Jungkook tersentak bangun dari tidurnya dengan napas memburu. Sepasang netra bulatnya menatap nyalang ke segala penjuru ruang apartemennya yang mulai diterangi bias mentari pagi dan mendapati bahwa ia hanya sendiri. Tatapannya kemudian beralih memandangi tubuhnya yang terbalut piyama putih yang di kenakan semalam. Masih utuh melekat di tubuh, bahkan tak satupun dari kancingnya yang terlepas. Lalu jemarinya menyentuh permukaan bibirnya yang terasa lembab dan serta merta bayangan kejadian semalam berputar lagi di otaknya.

Jungkook lantas menggelengkan kepala.

Yang semalam itu... apakah mimpi? Jungkook membatin. Tapi, kenapa terasa nyata sekali?

Suara mengeong Taetae kemudian menarik atensi. Jungkook menatap kucing yang sedang setengah berbaring melihatnya dari ujung ranjang dengan mata memicing.

"Kau!" telunjuknya menuding tepat ke arah hidung Taetae yang kemerahan, "kau itu kucing sungguhan kan? Bukan kucing jadi-jadian atau semacamnya, iya kan? Hei, jawab aku!"

Dan tentu saja kucing tersebut tidak menjawab pertanyaan yang Jungkook ajukan. Taetae hanya menatap Jungkook dengan manik keabuannya yang mengerjap polos di sertai eongan pelan.

"Aish!" Jungkook mengacak surai hitamnya sambil bangkit dan berjalan menuju kamar mandi.

Mungkin memang benar yang semalam itu hanyalah mimpi. Tapi kenapa Jungkook sampai bisa memimpikan Taehyung, pemuda aneh yang baru di temuinya sekali? Jungkook bahkan bisa-bisanya memimpikan Taehyung dalam keadaan tak berbusana lalu mereka berciuman dan Jungkook nyaris di perkosa namun anehnya, pemuda Jeon menikmatinya.

"Arghhh!" lagi-lagi Jungkook menjambak surainya frustrasi.

Sepertinya Jungkook butuh mandi air dingin agar pikirannya waras kembali.

.

.

.

Serendipity

.

A TaeKook Fanfiction by RainKim

.

I own nothing except the story

.

.

.

Hingga jam makan siang, bayang-bayang akan kejadian tadi malam masih saja kepikiran. Membuat Jungkook jadi lebih banyak melamun dan diam. Bahkan saat di kantin, pemuda Jeon itu hanya mengaduk-aduk jus strawberrynya asal.

"Hei." Sapaan beserta tepukan di bahu tak ayal membuat Jungkook terperanjat. Tapi, keterkejutan itu berubah jadi rasa heran ketika mendapati bahwa seniornya, Jung Hoseok lah yang menepuk bahunya barusan.

"Uh? S-sunbaenim? Ada apa?" Jungkook bertanya bingung. Total clueless akan keadaan.

Sang senior tersenyum cerah, ciri khasnya. Kemudian menunjuk meja yang Jungkook tempati, "Itu... meja kantin sedang penuh termasuk dengan meja yang biasa kami tempati. Keberatan jika kami bergabung denganmu disini? Kau sedang tidak menunggu teman kan?" pernyataan sekaligus pertanyaan dengan nada kelewat ramah itu sekejap membuat Jungkook linglung. Di tatapnya sekeliling kantin dan benar, hanya tinggal meja yang di tempatinya lah yang kosong.

"Umm... ya, tentu. Jika sunbae tidak masalah dengan keberadaanku disini."

"Tentu saja tidak." Hoseok menjawab cepat, hampir tanpa berpikir. Kemudian pemuda bermarga Jung itu segera berbalik dan melambai ke arah kawanannya. "Hei, teman-teman, disini!!" dan tentu saja tanpa menunggu lama meja Jungkook yang semula sepi kini ramai di tempati mereka.

"Ah, kau Jeon Jungkook mahasiswa fakultas seni itu kan?" Seokjin yang bertanya sesaat setelah mereka bergabung. Pemuda yang duduk di sebelah kanan Jungkook itu sibuk memotong-motong daging di nampan makanannya, namun matanya menatap antusias ke arah Jungkook.

"Ya, aku memang dari fakultas seni, sunbae. Kenapa?"

"Tuh kan, benar Namjoon! Dia Jeon Jungkook yang kita lihat di kafe tempo hari!" kali ini atensi Seokjin berganti ke arah sang kekasih yang duduk di samping pemuda Kim.

"Kafe? Jungkook bekerja di kafe?" Hoseok bertanya. Menatap bergantian Seokjin dan Jungkook di depannya.

"Umm... itu-"

"Kemarin aku dan Namjoon makan di salah satu kafe di dekat apartemen Namjoon. Nah, disana ada semacam, kau tau? Pertunjukan akustik. Live performance, seperti itulah." Seokjin bercerita antusias, bahkan tak sadar telah memotong ucapan Jungkook. "Dan Jungkook bernyanyi disana, suaranya indaaaaaahhhh sekali." Pemuda Kim menyelesaikan ceritanya dengan merentangkan tangan lebar, nyaris mengenai Namjoon dan Jungkook di sebelahnya, kalau saja kedua pria itu tidak sigap menghindar.

"Benarkah?" Jimin ikut bergabung dalam percakapan. Seperti biasa, binar antusias yang kekanakan dari pemuda itu terlihat lucu.

Jungkook yang sekejap jadi pusat perhatian di meja tersebut jelas gugup. "Ah, tidak juga. Ku rasa pujian Seokjin sunbae terlalu berlebihan." Ucapnya malu.

Seokjin yang mendengarnya sedikit tidak terima, "Berlebihan apanya? Coba kau bernyanyi sekarang dan tunjukkan pada mereka kalau begitu. Aku ini tidak mengada-ada tau!"

"Bu-bukan begitu maksudku, sunbae."

"Sudah-sudah. Maaf ya Jungkook, Seokjin hyung tidak bermaksud begitu." Kali ini Namjoon yang bersuara.

"Tapi aku jadi penasaran. Benar Jungkook sering bernyanyi di kafe? Suaramu sebagus apa? Kenapa tidak ikut club vokal bersamaku dan Seokjin Hyung?" Jimin masih tak puas. Tetap memberondong Jungkook dengan pertanyaan.

Jungkook jadi bingung sendiri menjawabnya, "Umm... ya, aku memang bekerja paruh waktu di kafe sebagai pelayan, tapi terkadang pemilik kafe memintaku untuk menghibur para pengunjung dengan bernyanyi disana. Dan alasan kenapa aku tidak ikut club... itu karena aku tidak punya waktu- maksudku, sepulang ngampus aku harus pergi bekerja dan pulang larut, jadi yah..." Jungkook sengaja tak melanjutkan ucapannya. Ia yakin para seniornya sudah mengerti.

"Keberatan jika kami memintamu bernyanyi, Kook-ah? Sedikit saja..." Hoseok meminta. Melayangkan tatapan anak anjing andalannya.

"Tapi sunbae-"

"Ya, Jungkook. Menyanyilah untuk kami, sedikiiiit saja." Seokjin ikut-ikutan. Bahkan ia sudah menaruh atensi sepenuhnya pada Jungkook dengan tatapan berbinar.

Jungkook menatap satu persatu para sunbae di depannya. Termasuk Min Yoongi yang sejak tadi hanya menikmati makanannya dalam diam seolah tak berminat dengan topik yang mereka bicarakan. Sebenarnya Jungkook canggung, tapi ia juga merasa tak enak jika harus menolak. Maka dari itu Jungkook menarik napas perlahan kemudian menutup mata, seiring bilah bibirnya terbuka melantunkan sebuah nada.

She is leaving, and i can't do anything

Love is leaving, like a fool i'm blankly standing here...

Lima pasang mata yang ada di meja itu serempak terdiam. Bahkan Yoongi yang semula terlihat enggan, kini telah menghentikan makannya dan ikut memandang Jungkook dalam diam.

I'm looking at her, getting far away

She becomes a small dot and then disappears

Wil this go away after time passes?

I remember the old times, i remember you...

Jungkook masih bernyanyi dengan menutup kedua netranya. Sepenuhnya tak memikirkan bagaimana reaksi yang diberikan para sunbaenya. Biarlah, Jungkook hanya ingin bernyanyi dengan segenap perasaannya.

If you...

If it's not too late, can't we get back together?

If you're struggling like i am, can't we make things a little easier?

I should've treated you better when i had you...

Nyanyiannya berhenti. Jungkook kemudian membuka mata dan mendapati lima pemuda di hadapannya tengah menatap ke arahnya dengan pandangan terpana.

"Wow, Jungkook. Suaramu..." Hoseok menggantungkan kalimatnya. Bingung kalimat apa yang pas untuk mengungkapkannya.

"Iya kan, suara Jungkook itu bagus sekali... Dia juga kelihatan imut saat bernyanyi. Namjoon, kita adopsi dia ya?" Seokjin berseru antusias, tanpa sungkan memeluk Jungkook dari samping dan mencubit kecil pipinya.

"Errr... Jungkook itu bukan bayi, Hyungie... dia juga bukan hewan peliharaan yang bisa seenaknya kita adopsi." Terang Namjoon sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, separuh speechless dengan pernyataan kekasihnya barusan.

"Ung? Tapi Jungkookie imut seperti bayi kelinci." Ujar Seokjin. Tersenyum lebar dan menggoyangkan tubuh Jungkook yang masih ia peluk ke kanan dan ke kiri. Jungkook sendiri hanya terkekeh garing. Bingung bagaimana harus bersikap karena jujur saja, baru kali ini ia di perlakukan sebegini dekat oleh orang asing.

"Tapi serius, suaramu memang bagus Kook. Iya kan, Yoongi hyu-" Jimin yang hendak meminta persetujuan Yoongi justru menghentikan kalimatnya ketika mendapati Yoongi masih tertegun menatap Jungkook tanpa kedip, "Yah! Hyung kenapa melamun?!"

Teriakan Jimin tersebut tentu saja membuat pemuda Min tersentak, "Park Jimin, Kau..." mendesis berang sambil mengatupkan kedua mata. Hendak menjitak kepala Jimin dengan kepalan tangannya tapi urung, Yoongi justru merogoh tas selempangnya, mengeluarkan secarik kertas dan pulpen kemudian menulis sesuatu disana.

Setelah selesai, kertas tersebut ia angsurkan pada Jungkook yang menatapnya bingung.

"Alamat basecamp kami. Berkunjunglah jika kau ada waktu. Kebetulan aku sedang membuat lagu baru. Ku rasa nantinya lagu itu akan cocok dengan tipe suaramu." Singkat, padat dan jelas. Penuturan tersebut mampu membuat Jungkook berkedip linglung dan Jimin memekik nyaring.

"Uwooo... si Jenius Min, komposer bertangan dingin dengan begitu mudahnya memberimu lagu? Kau patut mensyukuri itu, Jungkook-ah."

"Berisik, Jimin."

Sementara yang lainnya tergelak menyaksikan Jimin yang manyun usai di bentak Yoongi.

Memang, selain mahasiswa fakultas seni musik. Yoongi, Namjoon dan Hoseok juga dikenal sebagai komposer dan penulis lagu. Sudah banyak lagu-lagu ciptaan mereka yang di jual ke label-label musik ternama. Selain itu mereka bertiga juga jago rapp. Lain halnya dengan Jimin dan Seokjin yang memiliki suara merdu bak nyanyian malaikat.

"Tapi Yoongi hyung benar. Berkunjunglah jika kau ada waktu. Tak perlu sungkan, Jungkook-ah." Namjoon mengiyakan.

Jungkook menatap rentetan tulisan tangan Yoongi di kertas tersebut. Ada sebuah letupan kecil di hatinya. Perasaan hangat yang asing namun menyenangkan. "Tentu. Terima kasih, Sunbaenim."

"Eii, jika Yoongi yang cuek saja sudah berniat memberikanmu lagu, tak perlu lagi seformal itu, Kook-ah. Panggil kami hyung. Ayo panggil, hyuuung..." Seokjin berceloteh, meminta Jungkook seperti mengajari balita berbicara.

Jungkook terkekeh mendengarnya, "Nde, gomawoyo, hyungdeul."

"Nah, begitu lebih baik. Oh, Namjoon."

Pemuda yang dipanggil lantas menoleh, "Ya hyung?"

"Ku dengar Prof. Lee memanggilmu ke ruangannya. Kali ini apa yang rusak, eum?"

Namjoon terkekeh garing. Merasa kepergok melakukan kesalahan. "Bukan apa-apa kok, hyung Cuma penyangga keyboard yang patah. Tidak sengaja, sungguh!"

Seokjin menggeleng tak habis pikir, "astaga Namjoon. Kapan sih kau pensiun dari predikat the God of Destruction?" keluhnya sambil beranjak. "Ya sudah ayo ku antar kau ke ruangannya sekarang. Sebelum beliau mengamuk dan memberimu detensi. Semuanya, kami duluan." Kemudian menggeret Namjoon keluar dari kantin.

"Aku juga duluan. Ada kelas." Yoongi ikutan beranjak, membuahkan tatapan bingung dari Jimin.

"Loh? Kelas apa? Bukankah setelah ini kita ada kencan, hyung?"

"Tidak jadi. Habis kau menyebalkan." Setelah mengatakan itu, Yoongi buru-buru pergi dengan raut cemberut dan bibir yang mengerucut. Merajuk.

"Kok begitu? hyung? Ayolah My Sugar Honey, jangan ngambek please..." rayu Jimin. Ia ikut beranjak mengekori Yoongi, tapi Yoongi tetap acuh dan berjalan menjauh meski wajahnya sedikit bersemu.

"Yaa~~ Baby Seoltang tunggu! Jangan campakkan aku begitu-"

"BERISIK, JIM!"

"Hyuuuuuunnggg~~~~"

Jungkook kembali terkekeh menyaksikan dua sejoli tersebut. Pasangan yang unik, batin Jungkook.

"Teman-temanku memang begitu. Berisik. Maaf ya kalau mengganggu waktu makan siangmu." Hoseok berujar membuat Jungkook sedikit tersentak. Ia lupa kalau masih ada Hoseok yang tertinggal.

"Ah, tidak apa-apa kok, hyung. Aku... senang." Ucap Jungkook jujur.

Hoseok menatap Jungkook dan tersenyum lembut. "Sebenarnya tadi aku sengaja menghampirimu dan meminta untuk bergabung ke mejamu, padahal setelah mengetahui kalau kantin penuh, kawan-kawanku sudah berencana untuk pergi makan di luar."

Penuturan Hoseok membuat Jungkook mengernyit bingung, "Kenapa?"

Tatapan pemuda Jung kemudian teralih ke depan, tapi senyuman di bibirnya tak juga pudar. "Aku sering melihatmu makan sendirian. Lalu kau diam-diam memperhatikan kami dari meja ini. Kadang kau ikut tersenyum ketika kami tengah berkelakar. Dan tatapan matamu saat memperhatikan kami..."

Jungkook tertunduk. Merasa malu karena ketahuan bertingkah seperti itu.

"Tapi apapun itu, yang penting sekarang kami sudah menghampirimu. Jadi, jangan lagi hanya memperhatikan dari jauh dan bersembunyi di balik bayangan. Sapa lah kami ketika kau bertemu kami di jalan. Bergabung lah ketika kau melihat kami tengah berkumpul dan mengobrol. Kami akan selalu dengan senang hati menyambutmu, Kook-ah."

Perkataan itu membuat Jungkook mendongak hanya untuk mendapati Hoseok yang tersenyum begitu tulus padanya. Mengusak helai kelam Jungkook amat kasual kemudian beranjak dari sana.

"Kalau begitu, hyung pamit ne? Mampirlah kapan-kapan ke tempat kami. Kami menunggumu, Kook."

Hanya sebuah anggukan yang Jungkook berikan. Dalam diam ia memandang figur Hoseok yang perlahan menghilang dari kantin yang telah sepi. Hangat dari telapak tangan Hoseok dan juga tutur katanya menyebar ke dalam hati Jungkook. Kehangatan yang membuat netra Jungkook berkaca-kaca dan senyuman perlahan terbit di bibirnya. "Ya. Terima kasih, hyung." Bisiknya pada angin lalu.

.

.

.

Si Jeon baru tiba di rumah pukul tiga dini hari. Kebetulan hari ini kafe tempatnya bekerja tengah ramai pengunjung sehingga pemilik kafe meminta Jungkook untuk menambah jam kerjanya lagi. Bukan masalah besar sebenarnya, mengingat si pemilik kafe adalah orang yang sangat baik pada Jungkook. Dan lagi uang lemburnya lumayan untuk tambahan uang jajannya sehari-hari.

Sembari membuka kunci pintu apartemen, Jungkook mengingat-ingat jadwal kelas yang harus ia hadiri esok hari. Sedikit menghela napas lega ketika ingat kalau kelasnya besok akan di mulai pukul sepuluh pagi. Yang artinya Jungkook masih punya cukup waktu untuk istirahat malam ini. Berpikir untuk segera mandi dan tidur, pemuda bersurai kelam itu pun bergegas masuk dan di sambut dengan keadaan apartemennya yang gelap dan sunyi.

"Aku pulang..." bisik Jungkook lirih sambil menyalakan lampu. Tak mengharapkan balasan apapun sebenarnya karena sadar ia hanya tinggal sendiri. Hanya saja itu jadi semacam kebiasaan untuk mengusir sepi, tapi alangkah terkejut dirinya ketika mendengar suara rendah yang membalas ucapannya tadi.

"Selamat datang. Apa kau bawa makanan? Aku lapar."

Jungkook kaget bukan main dan refleks menoleh ke asal suara. Dan lebih kaget lagi ketika mendapati suara yang menyahutinya adalah suara milik Kim Taehyung.

Ya, Kim Taehyung.

Sosok yang seharian ini mengusik pikiran Jungkook akibat mimpi tak senonohnya dengan pria itu kemarin malam.

"K-kau! Sedang apa kau di sini?!" telunjuk Jungkook menuding Taehyung yang berdiri dengan santai beberapa meter di depannya, detik berikutnya pemuda Jeon mengernyit, "tunggu dulu, apakah ini juga mimpi?" monolognya sendiri.

Kim Taehyung terkekeh pelan mendengarnya, kemudian berjalan mendekati Jungkook.

"Jangan mendekat!" Jungkook berseru spontan karena panik. Sumpah, ia merasa situasi ini mirip dengan mimpinya malam kemarin. Bedanya, sekarang Taehyung tak lagi telanjang bulat melainkan memakai kemeja putih garis hitam dan celana training hitam, yang Jungkook kenali sebagai pakaian miliknya.

"Yak! ke-kenapa kau pakai bajuku, hah?"

Taehyung berhenti berjalan kemudian menunduk dan mengamati penampilannya sendiri, "Oh, ini? Maaf ya aku pinjam tanpa ijin. Habis aku takut kau pingsan lagi jika melihatku tak memakai apa-apa seperti kemarin." Tutur Taehyung separuh geli.

Si Jeon mengernyitkan alis, "Pingsan... lagi? Jadi yang kemarin malam itu bukan mimpi?" Lagi, ia bermonolog sendiri dengan ekspresi bingung yang membuat Taehyung gemas.

Pemuda Kim kemudian kembali berjalan mendekati Jungkook sambil tersenyum usil dan berujar, "Aigooo... Apa perlu ku cium lagi biar kau yakin kalau semua ini nyata, eum? Bukan halusinasi apalagi mimpi?"

Netra Jungkook kontan saja membola. Pipinya bersemu merah, perpaduan antara malu dan kesal. "Y-YAH! DASAR MESUM!"

Dan pekikan tersebut menjadikan Taehyung tergelak nyaring.

.

.

.

Pukul empat tiga puluh pagi.

Niatannya untuk segera tidur dan beristirahat nyatanya hanya tinggal mimpi. Sebab disinilah Jungkook sekarang, duduk melipat kaki, berhadapan dengan makhluk entah apa berwujud seorang pria tampan-uhuk!! Dengan jarak yang hanya terhalang sebuah meja kecil.

"Jadi, kau ini apa? Setan? Siluman? Atau manusia jadi-jadian?" rentetan pertanyaan Jungkook lontarkan. Onyxnya memicing memperhatikan gerak-gerik Taehyung yang tengah mengemut dan menjilati jarinya yang belepotan. Well, Jungkook baru saja memberinya makan karena sang tamu tak di undang itu terus saja merengek lapar. "Ah, atau jangan-jangan kau ini manusia laknat yang dikutuk oleh Tuhan selayaknya malin kundang, iya kan?!" tuding Jungkook makin ngawur.

Mendengarnya, lagi-lagi Taehyung tergelak. "Man, kau ngelantur sepertinya." Ia melipat kedua lengannya rapi di atas meja kemudian menatap Jungkook dengan binar senang di kedua manik abu-abunya. "Aku bukan apa-apa, Kook. Just a calico cat. thats all."

Jungkook mendengus, "Nonsense."

Mengangkat bahu acuh, Taehyung lantas berujar, "Yeah, seperti yang ku katakan malam kemarin, kami para kucing jantan belang tiga menjadi hewan yang amat langka di karenakan memiliki keistimewaan. Yakni umur yang amat panjang juga kemampuan untuk berubah wujud menjadi manusia tepat pukul dua belas malam hingga menjelang pagi." Jelas Taehyung, "tentu juga dengan keistimewaan sebagai pembawa keberuntungan dan lain-lain." Imbuhnya lagi.

"Mustahil. Tak masuk akal sama sekali." Bantah si Jeon. "Lagipula bukankah kucing calico jantan bisa jadi sangat langka di karena kan induk kucing akan membunuh mereka sesaat setelah mereka lahir? Sebab kucing jantan yang memiliki corak belang tiga dapat terlahir karena perubahan kromosom atau apalah yang membuat kucing tersebut cenderung memiliki kelainan genetik seperti mandul dan yang lainnya?" papar Jungkook panjang lebar.

Taehyung mengangguk. "Yap, itu memang benar. Tapi hanya sampai disitu yang DIA ingin kalian semua ketahui. Selebihnya, hampir tak ada yang tau bahwa beberapa yang berhasil lolos dari seleksi alam yang kejam tersebut kemudian tumbuh normal seperti kucing kebanyakan dengan di anugerahi keistimewaan seperti yang aku sebutkan tadi." Taehyung sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan, "Kau beruntung, Kook. Karena dari sekian ribu orang, kau lah yang beruntung bertemu spesies langka sepertiku ini." Mendengus separuh geli, Taehyung kembali berucap dengan kerlingan jahil di matanya, "Ah, dan lupakan soal mandul. Aku bahkan bisa menghamilimu kalau kau mau."

Pernyataan terakhir Taehyung dijawab gebrakan meja dan desisan dari Jungkook.

"bangsat."

Dan Taehyung sukses tergelak.

Melipat kedua lengan di dada, onyx kelam Jungkook kemudian kembali memicing tajam. "Aku tetap tidak percaya. Bisa saja kan, kau ini adalah seorang penguntit mesum yang sedang berakting dengan mengarang cerita soal kucing langka yang bisa berubah jadi manusia saat malam. Kemudian saat ada kesempatan kau akan berbuat macam-macam. Heh, maaf saja, Bung. aku ini bukan bocah yang bisa dengan mudah kau bodohi dengan dongeng murahanmu itu, dasar cabul!" seloroh Jungkook.

Tapi, ketimbang merasa tersinggung, Taehyung justru kembali tergelak mendengar penuturan paranoid Jungkook tersebut. "Wah, wah, ucapanmu itu jahat sekali, man." Ia ikut melipat lengan. Senyum pongah tergurat jelas di bibirnya, "Kenapa tak kau coba buktikan sendiri saja dan lihat siapa yang bicara nonsense di antara kita."

"Oke, siapa takut?!"

Dan mereka berdua benar-benar melakukannya. Duduk di balkon kamar menunggu fajar. Jungkook sudah terkantuk-kantuk sebenarnya, tapi ia pantang terlelap sebab tak ingin di kerjai terus-terusan.

"Kau butuh tidur, Kook." Ucap Taehyung pelan dengan tatapan teduh yang tak lepas dari paras Jungkook yang sayu. Jemarinya gatal ingin mengelus pelan kantung mata Jungkook yang menghitam.

Jungkook sendiri merasa risih ditatap seintens itu sebenarnya, tapi ia memilih acuh dan melirik arloji di tangan kirinya, "Tidak, tinggal sedikit lagi." Netranya kemudian bergulir ke arah Taehyung, menghunusnya dengan sorot lelah dan kantuk. "Setelah fajar menjelang dan terbukti semua ucapanmu adalah bualan, ku pastikan kau akan ku lempar dari sini dan mendarat dengan mulus ke bawah."

Taehyung hanya tertawa pelan menanggapinya. Manik abu-abunya menatap lurus ke depan saat langit yang gelap perlahan-lahan menemukan terang. "Lakukan sesukamu, Kook. Tapi jika terbukti ucapanku yang benar, maka biarkan aku tinggal di sini selama apapun yang aku inginkan."

"Huh? Apa-apaan?!"

"Wae? Kau takut?" Taehyung mengerling sekilas, "lagipula jika terbukti ucapanku ini benar, bukankah kau yang akan sangat di untungkan? Memelihara seekor kucing langka. Kau bahkan bisa kaya mendadak jika menjualku ke pasaran."

Jungkook masih menatap Taehyung sementara pemuda itu masih tenang menatap langit yang mulai temaram.

Lalu di saat fajar mulai meraja, Jungkook membelalakkan mata menyaksikan tubuh Taehyung yang perlahan bercahaya. Seperti ada ribuan kunang-kunang yang terbang di sekelilingnya.

"biarkan aku di sisimu, Jungkook. Dan ku pastikan duniamu tak kan sama lagi seperti hari-hari kemarin." Ucap Taehyung sembari tersenyum memandangnya, sementara kilauan cahaya itu semakin pekat menyelimuti tubuh Taehyung hingga sosoknya tak lagi terlihat. Hanya sekejap, sebelum cahaya itu lenyap dan raga Taehyung menghilang di gantikan dengan Taetae yang tenggelam di antara kemeja dan celana miliknya.

"Meow." Manik abu Taetae berkilat puas. Seolah dalam kebekuannya, Jungkook bisa melihat sosok Kim Taehyung yang tengah menyeringai pongah di depannya.

"Mustahil..." lirih Jungkook. Masih shock dan enggan percaya dengan apa yang di lihatnya barusan. Bahkan Jungkook abai ketika Taetae berjalan mendekat kemudian duduk di pangkuannya. Menyundul dan menjilat dagunya sambil menggerung senang.

"Sepertinya aku butuh tidur... ya... tidur lebih baik..." separuh linglung Jungkook menyingkirkan Taetae kemudian bingkas dan masuk ke dalam apartemennya, diikuti si kucing Taetae yang mengekor di belakang.

Well, bersiaplah dan ucapkan 'Hallo' pada hari-hari barumu, Jeon.

.

.

.

.

.

To Be Continue

.

.

.

A/N :

Song liric "If You" by BigBang

It's been a long day... udah hampir... 9 bulan? Kkkk. Dan akhirnya chap 2 nya lahir juga /plak/ maaf lama... banyak juga dari kalian yg mungkin udah lupa pernah baca ff ini... jujur saya agak ragu buat post... karena rasanya chap ini hambar nd ngebosenin, rite? Gimana menurut kalian?

Terimakasih buat feedback kalian yg luar biasa di chap 1... maaf kalau chap ini justru mengecewakan sekali, huks...

Buat yg nunggu nc, harap bersabar hingga chap berikutnya ya /wink/plak/

Big Thanks to

Aii-nim / KookieCookies97 / kimswifeuth / Tipo / Noone / SwaggxrBang / dianaindriani / mawar biru / jeontaehyung7 / takeme2thesky / Homin lover / vi / HilmaKins / chimiesry / bokong kukii / Zelobysehuna / Kyunie / minami Kz / tetekkukku57 / KyungsoOwl / noonim / Adorable Moon / kelincitembem / ducik890 / itsathenazi / tink224 / xxxjk9 / Guest (1) / keihatsuu / dedekookie / Yuri Ta VKook / siscaratih3 / ilsanwangjanim / Ly379 / Yxxx1106 / AprilKimVTae / Guest (2) / yangaus . com / log in gak ssaya / clahassa15 / taemochii / LittleJasmine2 / hantusawah / baebiscuit / BLACKRED17 / NaluTaChi / yoitedumb / hannyriany / Yuyu ARMY / milkeuchoco / Hobiex / HasriieLovesTaeKook / taekookie9597 / coraline92 / sriwni / moodrstr / R / Alfindaeka