akan kuhukum, bajingan!" seru Kokabiel.

Kokabiel menciptakan sebuah tombak cahaya sebesar bus di udara dan membidikkannya ke pemuda pirang itu.

Belum sampai tombak cahaya raksasa itu bergerak mendekat ke pemuda pirang itu, tangan kiri Kokabiel sudah terlepas dari tempatnya dan mengakibatkan tombak cahayanya juga menghilang.

"Uaarrgghh!"

Kali ini seruan Kokabiel lebih keras daripada sebelumnya dan terdengar lebih menyakitkan. Pria itu terduduk di tanah dengan genangan darah segar yang berasal dari kedua tangannya itu mengucur ke tanah.

"Kau tidak perlu bergerak lagi, gagak sialan. Kau hanya perlu duduk diam dan menyadari posisimu. Kau tidak akan bertahan lebih dari tiga detik jika memaksa melawanku," ucap pemuda pirang yang melepaskan kedua tangan Kokabiel.

Pemuda pirang itu sudah berada tepat di depan Kokabiel. Pedangnya sudah menempel di leher kanan Kokabiel. Tatapan matanya terlihat menusuk.

"Ada ucapan terakhir sebelum mati, Kokabiel?" ucap pemuda pirang itu.

"B-Bocah bangs-"

Kepala Kokabiel terbang terlebih dahulu sebelum dia menyelesaikan makiannya terhadap pemuda pirang yang dengan mudah mengalahkannya itu. Sedangkan pengeksekusi Kokabiel itu terlihat mengedikkan kedua bahunya dan melemparkan pedangnya ke sembarang arah.

"Sungguh tidak sopan," ucap pemuda pirang itu.

Rias yang masih sadar menatap pemuda pirang itu ngeri. Seorang pemuda yang mungkin masih seumuran dengannya atau bahkan mungkin lebih muda darinya dengan mudah memenggal kepala Kokabiel yang sebelumnya bahkan meluluh – lantahkan peeragenya dan dua orang pengguna pecahan Excalibur semudah membalikkan tangan.

Pemuda itu berjalan meninggalkan medan pertempuran singkatnya. Tidak sekali pun dia melirik ke arah belakang atau ke arah satu – satunya orang yang masih sadar dan melihat aksinya.

"S-Siapa kau?" tanya Rias.

Pemuda itu tidak berhenti dan terus berjalan sembari menutup matanya.

"Hanya seorang manusia biasa yang berkewajiban melindungi satu sama lain."

"Maukah kau bergabung denganku?" tanya Rias penuh harap. Berpikir bahwa mengajak seseorang yang baru saja menyelamatkan nyawanya dan juga nyawa keluarganya untuk menjadi salah satu dari mereka.

Pemuda itu berhenti berjalan dan tertawa. Semakin lama tawanya semakin menjadi. Dari sudut pandang Rias dapat dilihat bahwa pemuda itu bergetar karena berusaha meredam tawanya yang kencang. Pemuda itu membalikkan tubuhnya dan menghadap ke arah Rias.

"Kau bercanda? Tidak butuh berpikir untuk tahu jawabannya, iblis rendahan. Aku, menolaknya," ucap pemuda itu dengan kalimat terakhir yang ditekan.

Rias terkejut dan kembali berusaha membujuknya untuk masuk ke dalam anggota keluarganya.

"T-Tapi kau akan mendapatkan apapun yang kau mau!" ucap Rias sembari berdiri.

Pemuda itu terlihat mengangkat sebelah alisnya.

"Oh, benarkah?"

"Ya! Harta, tahta, kekuatan, wanita. Kau akan mendapatkan yang kau mau!" bujuk Rias.

"Kalau begitu, bisakah aku meminta kalian para makhluk hina untuk menghilang dari muka bumi dan tidak pernah membuat kekacauan?" tanya pemuda pirang itu.

Rias terdiam.

"Kalian tidak akan pernah bisa mewujudkan keinginanku. Jika kalian menawariku sebuah permintaan, tanpa berpikir dua kali aku akan meminta hal itu. Kalian hanya mengganggu kami."

Mereka saling terdiam. Pemuda pirang itu bermaksud memberikan sedikit waktu kepada Rias untuk menjawabnya, tapi Rias tidak bisa menjawabnya dan hanya bisa mematung serta menatapnya tidak percaya.

Pemuda itu membalikkan tubuhnya dan berjalan menjauh dari sana untuk segera meninggalkan Rias karena tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan lagi.

"K-Kalau begitu, tolong beri tahu aku! Siapa namamu?" tanya Rias.

Pemuda itu berhenti melangkahkan kakinya. Dia mengangkat tangan kanannya dan menjentikkannya. Sebuah tanda lingkaran berupa seekor naga bersayap yang memiliki tiga kepala yang melingkar dan salah satu kepalanya menggigit ekornya. Tanda berwarna emas itu tercetak di tanah di depan Rias. Hanya berjarak sekitar tiga meter darinya.

"Kau akan tahu siapa aku saat kau tahu apa makna tanda itu."

Rias terfokus ke tanda itu selama beberapa detik. Dia kembali mengalihkan pandangannya ke arah sang pemuda, tapi dia tidak menemukannya. Seolah pemuda itu menghilang ditelan bumi. Dia juga tidak dapat merasakan aura mencekam milik pemuda yang memenggal Kokabiel tadi.

Rias terdiam menatap tempat terakhir dia melihat pemuda pirang itu.

"Rias!"

Rias tersentak dan menoleh ke belakang dengan cepat. Dia melihat Sona berlari ke arahnya dengan anggota peeragenya di belakang Sona.

"Kau tidak apa – apa?! Kalian semua, cepat periksa keadaan anggota ORC!" seru Sona.

Rias tersenyum simpul dan melihat ke arah Sona yang sangat jelas khawatir dengannya.

"Ya, aku baik – baik saja."

"Kokabiel! Dimana Kokabiel?!" ucap Sona.

"Dia sudah mati. Seorang pemuda pirang tadi membunuhnya dengan mudah. Kokabiel tidak dapat melakukan perlawanan yang berarti karena dia sudah terlalu lelah setelah bertarung dengan kami dan juga karena pemuda pirang tadi bergerak dengan kecepatan tinggi yang bahkan orang sepertiku tidak dapat melihatnya bergerak dengan jelas," jelas Rias panjang lebar.

Sona terkejut.

"Seorang pemuda? Apa kau tahu siapa dia?"

Rias menggelengkan kepalanya.

"Saat aku bertanya kepadanya siapa namanya, dia malah meninggalkan sebuah tanda emas itu di tanah. Apakah kau tahu arti tanda itu?" tanya Rias sembari menunjuk sebuah tanda lingkaran yang berada tidak jauh darinya.

Sona melihat tanda itu dengan cermat. Setelah satu menit lebih, dia tersentak dan memasang wajah ngeri. Rias sadar dengan hal itu.

"Kenapa? Ada apa dengan tanda itu?" tanya Rias penasaran.

"T-Tanda itu… Melambangkan keputus asaan. Dari penjelasanmu tadi, aku berani berasumsi tentang siapa yang membunuh Kokabiel malam ini," ucap Sona.

Semua orang di sana berhenti dan melihat ke arah Sona yang terlihat ketakutan.

"Tanda itu merupakan lambang yang dimiliki oleh seorang raja di masa lampau. Seorang raja yang sangat kuat dan terkenal karena ideologinya yang sangat mengerikan untuk kita para makhluk supranatural yang masih kuingat dengan jelas. Ideologi yang menyatakan bahwa dunia ideal adalah dunia tanpa makhluk supranatural yang mengganggu manusia. Orang itu adalah…"

"… King of Despair (Raja keputus asaan)."

To be continued


Hai! Kali ini Oura datang dengan cerita lain yang berjudul King of Despair. Bagaimana pendapat kalian di chapter awal fic ini? Aneh? Gaje? Mainstream? Atau apa? Umm… Sepertinya belum ada yang perlu dijelaskan di chapter awal ini. Tunggu kelanjutannya ya!

Terima kasih sudah membaca!

Cheers!