Lacrimosa

.

.

Naruto © Masashi Kishimoto

.

.

SasuSaku

.

.

Supranatural, romance

.

.

Summary: Mereka bilang, jika kau bisa melihat sosok gadis dibawah pohon sakura yang tumbuh di pelataran Kuil Senju… Maka kau akan mati./ "Itu hanyalah rumor konyol, apa kau percaya? kemana perginya Uchiha Sasuke dengan semua logikanya? " / Gadis itu, mengapa dia menangis?

.

.

.

.

.

Happy Reading All

.

.

.

.

Gedung-gedung tinggi di luar sana terlihat sekilas di matanya. Kaca mobil menggembun akibat hujan yang turun beberapa menit lalu. Tapi penampakan di belakangnya masih cukup jelas terlihat, seperti orang-orang yang berlalu lalang diantara trotoar jalanan, saling berebut jalan atau sibuk bermain ponsel masing-masing. Kedai makanan serta barisan ruko pertokoan pakaian musim gugur ataupun kendaraan yang melaju dengan kecepatan diatas rata-rata.

Sasuke menyandarkan lengannya di antara celah jendela mobil yang terbuka, ia merasa bosan. Duduk diam dalam kurun waktu yang tidak sebentar bukanlah aktivitas yang ia sukai. Iris hitamnya melirik penumpang di sebelahnya, Naruto tertidur disertai suara dengkuran yang tidak bisa dikatakan pelan.

Sasuke mendengus tanpa sadar, tak bisa diharapkan. Pria rubah itu sudah tertidur lebih dari satu jam.

Pada akhirnya Sasuke memilih menyumpal telingannya dengan earphone putih gading. Daripada mendengar nyanyian Naruto ia lebih memilih mendengarkan lagu di play listnya. Salah satu lagu yang dinyanyikan band teratas yang menjadi favoritnya saat ini.

.

.

.

Tiga puluh menit berlalu. Suasana di luar sana bukan lagi gedung-gedung tinggi pencakar langit, melainkan barisan rumah-rumah yang masih menjaga nilai tradisional mereka. Kendaraan yang melintaspun hanya berupa sepeda dan motor model lama, ataupun Kuda-kuda yang mengangkut hasil pertanian warga. Jumlah mobil yang melintas bahkan bisa dihitung dengan hitungan jari yang mana sama-sama menjadi transportasi pengangkut hasil panen.

Earphone putih itu masih menempel di telingannya. Suasana pedesaan yang nyaman membuat Sasuke enggan untuk membuka mata. Padahal dalam kenyataannya ia tidak benar-benar tertidur, Sasuke hanya menutup mata guna merilekskan tubuhnya sendiri. Punggungnya bersandar pada kursi penumpang dengan nyaman, hingga kemudian dia merasakan guncangan kasar yang membuatnya terbangun detik itu juga.

"Ouch, apa yang terjadi? " Sasuke merintih, memegang pelipisnya yang tak sengaja membentur kaca jendela mobil. Guncangan yang cukup keras namun tak cukup keras untuk membangunkan penumpang disampingnya.

Naruto tertidur seperti Kucing yang sedang bunting.

"Maaf tuan, tadi ada anak-anak nakal yang menaruh dahan pohon ditengah jalan dan tak sengaja terlindas. Maaf sudah membuat anda merasa tidak nyaman. Seharusnya saya menghindarinya tadi." Menjawab apa yang Sasuke pikirkan, supir itu bersuara dengan intonasi yang terdengar profesional.

Sasuke membuang nafasnya perlahan, "Hn, lanjutkan saja." Tuturnya.

Supir itu memandang Sasuke sekilas melalui kaca berbentuk persegi panjang yang tergantung di atas kemudi. "Saya akan lebih berhati-hati lagi, jalanan di desa ini agak sulit untuk diakses. Pemerintah harus segera membangunnya kembali." Ucapnya kemudian.

Sasuke mengangguk setuju, walaupun mungkin pria paruh baya di depannya tidak bisa melihat anggukan super singkatnya. Sasuke bisa merasakan kursi yang ia duduki bergoyang ketika melintasi jalanan yang berlubang ataupun tekstur kasar batu kerikil yang terlindas roda. Memang tidak terlalu parah namun tetap saja mengganggu kenyamanan berkendara.

Pohon Pinus berukuran besar berada di sisi kanan dan kiri, hutan bambu dan juga beberapa tumbuhan rambat, batang pohon besar dipenuhi lumut parasit, khas pegunungan.

Sasuke menyandarkan lengannya ke jendela yang sebelumnya ia buka. Embunnya sudah mengering, menyisakan sedikit noda tanah bekas tetesan air hujan kemarin. Dia menopang dagu lancipnya menggunakan telapak tangan. Hanya satu kata yang ada dipikirannya.

Ini adalah surga.

Tidak seperti perkotaan yang dipenuhi polusi udara, disini jauh lebih baik. Cicitan Burung mengiringi kepergian mobil biru laut itu. Nyanyiannya terdengar begitu merdu dan alami. Tak lama berselang, pemandangan perkebunan menyambut di depan sana. Mulai dari hamparan pohon Teh yang terlihat seperti labirin berukuran pendek namun terlampau luas, membentang dari arah timur hingga bukit seberang. Rumah berbentuk persegi dari plastik putih transparan terdapat di beberapa sudut, tempat khas untuk menanam Strauberi agar tetap segar.

Angin yang berhembus menerbangkan surai gelap depannya, menutup mata dan juga sebagian pipi tirusnya tapi Sasuke tidak memperdulikannya, ia terus memandang kedepan, melihat ladang sayuran berupa Kol dan juga Wortel. Jagung yang masih berusia dini ataupun umbi-umbian seperti Kentang dan buah Bit. Masyarakat yang bertani bahkan anak-anak yang baru pulang dari aktifitas belajar mereka, Sungai-sungai kecil yang berfungsi sebagai irigasi pertanian wargapun tak luput dari jelajahan mata kelamnya.

Earphone ditelinganya sudah tak lagi mengeluarkan suara namun Sasuke masih tak berniat untuk melepaskannya.

"Lima menit lagi kita akan sampai, tuan," ucap sang supir, pria paruh baya itu masih fokus memandang ke depan. Jalanan pengunungan yang penuh dengan tikungan tajam memaksanya untuk tetap waspada.

Sasuke melirik kearah Naruto. Dia melepaskan earphone yang menyumpal di telinganya. Dilihatnya Naruto yang masih tertidur, ekspresi wajahnya langsung berubah jijik ketika melihat adanya anak sungai yang mengalir di sudut bibir Naruto. Pria blonde itu mengucapkan kata ramen beberapa kali dengan mata yang masih terpejam.

"Bangun, Dobe."

Sasuke menguncang bahu Naruto pelan, namun melihat Naruto yang masih tidak memberikan respon membuat Sasuke kembali mengguncang bahu Naruto lebih keras dari sebelumnya.

"Dasar, " laki-laki itu mendengus. Naruto masih tak memberikan respon. Dia mendadak dongkol.

Tangannya bergerak ke bawah Jok, mengambil Tas ransel hitam dengan tergesa, ia Membuka risleting kemudian mengambil sebuah buku tebal dari sana. Sasuke terlihat berfikir, pria itu menggelengkan kepalanya singkat kemudian tidak butuh waktu lima detik lengan kekarnya bergerak menampol wajah tak elit Naruto dengan buku. Menyebabkan sang korban yang langsung gelabakan.

Ah, berhasil. Hati Sasuke

bersorak gembira.

"Apa-apaan kau Teme! Tidak berperasaan! Aku akan melaporkanmu ke pengadilan atas dasar pelanggaran undang-undang tata cara membangunkan pria tampan yang sedang tidur! " Jari telunjuk Naruto teracung, hidungnya terlihat memerah dan ekspresi jengkelnya benar-benar tercetak dengan jelas. Pria pirang itu langsung meneriaki Sasuke dengan rentetan kata-kata tak berlandaskan hukum.

Seringai remeh tersungging dibibir tipis Sasuke. "Kau seperti kerbau hibernasi, bodoh."

Naruto mengusap sudut bibirnya yang berair dengan kepalan tangan,"Sialan kau!" Ia mengumpat.

"Hanya tingal satu belokan, tuan. Apakah anda ingin saya menunggu? " Sang supir langsung menginterupsi, sebelum terjadi peperangan dadakan dalam mobil miliknya dia memilih jalan tengah.

"Hn, disini sepertinya tidak ada taksi lain. Apalagi kendaraan untuk tumpangan. "

Pria paruh baya dibangku depan itu mengangguk. Pertanda jika ia mengerti.

.

.

.

"Rasanya perutku akan meledak. Astaga! "

Naruto mengalami mabuk kendaraan ketika ia bangun. Aneh memang, perutnya langsung bereaksi dua menit setelah membuka mata dan ketika mobil itu berhenti dia langsung mengeluarkan semua isi di dalamnya. Jangan lupakan suaranya yang terdengar menjijikkan itu. Naruto yang malang, ekspresi wajahnya terlihat benar-benar tersiksa dengan wajah keunguan dan mata biru lautnya yang berair.

Sasuke melempar botol plastik air mineral ke arah Naruto, yang langsung diteguk pria pirang itu hingga tandas, tanpa sisa.

"Simpan sampah itu Dobe,"

"Apa kau bercanda Teme? Kurang kerjaan saja." Naruto mencibir.

"Jangan mengotori tempah yang baru kau datangi, apalagi disini daerah pegunungan."

Naruto memanyunkan bibirnya, namun tetap mengikuti apa yang Sasuke katakan. Botol bekas itu ia masukkan ke dalam ransel berwarna oranye terang miliknya.

"Menambah beban saja." Gerutunya.

Mereka berdua melintasi jalanan setapak dengan Sasuke yang memimpin perjalanan. Sepatu Snicker yang mereka pakai terlihat kotor akibat tekstur tanah yang basah, daerah pegunungan yang identik dengan curah hujan yang tinggi. Tanah berlumpur serta rumput-rumput liar, juga daun-daun kering yang berjatuhan dari atas pohon bukanlah sesuatu yang aneh.

Lima menit berlalu, di depan sana terdapat Sando yang berupa tiga ratus anak tangga. Sangat merepotkan, Sasuke membuang nafasnya dengan hembusan perlahan. Ia mengeratkan pegangan tangannya pada Ransel yang berada di punggung kemudian melangkahkan kaki menaiki anak tangga.

"Err... Teme, bagaimana jika aku menunggu disini saja." Naruto menggaruk bagian belakang kepalanya. Cengiran lebarnya mengembang dengan sempurna.

Mata sasuke memicing, "Tidak, kau sudah berjanji Dobe."

Enak saja. Datang bersama, susahnya juga harus bersama. Begitu pikirnya.

Ekspresi laki-laki pirang itu langsung berubah pucat, "Ayolah Teme, kasihanilah sahabatmu ini." Rengeknya.

Yang tentu saja tidak akan mempan.

"Idiot,"

Sasuke berjalan menaiki tangga, meninggalkan Naruto yang tambah cemberut mendengar jawabannya.

Laki-laki pirang itu berjalan dengan sempoyongan.

"Aku merasa akan mati. "

Dilihat dari bawah saja sudah membuat kakinya sangat lemas, oh. Tiga ratus anak tangga bukanlah jumlah yang sedikit. Seharusnya sejak awal ia tidak berjanji menemani Sasuke kesini, tapi aroma lezat Ramen spesial berukuran jumbo terlalu menggoda untuk dilewatkan. Dalam hati Naruto merutuki sasuke yang waktu itu berhasil menyogoknya. Sialan.

Tujuan utama mereka adalah Kuil di atas sana. Sebuah Kuil tua yang bernama Kuil Senju, dikarena pendirinya adalah keluarga Senju sehingga kuil ini memiliki nama yang sama dengan klan besar yang mendirikannya. Salah satu Kuil dari lima buah Kuil Shinto yang ada di desa Konoha. Sebuah desa yang terletak di lereng gunung Shirokuni sekaligus menjadi Kuil tertua disini.

Jika tidak karena Uchiha Madara, kakek tercintanya. Sasuke tidak akan membuang waktu berharganya hanya untuk mendatangi Kuil yang cukup terpencil ini. Satu minggu lagi ia akan pergi ke London untuk melanjutkan study dan sang kakek memintanya untuk berdoa di Kuil yang juga merupakan milik sahabat lamanya. Hashirama Senju. Sebagai cucu yang baik tentu saja Sasuke akan menurutinya, lagipula menentang perintah Madara sama saja dengan cari mati.

Perintah Uchiha Madara adalah mutlak, tidak bisa dan juga tidak diperbolehkan untuk dibandah.

Uchiha Madara adalah absolut!

Sasuke mengusap pelipisnya yang sedikit mengeluarkan keringat. Padahal baru setengah perjalanan tetapi rasanya sudah cukup melelahkan. Sepatu Snickers hitamnya berdecit, lantai tangga yang terbuat dari beton terasa agak licin karena kehadiran Lumut-lumut hijau yang menempel di sana. Jika kakinya tergelincir sedikit saja maka sudah dipastikan Kami-sama akan menemuinya saat itu juga, dan tentu saja sasuke tidak ingin hal itu terjadi.

Naruto masih mengeluh. Sahabatnya itu terus saja bersuara seperti burung Pipit yang baru saja menemui betina. Sasuke memalingkan pandangannya ke sekeliling, Chinju no mori yang merupakan hutan pelindung kuil. pohon-pohon besar berdiri dengan sangat gagah. Daunnya yang rimbun mencegah sinar Matahari mencapai tanah, didominasi warna jingga mengingat sekarang sudah memasuki awal bulan November. Sasuke bersyukur akan hal itu, setidaknya ia tidak perlu kepanasan akibat sengatan sinar Matahari langsung. Pandangan mata kelamnya kembali lurus ke depan, ia kemudian menegadah keatas sana, memandang sedikit cahaya yang keluar dari sela-sela daun jingga di atas sana.

"Teme,"

"Hn"

"Apa menurutmu di Kuil Senju ada Miko yang cantik?"

Sasuke mendengus, sahabatnya ini sama sekali tidak berubah, "semoga Kami-sama mengampunimu, Dobe."

"Hey! Apa apaan itu, dosa yang kupunya bahkan tidak sebanding dengan dosa yang kau perbuat Teme! Bahkan mungkin neraka saja enggan untuk menyentuhmu karena dosamu yang sudah menggunung itu." Naruto menggerutu dengan semangat yang menggebu-gebu, hingga burung-burung yang semula bertengger-pun terbang pergi menjauh. Untuk keamanan karena suara nyaring Naruto berhasil mengalahkan kicauan mereka.

"Bodoh," guman sasuke singkat yang justru membuat naruto pundung ditempat.

"Tega sekali kau teme."

Sasuke segera melangkah lebih cepat, dilihatnya Torii khas Kuil Shinto di atas sana. Berwarna merah seperti Kuil kebanyakan. Suara orang berlari membuatnya menghentikan langkah dan saat itu Sasuke merasakan bayangan kuning melewati tubuhnya dengan gerakan cepat.

Dari mana Naruto mendapatkan kembali energinya? Pemuda pirang itu selalu punya kejutan.

Angin berhembus cukup kencang ketika kakinya menapaki undakan tangga terakhir, seperti sebuah penyambutan atas kedatangannya. Kakinya kembali melangkah. Melewati Torii memasuki area kompleks Kuil.

Baru lima langkah Sasuke berjalan, kakinya terasa seperti ditarik gaya gravitasi tingkat tinggi. Tubuhnya merasakan tekanan dari arah samping, aroma Cherry blossom yang terasa sangat pekat menusuk indera penciumannya. Terasa harum dan menyenangkan. jantungnya secara tiba-tiba berdetak tak terkendali. Seperti Drum besar yang dipukul berkali-kali dalam sebuah konser musik akbar.

Kepala ravennya meloleh, menoleh kearah yang entah kenapa sangat ingin Sasuke lihat. Dan saat itu juga ia merasakan waktu yang terasa kian melambat, mata hitam kelamnya menangkap sesuatu.

Sesosok gadis muda dibawah pohon sakura, seperti refleksi dari sakura itu sendiri. Bangku taman panjang yang sudah berkarat menjadi alasnya untuk duduk, gadis itu mengenakan Dress putih polos tanpa lengan di bawah lutut. Terdapat renda jaring-jaring bermotif bunga Lili berwarna merah muda pudar dibagian bawahnya. Pohon sakura berukuran besar menaungi gadis itu. Kelopaknya berguguran secara slow motion. Menambah kesan indahnya.

Pohon Sakura yang berbunga dimusim gugur? Tidak seperti biasanya.

Iris hitam Sasuke masih memandang sosok gadis 'sakura' dengan pandangan kagum. Bagaimana surai merah mudanya yang berterbangan akibat ulah angin nakal pegunungan, terdapat beberapa kelopak bunga sakura yang berjatuhan dari atas, beberapa di antaranya tersangkut di surai ataupun bangku yang di duduki sang gadis. sayangnya sosok itu sedang memandang ke arah yang berlawanan dengan Sasuke, membuat Sasuke tidak bisa melihat wajahnya.

Hingga bahu mungil itu bergerak dan pandangan keduanya saling bersirobok. Untuk sesaat, Sasuke merasa benar-benar tenggelam dalam iris hijau yang meneduhkan sosok itu.

Sasuke melihat wajahnya, bagaimana bentuk pipi dan juga bibir yang terlihat tipis kemerahan, iris teduhnya adalah hal yang entah kenapa sangat Sasuke sukai. Dia melihat bagaimana sempurnanya surai merah muda yang membingkai kepala sang gadis, surai merah muda yang masih saja bergerak merespon angin, juga mengeluarkan aroma Cherry blossom yang benar-benar menggoda hidung. Indra penciumannya dengan tiba-tiba berubah menjadi sangat sensitif.

Sasuke juga melihat bagaimana ekspresi yang kini ditunjukkan sosok itu. Ekspresinya yang tampak sangat terkejut, kesedihan benar-benar tergambar dengan jelas di wajah ayunya. Kemarahan, keputus-asaan, juga sisi misterius yang seperti menyedotnya untuk tenggelam lebih jauh. Seperti lubang besar tanpa dasar. Namun Sasuke juga melihat setitik kebahagiaan seolah-olah sosok itu mendapat harapan dari semua asanya.

Tubuh sasuke masih tak bisa digerakkan. Hatinya terasa mencelos melihat adanya bekas lelehan air mata yang mengalih di sudut mata teduhnya, terlihat sudah cukup mengering.

Mengapa gadis itu menangis?

Dadanya tiba-tiba saja terasa sangat sesak, nafasnya seperti ditarik dengan cara paksa. Benar-benar sakit. Sasuke merasa ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tak bisa dijabarkan hanya dengan rangkaian kata-kata.

Gadis itu masih disana, masih memandang Sasuke yang juga balas memandangnya. Menarik sudut bibirnya keatas, membentuk seringai kecil yang terkesan misterius. Sasuke masih membeku di tempatnya. Ia melihat gadis itu berguman, mengucapkan kalimat yang sayangnya tak bisa dijangkau oleh telinganya.

Apa yang gadis itu ucapkan?

Yang sasuke lihat hanyalah gerakan bibirnya yang tidak terburu-buru. Juga senyuman miringnya yang membuat tubuh Sasuke lebih kaku dari sebelumnya.

"Uchiha Sasuke?"

Seseorang menepuk pundak Sasuke, membuat pria muda itu luar biasa terkejut dan segera mengalihkan perhatian.

"Ya, " jawab Sasuke disertai anggukan kecil, ia melirik pria lanjut usia didepannya dari atas ke bawah.

Penampilannya mirip seperti pendeta Kuil.

Merasa dipandangi laki-laki didepannya mengeluarkan tawa renyah. Laki-laki itu kembali menepuk pundak sasuke berkali-kali, namun kali ini agak keras hingga membuat Sasuke merasa sedikit nyeri.

"Aku sudah menunggumu, ternyata semua Uchiha tidak ada bedanya. Kau sangat mirip dengan kakekmu ketika masih muda. Dan juga... sepertinya sama-sama tidak banyak bicara."

Sasuke meringis, ia merasa tidak memiliki kemiripan dengan kakeknya yang super narsis itu.

Bahkan wajahnya saja menurut Sasuke masih lebih tampan dirinya.

Dimana letak kemiripanya?

Jangan bercanda.

"Saya rasa tidak begitu, "

"Aku Senju Hashirama," laki-laki itu yang ternyata adalah Senju Hashirama memperkenalkan dirinya, tangan rentanya menggenggam tangan sasuke secara paksa. "Aku yakin Madara pernah bercerita tentangku, bukan begitu? "

Pendeta itu tertawa dengan penuh percaya diri. Cukup unik, karena biasanya pendeta adalah kumpulan orang-orang alim yang menjaga image mereka.

"Hanya sekali, kurasa. " Sasuke berucap jujur, mulut sialanya tidak bisa dikondisikan. Dilihatnya wajah tuan Hashirama yang benar-benar dilanda shock dadakan. Sangat miris.

"Ahaha... Teman pirangmu tertidur di lantai Jinja, tapi kau tidak usah khawatir karena Konohamaru sudah memindahkannya," jeda sejenak, Hashirama terlihat membetulkan posisi topi hitam tinggi di kepalanya. Sejujurnya ia merasa sangat jengkel dengan sobat sehidup sematinya itu.

Uchiha Madara sialan. Semakin tua kakek Uchiha itu semakin pula tak bisa diandalkan.

"Sepertinya dia cukup bodoh, aku turut berduka cita," tuturnya kemudian.

Dasar tidak berkaca.

"Hn"

Abaikan sopan santun, Sasuke mengangguk setuju.

Hashirama berdehem keras, suaranya bahkan terdengar dari radius lima meter. "Mari, Sasuke. Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu, seperti kabar kakek bodohmu itu misalnya." kali ini suaranya terdengar lebih berat. Sangat berbeda dengan sebelumnya.

Sasuke terdiam sejenak, "Aku akan menyusul."

Pendeta di depannya menghilang ke dalam, berjalan mendahuluinnya. Sasuke kembali memutar tubuhnya, memandang tempat semula, tempat dimana sosok gadis tadi berada. Namun yang dilihatnya sekarang hanyalah bangku kosong dengan banyaknya kelopak bunga sakura di atasnya.

Kemana gadis itu pergi?

Raut wajah Sasuke terlihat kecewa. Ia bahkan belum mengetahui namanya.

"Sasuke! kau masih disana!" Hashirama berteriak dengan suara yang cukup kencang, membuat salah satu Miko yang tengah menyapu halaman Kuil hampir melempar sapu di tangannya.

Tak butuh waktu yang lama, Sasuke langsung melangkah memasuki area Kuil. Ia akan berdoa seperti yang diperintahkan sang kakek. Juga berbincang dengan sang sahabat kakeknya. Benar-benar pagi yang merepotkan.

.

.

.

"Teme. Kau tahu, aku bertemu seorang Miko yang sangat cantik." Naruto berbisik. Mereka kini tengah dalam perjalanan pulang, satu jam berlalu sejak keduanya pergi dari Kuil.

"Hn,"

Sasuke hanya menjawab dengan singkat, pikirannya sedang berkelana jauh. Tiba-tiba saja ia kembali mengingat sosok gadis merah muda itu.

Ah, Sasuke belum mengetahui namanya.

Apakah namanya juga seperti musim semi? Persis seperti wujudnya yang terlihat seperti sakura dalam versi manusia asli. Kepalanya mulai terasa pusing. Apa yang terjadi dengan dirinya. Bayangan gadis itu terus saja melintas, terus berputar seperti kaset rusak.

Naruto memposisikan kedua lengannya di belakang kepala, melipatnya untuk dijadikan bantal alternatif.

"Namanya Miu-chan,"

"kau jadi terlihat seperti pedofil."

Dilihat dari manapun, Miko yang bernama Miu itu masih berusia lima belas tahun. Sasuke melihat keluar Jendela, memandang pemandangan alami berupa Danau buatan yang banyak ditumbuhi Teratai tanpa bunga.

Iris biru cerah Naruto melebar, "Ap-Apa! Itu fitnah yang sangat kejam Teme! " ia tampak tidak terima. Teriakannya bahkan sempat membuat sang supir kehilangan kendali.

Apa sahabat pirangnya ini tidak bisa diam, hari ini Sasuke sangat lelah. Ia ingin segera sampai rumah kemudian langsung menjatuhkan tubuhnya di ranjang empuk miliknya lalu tertidur. Memimpikan hal indah lainnya di alam bawah sadar.

"Kau tahu teme," Naruto masih berbicara dan Sasuke memilih untuk memejamkan matanya. Ia tidak tidur, hanya menutup matanya barang sejenak. Memilih mengabaikan omongan Naruto yang hanya akan membuat kepala ravennya sakit.

"Miu-chan bilang di Kuil Senju terdapat pohon yang tidak biasa, apa kau melihat pohon sakura besar di pelataran kuil?"

"Hn"

"Katanya, jika ada manusia yang bisa melihat sosok gadis yang duduk di bangku kecil di bawah pohon Sakura itu, maka orang itu akan mati."

Dengan sekejap mata Sasuke langsung terbuka dengan sempurna. Apa maksudnya itu? Apakah Sasuke tidak salah dengar? Atau Naruto hanya bergurau?

Deg

Sesuatu didalam tubuhnya kembali berdetak di luar kendali, dua kali lipat lebih cepat dari sebelumnya. Pikirannya kini terasa tumpul. Sasuke melirik naruto dengan hati-hati.

"Katakan sekali lagi, Dobe." Perintahnya pada Naruto.

"Apa?" alis Naruto mengkerut, "kau ingin aku menceritakan apa, Teme?" Ekspresi pemuda pirang itu langsung berbinar. "Ah! Miu-Chan-

"Bukan bodoh," sela Sasuke dengan jengkel, ia menghirup oksigen dalam-dalam kemudian mengeluarkannya kembali, apakah ia harus bertanya pada Naruto? Jujur saja Sasuke merasa penasaran. Jika memang benar maka keselamatannya akan terancam, tapi. Kenapa kau jadi percaya dengan cerita seperti ini Sasuke? Ini hanya mitos kuno yang kebenarannya bahkan masih dipertanyakan. Kemana perginya Uchiha Sasuke yang selalu menggunakan logika?

Sangat konyol.

Batin Sasuke sedang mengadakan perang secara mendadak. Lucu sekali.

"Pohon sakura yang dianggap tidak biasa di kuil senju," suara Sasuke nyaris berbisik.

"Aku pikir kau tidak tertarik Teme." Naruto menyentuh dagunya dengan jari telunjuk. Berpose seolah-olah sedang berfikir dan Sasuke memasang telinganya lebar-lebar. Jantungnya kembali berdetak dengan kencang sialan!

"Hmm... Kata Miu-chan, pohon itu sudah berdiri lebih dari lima ratus tahun, bahkan usiannya lebih tua dari kuil Senju. Bahkan hebatnya lagi, pohon itu akan terus berbunga sepanjang waktu. Bukankah itu sangat keren?"

"Manusia yang melihat sosok itu akan mati" lanjutnya.

"Sosok seperti apa?" dia mulai tidak sabar.

"Seperti bunga Sakura, tapi entahlah, aku tidak pernah melihatnya. Lagipula ini hanya rumor." Naruto mengangkat kedua bahunya tak acuh.

"Dari mana Miko itu tahu? Dan kenapa sosok itu ada disana? " Sasuke langsung memberikan pertanyaan dengan cepat.

"Kau ini cerewet sekali. Tidak seperti biasanya, "

"Hn"

Mulai lagi, Naruto memukul keningnya jengkel.

"Hm... Katanya, dulu ada sepasang kekasih. Emm terus- "

Naruto tampak berpikir dengan keras, kedua telunjuk pria pirang itu menyentuh pelipisnya dengan ekspresi kesal. Dan Sasuke sudah tahu apa yang terjadi selanjutnya.

Naruto melupakan cerita yang diceritakan Miko itu. Sama sekali tidak berubah. Masih saja bodoh. Pada akhirnya Sasuke kembali menjatuhkan punggyngnya pada sandaran jok mobil. "Kau masih tidak bisa diharapkan dalam hal ini, Dobe."

"Aku bersumpah aku mengingatnya. Hanya tinggal mengingatnya kembali, yaa aku harus em... Berfikir untuk mengingatnya kembali-oh sial!"

Hening,

"Ah! Mereka dikutuk! "

Kedua alis Sasuke mengernyit, "Apa maksudmu mereka dikutuk Dobe?" berbagai pernyataan-pernyataan gila mulai meracuni otak jeniusnya.

"Pasangan ini bukan pasangan biasa. Kau tahu, semacam hubungan terlarang… " Pemuda pirang itu berbisik sangat pelan ketika mengucapkan kalimat terakhirnya. Namun masih bisa terdengar.

Supir di bangku kemudi masih saja fokus. Diam dan terus melihat jalanan yang mulai padat, tak berniat bergabung untuk saling berbicara.

"Aku tidak tahu kelanjutannya, kau tahu sendiri'kan kapasitas otakku ini sangat rendah Teme."

Mendengar itu, pandangan sasuke mengarah ke atap mobil. Hitam dan juga gelap, cat hitam mendominasi atap itu. Pikiran Sasuke mulai menerawang jauh.

Apa yang terjadi, kenapa sosok itu begitu menarik perhatiannya. Cerita naruto. Juga dirinya sendiri.

Satu pertanyaan yang terus saja terngiang di kepala ravennya. Terus terngiang dan bergema tanpa henti.

Mengusap kepalanya kasar, menghembuskan nafas panjang. Sasuke memilih kembali memandang keluar jendela. Tak ada lagi penampakan danau, tergantikan dengan rumah-rumah minimalis di jalan seberang. Namun untuk kali ini Sasuke sama sekali tidak memperhatikan pemandangan itu. Ia masih tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Siapakah dia? Dan,

Mengapa gadis itu menangis?

Sasuke tidak mengetahui jawabannya.

.

.

.

.

To be continue

.

.

.

A/N:

Ff ini juga udah pernah aku post di fb, ff MC perdanaku.. tapi masih blom end, baru 3 chap aja. Jujur aku bingung lanjutinnya kegimana, padahal tinggal last chapter. Insyaallah jumlah chapternya cuman nyampe 4 chap, gak akan lebih. endingnya sndiri udah aku pikirin bakalan berahir kegimana, alurnya mungkin bakalan lambat.. gomen jika ada yg merasa boring. and karna di draft udah ada list chap slanjutnya, akan aku post secepet mungkin.

sign

dhelineeTan.