Title : Pistol e rose chapter 11

Cast : Park Chanyeol , Byun Baekhyun


PERHATIAN!

Ff ini mengandung unsur dewasa, berisi adegan seks, hubungan sesama jenis yang menyebabkan beberapa orang mungkin mual, Bahasa yang berantakan, dan typo yang walau sudah berusaha dihilangkan tapi tetap muncul. Tidak untuk area bermain anak-anak, anak polos, antigay/ homophobic, AntiChanbaek dan segala yang tidak ada sangkut pautnya dengan dunia yaoi.

NO CO-PAST

NO-REPOST

NO-PLAGIAT

Okay?

There always be a place for the good person. So, don't steal people's effort , be honest dear..

Mulailah dengan sebuah kata, susunlah menjadi kalimat dan kembangkan dalam sebuah paragraph.

Cerita yang hebat bukan tentang siapa, tapi tentang apa dan bagaimana.

Cast :

Park Chanyeol

Byun Baekhyun

Ahn Hani

Others

..

.

( SILAHKAN DENGARKAN LAGU I'LL NEVER LOVE AGAIN BY LADY GAGA UNTUK MENDUKUNG JALAN CERITA :) )

.

Semua begitu abu-abu bagi Chanyeol diawal, namun di detik berikutnya ia menyadari bahwa untuk kesekian kalinya Baekhyun ingin menyerah dengan hubungan mereka. Chanyeol tahu hubungan mereka begitu berat dan terlalu beresiko tapi Chanyeol tak bisa memungkiri bahwa hanya Baekhyun lah alasan ia menjalani semua kehidupannya sekarang.

Semua pun terasa berat untuknya, menjadi bukan dirinya sendiri, berperan sebagai orang lain dan memberikan harapan palsu untuk gadis yang begitu mencintainya, semua membuatnya merasa begitu kejam dan amat sangat bersalah.

Namun ia bertahan demi Baekhyun, hanya Baekhyun lah yang menjadi alasannya untuk tetap melakoni perannya, dan kini Baekhyun memilih untuk meninggalkannya jauh, ke tempat dimana keduanya tak akan bisa bertatap muka lagi, itu membuat dunia Chanyeol terasa runtuh.

Baekhyun tersenyum disela tangisnya, ia mengelus pipi Chanyeol sekali lagi sebelum akhirnya berbalik untuk melangkah dengan pasti meninggalkan cintanya. Tapi Chanyeol tetaplah si egois yang dengan cepat begitu kesadarannya kembali, menarik tangan Baekhyun dengan keras membuat tubuh lemah itu berbalik kearahnya lagi.

"Chanyeol, aku mohon!" Sorot mata Chanyeol memperlihatkan betapa marahnya ia sekarang, namun juga menyiratkan rasa lelah yang besar. Baekhyun tahu dia begitu jahat menghukum Chanyeol dengan keputusan sepihaknya, namun ia tak bisa berbuat banyak.

"Kali ini aku tak akan melepaskanmu, Byun!" pernyataan Chanyeol membuat Baekhyun ingin menangis, bahkan cengkraman tangan pria itu begitu erat di permukaan kulitnya.

"Chanyeol_"

"Aku muak dengan semua ini Baek, sekarang ikut aku untuk menghadap mereka dan mengatakan yang sebenarnya tentang hubungan kita."

"Tidak Chanyeol jangan bodoh, mereka sedang bersedih!" Baekhyun berucap tegas, namun suaranya sarat akan ketakutan. Chanyeol tak bicara, ia hanya mencoba menarik tangan Baekhyun untuk kembali masuk ke dalam kamar rawat ibunya, namun lagi Baekhyun berusaha menolaknya.

"Berapa kali lagi kau akan menyakiti dirimu hah? Berapa kali lagi kau akan merelakan kebahagiaanmu untuk orang lain? Apa kau pikir setelah meninggalkan negara ini, meninggalkankku, meninggalkan ibu kau akan hidup bahagia? Jawab aku Byun! Jawab aku!" Baekhyun hanya menggeleng pelan dan pada akhirnya ia tertunduk dan terisak dalam membuat Chanyeol merasa begitu iba pada lelakinya itu.

"Aku tahu…aku tak akan bisa bahagia disana, semua pasti akan sangat sulit ketika aku harus berada jauh dari kalian, tapi aku harus bertahan Chanyeol, aku akan menganggapnya sebagai hukumanku. Aku tak bisa lagi berada disini, bayi kalian akan segera lahir aku ingin menjadi paman yang baik dimatanya, bukan seorang pria yang merebut ayahnya." Chanyeol menangis mendengar penuturan Baekhyun, ia tahu sejak dulu Baekhyun begitu memikirkan perasaan orang lain ketimbang perasaannya sendiri.

"Maafkan aku Chanyeol, maaf selama ini aku selalu memaksakan kehendakku, maaf aku membuatmu dengan terpaksa menikahi Hani bahkan memiliki anak dengannya, tapi mungkin kalian memang ditakdirkan bertemu dengan cara itu, sementara aku hanya perantara untuk kalian."

"Hentikan ucapanmu sekarang, Byun!" ancam Chanyeol sambil menatap Baekhyun dalam, tangan besar itu setia meremas tangan yang lebih kecil membuat keduanya terkunci pada posisi yang sama.

"Chanyeol, ini sudah keputusanku_"

"Masa bodoh!" Chanyeol menarik Baekhyun dan membawanya dalam sebuah pelukan hangat.

"Masa bodoh, aku tidak peduli dengan keputusanmu. Aku tidak peduli lagi dengan mereka, aku tidak peduli lagi dengan apapun sayang. Aku hanya ingin hidup berdua bersamamu, jika kau ingin pergi maka aku akan ikut denganmu." Baekhyun menggeleng dalam dekapan Chanyeol, ia tak memiliki tenaga lagi untuk melawan.

"Bagaimana dengan ibu, bagaimana dengan ayah, juga Hani dan anak di dalam kandungannya, kau tidak bisa menjadi egois Chanyeol. Mereka membutuhkanmu, sementara aku, aku hanya orang asing yang kebetulan datang dikehidupan kalian."

"Aku benar-benar marah denganmu saat ini, Baek. Aku begitu ingin meluapkan semuanya padamu, mencacimu dengan kata-kata kejam sebagaimana kau memutuskan untuk pergi dariku tanpa memperdulikan perasaanku, tapi sayangku, aku tidak bisa. Sejak awal kau satu-satunya yang bisa meredakan emosiku, kau satu-satunya yang bisa meruntuhkan kekeraskepalaanku, karena kau memang ditakdirkan untuk berada disampingku." Ucap Chanyeol dengan begitu lembut, ia mengangkat dagu Baekhyun membuat manik keduanya bertemu dan saling mengunci.

"Aku mencintaimu, aku ingin sekali mengatakan itu pada dunia agar mereka berhenti menekan kita hanya karena kita berbeda. Sejak awal hatiku hanya untukmu, kau cinta pertamaku dan juga akan menjadi cinta terakhirku, jika kau pergi dan tak ingin aku ikut bersamamu, maka biarkan aku mati karena itu jauh lebih baik ketimbang menjalani hidup ini tanpamu." Baekhyun menangis, isakannya semakin terdengar memilukan namun dengan lembut Chanyeol mengusap pipi putih itu dan memberikan sebuah kecupan disana.

Perlahan bibir tebal itu meraup bibir tipis milik Baekhyun, melupakan fakta bahwa mereka sedang berada di koridor rumah sakit. Ciuman mereka terasa basah dan tentu saja asin, namun keduanya terlihat begitu menikmatinya dan berharap bahwa itu bukanlah ciuman terakhir mereka.

Tuhan begitu adil, ketika sebuah rahasia disimpan rapat-rapat maka akan ada saat dimana semuanya akan terungkap dan ketika semuanya terungkap akan banyak hati yang tersakiti terlibat.

Di persimpangan koridor kedua mata basah itu hanya mampu mengeluarkan air mata menyaksikan pemandangan di depannya. Niat awalnya datang adalah untuk memastikan keadaan ibu mertuanya, jadi meskipun ia diminta untuk tetap tinggal dirumah, ia malah memutuskan untuk menyusul ketika tak ada satupun yang berkabar padanya.

Tapi niat itu malah menjadi penyesalan untuknya, karena ketakutannya yang dulu kembali, suami yang ia kira telah mencintainya dengan sepenuh hati karena bayi di dalam kandungannya, nyatanya masih tetap menaruh hatinya pada sang lelaki idaman.

Hani menyembunyikan tubuhnya ketika ia tak sanggup lagi melihat kearah Chanyeol dan Baekhyun yang sedang berciuman dalam tangisan, dirinya seolah sedang menonton kisah cinta yang tragis dimana dirinya adalah si antagonis yang merusak hubungan keduanya.

Ia terisak sambil mengelus perut besarnya, perlahan tangan itu mengusap air matanya yang terus berjatuhan. Ia pikir ia telah menjadi istri yang baik selama ini, dan berharap bahwa bisa menjadi seorang ibu yang teladan juga bagi anak-anaknya, namun nyatanya ia gagal bahkan sebelum sempat mencoba.

Ia hendak meninggalkan tempat itu dan berencana akan kembali berpura-pura tidak melihat semuanya sebagaimana selama ini ia berakting. Namun baru selangkah meninggalkan tempat, perutnya bergejolak keras dan ia merasakan sakit yang begitu keras, kepalanya terasa berputar dan nafasnya menjadi tersengal-sengal. Ia mencoba mundur dan memegang dinding rumah sakit namun nyatanya tangannya tidak berhasil menggapainya dan malah terjatuh sambil menahan sakit.

"Nyonya! Nyonya!" suara beberapa perawat yang berlari kearahnya membuat ia bersyukur bahwa ia memiliki kesempatan untuk selamat. Keadaan mulai genting membuat ia semakin kesulitan untuk bernafas, ia tidak menyangka semua akan menjadi seperti ini, yang bisa ia lakukan hanya berpasrah kemana takdir akan membawanya.

Baekhyun mendorong tubuh Chanyeol pelan ketika mendengar suara bising diujung koridor meskipun ia tak melihat siapapun disana, ia berjalan mencari tahu diikuti oleh Chanyeol dan terkejut melihat beberapa orang bergumul melingkar.

"Akh! Ini sakit!" dan bola mata Chanyeol membulat ketika mendengar suara yang familiar untuknya, itu Hani, istrinya yang terlihat kesakitan dan sedang berusaha diangkat keatas ranjang beroda.

"Hani-ah! Hani-ah!" Baekhyun pun ikut cemas dan menyibak keramaian untuk membantu tim medis mengangkat tubuh wanita itu. Mereka mendorong Hani ke sebuah ruang persalinan dan menghentikan langkah Chanyeol dan juga Baekhyun di depan pintu masuk.

Keduanya nampak begitu panik, ini pertama kalinya untuk mereka berhadapan dengan wanita yang akan melahirkan. Tak lama pintu kamar bersalin terbuka dan seorang perawat keluar dari sana.

"Siapa ayah dari bayi itu? Silahkan masuk untuk menemani pasien bersalin." Chanyeol terdiam sejenak. Jika ia masuk ke dalam ia takut Baekhyun akan benar-benar pergi dari sisinya, namun jika ia tidak masuk, ia akan terlihat seperti ayah yang egois.

"Bisakah kami berdua masuk?" Baik perawat maupun Baekhyun sama-sama terkejut akan pertanyaan Chanyeol.

"Chanyeol masuklah!" ucap Baekhyun cemas berusaha mendorong tubuh yang lebih besar.

"Maaf tuan, tidak bisa. Hanya ayah dari sang anak yang bisa masuk ke dalam." Chanyeol lagi dihadapkan pada sebuah pilihan yang berat.

"Kami berdua adalah ayah dari bayi itu." Seketika Baekhyun dan perawat itu mematung di tempat atas ucapan Chanyeol. Namun kemudian Chanyeol menghela nafas merasa bahwa dirinya begitu konyol.

"Baek, kau masuklah! Aku sedikit takut melihat darah." Baekhyun terdiam menatap bingung kearah Chanyeol, sebelum akhirnya ia mengangguk pelan dan ikut bersama sang perawat namun Chanyeol menahan tangan itu sejenak.

"Aku mencintaimu sayang." Dan ucapan itu sukses membuat sang perawat mengernyit dalam meskipun ia tahu bahwa kedua pria di depannya adalah pasangan sesama jenis.

Baekhyun mengenakan semua perlengkapan pakaian steril untuk bisa ikut ke dalam ruang operasi. Ketika Baekhyun masuk, Hani nampak sedang menahan sakit dan terkejut melihat Baekhyun yang masuk ke dalam.

"Hani-ah kau pasti kuat." Bisik Baekhyun yang berdiri disamping ranjang bersalin wanita itu, mengusap bulir-bulir keringat yang berjatuhan.

"Ini sakit oppa." Wanita itu merengek sambil mencoba menahan rasa sakit ditubuhnya. Baekhyun mengangguk dan kembali mengelus rambut Hani, sambil menarik tangan itu dan merematnya.

"Semua akan baik-baik saja, ingat kau sedang berjuang untuk anak kalian, Chanyeol pasti akan senang setelah bayi kalian lahir." Ucapan itu nyatanya membuat Hani terdiam sejenak sambil menatap Baekhyun dalam, membuat Baekhyun mencoba menerka apa yang sedang dipikirkan wanita itu.

"Ya, aku akan berusaha." Baekhyun tersenyum begitu pula Hani, sebelum akhirnya sang dokter berteriak bahwa proses persalinan akan segera dilaksanan dan kemungkinan bayinya akan terlahir prematur dan membutuhkn tindakan operasi untuk mengangkatnya jika bayinya sulit untuk dikeluarkan.

Baekhyun berdiri disana, masih berusaha tetap berdiri dengan kedua kakinya yang melemas melihat bagaimana darah mulai keluar dan cengkraman tangan Hani semakin kuat, bahkan kuku-kuku tajam itu menancap di permukaan kulit mulusnya.

Air mata Baekhyun terjatuh menyaksikan bagaimana pengorbanan seorang ibu untuk melahirkan anaknya sangatlah besar. Ia teringat akan Ibu Chanyeol yang tentu juga pernah berada di posisi yang sama, berjuang melahirkan putranya bahkan nyawa sebagai taruhan. Namun dengan kejamnya Baekhyun merusak Chanyeol, membiarkannya jatuh dalam pesonanya.

Semua seperti mesin waktu, berputar dengan cepat dikepalanya, mulai dari pertemuan pertamanya dengan Chanyeol hingga hari ini. Semua hanyalah dosa, semua hanyalah sebuah ketersesatan, ia sudah seharusnya bangun dari mimpi indahnya tentang hidup dan menua bersama orang yang ia cintai dan mencintainya.

Tak ada tempat bagi orang-orang sepertinya, tak ada sedikit pun celah dimana ia bisa tetap hidup tenang dengan penyimpangannya. Chanyeol bisa saja kembali normal dengan apa yang ia milikki, namun dirinya selamanya akan tetap menjadi pria menyimpang yang tak memiliki sedikit pun ketertarikan pada wanita. Semua terasa begitu kejam baginya, semua gelap dan tak pernah memberinya sedikit pun pencerahan akan kekalutan yang sedang ia hadapi.

Suara tangisan bayi membuat kesadaran Baekhyun seketika kembali, di depannya sebuah sosok putih bertubuh mungil dan berlumuran darah menangis dengan gusi merahnya yang terlihat. Air mata Baekhyun terjatuh dan dengan cepat ia mengusapnya pelan. Ia tersenyum begitu lebar, dan sebuah janji terucap begitu saja dari mulutnya bahwa ia menjanjikan sebuah kebahagiaan untuk malaikat kecil itu.

..

.

Baekhyun berjalan terhuyung selama koridor area ruang operasi untuk menuju ke pintu keluar. Matanya terlihat kosong namun bibirnya memperlihatkan sebuah senyuman, wajah malaikat itu masih tercetak jelas di depannya dan entah mengapa ia seperti jatuh cinta untuk kedua kalinya.

"Baekhyun!" Baekhyun mendongak dan mendapati Chanyeol bangkit dari kursi dan berjalan kearahnya, sementara anggota keluarga lainnya nampak ikut berdiri disana untuk menantikan kabar bahagia.

"Bagaimana keadaan putriku?" Baekhyun menoleh dan tak menyangka bahwa keluarga Hani pun ada disana.

"Dia baik-baik saja, dan bayinya….mereka…mereka sehat." Wanita itu berseru senang sambil memeluk suami dan anggota keluarganya yang lain. Baekhyun ikut tersenyum dan matanya mengedar melihat wajah gembira semua orang yang ada disana untuk menantikan kelahiran anggota baru keluarga Park.

Setelahnya barulah mata sipit itu menatap kearah Chanyeol yang menatap sendu kearahnya, membuat Baekhyun teringat bahwa ia masih memiliki urusan lain dengan pria itu. Baekhyun memukul dada Chanyeol sedikit keras, sambil tersenyum lebar.

"Selamat Chanyeollie, kau sudah menjadi seorang ayah sekarang." Baekhyun tersenyum meskipun air matanya ikut jatuh bersamaan dengan senyumnya yang semakin mengembang.

"Tugasku sudah selesai, aku telah menapati janjiku kan? Sebentar lagi_ " Baekhyun menghentikan ucapannya ketika pundaknya diremas pelan oleh yang lebih tinggi, Baekhyun mundur selangkah sedikit memberi jarak untuk keduanya karena sekarang mereka sedang berada diantara orang-orang yang tentu tidak mengerti dengan hubungan mereka.

"Woah Chanyeol selamat, kau telah menjadi seorang Ayah sekarang." Kakak lelaki Hani mendekat dan menepuk pundak Chanyeol lalu diikuti dengan yang lainnya membuat Baekhyun memundurkan langkahnya pelan. Ia menghela nafas sambil kembali tersenyum, ia merasa bangga bahwa setidaknya hutangnya telah terbayarkan. Tugasnya telah usai dan ia rasa sudah saatnya ia pergi dan menjalankan rencananya yang bahkan belum sempat ia susun dengan baik.

Suara pujian itu terdengar semakin ramai bahkan tawa-tawa bahagia mampu ia dengar dengan baik, namun Baekhyun telah memantapkan dirinya untuk tetap melangkah menjauh, meninggalkan semua kenangannya.

Ia menoleh sekali lagi kearah kerumunan orang-orang yang sedang memberikan selamat pada Chanyeol, bahkan para sepupunya pun ada disana dan melupakan kehadirannya. Baekhyun lagi tersenyum untuk menguatkan dirinya, bahwa memang begitu seharusnya, bahwa sejak awal dirinya memang tak harus menjadi bagian dari keluarga sempurna itu.

Pundaknya bergetar dan tangannya dengan cepat mengusap air matanya yang terus berjatuhan. Tak ada alasan untuknya bersedih berlarut-larut, karena ia tahu bahwa sebuah pertemuan pasti akan berakhir dengan perpisahan.

...

..

.

"Apa yang kau lakukan?" Baekhyun yang sedang menatap pagar dihalaman belakang sekolahnya menoleh. Di belakangnya seorang pria bertubuh tinggi dan bermata bulat besar menatap penuh rasa penasaran padanya.

"Bukankah kau si anak baru itu?" Baekhyun berdecih sambil membuang wajahnya ketika lagi-lagi sebutan itu yang ia dengar. Namanya Byun Baekhyun, bahkan ia dengan lantang dan percaya diri memperkenalkannya di depan kelas, namun tetap saja orang-orang memanggilkan si anak baru.

Melihat sikap kurang ajar Baekhyun membuat Chanyeol geram, dan sebelum Baekhyun hendak melompat, ia menahan pundak itu sambil menatap Baekhyun dalam.

"Kau ingin kabur rupanya?" Baekhyun lagi berdecih merasa lelaki teman sekelasnya yang popular itu terlalu banyak ikut campur.

"Isssh, menganggu saja."

"Apa kau tidak kasihan pada ibu dan ayahmu yang telah menyekolahkanmu tapi kau malah menyia-nyiakannya?" Baekhyun menghentikan langkahnya dan menggeram pelan atas ucapan Chanyeol.

"HEI! KALIAN BERDUA_" Keduanya menoleh kearah suara dimana dilantai dua seorang guru kedisiplinan menunjuk kearah mereka. Baekhyun mendadak cemas, sementara Chanyeol hanya berdiam diri tanpa merasa takut. Tanpa pikir panjang Baekhyun menarik tangan Chanyeol, memaksanya berlutut dan kesempatan itu ia gunakan untuk menaikki tubuh Chanyeol dan melompat keatas pagar.

"Kau_"

"Naiklah! Atau kau dalam masalah." Ucap Baekhyun mengulurkan tangannya untuk meminta Chanyeol melompat.

"Kau pikir aku gila? Aku bukan anak berandalan sepertimu."

"Kau pikir guru itu akan percaya bahwa kau tidak terlibat? Cepatlah naik, karena aku rasa dia tidak melihat wajah kita." Merasa ucapan Baekhyun benar akirnya Chanyeol meraih tangan itu dan dengan mudah melompat.

Saat kaki keduanya sudah berpijak pada sisi lain gedung sekolah dan berlari menjauh, barulah Baekhyun melepaskan tangannya dan memungut tasnya yang sempat ia lempar tadi lalu berjalan meninggalkan Chanyeol.

"Hei kau, lalu apa yang akan kita lakukan sekarang?" Baekhyun menoleh dengan wajah keheranannya atas sikap polos Chanyeol.

"Terserah kau mau melakukan apapun, kalau aku tentu akan kembali ke rumah dan bersantai. Siapa yang peduli dengan sekolah yang melelahkan ini." Ucap Baekhyun sambil hendak kembali berbalik dan meninggalkan sosok bodoh Chanyeol.

"Ck! Dasar berandalan, seharusnya aku tidak mengikuti ucapanmu." Baekhyun mengepalkan tangannya kencang sambil melangkah mendekat kearah Chanyeol.

"Kau tidak tahu apa-apa tentangku, jadi kau tidak bisa menilaiku sesukamu." Ucap Baekhyun tepat di depan wajah Chanyeol, bahkan Chanyeol dapat merasakan hembusan nafas hangat Baekhyun menerpa permukaan kulit wajahnya.

Baekhyun menatap kesal kearah manik hitam Chanyeol sebelum akhirnya ia melihat sang guru dibelakang sana berlari dengan dua orang penjaga sekolah menuju kearah mereka. Tanpa bicara Baekhyun segera menarik tangan Chanyeol membuat yang lebih tinggi terkejut namun tetap mengikuti langkah kaki yang lebih pendek.

Chanyeol tidak tahu kemana ia dibawa, yang ia tahu dirinya telah masuk ke dalam gang-gang sempit yang bahkan ia tidak tahu bahwa di dekat sekolah ada tempat semacam itu, ketika tersadar ia menghentikan langkahnya membuat tubuh Baekhyun tertarik mundur.

"Hentikan! Apa yang sebenarnya kau lakukan hah? Jangan membuatku terlibat lebih jauh dengan kenakalanmu_eemmppt…" Chanyeol terkejut ketika mulutnya dibekap Baekhyun dan tubuhnya dirapatkan pada sisi dinding gang. Tak lama sang guru dan kedua penjaga sekolahnya berlari melalui mereka, sementara dirinya dan sosok pendek di depannya terhalang oleh tumpukan kotak kayu bekas.

Baekhyun yang selama ini merasa sudah tumbuh besar nyatanya tubuhnya tak sampai mencapai pundak sosok di depannya, bahkan dengan posisi mereka sekarang telinganya tepat berada di dada Chanyeol membuat ia dengan mudah merasakan detakan kencang jantung sosok di depannya.

Dorongan kemudian ia rasakan pada tubuhnya dan nyeri di lengan membuat pekikannya tak sengaja ia lontarkan hingga Chanyeol menatapnya heran. Chanyeol berdecih semakin yakin bahwa Baekhyun adalah anak berandalan yang memiliki banyak luka memar di tubuhnya.

"Mulai sekarang jangan pernah berada di dekatku lagi, karena aku tak ingin menjadi sepertimu!" ucap Chanyeol sambil menunjuk wajah Baekhyun dengan sorot akan kemarahan sebelum akhirnya melangkah pergi meninggalkan tempat itu.

Baekhyun menatap punggung lebar Chanyeol dimana jejak lumpur disepatunya menempel disana. Ia mengumpat pelan sebelum akhirnya melirik lengannya yang masih berdenyut nyeri, ia menyikap kemejanya dan memar kebiruan nampak menghiasi kulit lengan kurusnya yang putih. Sementara Chanyeol yang telah berjalan menjauh dengan kekesalan memuncak menoleh sejenak entah karena apa dengan kening mengernyit mendapati Baekhyun yang meniup lengan memarnya seperti seorang bocah.

Dan tanpa mereka sadari takdir telah membuat keduanya berada di dalam lingkaran merah yang dibuat. Karena setelah itu seberapa banyak Chanyeol mencoba menghindar ia akan kembali dipertemukan oleh Baekhyun dalam situasi yang berbeda. Darisanalah takdir mulai terajut dan menciptakan sebuah cerita untuk keduanya.

..

.

Jika Baekhyun bisa memilih maka saat itu ia tak akan menanggapi ucapan Chanyeol, atau mungkin mengajak lelaki itu untuk ikut melarikan diri bersama, atau lebih baik lagi tak akan menarik tangan Chanyeol untuk berlari bersamanya, atau mungkin seharusnya Baekhyun tidak pindah ke sekolah dimana Chanyeol berada.

Sebuah tarikan Baekhyun rasakan pada tangannya dan ia terkejut karena Chanyeol adalah pelakunya. Sementara orang-orang dibelakang sana menatap kearah mereka dengan kebingungan. Baekhyun lagi menangis, ingin sekali berteriak pada Chanyeol untuk menghiraukan keberadaannya, atau menganggapnya tidak ada tapi sayang Chanyeol adalah si keras kepala.

"Chanyeol_" tubuh Baekhyun menegang ketika bibirnya dibungkam oleh sebuah ciuman oleh yang lebih tinggi, dimana semua orang melihat kearah mereka. Bibir tebal itu meraup habis bibirnya, sementara lidah Chanyeol bermain untuk mencari miliknya. Baekhyun selalu terlena oleh ciuman hebat Chanyeol namun kali ini semua terasa gila baginya karena Chanyeol menciumnya di waktu yang tidak tepat.

Dorongan keras ia tujukan pada Chanyeol membuat ciuman mereka terlepas, mata Baekhyun menatap awas kearah orang-orang dibelakang Chanyeol. Raut keterkejutan dari pihak keluarga Hani dan raut kekecewaan dari keluarganya membuat tubuh Baekhyun melemas. Sekarang semuanya semakin rumit untuknya, otaknya buntu dan ia tidak memiliki satupun jalan keluar lagi, tapi tindakan Chanyeol kemudian membuat ia terdiam.

Pria itu menarik tangannya, mengenggam jemarinya dengan erat seolah menyalurkan kekuatan untuk keduanya. Chanyeol melangkah dengan pasti membawa dirinya turut serta mendekat kearah orang-orang di depannya.

"Maafkan aku, maaf untuk mengejutkan kalian dengan semua ini. Aku tidak lagi bisa untuk menyembunyikan semua ini, aku dan Baekhyun…kami adalah sepasang kekasih jauh sebelum aku menikahi Hani." Ucapan Chanyeol membuat ibu Hani terkejut dan bahkan tubuhnya terhuyung kebelakang beruntung sang suami menangkapnya dengan baik.

Baekhyun merasa begitu gugup tak pernah ia merasa setakut ini untuk menghadapi sebuah kenyataan. Dan kepergian sang ayah membuat hatinya terasa remuk, ia tahu seberapa kecewanya pria tua itu atas tindakan anak kandung dan sosok anak jalanan yang sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri.

Luhan berlari mengejar Tuan Park diikuti oleh Minseok sementara keluarga Hani masih menatap mereka dengan tatapan marah dan kecewa.

"Bajingan!" sebuah pukulan Chanyeol dapatkan di pipinya dari kakak lelaki Hani membuatnya hanya terdiam pasrah meski tangan mereka masih saling bertautan. Baekhyun terisak sambil membuang wajahnya, tidak tega melihat pukulan kedua Chanyeol dapatkan pada pipi kanannya dan sebuah cekikan pada kerah bajunya.

"Berani-beraninya kau melakukan ini pada adikku hah! Brengsek kau Chanyeol!" Lagi luapan kemarahan itu keduanya dengar meski tak ada satupun tindakan yang bisa mereka lakukan.

"Cih! Menjijikan." Dan hinaan tajam dari Nyonya Ahn membuat hati Baekhyun semakin sakit.

"Kau memilih menjalin hubungan menjijikan dengan pria ini ketimbang dengan putriku? Sadarlah Chanyeol bahwa kalian tidak akan pernah bisa hidup bahagia, hubungan kalian salah, pria hanya diciptakan berpasangan dengan wanita, bukan sesama pria." Baekhyun tahu cepat atau lambat kata-kata itu akan ditujukan padanya, tapi ia benar-benar tak bisa melakukan satupun hal untuk membela dirinya ketika ucapan itu memang benar adanya.

Ia melirik Chanyeol dan merasa iba pada Chanyeol yang nampak pasrah dengan semua cacian itu, sama halnya seperti dirinya.

"Ibumu sedang dirawat disana, istrimu baru saja mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkan anak kalian, dan kau bisa-bisanya melakukan ini? Kalian menjijikan dan kau, aku tak menyangka bahwa kau begitu rendah untuk menggoda menantuku."

"CUKUP!" Chanyeol berteriak membuat anggota keluarga Ahn itu terkesiap, sebelum adu mulut itu kembali terdengar, suara pintu terbuka membuat semua menoleh dan disana Hani sedang berbaring lemah usai melahirkan sementara sebuah keranjang bayi mengikuti dibelakangnya.

"Oh, putriku." Nyonya Ahn berteriak sambil menghampiri Hani dan menangis begitu juga dengan keluarga yang lain namun Chanyeol dan Baekhyun hanya memilih berdiri menyamping untuk memberikan akses pada para tenaga kesehatan yang membawa tubuh Hani menuju kamar inap.

Hani mencoba tersenyum lalu matanya teralih pada Chanyeol yang hanya menatap penuh rasa bersalah kearahnya, hingga Hani menyadari bahwa tangan suaminya terjalin dengan tangan sosok lain disampingnya. Wanita itu membuang wajahnya dan menahan kekecewaan yang ia rasakan.

"Pergi kalian, tak akan kubiarkan kalian menyentuh cucuku, dasar gay menjijikan." Ucap Tuan Ahn sambil berjalan mengikuti yang lainnya. Baekhyun menunduk dalam sementara Chanyeol hanya bisa menatap kepergian istri dan anaknya dengan sebuah kesedihan.

"Hei, kau baik-baik saja?" suara berat Chanyeol membuat Baekhyun begitu takut hanya untuk menatap yang lebih besar, meskipun tangan keduanya masih terjalin dengan erat.

"Aku ingin menemui ayah." Ucap Baekhyun dan melepaskan tautan tangan mereka membuat Chanyeol merasa kecewa dengan sosok yang kini berjalan menunduk di depannya.

Ketika keduanya sampai di depan kamar rawat ibunya, mereka dikejutkan dengan suara tawa Luhan yang ternyata sedang bercengkrama dengan ibu mereka yang sudah siuman.

"Ibu." Chanyeol melangkah masuk dengan perasaan senang, namun sorot tatapan ayahnya membuat ia merasa sedikit sungkan dan Baekhyun yang berdiri di belakang Chanyeol hanya bisa terdiam tanpa berani bicara.

"Ibu mengejutkanku." Ucap Chanyeol sambil memeluk ibunya, membuat wanita itu tersenyum dengan wajahnya yang masih pucat.

"Kalian yang terlalu berlebihan." Ucap Nyonya Park sambil mengusap wajah Chanyeol dan terkejut melihat warna kemerahan dan noda darah menghiasi wajah tampan putranya.

"Kenapa dengan wajahmu hah?" semua seketika bungkam bahkan Luhan dan yang lainnya pun ikut membuang wajah mereka tak ingin menjawab pertanyaan Nyonya Park.

"Oh, ini karena aku tidak berhati-hati jadi aku terjatuh ditangga. Oh iya bu, apa ibu sudah tahu tentang ini?" Alis Nyonya Park terangkat dan raut penasaran nampak diwajahnya.

"Cucu ibu sudah lahir." Seketika bola mata Nyonya Park membulat.

"Benarkah? Apa Chanyeol benar?" tanya Nyonya Park pada anggota keluarga yang lain dan mereka hanya mengangguk sebagai jawaban membuat wanita tua itu memekik senang.

"Setelah kondisi ibu lebih baik, kita akan menjenguknya dikamar bayi." Wanita itu mengangguk menurut dengan wajah senangnya membuat Baekhyun yang berdiri diambang pintu pun ikut tersenyum sebelum akhirnya tatapan mereka bertemu membuat Baekhyun lagi-lagi menegang.

"Baekhyunie? Kenapa tidak kemari? Apa kau tidak senang ibu sudah siuman?" Baekhyun menggeleng pelan merasa sungkan untuk mendekat setelah apa yang terjadi diantara mereka bahkan sorot wajah kecewa ayahnya masih ia rasakan.

"Kalau begitu kemari, beri ibu sebuah pelukan!" Dengan ragu Baekhyun melangkah namun ketika ditengah ruangan ia berlutut dan menatap dalam kearah Nyonya Park.

"Baekhyun/Baekhyun!" semua dibuat terkejut oleh tindakannya. Chanyeol yang ingin mendekat dilarang oleh Baekhyun dan meminta sedikit waktu untuknya bicara.

"Hari ini aku ingin meminta sebuah maaf dari kalian semua, maafkan kecacatanku yang membuat semaunya menjadi seperti ini. Bu, terima kasih telah menerimaku bahkan setelah ibu tahu betapa buruknya aku. Ayah, maaf karena mengecewakanmu dan tidak bisa menjadi anak berbakti seperti yang ayah inginkan. Aku juga ingin berterima kasih pada kalian karena telah memberiku arti sebuah keluarga, mengenalkanku pada kasih sayang yang tidak pernah aku dapatkan dari kedua orangtuaku. Seharusnya aku bisa membanggakan kalian dan membahagiakan kalian, tapi nyatanya aku malah membuat kalian kecewa."

"Baekhyun_"

"Chanyeol, mari kita hentikan! Aku sudah melakukan terlalu banyak kesalahan, aku telah mengacaukan semua yang telah tersusun rapi, aku hanya sebuah kecacatan di kesempurnaan yang kau milikki, mereka benar kita tak akan pernah bisa bahagia. Pria hanya diciptakan sepasang dengan wanita, begitulah kodratnya Chanyeol…" Baekhyun menatap Chanyeol dengan berlinang air mata.

"Maafkan aku Chanyeol, aku menyia-nyiakan cintamu, tapi aku yakin kau hanya tersesat karenaku, kau pasti bisa kembali dan membangun keluarga kecilmu yang pastinya akan bahagia. Lupakan aku, lupakan semua tentang kita anggap ini adalah coretan hitam diantara halaman indah hidupmu. Aku….aku pun ingin bahagia Chanyeol, tapi mungkin itu tidak denganmu. Bagiku…bagiku kebahagiaanku adalah melihat kalian semua bahagia…"

"Baekhyun_"
"Chanyeol, aku mohon kali ini biarkan aku mencoba untuk bahagia dengan caraku sendiri!" dan ucapan itu pada akhirnya mematahkan semua asa yang Chanyeol sempat milikki beberapa menit lalu ketika mereka melakukan sebuah pengakuan. Sebuah impian kecil untuk hidup bersama Baekhyun dan membangun keluarga kecil mereka bersama, bagitu pula Baekhyun yang sempat merasa senang beberapa saat sebelum akhirnya ia kembali disadarkan bahwa cinta mereka salah, bahwa Chanyeol berhak mendapatkan sebuah kebahagiaan. Dan itu….tanpanya….

..

.

Chanyeol membuka matanya ketika terik matahari tepat mengenai wajahnya. Ia meregangkan otot lelahnya sejenak sebelum akhirnya bangkit karena tidak mendapati Hani disampingnya.

Ia mendapati Hani sedang sibuk di dapur dan dengan sukarela bergabung untuk membantu. Wanita itu sedang memanaskan botol susu untuk kemudian ia pakai.

"Mereka masih tidur?" tanya Chanyeol dan Hani mengangguk pelan.

"Tapi tak lama aku yakin mereka akan bangun, karena itu aku mendahului untuk membuatkan susu." Chanyeol terkekeh pelan sebelum akhirnya mengambil alih pekerjaan istrinya.

"Biar aku saja, kau beristirahatlah pasti melelahkan merawat dua bayi yang baru berusia 3 bulan." Hani terkekeh pelan sambil tetap melakukan pekerjaannya.

"Aku harus mulai membiasakan diri oppa, aku tak boleh terlalu manja." Chanyeol mengusak rambut itu pelan sambil kemudian berjalan meninggalkan dapur.

Ia berjalan menuju sebuah kamar yang dulunya merupakan kamar Baekhyun. Pintu ia buka dan aroma manis dan lembut dari kedua bayinya membuat perasaannya lega. Dua buah kotak bayi berdiri bersebelahan dan si pemilik nampak masih tertidur pulas. Suara alunan nada penghantar tidur terdengar semakin keras tiap Chanyeol mendekat.

Di dalam sana bayi-bayinya sedang tertidur pulas. Si bungsu ia beri nama Jinwoo, bayi laki-laki yang begitu menggemaskan dengan pipi tembamnya dan mata bulan sabit yang terlihat jelas ketika ia tersenyum, sementara si sulung ia beri nama Jiwon, bayi perempuan yang tak kalah menggemaskannya, dengan pipi tembam dan mata bulan sabit yang sama menawannya dengan sang adik yang membedakan adalah lesung pipi kiri yang dimilikki Jinwoo dan tahi lalat di bibir atas Jiwon.

Chanyeol tersenyum melihat Jiwon menggeliat dalam tidurnya dan sesuai dugaannya tak lama bayi itu merengek karena terbangun kemudian menangis histeris. Suara tangisan itu nyatanya membangunkan sang adik yang akhirnya sama-sama menangis. Chanyeol mengangkat tubuh Jiwon sambil menggoyangkan kotak bayi Jinwoo hingga akhirnya Hani datang dan mengangkat tubuh Jinwoo ke dalam dekapannya.

Keduanya saling melempar senyum ketika lagi-lagi hari-hari mereka dipenuhi oleh suara tangisan si kembar juga bagaimana mereka melewati hari melelahkan mereka selama tiga bulan penuh. Menjadi orangtua tentu tidak mudah, apalagi harus membesarkan dua anak sekaligus.

..

.

Chanyeol sedang merangkai dasinya di depan cermin ketika Hani muncul dan membantu sosok itu. Chanyeol tersenyum sambil membalik tubuh Hani dan membuat keduanya menatap kearah pantulan cermin dengan sebuah senyum mengembang.

Chanyeol berdiri dengan setelan jas hitamnya dan rambut yang ia sisir keatas, sementara Hani terlihat elegan namun tetap formal dengan jas coklat menutupi kemeja putihnya dan rok coklat diatas lutut yang memperindah bentuk tubuhnya. Siapapun yang melihat mereka pasti akan menganggap bahwa mereka adalah pasangan serasi yang begitu mudah membuat orang lain iri.

Tangan Chanyeol yang merangkul pundak Hani ia gerakan untuk meremas pundak sempit itu dan dibalas Hani oleh sebuah tepukan pelan pada pinggang Chanyeol.

"Kau siap?" tanya Chanyeol dan wanita itu mengangguk mantap sambil tersenyum lebar.

"Kita berangkat?" Hani mengangguk sambil berjalan bergandengan bersama Chanyeol menuju pintu keluar.

"Apa kau sudah memberikan susu ekstra pada Ibumu?" Hani mengangguk sebelum akhirnya memasang sabuk pengamanan dan Chanyeol menjalankan mobilnya.

Tak lama mobil mereka tiba disebuah gedung tinggi, keduanya sempat terdiam sejenak sebelum akhirnya keluar dari dalam mobil. Keduanya berjalan bergandengan memasuki gedung sambil menguatkan diri masing-masing bahwa setelah ini semuanya akan baik-baik saja.

Keduanya berdiri di depan pintu sebuah ruangan yang masih tertutup, Chanyeol membalik tubuhnya untuk berhadapan dengan Hani sebelum akhirnya sebuah tepukan ia berikan dipundak sang wanita. Hani tersenyum lalu memeluk tubuh Chanyeol. Keduanya berpelukan dalam kebahagiaan, hingga akhirnya waktu menuntut segalanya.

Mereka melangkah masuk dimana orang-orang telah duduk disana, dan dua orang berpakaian beda lainnya duduk dihadapan mereka. Tangan mereka masih saling terjalin sebelum akhirnya mereka harus berpisah dan duduk ditempat yang telah disediakan. Hani di sisi kiri dan Chanyeol di sisi kanan.

Sekali lagi mereka saling menoleh dan tersenyum sebelum akhirnya pria di depan mereka mengetukan palu untuk meminta yang lain untuk kembali tenang. Hari ini adalah hari dimana sebuah rumah tangga harus berakhir.

Hani dan Chanyeol telah sepakat untuk bercerai ketika usia anak mereka tepat menginjak 3 bulan. Hani merasa bahwa tak ada lagi yang patut ia perjuangkan dari rumah tangga mereka, sementara Chanyeol sama sekali tak pernah mencintainya.

Seminggu berada dirumah sakit membuatnya memiliki banyak waktu untuk berpikir lebih jernih tentang semua kisah rumah tangganya. Bahwa sebuah keterpaksaan tak akan pernah menciptakan kebahagiaan. Awalnya ia sama seperti wanita pada umumnya, mempertahankan apa yang seharusnya ia milikki, melakukan apapun asalkan rumah tangganya tetaplah utuh, namun akhirnya ia tahu bahwa semua hanya kesia-siaan.

Sejak awal Chanyeol bukanlah miliknya, sejak awal tak ada sedikitpun cinta yang pria itu berikan selain sebuah kasih sayang seorang kakak kepada adiknya. Hani tentu marah, namun ia tidak ingin terlalu menjadi egois. Kemunculan Baekhyun di ruang bersalin dan bukan suaminya membuatnya tersadar bahwa pria itu sungguhlah berhati emas, bahkan ia membiarkan dirinya disakiti oleh wanita yang juga menyakitinya.

Baekhyun telah memberinya banyak kebahagiaan selama ini bahkan berkorban banyak untuknya. Termasuk memberinya keturunan disaat Chanyeol tak mampu. Si kembar adalah bukti betapa Baekhyun begitu memperhatikan kebahagiaan orang lain ketimbang dirinya sendiri.

Dan semua alasan itu membuat Hani yakin bahwa keputusan untuk bercerai adalah yang terbaik.

Palu telah terketuk menandakan bahwa keduanya telah resmi bercerai, Hani tersenyum dan segera bangkit begitu juga dengan Chanyeol dan keduanya kembali berpelukan untuk mengucapkan selamat tinggal dan mengungkapkan rasa terima kasih mereka atas sebuah pengalaman berumah tangga yang masing-masing berikan.

"Oppa, terima kasih untuk semuanya." Bisik Hani dan Chanyeol mengangguk sebagai jawaban.

Hari itu keduanya resmi bercerai dan mulai sekarang akan berjalan sesuai dengan keinginan masing-masing. Beruntung bahwa perceraian mereka tidaklah buruk dan diwarnai akan pertengkaran dan saling caci dan menjatuhkan. Mereka beruntung bahwa mantan pasangan mereka memiliki jalan pemikiran yang luas.

Jari-jari itu tak lagi tersemat oleh cincin pernikahan, keduanya telah bebas dan setelah keluar dari ruang sidang mereka tidak lagi terikat dalam sebuah pernikahan, mereka bukan lagi sepasang suami istri.

…..

Chanyeol menatap bekas cincin dijari manisnya, sejenak ia merasa seolah ada yang hilang, ia baru saja kehilangan sosok sebaik Hani yang selama ini berjuang untuk pernikahan mereka, tapi keputusan sudah mereka ambil dan apapun alasannya tak akan membuat mereka kembali.

Chanyeol bersyukur wanita yang ia nikahi adalah wanita yang begitu baik dan pengertian, tidak seperti orang-orang kebanyakan yang akan memaksakan kehendaknya, wanita itu memilih melepaskan Chanyeol, padahal ia tahu sendiri bahwa Hani begitu mencintai dirinya.

Tiga bulan yang lalu tepat ketika Hani dan kedua buah hatinya dipulangkan dari rumah sakit, dan keempatnya dalam perjalanan pulang mereka, Hani berkata bahwa ia sudah lelah dengan semua yang terjadi. Dan dua minggu kemudian wanita itu mengajak Chanyeol berdiskusi perihal rencananya untuk bercerai.

Tentu Chanyeol terkejut dan kondisi hubungannya dengan Baekhyun yang buruk membuatnya merasa terpuruk atas keputusan Hani terlebih ia memikirkan tentang kondisi anak-anak mereka nantinya.

Tapi pada akhirnya kegigihan Hani akan perceraian itu membawa Chanyeol pada sebuah persetujuan, ia pikir Hani telah berkorban banyak untuknya dan kini Chanyeol akan mengalah untuk wanita itu. Tapi sebuah kesepakatan lain tercipta, jika keduanya harus tetap mengasuh anak mereka selama 3 bulan penuh dan berakting seolah mereka adalah keluarga paling bahagia sedunia.

Hingga akhirnya keduanya harus berhadapan dipengadilan sebagai dua orang asing yang pernah berada dalam atap yang sama atas nama pernikahan. Semua terasa begitu tragis tapi terkadang kenyataan memanglah pahit.

Kini Chanyeol berjalan menuju kamar rawat ibunya, sudah berbulan-bulan ibunya menjadi penghuni setia di rumah sakit Seoul dimana kondisinya makin hari makin memburuk. Dokter memvonis usia ibunya tidak bertahan sampai akhir desember, dan itu tinggal beberapa bulan lagi, namun Chanyeol bersyukur bahwa wanita itu tidak terlihat menyedihkan dan putus asa, ibunya selalu terlihat cantik dimatanya, meskipun lemak diwajahnya perlahan menghilang.

Chanyeol mengintip ke dalam kamar rawat ibunya dan tersenyum ketika melihat ibunya sedang bercengkrama dengan sosok lain disana. Chanyeol memutuskan untuk masuk dan sebuah senyuman ia dapatkan dari sang ibu, namun sayangnya senyuman lain yang ia harapkan tidak ia dapatkan membuatnya dengan heran mendekat kesosok lainnya.

"Seharusnya kau tidak memasang wajah seceria itu dihari perceraianmu." Ucap Baekhyun sambil membuang wajahnya dan kembali menatap buku dihadapannya. Chanyeol baru tahu sebelum kedatangannya ternyata Baekhyun sedang membacakan sebuah cerita untuk ibunya.

"Kenapa aku harus menangis? Tidak semua hal buruk membawa air mata kau tahu." Baekhyun berdecak sambil tetap fokus pada bacaannya.

"Ibu sudah makan?" tanya Chanyeol sambil mengecup kening ibunya dan wanita tua itu hanya mengangguk.

"Pertanyaan konyol ketika ada aku disini yang menemani ibu." Sindir Baekhyun tanpa melirik kearah Chanyeol. Chanyeol terkekeh lalu mengusak rambut Baekhyun dengan lembut membuat yang lebih pendek menepis tangan besar itu.

"Adikku ini semakin pintar ternyata"

"Aish, sudah sana kau tidurlah, aku tahu kau pasti tidak tidur nyenyak semalam." Chanyeol lagi terkekeh lalu mengikuti ucapan Baekhyun sebelum akhirnya kembali memberikan kecupan pada ibunya.

Chanyeol yang terbaring diatas sofa hanya menatap kearah Baekhyun yang begitu telaten menjaga ibunya, hingga akhirnya wanita itu tertidur dan Baekhyun menutup bukunya. Ketika Baekhyun bangkit Chanyeol berpura-pura memejamkan matanya.

Melihat Chanyeol tertidur Baekhyun segera bangkit untuk mengambil selimut cadangan di dalam lemari lalu membawanya kearah Chanyeol, perlahan ia membuka selimut itu dan menyelimuti tubuh yang lebih tinggi, hingga ia dikejutkan dengan pegangan pada tangannya.

"Aku pikir kau sudah tidur, dasar kekanakan!" ucap Baekhyun sedikit kesal, namun melihat tatapan sendu Chanyeol membuat ia merasa sedikit bersalah, dan mencoba menghindari topik yang pasti akan Chanyeol singgung.

"Bisakah kau tetap tinggal?" sesuai dugaannya pertanyaan itu kembali ia dengar. Baekhyun menghembuskan nafasnya pelan sambil menyentuh Chanyeol.

"Bukankah aku sudah mengatakannya? Keputusanku sudah bulat Chanyeol, aku akan pergi."

"Lalu apa yang bisa kulakukan tanpamu?" Baekhyun merendahkan wajahnya untuk mendekatkan kening mereka berdua, menutup matanya seolah mencari kekuatan.

"Ada banyak hal Chanyeol yang bisa kau lakukan sementara aku pergi. Sebagaimana sebelum kita bertemu."

"Tapi aku sudah terbiasa denganmu." Baekhyun menghela nafas lagi sebelum akhirnya menyentuh bibir Chanyeol dengan bibirnya, hanya sebuah kecupan singkat untuk mengutarakan perasaan masing-masing.

"Apa keputusan itu benar-benar tidak bisa diubah?" Baekhyun menggeleng pelan membuat Chanyeol pada akhirnya mengangguk pelan, menerima semua dengan lapang dada.

Tak ada lagi suara yang terdengar, selain sebuah tarikan lembut Chanyeol yang membawa Baekhyun ke dalam dekapannya, ciuman bertubi-tubi ia berikan pada yang lebih kecil di pucuk kepala membuat keduanya merasa begitu bahagia untuk sejenak.

..

.

Suara bising dari mesin pesawat yang hendak mengudara terdengar dengan jelas, langkah kaki yang tergesa dan bunyi panggilan operator juga memenuhi bandara Incheon pagi itu.

Baekhyun berjalan disamping Chanyeol dan yang lainnya, wajahnya setia tertunduk namun kakinya melangkah dengan pasti.

"Nah, sampai disini." Ucap Baekhyun sambil membalik tubuhnya dan berdiri berhadapan dengan orang-orang yang mengantar kepergiaannya.

"Aku pasti merindukanmu." Pelukan Luhan membuat tubuh Baekhyun terhuyung disusul dengan pelukan Minseok dan juga Jessica. Lalu kemudian Kris dan Sehun yang memeluknya singkat, Soyou dan Hyorin yang sedikit heboh untuk memeriksa keadaannya, ayahnya yang mencoba tersenyum ditengah kesedihannya, Hani dengan si kembar di dalam kereta bayi yang tersenyum lebar kearahnya dan Chanyeol yang berdiri sambil menatapnya dalam.

Baekhyun melangkah mendekati sosok itu dan tersenyum tepat di depannya. Pria itu menghela nafas lalu membersihkan debu tak kasat di pundak Baekhyun.

"Jaga dirimu disana, jangan makan sembarangan, jangan hujan-hujanan, jangan mudah dikelabuhi orang-orang, kunci pintumu ketika kau pergi, jangan bicara pada orang asing, jangan_" Chanyeol menundukan wajahnya dalam membuat Baekhyun tersenyum lebar.

"Apa sudah semua?" tanya Baekhyun sambil tetap mempertahankan senyumannya.

"Belum, masih banyak yang harus kukatakan tapi pikiranku kacau." Baekhyun terkekeh sambil mengangkat wajah Chanyeol pelan.

"Ada satu yang belum kau katakan padaku." Chanyeol tersenyum ketika mengerti arti ucapan Baekhyun, ia mendekat dan memberikan sebuah kecupan di kening Baekhyun.

"Aku mencintaimu." Baekhyun memeluk Chanyeol erat lalu membalas ucapan cinta itu dalam sebuah bisikan.

"Hari ini aku membiarkan kau membawa hatiku pergi bersamamu, jagalah jangan sampai kau membiarkan orang lain menempati posisiku." Pelukan itu terlepas dan Baekhyun sekali lagi menatap Chanyeol seolah keputusannya telah benar.

"Bagi penumpang pesawat Korean Air dengan nomer penerbangan VNZ 614 silahkan melakukan check in karena dua jam lagi pesawat akan diberangkatkan menuju Italia."

Suara itu menjadi akhir dari perpisahan mereka. Baekhyun menarik dua koper besarnya sebelum akhirnya melambaikan tangan pada semua orang baik yang telah mengantarkan kepergiaanya, meskipun ibunya tak bisa ikut karena kondisinya tidak memungkinkan.

Baekhyun berbalik dan meyakinkan dirinya disetiap langkah yang ia pijak bahwa keputusannya untuk pergi ke Venizia adalah keputusan yang benar. Dan dengan keyakinan itu ia percaya bahwa waktu mampu menyembuhkan segalanya, termasuk perasaannya.

.

..

.

.

.

.

..

.

~Don't wanna feel another touch~

(Tak ingin merasakan sentuhan yang lain)

~Don't wanna start another fire~

( Tak ingin memulai percikan api yang lain)

~Don't wanna know another kiss~

(Tak ingin tahu ciuman yang lain)

~No other name falling of my lips~

( Tak ada nama lain yang terucap dari bibirku)

~Don't wanna give my heart away…to another stranger~

( Tak ingin memberikan hatiku … pada sosok asing lainnya)

~Or let another day begin, Won't even let the sunlight in~

(Atau memulai hari yang baru, bahkan tak ingin merasakan cahaya mentari)

~Oh…I'll never love again…I'll never love again…~

(Oh…aku tak akan jatuh cinta lagi.. aku tak akan jatuh cinta lagi)

..

.

.

..

Chanyeol berjalan memasuki apartemen barunya. Sebuah apartemen cukup mewah yang ia beli setelah memberikan apartemennya yang dulu pada Hani sebagai bentuk permintaan maafnya pada wanita itu.

Sudah tiga bulan lamanya ia menempatinya bersama dua orang lainnya. Jiwon dan Jihyo. Mereka sepakat untuk membagi anak mereka dan atas bantuan Soyou dan Sehun Chanyeol berhasil mendapatkan hak asuhnya meskipun usia Jiwon masih cukup kecil.

Dua hari sekali Hani akan berkunjung kesana dan mempertemukan kedua buah hatinya, sementara Chanyeol akan ikut bergabung bersama keluarga kecilnya.

"Apa dia sudah tidur?" wanita bermata bulat itu mengangguk saat menyadari kehadiran Chanyeol dibelakangnya. Jiwon nampak terkulai lemas dalam pelukan wanita itu dan Chanyeol merasa senang bahwa bayinya tidak terlalu cerewet.

"Ingin aku siapkan air untuk berendam?" Chanyeol menggeleng pelan sambil berjalan untuk mengusak rambut Jiwon dan mengecup pipinya. Jihyo tersenyum melihat interaksi ayah dan anak itu, matanya berkedip menatap raut kelelahan Chanyeol dan merasa kagum pada sosok pria itu.

"Aku akan mandi seperti biasa saja, kau sudah makan?" Jihyo mengangguk sambil melirik ke sisa bungkusan diatas meja dapur membuat Chanyeol merasa sedikit lega.

"Apa dia cerewet hari ini?" lagi Jihyo menggeleng pelan sambil menatap wajah kelelahan Chanyeol.

"Dia menjadi anak yang baik hari ini." Keduanya terkekeh sambil melirik bayi yang tertidur di pelukan sang wanita.

Chanyeol berjalan menuju kamarnya dan matanya jatuh pada kalender di atas meja, ia mendekat lalu tersenyum kecil. Hal yang selalu ia lakukan, menghitung hari demi hari sejak kepergian orang yang ia cintai.

Tok…Tok…

"Aku pergi dulu, sejam lagi aku kembali. Jika Jiwon menangis kau bisa menghubungiku." Ucap Jihyo dari balik pintu.

"Baiklah, berhati-hatilah!" ucap Chanyeol sebelum akhirnya bangkit dan berjalan kearah kamar mandi.

..

.

Hari Minggu pagi, sesuai janjinya Chanyeol menjenguk ibunya bersama Jiwon. Wanita tua itu nampak senang, dan meminta Jihyo untuk memberikan cucu perempuannya padanya. Chanyeol hanya tersenyum kecil menyaksikan bagaimana tubuh ibunya semakin lemah dan raut kelelahannya semakin terlihat.

Pengobatan yang mereka lakukan nyatanya tidak dapat menyembuhkan, hanya mampu untuk memperpanjang waktu hidup ibunya. Semua hanya mampu berpasrah kapanpun ajal menjemput ibunya, mereka harus siap untuk kehilangan sosok wanita berhati malaikat itu.

"Ugh, dia semakin berat. Kau merawatnya dengan baik Jihyo-ah." Wanita itu terkekeh pelan sambil menyimpan helaian rambutnya kebelakang telinga. Chanyeol tersenyum lebih lebar, lalu matanya jatuh pada sofa kosong dimana seharusnya sang ayah berada.

"Ayah dimana bu?" tanya Chanyeol.

"Dia bilang ingin membeli sesuatu keluar, tentu dia bosan harus menugguiku disini." Meski ibunya tertawa namun Chanyeol merasakan sebuah rasa bersalah disana.

"Jiwonie… ugh kau cantik sekali mengingatkanku pada Baekhyunie." Lagi Chanyeol mendengar ucapan itu dari mulut ibunya, membuat sebersit rasa sedih dan rindu itu kembali menguar. Jihyo yang merasakannya segera menyentuh pundak Chanyeol, seolah memberikan sosok itu kekuatan dan sebagai responnya Chanyeol hanya tersenyum sambil mengangguk.

"Aku keluar sebentar, ada yang tertinggal di mobil." Ucap Chanyeol lalu berjalan meninggalkan kamar rawat ibunya. Kaki panjangnya melangkah disepanjang koridor dan membawanya pada halaman belakang rumah sakit dimana angin pagi berhembus perlahan. Ia menuju ke sebuah tempat khusus di sudut halaman dan mengambil duduk disana.

Jemarinya meraih sebuah benda kotak dari dalam sakunya dan mengeluarkan sebatang untuk ia letakkan pada ujung bibirnya. Kini rokok telah perlahan menjadi teman baiknya, ketika dirinya merasa kalut maka ia akan berakhir dengan menghisap benda mematikan itu.

Ketika asyik menghisap dan menghembuskan asap dari rokoknya, tiba-tiba ponselnya berdering. Tanpa melihat Chanyeol segera mengangkat panggilan itu dan meletakkan ponselnya ditelinga.

"Halo_"

"Chanyeollie?" Jantung Chanyeol seolah berhenti berdetak, asap yang seharusnya ia hembuskan malah ia telan membuatnya terbatuk cukup keras.

"Kau baik-baik saja?" suara lembut diseberang sana membuat Chanyeol memukul-mukul dadanya untuk membuat batuknya terhenti.

"Ya… Ba-bagaimana keadaanmu?" Suara kikikan terdengar diseberang sana, Chanyeol bahkan dapat membayangkan bagaimana mata bulan sabit itu terbentuk bersamaan dengan si mungil yang mengeluarkan tawa nyaringnya.

"Aku baik-baik saja, disini begitu menyenangkan dan memenangkan." Sunyi. Keduanya mendadak terdiam, Chanyeol begitu kebingungan untuk menyusun kata-kata setelah selama ini mereka hanya berkirim pesan dan tiga bulan lamanya ia baru bisa mendengar suara Baekhyun lagi.

"Chanyeollie?"

"Oh… Ya aku mendengarkan_"

"Kau sedang sibuk? Apa aku menelpon diwaktu yang salah?" Chanyeol menggeleng dengan bodohnya sebelum akhirnya ia menjawab.

"Kalau begitu aku akan menelpon dilain waktu_"

"Baekhyun! Aku merindukanmu, pulanglah!" lagi kesunyian menyerang keduanya. Suara Chanyeol begitu tegas dan terkesan terburu membuatnya takut jika ia terkesan memaksa Baekhyun.

"Hmmm… Chanyeol… kau tahu sendiri kan bahwa keputusan ini telah aku pikirkan matang-matang. Aku_"

"Aku tahu, tapi…tapi… ibu merindukanmu… ayah juga… dan si kembar." Chanyeol tahu dia telah salah bicara, tidak seharusnya ia menjadikan mereka sebagai senjata untuk menyerang Baekhyun dan membuatnya merasa bersalah.

"Maafkan aku Chanyeol…" suara Baekhyun mulai terdengar lirih.

"Tidak… ini bukan salahmu… maafkan aku! Tidak seharusnya aku bicara seperti itu…sudah lupakanlah!" Kini kecanggungan menyerang dan selain gumaman tak ada yang mengeluarkan suara lagi hingga akhirnya Baekhyun memekik.

"Sebentar lagi ulangtahunmu kan?" tanya Baekhyun. Chanyeol sedikit merasa senang karena Baekhyun masih mengingatnya.

"Hm..aku semakin bertambah tua."

"Hahaha… itu memang sudah seharusnya. Apa hadiah yang kau inginkan? Jam? Pakaian? Jaket? Aku akan membelikannya disini, kebetulan aku memiliki toko langganan yang_"

"Jika aku ingin kau sebagai hadiahku, apa kau bisa memberikannya?" lagi Baekhyun dibuat bungkam oleh ucapan Chanyeol. Tak ada kata yang terucap, hanya dengungan kecil dari bibir Baekhyun yang nampak kebingungan.

"Chanyeol, sampaikan salam sayangku pada semua ya juga pada sikembar. Aku harus pergi, ada yang harus aku lakukan." Chanyeol menghembuskan nafas lelahnya sebelum akhirnya tersenyum pedih.

"Ya…akan aku sampaikan. Jaga dirimu disana ya! Aku mencintaimu Baekhyun, selalu mencintaimu." Ucap Chanyeol dengan penuh perasaan.

"Ya, aku tahu_"

"_aku mencintaimu juga Park Chanyeol." Akhirnya suara nyaring itu lenyap bersamaan dengan bunyi sambungan telepon yang terputus. Ia merebahkan kepalanya pada bangku panjang yang ia duduki, lalu mendongak untuk menatap hamparan langit pagi itu. Semua seolah berputar dikepalanya, kenangan-kenangan indah yang ia rangkai bersama Baekhyun. Sebentar lagi hari yang spesial untuknya, namun tanpa Baekhyun hari itu hanya menjadi hari biasa yang ingin segera ia lalui, tidak seperti dulu ketika mereka masih bersama.

..

.

Chanyeol sedang bermain gitar di dalam kamarnya ketika ia mendengar ibunya menjerit histeris dari lantai bahwa rumah. Ia segera beranjak dengan sejuta pikiran buruk memenuhi kepalanya. Kaki panjangnya ia bawa untuk menuruni tangga dengan cepat, namun tidak seperti bayangannya yang mengira ada seorang penjahat di dalam rumahnya, ia malah menemukan sosok berlumuran lumpur yang menutupi seluruh bagian tubuhnya dan ibunya yang masih terkejut di atas kursinya.

"Baekhyun?" Nyonya Park mendekat sambil memastikan bahwa sosok itu adalah Baekhyun, teman dekat anaknya yang begitu membuatnya merasa nyaman.

"Hehehehe… Ini aku bi." Suara itu nyatanya tak membuat Chanyeol terkejut karena sejak awal melihat sosok itu, ia tahu bahwa itu adalah Baekhyun, si anak nakal yang sialnya telah merebut hati ibunya dan kini dibiarkan tinggal dan pergi dengan sesuka hatinya.

"Apa yang terjadi padamu, Baek?" Chanyeol memutar bola matanya malas melihat kehebohan ibunya.

"Ceritanya panjang bi_"

"Baiklah-baiklah sekarang bersihkan dulu dirimu, bibi akan membersihkan jejak kakimu." Baekhyun menoleh kearah belakang dan merasa bersalah atas jejak lumpur yang ia buat.

"Maafkan aku bi, aku akan membersihkan_"

"Sudah…sudah sana tidak masalah." Chanyeol kembali memutar bola matanya malas melihat kebaikan ibunya, padahal biasanya Chanyeol akan langsung diomeli jika dirinya masuk ke dalam rumah dengan alas kaki yang kotor sementara ibunya baru saja membersihkan rumah.

"Chanyeol, bawa Baekhyun ke kamar dan bantu dia untuk membersihkan diri." Chanyeol yang hendak pergi dari ruang tengah memasang wajah cemberut, dan dengan terpaksa membiarkan Baekhyun berjalan di depannya.

Chanyeol tidak mengerti bagaimana bisa seorang lelaki yang sudah menginjak usia 19 tahun masih bisa-bisanya bermain lumpur dan mengotori seluruh pakaiannya. Bahkan seharusnya ia telah mengganti seragam karena saat ini waktu sudah menunjukan pukul 4 sore.

Baekhyun masuk ke dalam kamar mandi sementara Chanyeol kembali berbaring diatas ranjangnya, ketika pintu kembali terbuka dan sosok Baekhyun muncul disana.

"Chanyeol bisakah kau mengambilkan shampoo diatas laci, kau lagi-lagi menyimpannya sangat tinggi." Chanyeol berdecak sambil bangkit. Ia memang terbiasa meletakkan segala keperluan mandinya di bagian teratas laci bukan salahnya jika Baekhyun yang berbadan pendek tidak bisa menjangkaunya.

Ketika Chanyeol berhasil meraih shampoonya dengan mudah dan hendak memberikannya pada Baekhyun, ia menemukan sosok itu sedang kesulitan membuka baju dalamnya dan kepalanya bahkan terperangkap . Tanpa bicara meskipun sedikit kesal, ia membantu Baekhyun membuka pakaian itu dan lagi perasaan aneh itu muncul ketika melihat permukaan tubuh Baekhyun yang begitu putih meskipun terkotori oleh lumpur.

Chanyeol membuang wajahnya dan berjalan keluar, sebelum akhirnya kembali mendudukan dirinya diatas ranjang. Suara guyuran air terdengar dan Chanyeol memilih mengalihkan pikirannya dengan kembali bermain gitar, sebelum lagi-lagi pintu kamar mandi terbuka dan kepala Baekhyun yang basah menyembul darisana.

"Chanyeol, kau lupa mengambilkan kondisionernya, kau hanya mengambilkanku shampoo." Chanyeol menggeram kesal dan bangkit dengan jengkel. Ia berjalan masuk ke dalam kamar mandi lalu menutup pintu dengan keras membuat Baekhyun yang hendak kembali mengguyur tubuhnya terdiam. Tangan panjang itu meraih kondisioner lalu menuju kearah Baekhyun.

Tapi bukan memberikannya pada Baekhyun, ia malah menarik tangan Baekhyun dan mendudukan sosok itu di sisian bathtub.

"Biar aku yang membersihkan dirimu, diam dan turuti!" ucap Chanyeol dengan wajah seriusnya. Meskipun Baekhyun adalah anak nakal, namun ia akui ia cukup takut dengan setiap ancaman Chanyeol yang keluar bersamaan dengan wajah marahnya.

Chanyeol meraih shower dan menyiramkannya pada rambut dan tubuh Baekhyun, lalu kembali menuangkan shampoo keatasnya. Baekhyun ingin protes karena ia sudah keramas, namun ia memilih diam.

"Kau itu sudah besar, kenapa masih bermain dengan lumpur hah?" Baekhyun hanya terdiam dengan wajah cemberut sambil menarik handuk yang menutupi bagian privasinya agar tidak merosot.

"Tutup matamu!" Baekhyun menutup matanya dengan patuh dan menghadapkan wajahnya kearah Chanyeol. Chanyeol yang hendak menyabuni wajah itu terdiam sejenak melihat bagaimana manisnya sosok Baekhyun ketika menutup mata. Namun menggeleng pelan, ia kembali melanjutkan aktivitasnya tanpa membiarkan dirinya terpengaruh oleh bibir Baekhyun yang berwarna merah muda dan nampak mengkilap.

Setelah lima belas menit berkutat dengan tubuh kotor Baekhyun, akhirnya ia bangkit dan berjalan keluar menyisakan Baekhyun yang sudah nampak bersih dan wangi. Baekhyun mengeringkan tubuh dan rambutnya, lalu berjalan keluar dan menemukan sebuah pakaian terlipat yang Chanyeol letakkan di depan kamar mandi. Ia kembali masuk untuk memakainya dan tak lama keluar dengan pakaian kebesaran itu.

Chanyeol diam-diam memperhatikan Baekhyun yang berjalan kearah tasnya yang tergelatak kotor di dekat pintu kamar mandi, lalu pura-pura kembali sibuk dengan gitarnya ketika Baekhyun mendekat.

"Ini." Chanyeol terdiam sambil menatap sebuah benda tidak berbentuk di depannya. Sebuah kepingan pick gitar yang telah remuk.

"Hari ini ulangtahunmu kan?" Chanyeol menaikkan satu alisnya sambil menatap Baekhyun.

"Tidak usah terkejut, semua orang membicarakan pesta ulangtahunmu nanti malam. Karena kau tidak mengundangku, makanya aku berniat untuk memberikanmu hadiah lebih dulu, tapi sayang aku terlalu ceroboh, ck! Seharusnya aku menyimpannya disaku bukan memegangnya, jadi benda ini tidak akan terlepas dari tanganku dan terlindas mobil." Chanyeol terdiam entah mengapa merasa tidak enak pada Baekhyun karena tidak mengundangnya.

"Apa itu menjawab kenapa kau pulang penuh lumpur?" Baekhyun mengangguk pelan lalu membaringkan dirinya terlentang diatas ranjang.

"Karena aku tidak terima jadi aku melempari mobil itu dengan batu, si pemilik keluar dan sialnya aku terlalu kecil dibanding dirinya hingga ia mendorongku dan membuatku masuk ke dalam selokan." Chanyeol terdiam lagi, memperhatikan bagaimana Baekhyun bercerita dengan entengnya.

"Hmm… karena hadiahnya sudah rusak, jadi sebagai gantinya aku yang akan menjadi hadiah untukmu." Kening Chanyeol lagi dibuat berkerut oleh ucapan Baekhyun. Baekhyun bangkit lalu bersimpuh di depan Chanyeol.

"Jadi seharian ini, aku adalah milikmu dan kau bisa_"

"Tidak perlu! Aku tidak membutuhkannya." Wajah Baekhyun tertunduk dan sebuah senyum pura-pura ia ciptakan diwajah segarnya.

"Ah, seharusnya aku tahu itu adalah ide konyol. Tentu pesta ulangtahun lebih menyenangkan kan daripada aku yang menjadi hadiahmu. Kalau begitu aku pergi dulu, aku takut teman-teman tahu jika aku sering menginap disini."

"Aku tidak merayakannya dirumah, tapi di sebuah kafe." Lagi Baekhyun dibuat terkejut oleh ucapan Chanyeol, ia lupa jika Chanyeol adalah anak dari keluarga berada, tentu sebuah pesta ulangtahun bukan hal yang berat.

"Oh, baguslah jadi aku bisa_"

"Tapi aku telah membatalkannya." Baekhyun mengernyit dalam sambil menatap Chanyeol yang sibuk dengan gitarnya.

"Kenapa?"

"Itu bukan keinginanku, Sungjong yang merencanakannya bersama teman-teman yang lain." Baekhyun mengangguk-anggukan kepalanya paham membuat Chanyeol melirik sosok itu secara diam-diam. Baekhyun bangkit hendak mengambil tasnya dan berjalan keluar sebelum panggilan Chanyeol membuatnya menoleh. Chanyeol yang masih terduduk diatas ranjang sambil memeluk gitarnya dengan satu tangan yang terjulur membuat Baekhyun kembali mengernyit bingung.

"Apa?"
"Hadiahku." Baekhyun segera mencari dimana ia meletakkan potongan pick gitar itu.

"Bukan itu, tapi kau." Tunjukan Chanyeol membuat Baekhyun terdiam sejenak sebelum akhirnya sebuah senyuman mengembang diwajahnya.

"Baiklah aku milikmu." Ucap Baekhyun riang sambil melompat keatas ranjang.

Semalaman mereka habiskan dengan bermain game hingga hari semakin larut, Baekhyun merasa senang karena kehadirannya dibutuhkan dan Chanyeol pun perlahan mulai merasa bahwa ada sesuatu yang menariknya untuk tetap berada disamping Baekhyun, bahkan setelahnya keduanya berbaring diatas ranjang dengan Baekhyun yang memainkan rambut Chanyeol yang anehnya tidak membuat yang lebih tinggi keberatan.

"Apa aku memuaskan?" Chanyeol menoleh dan merasa bahwa pertanyaan Baekhyun cukup aneh, namun ia tak ingin membuat sosok itu kecewa.

"Lumayan."

"Baiklah, tahun depan aku akan menyiapkan hadiah yang lebih menyenangkan daripada ini."

"Apa itu?"

"Lihat nanti." Ucap Baekhyun sambil mengedipkan satu matanya membuat lagi-lagi Chanyeol mematung di tempatnya.

Tahun berikutnya Baekhyun kembali menjadikan dirinya sebagai hadiah hanya saja karena hubungan tersembunyi mereka sudah dimulai maka bukan lagi playstation yang mereka jadikan permainan, melainkan tubuh Baekhyun yang akan selalu berakhir kelelahan didalam pelukan Chanyeol. Dan semenjak saat itu, Baekhyun satu-satunya hadiah yang Chanyeol tunggu disetiap tahunnya. Karena bagi Chanyeol, Baekhyun adalah hadiah terindah yang Tuhan kirimkan untuknya.

..

.

Chanyeol melangkah dengan cepat menuju kamar rawat ibunya ketika sosok itu menelpon bahwa ia ingin bertemu dengan Chanyeol. Tidak ingin mengecewakan ibunya, sesegera mungkin ia menuju rumah sakit sepulangnya dari bekerja.

Ketika membuka pintu kamar rawat ia dikejutkan dengan suara terompet dan juga pekikan selamat ulang tahun dari orang-orang. Chanyeol terlalu terkejut untuk menyadari bahwa semua orang berada disana, untuk memberikannya selamat bahkan Hani dan kedua anaknya juga turut serta.

Tanpa menunda sekaligus untuk membahagiakan orang-orang tersayangnya, Chanyeol segera meniup lilin ulangtahunnya dan mendapatkan tepukan dari yang lain.

"Ini hadiah dariku, selamat ulang tahun oppa." Ucap Hani sambil memberikan sebuah kotak hadiah berwarna biru yang Chanyeol yakini sebagai sebuah jam tangan dan dugaannya benar, tapi ia tetap mengucapkan terima kasih pada mantan istrinya itu.

"Ini dariku dan Sehun." Ucap Luhan sambil memberikan sebuah hadiah yang lebih besar, Chanyeol membukanya dan menemukan satu set pakaian kerja yang bermerk.

"Ini dari keluarga Wu." Ucap Kris sambil memberikan kotak lainnya yang lebih besar, satu set alat pijat dan juga alat kesehatan lainnya membuat Chanyeol mengernyit namun tetap mengucapkan terima kasih.

"Ini dari ayah dan ibu." Ucap ayahnya sambil memberikan kotak yang lebih besar dari yang lainnya yang berisi bingkai foto dimana seluruh anggota keluarga mereka ada didalamnya termasuk Baekhyun, membuat Chanyeol terharu dan memeluk ayah dan ibunya bergantian.

"Ini dariku, jangan lupa untuk menggunakannya." Ucap Minseok membuat Chanyeol mengernyit akan isi kotak besar milik sepupunya itu yang ternyata adalah alat pemutar piringan hitam untuk mendengar lagu-lagu klasik.

"Dan ini…" Chanyeol menoleh dimana Jihyo dan Hani berdiri dengan masing-masing tangan mereka menggendong Jiwon dan Jinwoo.

"….hadiah dari si kembar." Ucap kedua wanita itu sambil menyingkirkan tubuhnya dan memperlihatkan sebuah kotak hadiah paling besar dari yang lainnya. Chanyeol terkekeh pelan memikirkan apa hadiah aneh lainnya yang ia terima. Ia mendekat dan menarik pita itu perlahan hingga sesuatu melompat keluar.

"Selamat ulangtahun Chanyeol." Chanyeol mematung menatap sosok yang muncul dihadapannya dengan sebuah topi ulang tahun dan pita emas yang melingkar di lehernya.

"Aku pulang!" Ucapan itu menjadi akhir dari ketidaksadaran Chanyeol, ia menyerang tubuh Baekhyun dan memeluknya erat, mengangkat tubuh itu dengan terburu membuat Baekhyun dengan refleks melingkarkan kakinya diperut kekasihnya.

Ciuman terburu dan panas tidak terelakan diantara keduanya. Sepasang kekasih yang sangat merindukan satu sama lain dalam beberapa bulan perpisahan mereka. Baekhyun menangis, sebagaimana Chanyeol juga. Tidak ada yang kepanasan dengan adegan ciuaman yang mereka sungguhkan sebaliknya mereka malah merasa begitu terharu akan perjalanan kisah cinta Baekhyun dan Chanyeol.

Semua tahu bagaimana keduanya saling mencintai selama ini, bagaimana masa-masa berat keduanya lalui dengan banyaknya rintangan yang nyaris membuat mereka menyerah. Seberapa banyak air mata yang mereka keluarkan untuk memperjuangkan kisah cinta 'tak normal' mereka. Dan bagaimana keduanya harus berpisah karena Baekhyun ingin menenangkan dirinya untuk waktu yang cukup lama.

Ketika Baekhyun berkata mungkin setahun atau lebih, Chanyeol pikir dirinya akan mati kesepian menunggu Baekhyun namun nyatanya sosok itu kembali lebih cepat dari yang seharusnya membuat Chanyeol merasa senang, apalagi hari ini adalah hari ulangtahunnya.

Kedua bibir itu masih saling bertautan namun air mata keduanya masih tetap mengalir membasahi pipi masing-masing. Bahkan Baekhyun terisak dalam ciuman mereka, membuat Chanyeol menghentikan ciuman mereka dengan terpaksa.

"Aku merindukanmu, sayang." Lagi sebuah pelukan erat Chanyeol berikan ketika Baekhyun telah berpijak pada lantai, kecupan-kecupan menuntut ia berikan disetiap bagian wajah Baekhyun menunjukan betapa rindunya ia pada sosok itu. Baekhyun memundurkan tubuhnya, memberikan jarak diantara keduanya.

"Selamat ulang tahun Chanyeol." Chanyeol lagi menarik tubuh Baekhyun, memerangkap pinggang ramping itu dalam satu pelukan tangannya, hendak kembali meraup bibir tipis itu sebelum Luhan maju dan mencegah ciuman itu kembali terjadi.

"Baiklah tuan-tuan, aku rasa kami semua disini tidak ingin menjadi penonton sampai besok pagi, jadi bagaimana jika kita lanjutkan pesta ini." Baekhyun terkekeh pelan sementara Chanyeol berdecih atas tindakan Luhan. Dan akhirnya pesta kembali dilanjutkan dengan si yang berulang tahun hanya duduk sambil memeluk Baekhyun sepanjang malam.

..

.

Baekhyun menggeliat dalam tidurnya ketika tubuh telanjangnya terkena sapuan angin pagi. Bercak-bercak kemerahan kembali tercipta ditubuhnya setelah sekian lama, dan semalam dirinya kembali menjadi hadiah ulang tahun untuk Chanyeol.

Ketika menyadari tak ada Chanyeol disampingnya, Baekhyun segera mencari pakaiannya dan berakhir dengan mengenakan kemeja Chanyeol karena hanya itu satu-satunya pakaian yang terlihat.

Kaki jenjangnya menuruni ranjang dan berjalan keluar dari kamar untuk menuju dapur dan ruangan lainnya namun ia tidak menemukan Chanyeol disana. Bahkan Jihyo yang seharusnya sudah ada disana untuk menyiapkan sarapan untuk Jiwon karena itulah tugasnya, untuk menjadi pengasuh Jiwon.

Merasa tidak menemukan siapapun, ia memilih meminum segelas air sebelum akhirnya rengekan Jiwon membuatnya bergegas menuju kamar putrinya. Kakinya dengan segera menuju keranjang bayi Jiwon dan menemukan bayi itu menggeliat sambil mengisap dotnya, hingga mata Baekhyun jatuh pada sebuah kotak berludru biru ditangan mungil putrinya. Baekhyun membuka kotak itu dan menemukan sebuah cincin indah didalamnya.

"Menyukai cincin yang ini?" suara Chanyeol tiba-tiba terdengar dari ambang pintu, dengan sebuah senyuman menawan Chanyeol mendekat. Ia meraih cincin ditangan Baekhyun lalu bersimpuh di depan prianya.

"Ini kesekian kalinya aku melakukan ini, tapi aku tak akan berhenti untuk tetap melakukannya meskipun kau menolak lagi. Aku mencintaimu dengan sepenuh hatiku, Baek. Aku tak ingin apapun selain dirimu, jadi aku harap kali ini kau tidak menolakku lagi. Aku akan mengatakannya lagi, Baekhyun, maukah kau menikah denganku?" Baekhyun menatap Chanyeol sejenak sebalum akhirnya ia tersenyum dan sebuah anggukan ia berikan.

Chanyeol bangkit dengan senang dan menyematkan cincin baru itu di jemari Baekhyun sebelum akhirnya mengecup bibir Baekhyun dan di detik berikutnya membawa keduanya dalam sebuah kecupan dalam.

Hisapan-hisapan dari bibir tebal Chanyeol membuat Baekhyun terlena, hingga seperti sihir tangannya akan dengan otomatis meremas rambut hitam Chanyeol. Chanyeol tak hanya berhenti disana, jemarinya membuka satu persatu kancing kemeja kebesaran yang Baekhyun kenakan, lalu menjatuhkan kain itu ke lantai hingga tubuh telanjang Baekhyun yang penuh bercak kembali terlihat jelas.

Kecupan-kecupan sensual Chanyeol berikan pada setiap jengkal tubuh Baekhyun, bahkan lehernya pun tak luput dari bibir mematikan Chanyeol. Baekhyun menggeliat merasakan suhu tubuhnya meningkat, mereka baru usai bercinta beberapa jam yang lalu dan kini mereka akan melakukannya lagi di hari sepagi ini.

Baekhyun telah membuka kakinya lebih lebar dan Chanyeol telah menyiapkan miliknya, sebelum akhirnya tubuh yang lebih pendek dibalik dan membuat Baekhyun berpegangan pada sisian keranjang bayi putrinya.

"Chanyeol…" Baekhyun menahan Chanyeol ketika melihat Jiwon menatap kearah mereka dengan mata bulatnya. Meski Jiwon belum begitu mengerti namun Baekhyun merasa malu harus bercinta di depan putri mereka. Chanyeol mengambil sebuah mainan dan memberikan pada Jiwon agar perhatian bayi itu teralihkan.

Setelahnya ia mendorong tubuh Baekhyun untuk membungkuk, sementara dirinya mendorong lebih dalam miliknya ke dalam tubuh Baekhyun. Baekhyun memekik sambil menggigit bibirnya menahan sakit, sebelum akhirnya benda itu berhasil masuk sepenuhnya.

"Euughh…" Tubuh Baekhyun tersentak seiring dengan gerakan Chanyeol sehingga membuat keranjang bayinya berayun sesuai irama mereka. Kakinya Baekhyun buka semakin lebar hingga membuat Chanyeol memudahkan pekerjaannya, erangan itu terdengar di dalam kamar Jiwon namun bayi itu nampak asyik dengan mainannya hingga tidak menaruh perhatian pada dua orang dewasa yang sedang memadu kasih di depannya.

Baekhyun merintih ketika Chanyeol berhasil menemukan titik terdalamnya dan Chanyeol mendorong semakin dalam ketika merasakan miliknya semakin terjepit.

"Chanyeol…akuuhhh…"
"Ya, tahan sayang!" Ucap Chanyeol sambil mempercepat gerakannya dan membiarkan cairannya kembali keluar di dalam tubuh Baekhyun bersamaan dengan milik Baekhyun yang mengotori keranjang bayi mereka. Baekhyun nyaris ambruk namun Chanyeol menahan tubuh itu dan kembali memberikan kecupan pada pundak Baekhyun.

Baekhyun terengah sambil melirik Jiwon sejenak sebelum akhirnya tatapannya jatuh pada cincin indah yang melingkar di jemari mereka yang saling bertumpuk. Baekhyun berjanji bahwa itu adalah cincin terakhir yang akan melingkar di jemarinya dan berjanji tak akan pernah melepaskan lagi cincin pemberian dari Chanyeol.

Selama masa menyendirinya Baekhyun banyak mendapatkan pelajaran akan arti hidup yang sebenarnya, akan arti cinta yang sesungguhnya. Baekhyun mengibaratkan itu seperti sebuah pistol dan setangkai bunga mawar. Di tangan setiap orang semua bisa menjadi berbeda, karena cara pandang mereka yang tak serupa.

Pistol dan mawar adalah dua benda yang berbeda, pistol cenderung mematikan membuat siapapun yang melihatnya akan merasa ketakutan, sementara mawar terlihat begitu indah membuat siapapun yang melihatnya menjadi begitu ingin memilikinya. Tapi keduanya memiliki sisi yang lain, pistol tak selamanya membunuh karena disisi lain itu bisa menjadi pelindung sekaligus penyelamat, tapi mawar yang indah menyimpan ratusan duri ditangkainya yang jika digenggam sangat erat maka akan melukai.

Jadi Baekhyun mengibarat cinta seperti keduanya, apapun didunia ini memiliki dua sisi yang berlawanan. Menjalani kisah cinta yang pahit tidak selamanya membawa penderitaan, terkadang ada banyak pelajaran yang bisa dipetik dibaliknya, namun kisah cinta yang manis tidak selamanya membawa kebahagiaan karena akan ada penderitaan yang terselip di dalamnya.

Hal itu yang membuatnya memilih untuk kembali ke Korea dan melawan semua rasa takutnya, karena kini hatinya telah sepenuhnya yakin bahwa terkadang memikirkan kebahagiaan sendiri bukanlah sebuah keegoisan, tapi dengan menjadi bahagia maka akan membuat orang-orang disekitarnya bahagia juga. Kini tak ada lagi hubungan terlarang untuk keduanya, tak ada lagi ciuman sembunyi-sembunyi yang mereka lakukan dan tak ada lagi hubungan tanpa status yang mereka jalani, karena setelah ini ia akan benar-benar menjadi bagian dari keluarga Park. Bukan sebagai anak, tapi sebagai seorang menantu.

..

.

Nyonya Park terbaring diatas ranjangnya, pikirannya kembali pada waktu dimana dirinya baru saja mendapat berita paling membahagiakan dimana cucunya telah lahir dan dia mendapat dua sekaligus.

Dan ia teringat bagaimana Baekhyun bersimpuh di depannya mengatakan bahwa ia ingin tetap pergi dari kehidupan mereka dan membangun hidup baru seorang diri, melupakan cintanya untuk Chanyeol dan mengubur kebahagiaannya.

Sebagai seorang ibu, tentu ia tahu bahwa Chanyeol begitu mencintai Baekhyun dan begitu pula sebaliknya. Ia ingin menjadi egois, namun keegoisannya hanya akan menyakiti perasaan anak-anaknya, karena itu dengan perlahan ia mencoba bangkit dan meminta Baekhyun untuk tetap tinggal.

Ucapannya waktu itu nyatanya mampu membuat Baekhyun menangis terisak dan bahkan bersujud di kaki ibunya, mengucapkan beribu terima kasih atas kebaikan wanita itu, dan Nyonya Park masih mengingatnya dengan jelas bagaimana ruangan itu dipenuhi oleh isak air mata, tapi dia bahagia karena kini kedua putranya telah bahagia.

Helaan nafas itu terdengar, helaan yang dipenuhi oleh rasa kelelahan dan kepayahan. Mata cantik itu perlahan berkedip pelan dan semakin pelan, hingga akhirnya ia menutup perlahan matanya seolah mengatakan bahwa bebannya sudah terangkat.

Tak ada lagi hal yang membuat ia bahagia selain melihat anak-anaknya bahagia. Impiannya telah terwujud, ia telah menjadi seorang ibu yang baik untuk anaknya dan juga menantunya. Tugasnya sudah usai dan kini ia bisa beristirahat dengan damai dalam sebuah kebahagiaan, karena tugasnya sebagai orang tua sudah ia penuhi.

Suara-suara tangisan Chanyeol ketika masih kecil berputar dikepalanya, suara Chanyeol yang sudah dewasa, suara pekikan Baekhyun, suara tawa suami dan kedua anaknya memenuhi kepalanya. Bagaimana orang-orang menyayanginya, bagaiamana Chanyeol menganggapnya ibu yang hebat, bagaimana Baekhyun memilih berkorban untuk kebahagiaannya, bagaimana suaminya begitu bangga memiliki istri sepertinya semua melebur menjadi satu yang pada akhirnya menciptakan sebuah senyuman diwajah wanita itu yang kini telah menghembuskan nafas terakhirnya.

Raganya bisa saja mati, tapi cintanya akan selalu ada dan berbekas pada setiap ingatan anak-anaknya dan orang yang mencintainya.

..

.

"Ada banyak jenis orangtua , ada banyak jenis anak dan juga cinta di dunia ini. Ketika aku menggabungkan ketiganya maka aku mendapatkan kebahagiaan. Aku ibu yang berbeda Baekhyun, aku bukan tipikal ibu yang memikirkan perkataan orang sementara anak-anakku tersiksa. Aku pernah mencoba egois tapi aku berakhir menyiksa diriku sendiri dan menyakiti kalian. Ada pula jenis anak yang berbeda seperti kalian yang lebih mementingkan kebahagiaan orangtuanya ketimbang kebahagiaan kalian sendiri. Tapi hanya ada satu jenis cinta di dunia ini, yaitu yang membawa kebahagiaan…."

"….jika itu membawa derita maka itu bukanlah cinta, melainkan pengorbanan. Aku mencintaimu Baekhyun sebagai anakku, seperti putra kandungku sendiri dan aku ingin kau untuk bahagia. Jika Chanyeol adalah kebahagiaanmu maka raihlah dia, berhenti berlari dan mengelak, jangan jadikan kami sebagai alasan kau untuk menderita, karena kebahagiaan orangtua adalah melihat anak-anaknya juga bahagia. Baekhyun, jika kau mencintai Chanyeol dan memilih bersamanya, maka mulai sekarang kau bukan anakku lagi…."

"…..kau adalah menantu dirumahku. Kau adalah bagian dari keluarga Park."

..

.

THE END

..

.

.

.

Haaaah… akhirnya aku bisa bernafas lega.

Gimana? Apa ending ini sesuai harapan kalian? Apa aku masih jahat? Apa aku masih kejam? Wkwkwkwk… semua balik ke kalian lagi, yang terpenting tugasku udah selesai jadi aku gak ada utang lagi hehehe…Semoga kalian puas ya sama endingnya wkwkw..

Sequel? Hmmm…. *mikir keras*

Oke bakal aku usahain untuk buat sequel karena itu aku buka sesi tanya jawab buat kalian yang mungkin masih ada yang kalian bingungin dari semua chapter ini yang nantinya bakal aku post di chapter sequel. Karena aku tahu meskipun aku coba nulis sedetail mungkin kadang ada aja yang kelewatan, ya maklum lah namanya juga manusia wkwkw jadi daripada DM mending aku post disini .. kalo mau silahkan kalo enggak juga gapapa…hehehehe….

Oke, Aku mau ucapin terima kasih banyak buat kalian yang udah menemani perjalanan ff cemilan ini dari chapter awal sampai chapter akhir semoga gak ada yang baper dan minta dibuatin season keduanya, karena persediaan bawang dirumahku udah habis wkwkwk…

Jadi seperti biasa, selalu jaga kesehatan dan salam Chanbaek is real …Love you guys…