The secret of Luffy

I don't Own One Piece

M

Crime/ Tragedy

Summary: AU! Tidak ada yang salah. Semua tidak pantas disalahkan. Ini hanya masalah waktu. Lalu, semuanya akan berakhir.

Warning: AU, OC, OOC, typos, miss typo, child abuse, mistery, psyche pathos, dark, dark side, the secrets of the past, kidnapping, blood, gore, rape, yaoi, manipulation, habit of killing, drugs, alcohol, crime, violence, cannibalism, drinking blood, harassment, murder, adult content, stress, not revenge etc.


Luffy

Tidak ada yang salah.

Dirinya tidak akan menyalahkan satu orang pun di dunia ini.

Tidak ada yang salah.

Walaupun TV yang panas terus menyala menampakan berita keji tentang orang-orang dan kehidupannya.

Tidak ada yang salah.

Bahkan ketika ia hanya bocah kecil yang sangat membenci kehampaan.

Semuanya, tidaklah salah.

Lalu, biarlah garis waktu terus berjalan dan jarum jam tak pernah berhenti barang sedetik pun.

Apakah boleh menyalahkan takdir? Tentunya ia tidak bisa berbuat banyak, selain meratapi nasib, sendiri dalam sebuah pertengkaran tiada ujung.

Kadang, tubuh kecilnya hanya bisa meringkuk menjadi bola tepat disudut ruangan yang dingin, berharap jika baku hantam yang terjadi di ruang tamu tidak akan sampai ke kamarnya.

Dirinya hanya anak kecil. Masih kurang dari tujuh tahun. Ia memerlukan kasih sayang dan bukannya sikap dingin kedua orang tuanya.

Tidak!

Orang tuanya tidaklah jahat. Mereka hanya ada di ambang kehancuran— kehancuran sebuah keluarga.

Seperti yang dikatangan di awal tadi.

Tidak ada yang salah.

Dan Luffy, tidak akan menyalahkan kedua orang tuanya walau mereka berpisah seminggu setelah pertengkaran tersebut dimulai.

Tidak ada yang salah.

Walau seorang pria membujuk hati Ibunya untuk mendarat di ranjang pria tersebut.

Tidak ada yang salah.

Walau entitas tak dikenal terbujur kaku di dekat perapian dengan keadaan menggenaskan.

Tidak ada yang salah.

Walau seluruh rumah dikotori dengan bau anyir dari merah pekat yang mengering.

Ya. Tidak ada yang salah.

Lalu, semuanya terus berlanjut sampai sang Ayah menghilang beberapa hari kemudian. Pria tersebut kabur setelah pasukan polisi mengetahui keberadaannya sebagai pembunuh.

Kadang Luffy kecil berikir, kenapa harus kabur?

Kenapa tidak bersembunyi seperti yang ia lakukan?

Nanti kalau polisinya sudah pergi 'kan bisa keluar?

Namun, sang Ayah tak pernah menuruti. Ia, telah raib.

.

Bulan-bulan yang dingin, bukan artian salju telah turun, melainkan rumah yang dulunya hangat kini menjadi sepi tak terawat. Sang Ibu yang ia miliki kini lebih senang pergi keluar rumah mencari kesenangan sendiri. Wanita tersebut tidak pernah lagi menanyakan kabar dirinya, memperhatikannya, menyanginya ataupun sekedar tersenyum padanya.

Sang Ibu mulai bersikap acuh. Ia hanya membuat makanan satu kali dalam sehari itu pun dalam jumlah kecil. Mungkin sang Ibu masih punya belas kasihan untuk tidak membuat anaknya mati kelaparan.

Oh.. Beberapa uang kecil juga selalu tersimpan sebagai bentuk perhatian yang tidak berlebih.

Dan untunglah Luffy menjadi salah satu dari sekian banyaknya siswa berprestasi di sekolahnya. Membuat dirinya mendapat beasiswa selama ia menjalani harinya di sekolah.

.

Lalu, tiga bulan kemudian saat dirinya pulang dari sekolah dengan kepala tertunduk kebawah. Hal pertama yang ia lihat adalah sepatu mewah yang tersimpan di teras rumahnya.

Menengok ke arah samping dirinya juga dapat melihat sebuah mobil mengkilap yang terparkir tak jauh dari sisi jalan raya.

Kiranya, siapa pria kaya tersebut? Dan ada perihal apa dirinya di rumah kecil yang ia tempati?

Merasa penasaran kedua kakinya kembali melangkah hanya untuk melihat sang Ibu tengah berkecup mesra dengan seorang pria tinggi bersurai pirang.

Mantel bulu pink nya tergantung apik di dekat lemari.

Dan karena kedatangan Luffy yang tiba-tiba, dalam waktu sekejap mereka berduapun menghentikan aktifitas mereka hanya untuk menyapa dirinya yang masih membatu ditempat.

Sang Ibu mulai tersenyum, ia mendekat dan mulai mengenalkan pria di depannya.

Tak ada balasan selain sorot mata yang tak terbaca karena terhalang oleh sebuah kacamata yang menurutnya terlalu lucu.

Luffy kecil hanya bisa mengangguk ketika ia disuruh mendekati pria tersebut dan mengenalkan dirinya.

Awalnya Luffy kecil sangat takut namun semua perasaan itu menghilang ketika si pirang menunjukan keramahannya. Rasanya seperti euforia yang selalu ia rindukan. Ia juga merasa ingin menangis. Sebenarnya apa artinya ini?

"Luffy, bagaimana dengan paman Doflamingo, nak?"

Wanita tersebut mulai bertanya lembut seraya mengelus surai ravennya yang sedikit berantakan.

Luffy kecil hanya bisa tersenyum dengan menganggukan kepalanya sekali.

"Paman Do? Mingo baik. Aku suka paman Mingo."

Debaran dan si wanita yang mulai terkekeh.

"Namanya terlalu susah ya? Kalau begitu belajarlah memanggil paman Mingo mu itu dengan sebutan Ayah mulai dari sekarang. Karena tak lama lagi kami akan menikah, nak."

Lalu, Luffy kecil pun tidak tahu apa dia harus tersenyum lebih lebar lagi atau menjerit saking bahagianya.

.

.

.

Setahun kemudian setelah keluarganya pindah dari kota lama mereka ke kota yang baru. Dan saat dirinya berusia delapan tahun, tepat di ulang tahunnya yang dirayakan dengan sangat meriah. Luffy kembali bisa memamerkan senyumannya.

Ia sangat bahagia. Rasa yang selalu ia nantikan selama hancurnya hubungan keluarganya yang tak pernah ia sangka sebelumnya.

Ibunya kembali menyayangi dirinya dan Mingo yang menjadi Ayah barunya selalu menuruti apapun keinginannya.

Semuanya kembali lengkap.

.

.

Memasuki masa sekolah menengah pertama, diusianya yang baru menginjak dua belas tahun, satu persatu ia memiliki seorang teman yang setia.

Sebutlah mereka Zoro, Nami, Vivi dan Usopp. Mereka ber-empat akan selalu membuat dirinya tersenyum dan bahagia ditambah lagi dengan datangnya seorang anak pirang yang sangat pandai mengolah bahan makanan. Menjadikan Luffy sangat lengket dengan remaja tersebut walau si remaja nyatanya hanya lengket pada gadis-gadis disegala usia yang menurutnya sangat menarik.

Hei.. Luffy juga! Luffy lengket pada si pirang bukan karena ia tertarik melainkan karena si pirang bisa memasak dengan sangat cepat dan tentunya rasanya juga sangat enak.

Dan sialnya, Luffy malah diajari memasak oleh si pirang dengan alasan agar dirinya tidak meminta dibuatkan bekal makan siang setiap hari.

Awalnya Luffy mengeluh namun lama kelamaan iapun menikmatinya dan berakhir menjadi hobinya di waktu luang.

Ya, hitung-hitung ia bisa memberikan masakan spesial untuk kedua orang tuanya terutama untuk sang Ayah baru.

Ya, semua kebahagiaannya kembali.

Dan Luffy sangat barsyukur.

.

.

Lalu, awal dari kehidupan Neraka di rumahnya perlahan kembali merayap.

Malam yang sunyi.

Dimana harusnya segala kehidupan yang bergerak disiang hari terlelap dan memasuki alam mimpi. Malam yang harusnya terlewati dengan tenang. Malam yang harusnya tak pernah terjadi. Dan malam yang membuat Luffy tak bisa melupakan apa yang dilakukan Ayah tirinya dimalam yang hening ini.

Yaitu, malam ketika dirinya.. diperkosa.

Kenapa?

Apa salahnya?

Jeritannya di hentikan. Teriakannya di tahan dan bibirnya dibungkam. Air mata makin deras mengalir dan pria besar bersurai pirang tersebut hanya bisa tertawa laknat menikmati tubuh anak tirinya sendiri.

Rasa yang selalu ia impikan. Rasa yang sudah Doflamingo tahan selama lima tahun belakangan ini. Hasrat yang ia sembunyikan. Tentang dirinya yang terjerat pada sosok anak tirinya sendiri ketika mereka pertama kali bertemu.

Makin lama ditahan makin menyakitkan. Dan makin lama di biarkan sang anak makin membuatnya kehabisan kesabaran.

Ya. Dari yang awalnya Doflamingo ingin meniduri anak tirinya di usia matang namun berakhir gagal karena nafsu bejatnya yang sudah tak tertahankan.

Ia kalah. Dan Doflamingo menjadi Neraka sekaigus Iblis yang terbentuk di benak anak tirinya yang masih belum mengerti apa-apa.

Doflamingo telah mengotori air yang awalnya jernih.

Dan ia— telah mencemarinya.

Tapi siapa yang peduli. Benar 'kan?

Selama apa yang dia inginkan dapat terwujud.

Air yang tercemari pun masih dapat disaring.

.

.

.

Tidak ada yang salah.

Dirinya tidak akan menyalahkan satu orang pun di dunia ini.

Tidak ada yang salah.

Walau seorang anonim menghantam tubuh Ibunya dengan mobil yang ia kendarai.

Tidak ada yang salah.

Walau ia mendapatkan kembali rumah dingin yang sangat sepi.

Tidak ada yang salah.

Walau Ayah kandungnya tidak datang kepemakaman dimana Ibunya beristirahat dengan tenang.

Tidak ada yang salah.

Walau sang Ayah tiri meniduri dirinya setiap hari selama hampir enam tahun belakangan ini.

Semuanya, tak pantas disalahkan.

Dan Luffy.. Akan selalu menyimpan rahasia besar ini sendirian. Hanya menangis karena benci pada tubuhnya yang selalu menikmati sentuhan najis dari Ayah tirinya sendiri.

.

.

.

Sekolah Menengah Atas Sunny-Go dan di jam pelajaran ke-4 yang sudah berakhir.

"Luffy. Kerja kelompok hari ini dirumahmu ya. Soalnya Ibuku mengundang semua teman-temannya ke rumah, bagaimana?"

Hanya anggukan kecil.

Nami, gadis bersurai orange panjang, pecinta jeruk, uang dan peta dunia tersebut mulai mengernyitkan alisnya. Ia mulai duduk seraya melihat raut wajah sahabatnya dari dekat.

Wajahnya yang cantik kadang memerah merasa gugup jika harus bertatap muka dengan

pemuda bersurai raven di depannya.

Dan Nami mengakui jika hatinya telah jatuh pada sosok pemuda tersebut.

"Nami! Kerja kelompok hari ini dirumahmu 'kan?" Usopp, pemuda dengan hidung panjang tersebut mulai bertanya. Beberapa tumpuk buku pun sudah ada dipelukannya. Disebelahnya juga terdapat seorang gadis bersurai biru panjang yang tengah memeluk beberapa kertas soal yang baru ia kumpulkan.

"Semuanya, aku mau ke kantor Guru dulu. Nanti aku kesini lagi."

"Oh.. hati-hati dijalan, Vivi."

"Tentu, Nami."

Hening sesaat.

"Luffy?" Nami kembali memanggil dan tak lama kemudian cahaya di mata pemuda tersebut perlahan kembali tanda ia sudah bebas dari lamunannya.

"I-iya? Shishishishi.. Maaf maaf.. Sepertinya aku keasyikan melamun."

"Ya ampun! Jadi kau tidak dengar apa permintaanku ya?" Nami mulai menggerutu. Merasa kesal kenapa juga ia bisa jatuh cinta pada laki-laki macam Luffy.

Padahal dia bodoh! Kerjaannya juga mencontek.

Sangat aneh jika dia bisa naik kelas setiap tahun dengan nilai hampir menyamai ranking tiga Niko Robin dari kelas sebelah. Oh.. Jangan-jangan mereka ada apa-apanya lagi? Memikirkannya saja malah makin membuat Nami cemburu saja.

"Jadi.. Apa yang kau minta, Nami?" Luffy mulai bertanya. Ia mulai membereskan kekacauan di atas mejanya.

"Kerja kelompok hari ini di-rumah-mu! Rumahku sedang dipakai I-bu-ku! Kau setuju a-tau ti-dak?"

Semua kata terakhir ditekan dan Luffy hanya bisa terkekeh seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Shishishi.. Tentu saja. Datanglah ke rumahku. Kebetulan rumahku juga sedang kosong. Kalau banyak orang yang datang pasti menyenangkan."

Dan Nami pun mulai berbinar senang.

Nami

Siapa yang tidak senang jika kau dapat berkunjung ke rumah orang yang kau sukai? Itu pun jika kakimu bisa dikendalikan karena terus-terusan gemetar di setiap perjalanan.

Nami Arlong, atau dapat dipanggil Nami. Usianya delapan belas tahun dan menjadi seorang siswi paling dikagumi karena memiliki jiwa kepemimpinan dan kecantikan alami yang sangat memukau. Siapa juga yang tidak jatuh cinta padanya? Para adik kelasnya saja sangat menyukainya. Sanji pun sampai bertekuk lutut di bawah kakinya.

Dengan pengecualian si pemuda raven itu.

Memangnya dia tidak menarik ya? Diberi kesempatan melihatnya telanjang (disengaja oleh Nami) malah ditanggapi biasa saja?

What the hell?

Padahal Usopp saja sampai menjerit bahagia saat itu. Darah pun mengucur di hidung panjangnya.

Okay.

Ini catatan!

Nami berniat telanjang di depan Luffy namun naasnya Usopp datang di saat yang tidak tepat.

Sungguh menjengkelkan sekali.

Lalu, kata-kata yang diucapkan Luffy setelahnya membuat Nami terbelalak horor.

Apa katanya?

Hancock juga pernah melakukan hal yang sama?

Hancock?

HANCOCK?

Gadis populer, terkenal, calon model, anak tajir, sombong, dan cantik seperti Hancock juga pernah menarget si bodoh ini?

Dan alhasil, Nami pun menyerah setengah jalan dan mulai meratapi nasib buruknya. Biarlah dirinya menyimpan rasa sukanya sendiri.

Bersaing terlalu berat apalagi jika lawannya adalah gadis licik macam Hancock.

Dan syukurlah dia juga tidak harus bersaing dengan Shirahoshi yang juga masih malu-malu kucing dan Marguerite yang masih bersikap acuh tak acuh pada si raven.

.

.

Sesampainya di rumah Luffy, Nami tak henti-hentinya terus gemetaran. Rumah Luffy memang sangatlah besar bak istana. Mungkin ini jadi alasan kenapa Luffy selalu membawa barang-barang antik ke sekolah, seperti pena yang terbuat dari emas dan permata, buku catatan langka yang hanya di buat 2 buah dalam tiga tahun, air minum yang dibandrol dengan harga jutaan berri per-botolnya atau topi jerami jelek yang aslinya milik seorang bajak laut terkenal pada jamannya yang ia dapatkan di sebuah pelelangan.

Mendengar harganya saja sampai membuat Nami menjerit saking kagetnya.

Oh.. Rumah Luffy juga sangat bersih dan nyaman.

Mendudukan pantatnya di kursi sofa malah membuat Nami makin bahagia. Lagi pula ini bukan kali pertama Nami berkunjung ke rumah Luffy untuk kerja kelompok. Sebelumnya ia juga pernah kesini hanya untuk mengambil barang yang dipinjam si raven yang padahal masih bisa dikembalikan besok di sekolah.

Mengedarkan pandangannya, Nami pun berharap jika salah satu pajangan dinding di rumah besar tersebut menjadi miliknya.

Memikirkannya malah membuat kedua mata Nami kembali menjadi lambang Berri karena kagum dengan banyaknya harta kekayaan di kediaman tersebut.

Oh.. mungkin ini yang menjadi alasan Nami menyukai Luffy.

Karena si raven adalah anak orang kaya.

"Akan aku bawakan minuman. Kalian bisa mulai membuka soal. Aku akan ganti baju dulu."

'Ganti baju?' Nami mulai membeo, wajahnya juga mendadak merah kembali. Dan dengan cepat iapun mengangkat tangan kanannya walau dengan gemetaran.

"Ada apa Nami?" Vivi mulai bertanya ketika dilihatnya sang sahabat sudah berdiri dari acara duduknya.

"T-toilet dimana?"

"Oh.. Kau tinggal lurus dari sini. Nah nanti ada dapur. Kau gunakan saja toilet yang ada disana. Aku mau kekamar dulu."

"D-dimengerti." Nami mulai angkat suara merasa bersyukur karena rupanya arah dapur juga menjadi arah si raven sebelum masuk ke kamarnya.

Nami mulai bergerak cepat. Tidak masuk ke dapur dan malah ikut berbelok ke tikukungan yang langsung mengarah ke tangga.

Nami bukanlah gadis yang mesum macam Alvida yang selalu ingin melihat pria telanjang setiap saat tapi jika pria itu adalah pria yang kau suka, boleh saja 'kan?

Pintu kamar mulai tertutup dan dengan buru-buru Nami pun membungkukan badannya supaya iris mata indahnya dapat mengintip melalui lubang kunci, lalu saat mata dan lubang kunci tersebut bersatu, Nami pun kehilangan senyumannya dengan debaran jantung yang mulai melemah dan bulir keringat dingin yang mengalir tanpa aba-aba.

Nami— mulai menutup kedua telinganya.

Hatinya.. mulai terasa sakit.

.

.

"Teman-teman. Maafkan aku.. Ibuku menelfon. Aku tidak bisa kerja kelompok sekarang."

"Ehh? Padahal 'kan kita baru akan mulai?" Usopp mulai bicara merasa bingung dengan gelegat gadis pecinta orange tersebut.

Nami hanya bisa terkekeh. Ia mulai salah tingkah sampai Luffy datang dengan lima gelas jus jeruk yang ia bawa menggunakan sebuah nampan.

"Maaf lama. Tadi aku membuat jus jeruk dulu dan beberapa cemilan, nah... silakan dinikmati. Shishishi."

"Waah! kebetulan, aku memang ingin minum yang segar-segar."

"Pasti rasanya enak berhubung gurumu adalah anak seorang koki terkenal seperti Sanji."

"Oi.. Luffy.. Aku ingin jusnya dicampur vodka!"

"Jangan minta macam-macam, Zoro!"

"Apa masalahmu hidung panjang?"

"Shishishi."

Nami tidak mengerti.

Kilas balik perlahan menghantam ingatannya kembali. Kenapa si raven bodoh ini masih bisa tertawa?

Ketika—

...

'A-ayah.. kapan kau dat— t-tunggu! Aku ada tamu!'

'Biarkan saja lima menit. Aku merindukanmu, Lucy.'

'Ayah.. Aku Luffy.. Bukan Luc—sshh—cy!'

'Kau pun memanggilku Mingo ketika kau menjeritkan namaku ketika klimaks.'

'Ay.. AHH! Hentikan! Teman-temanku.. B-bisa-bisa curiga.'

'Ffuffuffu.. Siapa yang peduli... Bukankah... Begitu?'

Dan Nami pun terlonjak kaget ketika pria pirang tersebut melihat ke arah lubang kunci. Membuat Nami mundur karena kaget sampai menabrak sebuah vas bunga dibelakangnya.

BRAK!

Nami ingin menjerit karena kaget ketika benda kenyal dan aneh hampir merayap di tangannya. Dan dengan sigap Nami pun menghindar dan kabur dari rungan tersebut.

...

"Oi, Luffy.. Kenapa bajumu basah?" Usopp mulai bertanya dan Luffy pun kembali melihat penampilannya.

"Oh.. Sepertinya Surume lapar sampai-sampai ia memaksa keluar. Vas bunga yang berat saja sampai pecah karena tenanganya."

"Surume?" Beo Zoro.

"Surume adalah gurita peliharaanku. Kalian harus melihatnya. Aku baru saja mengembalikannya ke dalam Aquarium."

"Peliharaan yang aneh." Ucap Usopp.

"Shishishi."

Nami mulai mengepalkan tangannya.

"Nami.. Kau tidak minum?"

"A-aku harus per—

"Oh.. Ada tamu rupanya."

Deg!

Dan jantung Nami pun seakan berhenti berdetak ketika ia mendengar suara dari seorang pria pirang yang barusan memergoki ia dengan aksi mata- matanya.

"Luffy?" Vivi mulai memanggil, ia sangat penasaran akan gerangan pria pirang yang menurutnya sangat tampan walau usianya sudah hampir kepala lima.

"Oh.. Em.. K-kalian pasti baru melihatnya. K-kenalkan teman-teman.. Ini Ayahku. Doflamingo. Dia baru pulang dari Dressrosa siang tadi."

"Salam kenal Tuan. Saya Vivi, lalu ini Zoro dan Usopp. Dan yang disana Nami."

Doflamingo mulai terkekeh. Melihatnya membuat Nami menjadi sangat ketakutan. Ia mulai memalingkan wajahnya.

"Ffuffuffu.. Aku senang anakku punya banyak teman. Apalagi teman yang tidak terlalu mencampuri suatu- urusan." Kata terakhir mulai ditekan, membuat darah menghilang di bagian wajah Nami. Ia mulai pucat dengan keringat yang menetes di area pelipisnya.

"Nami?" Luffy mulai memanggil. Ia sangat khawatir akan keadaan temannya yang sangat aneh. Dan ketika Luffy hendak mendekat, Doflamingo pun langsung menepuk pundak Luffy sehingga membuat si raven menoleh padanya.

"Nak.. Kau harus antar gadis cantik ini pul—

"S-saya bisa sendiri. Permisi." Dan dengan itu Nami pun berlari tanpa peduli dengan Luffy yang mulai mengejarnya.

"Nami! Tunggu!"

Disisi lain, Doflamingo kembali menyeringai. Ia mulai mengangkat selulernya dan pergi membuat Zoro, Usopp dan Vivi saling bertukar pandang sebelum akhirnya ikut pergi mengejar Nami dan Luffy.

.

.

.

.

"Oi.. Nami! Tunggu! Nami!" Luffy terus berteriak.

Namun, Nami tidak mau mendengarnya barang sedikitpun.

Kaki terus ia langkahkan dengan lebar.

Wajahnya memerah bahkan kedua mata dan hidungnya pun ikut memerah. Ia masih menahan tangisnya.

Apa-apaan tadi? Pasti matanya sedang berusaha memproyeksikan gambaran lain. Kenapa harus gambar itu? Kenapa? Kenapa pria yang ia sukai—

"Hiks.." —bisa disetubuhi dengan mudah oleh Ayahnya sendiri?

Dan sialnya si raven tidak melawan dan malah makin menyodorkan pantat telanjangnya pada si pirang.

Itu menjijikkan! Dan Nami menyesal pernah menyukai pria murahan macam Luffy.

"Nami!"

Nami mulai menutup kedua telinganya. Bahkan Nami tidak sadar jika seorang pengendara motor ugal-ugalan mulai melaju ke arah gadis muda tersebut dengan sangat kencangnya.

Luffy sangat kaget.

"NAMI! Kubilang berhenti! NAMI!" Luffy mulai berlari. Berharap apa yang akan terjadi tidak akan pernah terjadi.

Suara klakson mulai terdengar dan Nami mulai meloleh hanya untuk melihat si pengendara motor tinggal berjarak dua meter lagi dari tubuhnya.

Di arah lain Zoro, Usopp dan Vivi mulai berhenti di tempat. Pandangan mata mereka terlihat horor dengan mulut yang mulai menganga.

Semuanya, tak dapat dihindari.

BRUK!

Dan semuanya— terjadi.

Tubuh Nami terhantam. Bukan hanya sekali, namun dua kali akibat jatuhnya ia di jalan beraspal yang begitu kasar. Tubuhnya terlempar cukup jauh. Bajunya mulai robek dengan memperlihatkan banyaknya luka lecet dan darah.

Lalu pandangannya mulai berputar, rasa sakit yang teramat sakit, pandangan yang mengabur, suara yang menghilang dan perasaan yang berubah menjadi gelap.

"KYAAAA!"

Dan Nami pun menutup matanya bersamaan dengan Vivi yang menjerit dan pingsan di sebelah Zoro.

Usopp mulai berkeringat dingin sementara Zoro sendiri sibuk mengurus gadis yang barusan jatuh ke arahnya.

"Vivi!"

Lalu aroma besi pun mulai tercium dari jalan beraspal yang dingin dengan korban seorang mahasiswi cantik tahun ajaran akhir dari Sekolah Sunny-Go.

"NAMI!"

Lalu? Siapa yang berhak disalahkan atas semua kejadian ini?

.

.

.

Tbc.

Halo xD.. Saya Verochi chan dan saya mulai bergabung menulis di Fandom OnePiece xD. Btw semoga kalian suka. Disini saya belum menentukan alurnya akan seperti apa. Saya hanya menulis ini secara mengalir. Dan biarlah otak saya yang mikir *loh*

oh iya, berhubung saya tidak tahu nama kepanjangan Nami jadi nama Arlong saya jadiin nama kepanjangan dari Nami saja xD. So.. Arlong tidak nyata di sini.

Okay.. Terimakasih sudah membaca.

Next:

"Ya ampun. Anakku tercinta rupanya marah. Jangan khawatir dalam enam hari lagi aku akan kembali ke Fuusha. Lagi pula ada seseorang yang ingin aku temui selagi aku berada di Dressrosa."

"... S-siapa?"

"Anak kandungku, Law."