A/N: Berkeinginan untuk membuat fanfic karena terinspirasi dari anime Ansatsu Kyoshitsu karya Yusei Matsui.

Naruto © Masashi Kishimoto

High School DxD © Ichiei Ishibumi

Summary: Dahulu kala, sihir sedang merajalela di dunia. Banyak negara-negara yang meneliti dan mengembangkan sihir untuk memperkuat persenjataan. Mereka akhirnya membuat sekolah-sekolah khusus pengguna sihir. Naruto, remaja dengan otak pas-pasan, berkeinginan menjadi pengguna sihir terkuat di Jepang tapi harus merelakan takdirnya terdampar di kelas paling bawah, tempat siswa-siswa lemah.

Warning: Alternate Universe, Out of Character

.

.

Under Class © CloNingHart

.

.


Chapter 1: Tokyo Magic Academy

Tokyo, kota yang menawarkan keindahan bangunan-bangunan pencakar langit, pusat pemerintahan negara Jepang, sekaligus kota yang menyediakan banyak sekolah berbasis sihir. Total ada sepuluh sekolah sihir di Tokyo dan semuanya banyak melahirkan orang-orang kuat. Persaingan, diskriminasi bagi orang gagal adalah hal yang biasa di sini. Egoisme, status sosial dan harga diri adalah hal yang dijunjung tinggi. Mereka yang kuat akan menjadi penguasa. Sebaliknya, mereka yang gagal akan menjadi sampah masyarakat.

Banyak orang bermimpi ingin menjadi yang terkuat, namun hanya sedikit orang yang berhasil mewujudkannya.

Di salah satu sekolah sihir yang terletak di pinggiran hutan barat Tokyo, seorang pemuda berambut pirang jabrik sedang berdiam diri menatap sekolahnya. Ini adalah hari pertama ia bersekolah di sini. Umurnya baru menginjak angka 15, dapat dipastikan bahwa ia adalah murid baru tahun pertama di Tokyo Magic Academy ini. Pemuda yang sedang tersenyum tak jelas itu bernama Uzumaki Naruto.

"Yosh! Langkah awal untuk menggapai cita-citaku telah dimulai." Teriaknya girang membuat seluruh pasang mata menatap dirinya.

Naruto yang mengetahui dirinya menjadi pusat perhatian segera menutup mulut menggunakan kedua tangannya. Tertunduk malu karena baru saja melakukan hal-hal yang tidak sepantasnya dilakukan oleh seorang remaja. Berteriak kegirangan di depan sekolah hanya dilakukan oleh anak kecil!

'Sial, aku keceplosan. Bagaimana ini …? Semua orang menatapku dengan pandangan jijik.'

Badan Naruto bergetar, hari pertamanya berjalan dengan buruk akibat kecerobohan sendiri. Samar-samar remaja pirang itu mendengar kata-kata yang menusuk hati. Ada beberapa yang mengejeknya, dan ada juga yang tertawa karena tingkah laku Naruto. Kalau sudah begini, Naruto pasti dicap buruk oleh seisi sekolah.

Tidak mau membuatnya lebih malu lagi, Naruto segera bergegas masuk ke sekolah dan menuju ruangan besar tempat berkumpulnya para siswa baru untuk diperiksa kapasitas Mana sebagai acuan pembagian kelas. Di sekolah ini, pembagian kelas dilakukan berdasarkan banyaknya kapasitas Mana siswa. Tiga puluh orang yang memiliki kapasitas Mana terbesar di angkatannya akan ditempatkan di kelas A, tiga puluh orang berikutnya di kelas B, dan terus seperti itu sampai kelas terendah yaitu kelas E.

Ingat hal-hal biasa di kota ini? Jika seseorang masuk ke kelas E berarti masa remajanya akan dihabiskan dengan diskriminasi oleh seluruh penduduk sekolah, bahkan guru pun tidak peduli dengan kelas E dan tidak ada yang mau menjadi wali kelas. Sungguh diskriminasi kejam.

Jumlah siswa yang sudah berkumpul di ruang ini melebihi angka seratus. Mereka semua baris menghadap sang Kepala Sekolah. Setelah berpidato sebentar tiba saatnya untuk memeriksa Mana. Alat yang digunakan untuk memeriksa Mana mirip seperti kursi listrik untuk hukuman mati. Bedanya hanya terletak pada alat yang digunakan. Siswa yang berdiri paling depan maju sebagai siswa pertama yang diperiksa Mananya. Ia duduk lalu petugas yang berdiri di dekatnya memakaikan helm. Helm itu tersambung dengan mesin di samping oleh kabel-kabel, itulah alat yang digunakan untuk memeriksa Mana. Layar digital di atas berfungsi untuk menayangkan kapasitas Mana orang itu. Jadi seluruh siswa yang berada di sini bisa mengetahui kapasitas Mana teman-temannya.

Tiga puluh menit kemudian tibalah waktunya Naruto memeriksa Mana. Ia berjalan dengan senyum optimis. Meskipun Naruto bukan dari keluarga terkenal seperti Gremory, Bael, Uchiha, Hyuuga, Sitri, Phenex, dan masih banyak lagi, tapi ia adalah orang dengan optimis paling tinggi. Bukan sifat sombong atau apalah, hanya optimis.

Naruto duduk di kursi itu, petugas lalu memakaikan helm pada kepalanya, mesin bekerja sesaat kemudian, menunggu beberapa detik sampai hasilnya tiba, seluruh murid menatap tak percaya pada layar di atas, senyum Naruto semakin mengembang, ia melepaskan helm, mendongkak ke atas dan …,


Seindah mimpi apapun yang Naruto alami malam hari, kejadian hari ini adalah kebalikan dari mimpinya. Ia berjalan gontai menuju gedung tua dengan cat yang sudah terkelupas. Itu adalah kelas yang akan dipakainya selama satu tahun ke depan. Ekspresi Naruto masih down dengan tangan menggenggam kertas rincian hasil pemeriksaan Mananya.

"Bagaimana ini bisa terjadi?" Tanya Naruto tidak percaya.

Di kertas itu tertulis jumlah Mana yang ia miliki hanya mentok di angka 56. Itu berarti ia adalah salah satu dari 20 siswa yang mendapatkan angka paling buruk dan harus rela masuk ke kelas E.

Naruto menghembuskan nafas kasar, apa takdirnya di sini hanya untuk diskriminasi? Tidak tidak, tentu saja tidak. Ia adalah orang yang tidak mudah menyerah. Naruto akan berlatih dan terus berlatih sampai kapasitas Mananya naik. Tidak peduli latihan seperti apa, asalkan dapat membuat Mana naik drastis akan Naruto lakukan.

Dan sekarang, di sinilah ia berada, kelas E, kelas pembuangan tempat bagi orang-orang gagal. Total jumlah murid kelas E hanya 20 orang. Ini lebih sedikit dari kelas-kelas lainnya yang berjumlah 30 orang. Sungguh tidak beruntung Naruto mendaftar sekolah di tahun ini. Sudah masuk ke kelas paling buruk dan harus menerima kenyataan jumlah siswanya sedikit. Hal ini akan menjadi sulit untuk memenangkan Rating Game yang diadakan sebulan sekali. Rating Game adalah ajang bergengsi di sekolah ini. Setiap bulannya seluruh kelas bertarung demi meningkatkan derajat diri sendiri dan kelas.

Pintu reot itu didobrak dengan keras, beberapa detik kemudian pria berumur yang memiliki rambut putih panjang masuk dengan dada dibusungkan. Seluruh siswa yang sudah duduk di bangku menatap cengok pria dengan pakaian ala pertapa itu.

"Perkenalkan, aku adalah Jiraiya-sama sang Pertapa Katak yang sudah jauh-jauh pergi dari Gunung Myobokuzan untuk memenuhi permintaan Kepala Sekolah. Mohon kerja samanya karena sekarang aku menjadi wali kelas E." Pria tua yang menyebut dirinya sebagai Pertapa Katak itu memperkenalkan diri dengan gaya khas yang terlihat konyol.

"Sebuah kehormatan bagiku karena dipercayakan menjadi wali kelas di sekolah besar ini." Kata Jiraiya lagi dengan tidak melepaskan senyumnya.

'JANGAN BERCANDA! KEHORMATAN APANYA?! KAU HANYA DIJADIKAN TUMBAL KARENA SELURUH GURU TIDAK ADA YANG MAU MENJADI WALI KELAS E!' Batin kompak seluruh murid.

Jiraiya berdehem sebentar untuk mengembalikan fokus seluruh murid padanya. Raut wajahnya telah tergantikan menjadi serius. "Meskipun aku tidak memiliki bakat mengajar dan tidak pernah mengajari siapapun, tapi aku akan berusaha mendidik kalian semua agar menjadi sukses di masa depan.

'Sukses apanya? Duduk di bangku kelas E sudah menjadikan kami sebagai sampah sekolah.'

"Baiklah, pertama-tama kalian harus memperkenalkan diri masing-masing agar lebih akrab. Dimulai dari absen pertama …,"

Para siswa memperkenalkan diri dengan wajah lesu. Tidak ada semangat hidup yang terpancar di wajah mereka. Mengetahui bahwa kau akan menjadi sampah masyarakat di masa depan sudah cukup membuat seseorang mengambil keputusan bunuh diri. Hal seperti itu memang cukup masuk logika di tengah zaman yang menjunjung tinggi harga diri dan status sosial. Kabar baiknya, seluruh siswa kelas E tidak ada yang berpikir sampai ke bunuh diri.

"Uzumaki Naruto." Panggil Jiraiya.

Orang yang dipanggil berdiri memperkenalkan diri, "Namaku Uzumaki Naruto, salam kenal semuanya dan mohon kerja samanya."

"Yosh, selanjutnya Raynare."

Gadis yang duduk di samping kanan Naruto berdiri, ia memiliki rambut hitam panjang. Raynare sedikit gugup sebelum memperkenalkan dirinya pada teman kelas. "Na-namaku Raynare. Salam kenal dan mohon kerja sa-samanya … uhuk."

"Raynare-san, kau tidak apa-apa?" Tanya Jiraiya yang melihat muridnya itu terbatuk. Ia juga sudah curiga sejak pertama kali melihat wajah Raynare yang pucat. "Apa kau sakit?"

"Tidak Sensei, aku hanya tidak enak badan saja. Jangan khawatir."

"Baiklah. Tapi kalau kau tidak kuat langsung beritahu padaku."

"Terima kasih Jiraiya-sensei." Kata Raynare lalu duduk kembali di bangkunya. Di samping, Naruto memperhatikan wajah Raynare yang pucat namun sedikit kemerahan. Mungkin gadis itu sedang demam.

Setelah selesai memperkenalkan diri, Jiraiya langsung menunjuk ketua kelas. Yang menjadi ketua kelas adalah pemilik Mana paling besar di kelas E. Tugas ketua kelas diberikan pada Shidou Irina.


Bel tanda istirahat berbunyi di seluruh penjuru sekolah. Semua siswa berhamburan menuju kantin untuk mengisi perut yang kosong, tapi sepertinya tidak semua karena siswa kelas E tidak ada satupun yang keluar kelas, membuat Naruto bingung.

"Hei, kenapa kalian tidak pergi ke kantin untuk membeli makanan?"

"Bodoh! Apa kau mau diejek oleh seluruh siswa?" Tanya balik Rock Lee sambil membentak remaja pirang itu.

"Hah?"

"Naruto-kun, ingat! Kantin bukan saja tempat untuk makan, tapi juga sebagai tempat ajang pamer harga diri. Siapa yang dicap terburuk masuk ke kantin maka orang itu akan mendapatkan diskriminasi. Apalagi di sana banyak siswa-siswa top yang telah memenangkan Rating Game, mereka pasti akan mem-bully kita." Jelas Irina dengan suara dipelankan agar tidak ada orang luar yang mendengar.

"Be-begitu ya," Gumam Naruto lalu menghela nafas. Tangannya mengusap pelan perut yang berbunyi itu. Naruto melihat sebagian besar siswa membawa bekal dari rumah. Mungkin mereka sudah mengetahui jika akan masuk ke kelas E. "Hah~ kalau begini terus aku tidak punya tenaga untuk latihan nanti." Naruto membenamkan wajahnya ke meja.

Remaja pirang itu merasakan ada yang menubruk mejanya, ia melihat ke samping dan mendapati Raynare yang menggeser mejanya agar dekat dengan meja Naruto. "Raynare-san?"

"Uzumaki-kun tidak bawa bekal 'kan? Uhuk. Kau bisa memakan setengah bekalku."

"E-eh? Ah tidak, terima kasih. Jangan khawatirkan aku. Raynare-san harus makan yang banyak agar cepat sembuh. Aku tidak apa-apa." Tolak Naruto halus. Ia tidak enak meminta makanan dari orang yang sedang sakit.

"Jangan begitu Uzumaki-kun, uhuk. Lagi pula aku tidak akan sanggup menghabisi makananku. Jadi tolong terima pemberianku."

Naruto terdiam sesaat, lalu mengangguk. "Baiklah. Terima kasih Raynare-san."

"Sama-sama, Uzuma-"

"Panggil aku Naruto saja."

"Eh?"

"Panggil aku Naruto, itu akan membuat kita jadi lebih akrab. Lagi pula hampir seluruh siswa kelas ini memanggilku dengan nama depan."

Raynare mengangguk, "Ba-baiklah. Sama-sama, Naruto-kun."

Mereka berdua lalu menyantap makanan yang tersaji di meja sambil berbincang tentang topik biasa yang selalu dibicarakan orang-orang ketika baru pertama kali kenal.

30 menit kemudian, bel pertanda jam pelajaran kembali dimulai berbunyi. Jiraiya masuk lima menit kemudian. Ia lalu mengajak seluruh muridnya ke dalam hutan untuk melakukan latihan seperti yang tadi dijanjikan olehnya. Seluruh murid berhambur keluar kelas menuju hutan yang berada di belakang sekolah. Sialnya, jalur yang ditempuh harus melewati lapangan olahraga dan di sana sudah ada kelas B yang sedang berlatih seni dasar berpedang. Selama melewati kelas B, mereka mendapatkan tatapan menjijikkan dan memuakan. Samar-samar Naruto mendengar bisik-bisik yang isinya adalah ejekan untuk kelas E.

"Lihat, itu kelas E! Mereka semua adalah sampah sekolah ini, menjijikkan."

"Aku tidak mengerti kenapa mereka masih bisa diterima di sekolah ini. Jika aku yang menjadi kepala sekolahnya maka aku akan mengusir mereka semua."

"Cih, mencemarkan nama baik sekolah ini saja!"

"Mereka memang benar-benar menjijikkan, lihat semua tampang mereka. Tidak ada satupun yang bisa dikatakan cantik atau tampan."

"Apalagi gadis rambut hitam panjang itu, menakutkan. Wajahnya putih seperti kuntilanak."

Naruto sudah tidak bisa menahan amarahnya ketika mendengar ejeken yang diarahkan pada Raynare, ia berbalik ingin menghajar mereka semua yang telah menghina. Namun sebuah tangan menghentikan langkahnya, Naruto berbalik, "Jangan hentikan aku Irina!"

"Aku harus lakukan itu demi kebaikanmu. Semarah apapun kau tidak akan bisa mengalahkan mereka. Apalagi guru yang menjadi wali kelas B adalah Ibiki-sensei. Apa kau ingin berurusan dengan guru killer?"

Naruto mengepalkan kedua tangannya erat. "Cih, baiklah. Untuk kali ini saja aku akan menurutimu." Remaja pirang itu berbalik dan berjalan bersama rombongan yang lain menuju luar sekolah.

Irina masih terdiam memandang punggung Naruto dengan senyum.

15 menit berjalan akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. Ini adalah lapangan luas yang dikelilingi oleh pohon-pohon besar, bahkan sinar matahari sulit menembus karena dedaunan pohon yang begitu banyak. Udara di sini sangat sejuk, namun mereka masih bisa merasakan aura jahat di sekeliling.

"Semuanya, harap berkumpul! Sensei akan memberitahu sesuatu yang penting." Kata Jiraiya, seluruh siswa termasuk Naruto duduk mengelilingi guru mereka.

Jiraiya berdehem sebentar untuk memeriksa pita suaranya. "Mungkin sebagian dari kalian sudah tahu tentang sistem rangking dan job yang ada di sekolah ini. Tapi tentu saja Sensei akan menjelaskannya pada kalian, barangkali ada yang belum tahu." Jiraiya mengambil nafas terlebih dahulu sebelum melanjutkan perkataannya. "Mengenai sistem rangking, di sekolah ini ada 9 rangking dimulai dari yang terendah yaitu Amateur, Warrior, Excelsior, Elite, Master, Grand Master, Ultimate, Super, dan terakhir adalah Legendary."

Naruto mengangkat tangan kanannya, semua pasang mata tertuju pada remaja pirang yang hendak bertanya itu.

"Ada apa Naruto-kun?"

"Ano … Sensei, begini, bagaimana caranya kita menaikkan rangking?"

"Tentu saja dengan berlatih keras agar Manamu berkembang. Setiap sebulan sekali setelah Rating Game selesai, seluruh murid akan diperiksa Mana kembali untuk menentukan rangking mereka. Apakah tetap atau naik. Jika dilihat dari Mana kalian, semua siswa kelas E berada di rangking Amateur karena tidak ada seorang pun yang memiliki Mana di atas seratus. Yang paling mendekati adalah Shidou Irina dengan Mana berjumlah 89." Jawab Jiraiya.

Semua murid langsung tertunduk mengetahui mereka hanya ber-rangking Amateur. Jiraiya yang peka terhadap kondisi mental anak didiknya segera menghibur. "Tapi jangan sedih dulu. Meskipun kalian disebut sampah sekolah, kalian mempunyai hak untuk menaikkan rangking. Mungkin jika keajaiban datang, kalian akan melampaui kelas A. Tidak usah murung begitu."

"Baik Sensei!"

"Jiraiya-sensei, bagaimana dengan sistem job? Uhuk." Tanya Raynare.

"Benar juga, aku hampir lupa. Ada enam jenis job di sekolah yaitu Tanker, Sword Man, Fighter, Archer, Mage, dan Priest. Kalian bisa memilih sesuai keinginan, namun aku sarankan agar memilih job yang sesuai dengan kemampuan masing-masing."

Seluruh murid mengangguk mengerti.

"Sensei, kapan kita mulai latihannya? Sensei bilang kita akan berhadapan melawan monster di hutan ini."

"Benar."

"Jika hanya duduk diam saja di sini akan susah mencari monster itu. Matahari juga sebentar lagi akan terbenam."

"Tenang saja Lee-kun. Aku tahu kau semangat ingin bertarung dengan monster. Kita selama ini sedang mencari monster."

"Apa maksud Sensei?" Lee tidak mengerti.

"Kalian tahu, monster akan merasa tertarik bila mereka merasakan hawa panas manusia. Semakin banyak manusia itu maka semakin tinggi pula rasa tertarik monster. Tunggu beberapa saat lagi maka kalian akan melihat monster keluar dari balik pohon itu." Kata Jiraiya sambil menunjuk pohon yang berada tidak jauh di samping kirinya.

Pandangan Naruto dan yang lainnya tertuju pada pohon yang dimaksud Jiraiya. Beberapa puluh detik kemudian seekor monster besar berkepala banteng muncul sambil membawa kapak raksasa di tangannya. Sontak saja para siswa membelalakan mata karena kaget. Ini adalah pengalaman pertama mereka melihat monster secara nyata.

"Sekarang, kalian berdiri dan hadapi monster itu. Apapun caranya boleh kalian lakukan asalkan JANGAN MENGORBANKAN SEORANG TEMAN! KALIAN MENGERTI?"

"Baik Sensei!"

Mereka semua termasuk Naruto berdiri lalu mengambil posisi masing-masing. Tidak ada satupun dari mereka yang memiliki keahlian bertarung. Benar-benar seorang Amateur. Naruto dan yang lainnya tidak punya pilihan selain menyerang dengan tangan kosong karena tidak ada satupun yang bisa menggunakan magic.

"Semuanya, kerumuni monster itu! Ambil posisi masing-masing. Kita akan menyerang jika monster itu mengalihkan pandangan." Perintah Irina sebagai ketua kelas.

Perlu waktu bagi mereka untuk menjalankan perintah Irina. Sekarang monster itu telah dikelilingi oleh seluruh siswa kelas E. Sepasang mata merahnya melihat ke sana-ke sini, bingung siapa yang akan ia serang pertama.

Irina membulatkan mata mengetahui sisi mana yang akan diserang oleh monster. "Sisi kanan menghindar! Sisi kiri lakukan serangan!"

Semua menjalankan sesuai perintah. Strategi tersebut efektif untuk menyerang ketika lawan sedang menyerang. Tapi bagi monster yang memiliki otot besar itu, serangan lemah seperti tinju atau tendangan tidak akan berarti apa-apa. Akhirnya kelas E tidak bisa mengalahkan musuh dan hanya bisa bertahan selama 15 menit. Semua tergeletak kecuali Raynare seorang. Tidak ada tanda-tanda Jiraiya untuk membantu anak didiknya. Ia masih mengamati di atas pohon.

Tubuh Raynare bergetar saking takutnya, ia mundur perlahan-lahan. Monster itu semakin mendekati mangsanya. Kaki Raynare sudah tidak kuat, ia tiba-tiba lemas dan jatuh tertunduk, batuk-batuk sesaat lalu menatap ngeri monster yang tadi ia lawan.

Naruto, satu-satunya orang tergeletak yang masih memiliki kesadaran, berusaha untuk berdiri karena ingin menyelamatkan teman barunya. Ia sudah berusaha sekuat tenaga, ia bisa berdiri namun dengan lutut yang gemetar. "Sial, aku begitu lemah sampai tidak bisa mengalahkan monster itu. Jika begini terus impianku tidak akan tercapai. Hosh … hosh …."

Monster itu mengangkat kapaknya tinggi-tinggi, hendak membelah tubuh manusia di depannya. Naruto semakin panik setelah melihat kapak itu mengayun cepat ke arah Raynare yang sedikitpun tidak ada tanda-tanda menghindar.

'TIDAK AKAN KUBIARKAN TEMANKU MATI DI DEPAN MATAKU SENDIRI!' Batinnya berteriak keras.

"HEIYAAAA!"

Aura biru muncul tiba-tiba di sekitar tubuh Naruto, ia mengangkat tangannya ke depan, sesaat kemudian tangan remaja pirang itu terselimuti oleh api merah. Api itu mulai membara, menjalar ke sana-ke sini sebelum dihembuskan pada monster yang hampir membunuh Raynare dalam bentuk bola api besar. Naruto tanpa diduga bisa membuat magic api merah, serangan Naruto berhasil mengenai target. Monster itu mengaum kesakitan karena seluruh tubuhnya terbakar oleh api panas.

Dari jauh, Jiraiya menatap Naruto dengan ekspresi terkejut, keringat mengucur di pelipisnya. "Le-ledakan Mana ini … sangat besar!"

Bersambung


A/N: Harap komentari penulisan Author baru ini, karena aku sendiri pesimis dengan penulisanku. Pasti ancur ya? Aku harap para pembaca berbaik hati untuk mengomentari bagaimana gaya penulisanku agar aku bisa memperbaikinya menjadi layak untuk dibaca.

Perlu kalian ketahui, di fanfic ini tidak ada kata bangsa iblis, malaikat, malaikat jatuh, dan lainnya. Semua character murni manusia.

Berikut adalah urutan rangking dari terbawah sampai tertinggi:

-Amateur: kapasitas Mana 1-99

-Warrior: kapasitas Mana 100-499

-Excelsior: kapasitas Mana 500-1999

-Elite: kapasitas Mana 2000-3999

-Master: kapasitas Mana 4000-4999

-Grand Master: kapasitas Mana 5000-5999

-Ultimate: kapasitas Mana 6000-6999

-Super: kapasitas Mana 7000-7999

-Legendary: kapasitas Mana 8000-9999

Terima kasih karena sudah membaca ceritaku. Harap isi kolom review di bawah ini!

[5.10.2017]