Note: menu utama akan hadir beberapa bab lagi. Jadi. Mohon ditunggu.

Enjoy.


Doflamingo

-"Tuan Luffy dan gadis manis itu serasi~ sekali. Saya sampai tidak bisa berhenti menatap mereka. Oh.. Saya melihat mereka masuk ke sebuah toko cokelat! Ahh.. Saya juga ingin cokelat. Wowowowo! Ada sepatu merah cantik! M-maksud saya, Tuan Luffy mulai menarik gadis itu ke toko yang lain. Satu lagi. Mereka sangat roman—"-

Krek!

SLAM!

Doflamingo menggeram. Ia dengan kesal membanting ponselnya ke arah tembok dan membuat partikel kecil ponselnya bertebaran ke segala penjuru. Viola yang berada di kamar si pirang untuk mengganti perban di kaki pria tersebut sampai terlonjak kaget. Ia hanya menoleh sekilas sebelum akhirnya keluar dengan baskom air beraroma besi.

Doflamingo mulai merutuk kesal! Lebih tepatnya ia cemburu. Cemburu berat!

"Harusnya aku tidak mengijinkan Lucy untuk pergi malam ini!" Doflamingo kembali merutuk kesal. Ia mulai bersandar pada bantal-bantal yang disusun rapi untuk selanjutnya memejamkan kedua matanya.

Hening untuk sesaat, sampai sebuah ide gila mulai terpikir di benak pria pirang tersebut. Seringainya perlahan kembali terbentuk dengan kedua tangan yang mulai ia kepal erat. Doflamingo lekas bangun. Kedua mata mulai berkilat tajam.

"Mungkin.. Aku harus membunuh gadis muda itu. Ffuffuffu. Tentu saja."

Dan rencana baru akan segera dimulai kembali.

.

.

.

Marguerite

"Kenapa Yowahoshi?" Luffy mulai bertanya khawatir ketika ia melihat gadis di sebelahnya tampak tak tenang ketika berjalan. Wajah gadis pink tersebut juga terlihat memerah. Seakan dirinya tengah menahan sesuatu yang harus segera ia lakukan.

"Em.. M-maaf kak. Sepertinya— aku kebanayakan minum tadi. Aku.. Aku—

Merasa mengerti Luffy pun mulai tersenyum. Ia mulai mengangguk dan kembali membuka suara.

"Aku mengerti. Aku akan menunggumu Yowahoshi."

Shirahoshi berbinar senang. Ia langsung mengangguk dan lekas berlari. Hal itu membuat Luffy terkekeh pelan. Bahkan Luffy tak menyadari dengan datangnya seorang gadis pirang dengan raut wajah sedih tercetak jelas dari mimik wajahnya.

Dan ketika gadis pirang tersebut sampai—

"L-Luffy.." Gadis tersebut mulai memanggil dengan nada yang terdengar sangat takut.

Luffy menoleh. Ia mulai menatap gadis didepannya dengan rasa kesal yang tidak ia tutup-tutupi. Si gadis pirang hanya bisa terpuruk sedih sebelum akhirnya ia mengucapkan sesuatu hingga nyaris tak terdengar.

"Aku.. Aku ingin minta maaf padamu, Luffy. Maafkan aku. Kumohon."

"..."

Merasa tak dihiraukan akhirnya, si gadis pirang pun mulai mendongak. Ia juga mulai menaikkan volume suaranya dengan nada yang terdengar begitu lirih.

"Luffy. Aku tidak bisa seperti ini terus. Aku tidak bisa hidup tenang di sekolah baruku jika aku tidak dimaafkan olehmu. Kumohon maafkanlah aku, Luffy."

"..."

"Kumohon, Luffy.. Maafkan aku.. Aku— aku tidak tahu jika kau pernah mengalami kejadian buruk dulunya. Aku sangat menyesal. Aku juga tidak bermasksud mengganggap jijik pada— padamu... Hiks.. Kumohon maafkan aku.. Aku janji tidak akan menghina ataupun mengungkit masa lalu mu lagi, Luffy. Ku mohon."

"..."

"Luffy.. Apa yang harus ku lakukan agar kau mau memaafkanku?"

"..."

"Luffy! Aku akan melakukan apapun!"

"..."

"Luffy.. Hiks.. Kumohon."

"..."

"Luff—

"Apa kau akan melakukan apapun yang ku minta, Marguerite?"

Gadis tersebut atau— Marguerite mulai terlonjak senang. Wajahnya memerah dengan jantung berdebar kencang.

Ia, mulai mengangguk dengan pasti.

"Iya! Apapun itu! Aku akan melakukannya untuk mendapatkan maaf darimu, Luffy."

Kurva melengkung mulai di tarik dan Luffy mulai mengucapkan sesuatu.

"Bagus. Kalau begitu. Pergilah ke Logue Town."

Marguerite kembali memanggukkan kepalanya.

"Iya. Aku akan melakukannya."

"Lalu— "Dan Luffy pun terlihat menggantungkan ucapannya. Selanjutnya senyuman gadis pirang tersebut mulai menghilang dengan kedua mata yang mulai terbelalak setelah ia mendengar apa permintaan dari pria yang sangat ia cintai tersebut.

Kedua tangan Marguerite juga terlihat begitu gemetar dengan gigi yang perlahan mulai terkatup. Ia seakan menahan emosinya.

"Bagaimana?" Luffy mulai bertanya. Senyuman manis tampak diperlihatkan oleh pemuda bersurai raven tersebut.

Marguerite kembali terpuruk dan dengan menggigit bibir bagian bawahnya Marguerite pun mulai mengangguk dengan pasti.

"Jika dengan melakukan hal itu kau akan mengampuniku. Maka— aku akan pergi malam ini ke Logue Town. Lalu, berjanjilah.. Untuk tersenyum ramah lagi padaku, Luffy. Jangan benci aku. Itu terlalu menyakitkan untuk ku terima." Marguerite kembali menangis. Air matanya mulai mengalir dan membuat Luffy makin tersenyum karenanya. Perlahan, Luffy mulai mendekati Marguerite dan menggenggam kedua tangan gadis tersebut dengan penuh perasaan.

Marguerite sampai merona merah. Kedua matanya memancarkan kerinduan yang luar biasa.

"Tentu, aku akan mulai memaafkanmu Marguerite." Dan Luffy pun mulai menghapus air Mata gadis tersebut dengan begitu lembut.

"Aku pun selalu rindu untuk menyapamu ketika di sekolah. Lalu jika kau sudah selesai dengan tugasmu. Ku harap kau akan kembali lagi ke Sunny-Go, Marguerite."

Rasa senang dan Marguerite yang makin ingin menangis namun karena sangat bahagia.

"Aku akan membali ke Sunny-Go!" Dan dengan cepat Marguerite pun memeluk Luffy membuat si raven terdiam dengan senyuman yang perlahan menghilang.

Ia— terlihat sangat kesal.

.

Tak lama kemudian datanglah Shirahoshi yang perlahan mulai berhenti berlarian. Dari gelegatnya si gadis pink nampak sangat ketakutan. Mencoba tersenyum, Shirahoshi pun perlahan menyapa yang rupanya di sahut si gadis pirang dengan sebuah senyuman yang begitu indah.

"K-kak Mar—

"Oh Hai, Shirahoshi."

Shirahoshi terdiam di tempat. Ia sangat takut namun tetap mencoba untuk tersenyum terlebih pada seorang pemuda raven yang masih tersenyum padanya.

"Apa urusanmu sudah selesai, Yowahoshi?" Shirahoshi terlonjak kaget. Ia mulai mengangguk membenarkan ucapan pemuda tersebut.

"S-sudah kak."

"Baguslah. Oh iya, tadi aku bertemu Marguerite dan dia ingin mengatakan sesuatu padamu. Nah. Kalian bisa bicara berdua selagi aku membeli cemilan untuk kita bertiga."

"Tapi, kak—

Luffy mulai beranjak pergi. Bahkan Shirahoshi tidak diberikan kesempatan untuk bicara karena gadis pirang didepannya sudah menarik Shirahoshi untuk duduk di sebuah bangku kosong di dekat sebuah pohon.

"Kak Marguerite.. Aku—

"Aku minta maaf padamu, Shirahoshi."

"Eh.." Shirahoshi kaget, jelas saja. Apa dirinya tidak salah dengar?

"Aku tahu aku banyak salah padamu dan kuharap kau mau memaafkanku." Marguerite mulai berucap sedih hal itu membuat Shirahoshi kaget dan dengan cepat langsung menggelengkan kepalanya.

"Tidak, kak! Kakak tidak punya salah apa-apa padaku. Lagi pula aku selalu memaafkan kakak. Kakak tenang saja. Jadi, lupakan saja masalah yang sudah lalu." Marguerite mulai terkekeh. Ia tidak menyangka jika gadis manis yang sering ia bully dulunya bisa dengan mudah memaafkan semua kesalahannya.

Bahkan Marguerite merasa beruntung. Ia mulai menghapus air matanya yang kembali mengalir.

"Terimakasih."

Shirahoshi hanya tersenyum manis begitu juga dengan Marguerite yang ikut menarik senyumannya. Perlahan mereka mulai terkekeh sebelum akhirnya tertawa. Bahkan Shirahoshi tidak sadar dengan munculnya seorang pria berjas dan berkacamata hitam dengan cerutu yang menempel di bibirnya, tengah bersembunyi di sebuah gang gelap dengan senapan yang mulai ia arahkan ke arah gadis pink tesebut.

Marguerite yang menyadari adanya kedatangan entitas tak di undang mulai mengalihkan perhatiannya dengan cepat. Dan saat pelatuk akan ditarik, Marguerite pun terbelalak dan langsung mendorong Shirahoshi sampai mereka terjungkal bersama-sama.

DOR!

Pada akhirnya peluru hanya mengenai tembok dan membuat beberapa orang berteriak ketakutan dan berlari pontang-panting.

Sementara itu, si pelaku penembakan mulai merutuk kesal sebelum akhirnya ia kembali memasuki mobilnya karena takut dicurigai banyak orang.

BRUM!

Mobil mulai melaju dan disaat bersamaan Marguerite pun mulai membangunkan diri. Ia terlihat sangat khawatir.

"Kau tidak apa-apa, Shira—

"Ada apa ini?" Nada yang terdengar marah dan Shirahoshi yang langsung membangunkan dirinya walau setetes darah nampak mengotori surai berwarna pinknya dari belakang.

"K-kak Luffy.. A-aku.."

"Tadi ada yang berniat mencelakai, Shirahoshi!" Margierite mulai memotong dengan segera takutnya si raven salah sangka dan tidak jadi untuk memaafkannya.

Shirahoshi juga ikut buka suara dengan kepala yang mengangguk cepat.

"I-itu benar kak! Kak Marguerite tadi menolongku. Kak Marguerite tidak berbuat jahat padaku."

Luffy masih terdiam. Ia mulai menyimpan tiga bungkus cemilan yang ia bawa dan mulai mendekati Shirahoshi untuk memeriksa keadaannya.

"Kau baik-baik saja, Yowahoshi?"

Rasa gugup dan wajah Shirahoshi yang mulai memerah. Hal itu sukses membuat Marguerite cemburu namun berusaha ia tutup-tutupi demi mengampunan dari pemuda yang ia suka.

"A-aku baik-baik saja."

"Syukurah. Kalau begitu. Ayo ku antar pulang." Luffy mulai menyentuh rambut Shirahoshi hanya untuk membuat pemuda tersebut terdiam karena cairan merah yang kini mengotori tangan kanannya.

Shirahoshi yang kaget mulai menutupi bagian kepalanya sementara Marguerite makin bersalah karena melukai gadis pink tersebut.

"Shirahoshi—

"Aku— harus ke toilet." Luffy mulai memotong pelan. Ia mulai berjalan meninggalkan kedua gadis tersebut di belakang. Bahkan Marguerite merasa gelisah. Ia sangat takut. Takut jika dirinya disalahkan atas semua kejadian ini.

.

.

Doflamingo

Satu jam kemudian, Luffy terlihat turun dari sebuah taxi dan memasuki rumahnya dengan perasaan kesal. Bahkan pintu utama mulai dibuka dengan cukup kasar dimana Viola mulai terlonjak kaget namun tidak untuk Doflamingo yang baru mematikan sebuah televisi.

"Lucy~ kau sudah pulang, cinta?"

"Kita perlu bicara, Ayah."

Doflamingo menggeram. Dan dengan melihat ke arah Viola akhirnya gadis cantik tersebut berdiri dan mulai masuk ke arah kamarnya. Luffy kembali melihat ke arah si pirang.

"Mau bicara soal apa, sayang?" Ucap Doflamingo lembut. Dan saat dirinya akan menarik tangan sang anak tiri tiba-tiba, Luffy menarik tangannya yang langsung membuat Doflamingo terbelalak kaget. Ia mulai melihat pemuda di depannya yang sepertinya sedang menahan amarahnya.

"Apa Mingo berusaha mencelakai, salah seorang temanku?" Doflamingo terdiam. Namun ia hanya menyeringai dan kembali berusaha menarik tangan kekasihnya tersebut. Akhirnya si raven terduduk di pangkuan Ayah tirinya dimana pria pirang tersebut mulai mengelus bibir si raven dengan ibu jarinya.

"Apa yang membuatmu berpikir seperti itu, cinta?"

"Temanku melihat seorang pria berjas dan berkacamata. Aku kenal siapa dia. Mungkin— dia adalah Vergo atau.. Em.. Bayi besar bernama Pink itu." Doflamingo mulai tertawa. Ia mulai mendekati si raven dan mencium bibirnya kurang dari dua detik.

"Apa aku terlihat sejahat itu, Lucy?" Tanya Doflamingo setengah menggoda. "Aku tidak akan pernah mencelakai temanmu, sayang. Tapi, jika seseorang merebutmu dariku. Aku tidak akan segan-segan untuk merenggut nyawa mereka dari tempat asalnya."

"..."

Luffy terdiam. Bahkan ia tidak sadar ketika tangan si pirang mulai meraba bagian pinggangnya dan akhirnya meremas bagian pantatnya dengan penuh nafsu.

Luffy hanya bisa mengerang. Senyuman perlahan mulai tercetak di bibir si raven.

Bahkan dari yang awalnya, Luffy terlihat kesal kini ia pun terlihat bernafsu terbukti dengan kedua tangannya yang mulai mengalung dileher sang ayah tiri seraya melumat bibir pria tersebut untuk ia ajak berdansa.

Erangan dan kecupan-kecupan basah mulai terdengar, bahkan mereka tidak sadar dengan berdirinya seorang pria brunette di depan pintu kamarnya sendiri.

Luffy, sampai terlonjak kaget.

"Torao!" Tak memperdulukan panggilan si raven, Law pun bergegas masuk ke kamarnya dan tak lama kemudian Law kembali datang dengan sebuah koper yang membuat Luffy sangat kaget.

Luffy hendak menyusul jika saja tangan kirinya tidak ditahan oleh si pirang dan membuat Luffy sedikit meringgis karena lukanya yang belum sepenuhnya sembuh.

"Jangan si susul, cinta. Anak kita hanya perlu menjernihkan pikirannya. Begini saja.. Kau jangan pedulikan Law dan aku akan memberikan apapun yang kau inginkan, Lucy."

Luffy terdiam untuk sesaat sampai— sebuah kurva melengkung kembali terbentuk di bibirnya.

"Kalau begitu, tambah uang saku ku, Minggo."

"...Ffuffuffu. Uang lagi?" Tanya Doflamingo tidak percaya. "Kau sudah menaikkannya sebanyak emat kali dalam sebulan ini, Lucy."

Luffy mulai mengeluh sedih. Ia terlihat mengerucutkan bibirnya.

"Apa perusahaan, Mingo mengalami kemerosotan? Ku kira meminta uang lebih bukan masalah. Tapi ternyata—

"Ssstt!" Doflamingo menutup bibir Luffy dengan telunjuknya. Keringat dingin pun terlihat mengalir dari pelipis si pirang. Ia bukannya tidak mau memberi uang lebih. Hanya saja, apa yang kekasihnya ini lakukan dengan uang sebanyak tiga ratus ribu berry yang habis dalam waktu kurang dari seminggu. Padahal uang sekolah dan uang makannya yang berjumlah tak wajar sudah ia bedakan lagi. Dikamar mereka atau dikamar pemuda tersebut, si pirang tidak menemukan benda mahal dan menarik yang dibeli oleh si raven. Tidak ada kejanggalan. Tidak ada pula yang berbeda. Menyuruh anak buahnya untuk menyelidiki pun percuma. Mereka tidak pernah menemukan hal yang aneh yang dilakukan oleh pemuda tersebut. Belum lagi ada beberapa pegawainya yang suka korup yang sukses membuat pendapatannya menurun tiap bulannya selama tiga tahun terakhir.

Mereka harus segera dibasmi atau kekasih tercintanya akan segera berpaling dari dirinya!

Terlebih tiap tahun usianya makin bertambah dan sukses membuat Doflamingo perlahan mulai pikun karena lupa menyimpan sebagian benda-benda berharga yang ia anggap penting. Bisa-bisa kekasihnya meledek penderitaan usianya yang sudah tidak muda lagi.

Ini tidak bisa dibiarkan!

Dirinya harus tetap terlihat sempurna agar pemuda yang ia cintai tetap memuja dan mendambakan dirinya.

"..." Luffy masih terlihat sedih. Ia mulai melepas telunjuk ayah tirinya dengan begitu pelan.

"Kalau Minggo tidak bisa memenuhi keinginanku tidak apa-apa. Aku tidak akan memaksa—

"Kau mendapatkannya, Lucy." Potong Doflamingo dengan segera. "Aku tak akan mengingkari janjiku untuk memberikan apapun yang kau inginkan."

Perlahan, senyuman si raven kembali merekah. Ia, mulai memeluk si pirang dengan begitu eratnya, dimana pria pirang tersebut juga ikut membalas pelukan si raven dengan sama eratnya.

"Terimakasih, Mingo."

"Sama-sama, cinta." Dan Luffy pun kehilangan senyumannya. Ia mulai menggeram tidak suka tapat saat ia membelakangi wajah ayah tirinya.

.

.

Law

Di sebuah hotel, terlihgatlah Law yang tengah berbaring di sebuah ranjang dengan ingatan yang menerawang entah kemana.

Perlahan, ingatan saat dirinya mencium bibir lembut si raven kembali melintas di benaknya. Untuk sementara hal itu membuat si brunette merona merah sampai ingatan ketika adik tirinya tersebut berciuman dengan ayah kandungnya sendiri langsung membuatnya menggeram tidak suka.

Dasar pria bajingan!

Dari dulu pria itu memang suka mencuri apa yang harusnya menjadi miliknya.

Kenapa pria itu tidak lenyap saja dari muka bumi ini?

Kenapa pria sialan itu tetap hidup sampai detik ini?

Perlahan, Law kembali membangkitkan tubuhnya. Mungkin, jalan-jalan adalah hal yang terbaik.

Lalu, saat Law hendak menutup pintu dan siap menyimpan kuncinya dengan tangan kiri tiba-tiba kunci tersebut terjatuh dan membuat Law merutuk kesal.

Sial!

Tangan kirinya sudah kembali tidak berguna. Law mulai acuh. Ia kembali memungut kuncinya dan berjalan ke tempat resepsionis. Ia terlihat masih kesal, terlebih saat Law keluar dari Hotel yang ia tempati dan seorang pemuda biru tampak berdiri menghalangi jalannya. Di kedua tangan pemuda tersebut tengah tercengkram sebuah benda memanjang yang membuat Law mulai terbelalak kaget untuk sesaat karena mengetahui benda apa yang dibawa pemuda tersebut.

"Aku baru ingat jika tahun lalu aku pernah membuat sebuah pedang untuk salah satu pelangganku. Tapi karena dia bosan menunggu waktu setengah tahun akhirnya dia tidak jadi membelinya. Jika kau mau—" Ucap Franky seraya menyodorkan benda dikedua tangannya. "Terimalah."

Law masih terdiam. Sampai tangan kanannya mencengkram sebuah benda cukup berat yang mulai ia genggam dengan cukup erat.

"Namanya, Kikoku. Aku membuatnya sambil membayangkan tinggi tubuh pelangganku itu. Uhahahaha. Maaf kalau benda ini terlalu panjang. Aku hanya—

"Aku suka ini." Law mulai memotong dengan segera. Ia mulai mengibaskan bungkusan barunya yang langsung membuat si pemuda biru terbelalak kaget karena melihat kemahiran pria di depannya menggunakan benda bernama pedang.

"Kurasa ini cocok untukku. Terimakasih, Franky."

"... Kalau kau suka. Ya, sama-sama."

.

.

Zoro

Angin malam yang dingin dan Zoro yang setia meminum cairan alkohol di botol yang ia cengkram.

Tap!

Zoro terdiam di depan rumah seseorang ketika pusing melanda kepalanya. Untuk sesaat pemuda lumut tersebut mulai memicingkan matanya yang sedikit kurang fokus sampai seorang pemuda keluar dari dalam rumah besar tersebut.

Zoro sampai terbelalak kaget. Rupanya ini adalah rumah sahabatnya sendiri.

"Luffy." Zoro mulai memanggil nama si pemuda dengan pelan. Hal itu tak akan terdengar oleh si pemilik nama yang lebih memilih menarik sebuah tong besi dan memasukan banyak kertas dan puluhan foto yang sebagian membuat si raven mendengus kesal. Ia juga mulai memasukkan gundukan daun kering, beberapa baju kotor dan sobek bahkan gundukan daun kering lagi.

Selanjutnya, si raven mulai menyiram tong besi tersebut dengan bensin baru setelah itu korek api dinyalakan dan dilempar ke dalam tong tersebut.

Untuk sesaat Zoro masih terdiam di tempatnya, sampai kedua matanya terbelalak ketika melihat sahabatnya tersebut mulai meneteskan air mata setelah sebuah topi jerami terpasang di kepalnya.

Tes..

"Hiks."

Isakan juga mulai terdengar. Hal itu membuat Zoro kahawatir dan berniat menerobos masuk. Namun di urungkan niatnya ketika ia melihat seorang gadis cantik bersurai hitam yang nampak mengintip dari jendela kamarnya.

Tetesan air mata tersebut terus berjatuhan, bahkan si raven mulai mencengkram erat lengan atas kirinya dimana si raven perlahan mulai terpuruk dan akhirnya terduduk dengan air mata yang terus berjatuhan.

Zoro tak bisa berbuat banyak. Ia, mulai melangkah pergi.

.

Langit malam yang kini berubah bercahaya. Burung-burung kecil yang kembali berterbangan dan orang-orang yang kembali melanjutkan aktifitas mereka.

Sementara itu di sekolah Sunny-Go. Tepatnya di sebuah lorong kelas dengan seorang pemuda lumut yang berjalan tak tentu arah.

...

Tubuh kecil yang didorong ke tanah.

"Anak seorang kriminal? Uh! Kau pasti akan menjadi kriminal juga setelah dewasa!"

Tas yang di acak-acak dan beberapa kertas soal yang mulai direbut.

"Lihat nilai siapa yang mendapatkan nilai seratus? Oh... Nol nya hilang satu dan angka satunya terbang ke langit! Kau dapat nol. Bodoh!"

"Hahahaha! Pecundang! Dasar anak penjahat!"

Lalu, tendangan mulai didaratkan pada sorang bocah bertopi jerami. Ia hanya bisa memeluk dirinya sendiri ketika kaki anak sebayanya mulai menedang tubuhnya bagai bola sepak.

"Mati saja kau!" Sebuah perintah!

"Pergilah ke neraka! Dan perintah lainnya.

"Hidup di penjara, kalau perlu kau jadi budak dan rasakan hidup yang kelam. Hahaha, benar 'kan, teman-teman. Sekarang ayo pergi. Tinggalkan si pecundang jelek itu."

"Hahaha! Siap, Zoro!"

...

Dan Zoro pun tersadar dari ingatan masa lalunya.

Perlahan, Zoro menghentikan langkahnya sampai ia berpapasan dengan Luffy yang tampak acuh tak memperdulikannya barang sedikitpun. Zoro sampai terbelalak kaget. Ia langsung membalikkan seluruh tubuhnya untuk melihat ke pergian si raven yang hendak pergi ke arah lain. Bahkan tak lama kemdudian muncullah Conis dan Alvida yang langsung mencegat langkah Luffy dengan wajah yang terlihat takut dan khawatir.

Bahkan Alvida sampai mencengkram kedua lengan atas si raven yang membuat pemuda tersebut menggeram tidak suka terlebih di atas bekas lukanya.

"Luffy! Vivi hilang! Kita harus mencarinya."

"Benar Luffy. Kita harus cepat!"

PLAK!

Beberapa pasang mata mulai menoleh bahkan Conis dan Zoro terlihat kaget ketika kedua tangan Alvida di tangkis dengan begitu kasar. Si raven hanya bisa tersenyum halus. Ia mulai mengeluarkan topi jerami yang ada di dalam tasnya lalu memakainya dengan begitu hati-hati. Si raven mulai membuka suara.

"Maaf saja, aku sudah tidak ada di kelas kalian lagi. Jadi, apapun yang terjadi di kelas itu. Sekarang bukan lagi urusanku. Sekarang pergilah dari hadapanku. Aku akan mencari seseorang yang sangat tidak bisa diandalkan!" Alvida yang didorong dan Conis yang langsung menangkap tubuh Alvida dengan segera.

"Luffy!" Conis mulai memanggil kesal dimana Luffy hanya menyeringai dan mengangkat tangan kananya seolah mengatakan. 'Selamat tinggal!'

Zoro bahkan sampai terbelalak kaget. Kenapa kiranya dengan sahabatnya tersebut.

Dengan cepat, Zoro memacu langkahkanya untuk menyusul Luffy hanya untuk membuatnya tersesat karena kehilangan jejak pemuda tersebut.

Zoro, mulai merutuk kesal.

.

.

Enel

"Pak Enel.. Em.. B-bisakah anda membantu saya memeriksa ulangan Kimia milik kelas satu? Saya harus pulang mendadak hari ini."

Enel menoleh untuk sesaat sampai kedua matanya kembali terfokus pada kertas-kertas di atas mejanya.

"Sungguh? Tentu. Simpan saja kertas-kertas itu. Aku akan segera memeriksanya, Miss."

"Terimakasih, Pak Enel. Lain kali jika anda memerlukan bantuan saya untuk memeriksa hasil tes milik kelas tiga, anda bisa meminta bantuan pada saya."

"Tentu."

Wanita tersebut mulai tersenyum senang. Ia bergegas pergi ke ruang kepala sekolah dengan tas biru yang langsung ia bawa. Tak lama kemudian pintu ruang guru mulai dibuka untu selanjutnya pintu kembali tertutup sebelum akhirnya pintu terbuka kembali oleh seorang pemuda bertopi jerami. Para guru tidak akan mempermasalahkannya. Toh hampir setiap minggu pemuda tersebut masuk ke ruang guru untuk bertemu dengan salah seorang guru seperti sekarang ini.

Sret!

Enel mulai menarik tumpukan kertas soal untuk ia periksa sampai, sebuah buku catatan tertempel di pipinya oleh pelaku yang sangat ia kenal. Enel sampai terlonjak kaget apalagi dengan senyuman yang tergambar di bibir muridnya tersebut.

"Halo, Pak Enel.. bisa anda membantu saya untuk materi yang in—

Pemuda bertopi jerami tersebut tak sempat melanjutkan kata-katanya ketika dengan kasar Enel menarik tangan si raven keluar dari ruang guru bersamanya.

Beberapa guru ada yang sampai menoleh bingung. Bahkan ada yang saling tatap-menatap dengan bahu yang mereka angkat.

BRAK!

Pintu ditutup dengan buru-buru sampai Enel menatap kesal pada sosok muridnya tersebut.

"Apa yang kau inginkan, bocah? Kau tahu waktu mengajarku adalah besok di jam ke lima dan ke-enam. Aku tidak ada waktu untuk mene—

"Mana?" Si raven nampak menengadahkan tangan kanannya. Senyuman telah hilang dari bibir pemuda tersebut.

Tes..

Perlahan, keringat dingin mulai mengalir dan akhirnya menetes di atas pijakan sang guru Kimia.

Enel mulai meneguk ludah gugup. Ia terlihat memalingkan pandangannya.

Merasa tak mendapatkan apa yang dirinya mau, tiba-tiba pemuda bertopi jerami tersebut menggeram sebelum akhirnya menarik kerah baju Enel sampai membuat pria tersebut tertarik dan harus bertatap muka dengan sosok pemuda di depannya.

Si raven juga terlihat memukul-mukul pelan buku catatannya di pipi Enel dan membuat yang bersangkutan menggeram karenanya.

"Jangan susah di atur seperti Luna dan Eustass, Enel. Berikan kertas itu atau kau membayar kesepakatan mu padaku."

"Kau mau mengancamku, eh?" Enel terlihat emosi. Ia balas memegang tangan muridnya tersebut untuk selanjutnya ia cengkram dengan erat dan membuat buku yang di pegang muridnya tersebut terjatuh ke lantai.

Bruk!

Perlahan, si raven mulai tersenyum lebar sampai ekspresi sedih dan memelas kembali ia tunjukan.

"Pak Enel.. tolong jangan cengkram tangan saya. Ini terasa sangat sakit. Tidak kah cukup dengan anda yang sering mencengkeram kedua tangan saya untuk memuaskan nafsu seksual anda?" Enel menggeram marah. Ia mulai melototi pemuda kedepannya. "Atau... kepolisian menjadi tempat yang ingin kau kunjungi setelah kematian kakakmu? Kau akan ditahan untuk waktu yang cukup lama, Enel. Kau pasti akan senang dibayangi masa lalumu yang tragis itu."

Kurva melengkung yang dibentuk dan Enel yang mulai berkeringat dingin dengan kedua mata terbelalak begitu lebar.

Si raven kembali membuka suara.

Ia, terlihat mendapatkan sebuah kemenangan telak.

"Bagaimana?"

Enel menggeram. Ia mulai meronggoh sesuatu di balik kantong celananya yang dengan segera di rebut si raven untuk selanjutnya ia cium.

"Nikmati waktumu, Enel. Dan terimakasih." Buku catatan mulai di pungut dan si pemuda bertopi jerami mulai melangkahkan kakinya kembali untuk meninggalkan sang guru.

Enel menggeram dan dengan meneguk ludahnya, Enel pun kembali memanggil muridnya tersebut.

"Tunggu!"

Dan si raven pun menghentikan langkahnya.

"Ada apa lagi?"

"Aku ingin bertemu dengan—

"Belum saatnya, Enel." Luffy mulai memotong dengan nada ceria. Ia kembali berbalik dengan senyuman manis yang mulai ia perlihatkan. Ia juga mulai melepas topi jerami yang ia kenakan lalu mulai menatap Enel dengan raut wajah begitu kesal.

"Jika kau berusaha membangkang. Kau akan tahu akibatnya." Enel kembali menggeram. Sampai si raven kembali memakai topinya dan terkekeh kecil karenanya.

"Shishishi. Hidup ini indah bukan? Lebih baik kau gunakan waktumu dari pada habis dan tidak menghasilkan kegunaan sama sekali. Jika kau kau menganggap hidupmu tidak indah, tentu. Kau bisa meminta bantuanku, Enel."

"Kau hanya ingin keuntungan setelahnya." Enel mulai membalas kesal namun malah membuat si raven makin terkekeh setelah itu.

"Shishishi. Tidak juga. Karena keuntunganku selama empat belas tahun ini sudahlah cukup. Aku tidak perlu memancing ikan kecil dengan cacing lagi karena dengan menjadikan ikan kecil tersebut sebagai umpan aku akan mendapatkan ikan yang lebih besar." Si raven kembali mencium kertas di tangannya lalu kembali melangkah pergi meninggalkan Enel yang masih menggeram dengan raut wajah khawatir.

.

Kuzan

Diperjalanannya, Luffy nampak berjalan santai dengan senyuman yang tak hilang dari bibirnya bahkan ketika si raven berbelok dan berpapasan dengan wali kelas lamanya, si raven tidaklah peduli dan terus melangkahkan kedua kakinya.

Kuzan sampai menghentikan langkahnya. Fokus utama pria bersurai ikal itu adalah topi jerami yang dikenakan si raven.

Tap!

Tiba-tiba Luffy ikut menghentikan langkahnya. Ia, mulai membalik arah tubuhnya menghadap ke arah Kuzan dengan kurva melengkung kebawah tercetak jelas di bibirnya.

Luffy, mulai membuka suara.

"Oh, maafkan saya yang tidak sopan karena tidak menyapa anda, Pak Kuzan." Nada yang terdengar menyesal. Mimik sedih terlihat sempurna ia kenakan. "Apa kabar Pak Kuzan. Selamat pagi dan semoga hari anda menyenangkan."

Kuzan terdiam untuk sesaat sampai akhirnya guru yang mengajar mata pelajaran Sejarah tersebut membalas dengan nada yang cukup pelan.

"... Begitu juga dengan dirimu."

"Shihsihi." Tidak ada balasan selain si raven yang mulai menuruni tangga di sebelahnya dan membuat Kuzan tak mengalihkan pandangannya barang sedikitpun. Kuzan kembali melanjutkan perjalanannya menuju ruang guru dimana si raven yang tadinya berjalan santai kini mulai berlari dengan kencang menuju ke luar gedung sekolah. Dimana sebuah gerbang hampir tertutup dan dengan cepat si raven menyelipkan tubuh rampingnya di antara pintu gerbang tersebut.

"OI! GERBANG TIDAK AKAN DIBUKA LAGI!" Tanpa peduli, Luffy terus berlari dan membuat si penjaga sekolah menggelengkan kepalanya pasrah. Terlebih siswa bertopi jerami tersebut pernah ia lihat membolos beberapa kali selama dua setengah tahun ini.

Kuzan yang melihat si raven dari balkon sekolah hanya bisa terdiam di tempat terlebih ketika pemuda bertopi jerami tersebut menghentikan sebuah mobil dan menumpang secara sembarangan tanpa sedikitpun merasa takut pada orang asing yang tidak ia kenal.

Gluk!

Pada akhirnya Kuzan hanya bisa meneguk ludah dengan kesusahan. Ia mulia terdiam ditempat dengan pandangan yang mulai ia alihkan pada salah satu rekannya sesama guru yang terlihat merenung dengan kepala terpuruk.

Sampai, sang guru Sejarah dan guru Kimia tersebut bertatapan satu sama lain.

.

.

Makino

"Apa kalian yakin?" Makino mulai bertanya khawatir. Di tangannya ia memegang sebuah buku absen dengan nama Monkey Luffy yang belum mendapatkan tanda centang di kolom absennya.

Bahkan terlihat pula beberapa siswa yang mengangguk karena tak sedikitpun melihat batang hidung dari siswa asal kelas 3-2 tersebut.

Makino hanya bisa terdiam. Ia tidak yakin untuk mencentang absen si raven dalam kolom ketidak hadirannya.

"Bu Makino. Luffy pasti hanya kesiangan. Luffy pasti sebentar lagi masuk." Hancock terlihat membuka suara diangguki oleh Robin yang memang melihat pemuda tersebut berjalan di sekitar kelas dua beberapa saat lalu. Tak lama kemudian Franky mulai mengangkat tangannya dan membuat beberapa siswa menoleh ke arah pemuda besar tersebut.

"Kenapa tidak menelfon ke rumahnya saja."

Ide yang bagus. Makino sampai tidak memikirkannya.

"Benar juga. Kau memang penyelamat, Franky." Franky hanya tersenyum dan saat Makino akan mengeluarkan selulernya tiba-tiba satu pesan dari pria yang hendak ia hubungi sudah masuk ke dalam kotak masuknya lebih dulu.

Mungkin, ini yang menjadi alasan kenapa pemuda bersurai raven tersebut tidak ada di kelas barunya hari ini.

Doflamingo: aku ingin kau mengawasi kekasihku di sekolahnya. Dia terlihat acuh padaku pagi ini.

Makino terdiam. Rupanya si raven tidak kembali di kerumahnya. Dengan cepat, Makino menggelengkan kepalanya dan kembali melanjutkan untuk mengabsen sisa muridnya. Makino hanya bisa berharap semoga murid didiknya itu baik-baik saja. Dan tidak melakukan hal yang aneh-aneh. Bahkan Makino tidak tahu jika murid yang tengah ia khawatirkan rupanya tengah bercanda ria bersama anak-anak panti di sebuah rumah panti asuhan. Dimana seorang gadis muda tiba-tiba datang dan langsung memeluk si raven dengan tangan kanan menggenggam botol kecil dengan warna cairan merah pekat yang langsung ia serahkan pada pemuda bertopi jerami tersebut. Dibelakang gadis muda tersebut juga telah tersimpan sebuah tas cukup besar dimana seorang nenek tua bernama Kokoro mulai menangis diikuti semua anak panti asuhan yang lain.

Si raven juga mulai tersenyum, ia mulai menyuruh gadis muda tersebut mengucapkan selamat tinggal dimana sebuah mobil perlahan berhenti dan menampakan seorang pria bersurai hitam panjang spiky yang tengah menunggu mereka.

.

.

Smoker

Sore datang begitu cepat. Bahkan dengan segera beberapa siswa-siswi Sunny-Go berhamburan untuk selanjutnya pulang kerumah masing-masing. Tak terkecuali dengan para Guru yang sebagain sudah pulang lebih dulu dan tanpa terduga bertemu dengan seseorang.

Tuk!

Salah satu cerutu terjatuh dan Smoker yang mulai terbelalak kaget ketika ia melihat pria didepannya.

"Pak Aokiji—

"Ssstt!" Dan pria yang barusan di panggil Aokiji mulai menyuruh Smoker untuk diam. Ia hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan sesekali menguap begitu lebar.

"Tolong jangan panggil aku Aokiji lagi. Aku sudah tidak bekerja di Kepolisian. Aku sudah mengundurkan diri. Sekarang, panggil saja aku, Kuzan."

Dan Smoker pun masih saja mematung di tempatnya yang sekarang ini.

.

.

Setengah jam kemudian, Smoker dan Kuzan terlihat santai bercakap-cakap sampai Kuzan pamit untuk pulang kerumah dan Smoker menyetujuinya dengan menganggukan kepala.

"Saya berharap anda bisa kembali ke kepolisian, Pak Aoki— maksud saya, Kuzan."

"Maaf. Yang gagal tidak berhak menegakkan keadilan lagi. Andai aku berhasil menangkap wanita itu dua puluh tahun lalu. Pasti keturunan para kriminal tidak akan ada di muka bumi ini."

Smoker hanya tersenyum. Ingatan ketika pria di depannya masih bekerja di kepolisian kembali terlintas di benaknya. Ya. Tahun itu adalah tahun dimana Smoker mulai bergabung dengan anggota kepolisian.

"Anda benar. Tapi tidak semua keturunan kriminal akan menjadi kriminal suatu hari nanti."

Kuzan hanya terkekeh. Ia, mulai melihat langit sore diatasnya.

"Bisa jadi. Walau hal itu hanya lima puluh banding lima puluh. Maaf sebelumnya. Tapi aku harus segera pulang."

"Oh.. terimakasih atas waktu anda."

"Sama-sama." Smoker nampak merunduk hormat dan Kuzan mulai melangkah pergi.

Sesaat kemudian, Smoker kembali melangkah ke arah sebaliknya hanya untuk melihat topi jerami berpita merah yang sangat ia kenal milik siapa.

Tap! Tap! Tap!

Dengan cepat, Smoker membuntuti pemuda bertopi jerami tersebut yang terlihat santai berjalan di jajaran toko daging dengan riangnya. Bahkan orang-orang yang melihat tingkah si raven sampai terkekeh sendiri, merasa lucu dengan tingkah pemuda tersebut yang memiliki wajah begitu tampan namun dengan sikap yang begitu kekanak-kanakan. Untuk itu beberapa gadis pun ada yang sampai ikut tersenyum bahkan sampai merona merah. Lalu, saat si raven menghentikan langkahnya secara mendadak, tiba tiba orang-orang di sekelilingnya juga ikut berhenti hanya untuk membuat mereka terkaget ketika melihat pemuda bertopi jerami tersebut terpuruk tangan tubuh bergetar.

Smoker sampai menghentikan langkahnya. Kedua matanya memicing memikirkan apa yang akan diperbuat pemuda sialan tersebut.

Tak lama kemudian, tetesan air mata mulai berjatuhan, tubuh si raven makin bergetar hebat dan membuat sisa orang lainnya ikut berhenti berjalan untuk melihat siswa sekolahan tersebut.

"Hiks." Isakan mulai terdengar. Sampai si raven menjatuhkan dirinya dan membuat orang-orang mendekatinya untuk bertanya apa yang terjadi. Bahkan Smoker kembali terbelalak kaget dengan munculnya seorang polisi wanita yang jelas ia kenal siapa terlihat berlari dan mulai memeluk pemuda tersebut. Smoker hanya bisa menggelengkan kepalanya apalagi ketika si polisi wanita mulai bertanya pada pemuda di depannya apa yang sedang terjadi. Bahkan polisi wanita tersebut mulai terbelalak kaget ketika ia dapat melihat bekas luka di leher si raven dan dapat merasakan tumpukan perban di balik seragam yang dikenakan pemuda tersebut.

"Luffy! Ini aku Tashigi! Ceritakan padaku. Apa yang terjadi? Dan— kenapa tangan atasmu di perban?"

"..." Tidak ada jawaban.

"Luffy! Jawab aku!" Tashigi terus mendesak. Beberapa orang ada yang mulai khawatir ketika melihat emosi mendadak pemuda tersebut.

Tashigi mulai menatap sedih sampai si raven menghentikan isak tangisnya.

"Hiks." Dan Luffy pun perlahan mulai membuka suaranya. "Apa—" Sebuah jeda dan Tashigi yang terlihat menunggu. "... Shanks akan marah padaku?"

Deg!

Baik Tashigi atau Smoker sama-sama kaget dengan pertanyaan si raven. Dan dengan kembali memeluk pemuda tersebut, Tashigi pun mulai menggelengkan kepalanya dengan air mata yang pelahan turun.

"Sudah kubilang, Luffy. Jangan pikirkan Shanks lagi. Hiks! Dia bukan orang baik-baik." Tashigi ikut meneteskan air matanya dimana pelukannya pada si pemuda mulai dipererat sedangkan pemuda yang tengah ia peluk mulai menatap kosong pada langit di atasnya.

Perlahan sebuah kurva melengkung mulai terbentuk dan Smoker mulai waswas karenanya.

Keringat dingin perlahan mulai menetes.

Tes!

.

Law

Di sebuah kamar hotel terlihatlah Law tengah berlatih dengan pedang barunya. Tujuannya hanya satu. Yaitu, melenyapkan nyawa ayah kandungnya sendiri.

Wush!

Pedang mulai disayatkan di udara dan Law mulai tersenyum karenanya.

"Tunggulah ajalmu, Doflamingo." Lalu, ingatan ketika ayah kandungnya tersebut bermesraan dengan sang adik tiri di depan matanya kembali terlintas di benaknya. Hal itu membuat Law geram. Dan kembali berlatih dengan pedang baru miliknya.

CRASH!

Dan untuk itu sebuah guci hiasan terbelah dua dan jatuh di atas sebuah karpet berwarna hijau.

.

.

Bonney

Lalu, di sebuah rumah kosong terlihatlah Bonney yang didorong ke tembok dengan seorang pemuda pirang yang berusaha melindungi gadis tersebut.

Tak hanya mereka berdua yang jadi sasaran namun beberapa siswa-siswi dari sekolah lain pun turut menjadi bahan pukulan geng Barto tersebut. Para siswanya sudah lama terkapar tak berdaya sedangkan para siswinya lebih memilih menitikkan air mata mereka karena merasakan ketakutan yang luar biasa.

Perselisihan terus terjadi sampai si pirang tersungkur dengan banyak luka di wajah dan tubuhnya.

"KALIAN TIDAK BERGUNA SAMA SEKALI!" Bartolomeo, pemuda yang jadi biang keladi mulai terteriak marah. Dibelakangnya terdapat banyak siswa berandalan lainnya yang terlihat gemas ingin mengajar pemuda pirang tersebut.

"Hentikan!" Bonney terlihat meminta lirih. Ia mulai menghalangi Bartolomeo yang hendak menyerang adik kelasnya itu.

BRUK!

Tendangan dan Bonney yang makin menggelengkan kepalanya.

Ia, kembali membuka suara.

"Iya! Aku akan ikut kalian lagi! Tapi jangan sakiti Bellamy lagi. Dia sudah babak belur!"

Bartolomeo hanya terkekeh. Ia mulai menjambak surai pink milik Jewelry Bonney.

"S-sakit!"

"Makanya, kalau bicara lebih cepat! Atau hukuman bisa lebih berat kalian terima." Bonney hanya bisa menutup matanya ketika si pemuda preman mulai menyeringai ketika dua anak buahnya mulai menggusur si pirang bernama Bellamy ke dalam sebuah mobil.

"Lakukan apa yang kau bisa dan pizza-pizza busuk yang kau suka itu akan dengan mudah kau dapatkan. Hehahahahaaha!"

"Hiks.. Baik.." Bonney hanya bisa menangis. Ia, menyesal telah membuat sebuah kesepakatan dengan seorang pemuda licik bermuka dua.

Bruk!

Perlahan, Bonney mulai dilepaskan. Ia mulai menarik tasnya dan masuk ke mobil yang masih menunggunya. Bahkan tak lama kemudian beberapa siswa-siswi yang masih bisa bergerak dipaksa untuk bangkit dan ikut masuk ke dalam mobil yang ditumpangi Jewelry Bonney.

Bonney hanya bisa berharap jika waktu dapat diputar kembali dan dirinya tidak akan asal menabrak seseorang.

.

.

.

Marguerite

Logue Town 01:21am.

Sementara itu, disebuah tempat yang sepi, dingin dan sangat mencengkam. Terlihatlah seorang entitas berjubah hitam yang nampak berdiri di depan sebuah gerbang besi usang yang terlihat berdiri kokoh di depannya.

Entitas tersebut nampak mengepalkan kedua tangannya dengan sebuah tas besar yang ia bawa. Perlahan ia mulai mendongak. Tatapan benci dan kesal dapat terlihat dari kedua iris matanya. Ia juga nampak menggeram. Perlahan kudung jubah yang ia kenakan mulai ia lepas.

Marguerite akan membulatkan tekadnya! Karena dengan membawa apa yang diinginkan pemuda yang ia suka maka, dirinya akan dimaafkan.

Marguerite harus bisa melakukannya dan dendam yang dipendam akan segera terbebas.

"Tunggulah, Luffy. Kau pasti akan senang dengan apa yang akan ku bawa! Tunggulah sebentar lagi!"

.

.

.

Tbc.

Note: saya bingung 1 berry berapa rupiah. Kalau di lihat di mbah google 300.000 udah di anggap sekitar 32.400.000,-. Jahaha bingung juga gimana caranya Luffy ngabisin uang sebanyak itu. Jangan-jangan buat beli banyak daging. Jahahaha

Next:

"Oi, Cyborg!"

Franky menoleh. Ia mulai menepuk jidat prustasi.

"Sial! Apa yang dinginkan angsa jadi-jadian itu?"