Lee Family (Chapter 1)

a fan-fiction by vkookiss

starring by NCT MARK, NCT JENO, and NCT JISUNG

.

.

.

.

Pagi Hari yang Ricuh

.

.

.

"MAMAH DASI SAMA GESPER JISUNG MANA?"

"DI MEJA BELAJAR KAMU SAYANG COBA CARI!"

"MAMAH BAJU KERJA PAPAH MANA MAH?"

"MAMAH GANTUNG DI LEMARI PAH, COBA CARI!"

"MAMAH KAOS KAKI JISUNG MANA?"

"DI LEMARI KAMU NAK!"

"MAMAH PASANGIN PAPAH DASI, PAPAH NYOBA PASANG TAPI GABISA-BISA!"

"IYA PAH!"

Jeno sedikit menggeram, sedikit merapikan meja makan, kemudian ia bergegas menuju kamar yang ia tempati bersama suaminya.

Jeno tak tau kenapa pagi yang tenang bisa ricuh begini, biasanya kediaman mereka sangatlah tenang tak pernah seperti ini. Tapi sekarang pagi-pagi saja sudah saling berteriak.

Sesampainya di kamar, Jeno mendapati suaminya sedang berdiri di depan kaca sambil memegangi dasi miliknya. Suaminya nyengir lebar, Jeno menatapnya tajam.

"Halo mamah sayang!" kata sang suami. "Manis banget sih pagi ini jadi tambah cinta sama mamah."

Ingin sekali Jeno mencekik suaminya, tapi sayangnya rasa cinta dan sayang mengalahkan itu semua. Dia heran mengapa suaminya sempat sekali merayunya di saat yang genting begini.

Apa salah Jeno Tuhan sampai punya suami seperti Mark Lee?

Cengiran di wajah Mark Lee pun makin melebar kala matanya mendapati rona merah muda di pipi putih istrinya. Manis sekali sih istrinya ini. "Cieee pipi mamah merah, malu ya mah? Cieee…"

"Berisik kamu pah!" Jeno sedikit membentak suaminya. Masa bodoh, siapa suruh sudah membuatnya malu, mana masih pagi-pagi banget lagi. Untung Jeno gak ketahuan saltingnya. Bisa-bisa makin seneng si papah.

"Jangan marah-marah mamah sayang ini masih pagi. Nanti cantiknya ilang lho, tapi rasa cinta papah ke mamah gak bakal berkurang kok hehe."

Rasanya Jeno ingin sekal menjedotkan kepala suaminya ke tembok. Oke, sudah berapa kali Mark menggodanya pagi ini?

Jeno mengambil nafas dan mengeluarkannya secara perlahan-perlahan, untuk meredakan emosinya yang sebentar lagi akan meledak. Dia tak tau kenapa hal begini saja dengan mudah membuatnya marah.

Kali ini ia harus ekstra sabar menghadapi suaminya. Kalau tidak, Mark akan makin sering menggodanya kalau dia malah marah-marah, mending diamkan saja, nanti yang bersangkutan juga bakal capek sendiri gara-gara tak ada respon.

"Berisik banget sih kamu pah.." Jeno menarik dasi Mark yang belum terikat simpul, membuat suaminya itu sedikit terhuyung ke depan akibat tarikan Jeno yang terjadi secara mendadak.

Dengan telaten, Jeno memasangkan dasi suaminya sampai terikat simpul. Dengan memberi sentuhan terakhir, dia merapikan kerah kemeja Mark, kemudian menepuk dada bidang suaminya beberapa kali lalu tersenyum.

"Udah selesai ya papah.."

Hati Mark terasa makin menghangat kala melihat senyuman manis di wajah istrinya. Senyuman Jeno di pagi hari membuat semangat kerjanya meningkat, ya, karena Mark ingin terus melihat senyuman bahagia di wajah orang yang ia cintai.

Tentu, Lee Jeno lah orang itu.

"Makasih mamah sayang." Mark mengecup kening istrinya.

"Sekarang papah ke bawah gih, mamah masih harus ngurus Jisung nih!"

Jeno pun hendak berbalik badan, namun tangannya sudah lebih dulu di tahan oleh Mark sehingga mereka masih berhadapan. Ia mengangkat alisnya bingung akan tingkah suaminya barusan.

Dan,

Cup!

Mark Lee berhasil mencuri satu kecupan kilat, tepat di bibir Lee Jeno. Si pelaku pun menyungging seringaian menyebalkan, karena berhasil mendapat jatah paginya.

Sedang si korban melototkan matanya tak percaya, Jeno sebenarnya tak perlu waktu lama untuk memproses kejadian barusan hanya saja kejadian tersebut berlalu cepat sekali.

"Morning kiss, mamah. Papah belom dapet itu hehe,"

Jeno hanya bisa menahan malu, sungguh berapa kalipun ia sudah mendapat perlakukan begitu, jantungnya tetap berdetak keras saat Mark berbuat demikian. Jeno ingin menutup wajahnya, tapi percuma.

Ia hanya mendengus, meskipun merasa sedikit senang. Kemudian, ia berbalik dan segera bergegas menuju kamar anak laki-lakinya.

Tadi ia terlalu lama di kamar bersama si suami, padahal hanya memasangkan dasi tapi menguras waktu yang cukup banyak. Ya jangan salahkan Mark Lee yang hobi mencuri kesempatan dalam kesempitan, apapun situasinya.

"MAMAH KOK LAMA BANGET SIH?! INI DASI AKU GAK KETEMU TAU!"

Begitu Jeno membuka pintu kamar anaknya, si anak langsung berteriak demikian padanya. Wajahnya merengut kesal sambil mengobrak-abrik lemari miliknya yang isinya sudah tercecer kemana-mana.

Jeno menghela nafas lelah lalu menghampiri anaknya dan ikut berlutut di sampingnya. "Kalo nyari pelan-pelan sayang.." Kata Jeno, masih berusaha sabar.

"Tapi mamah hari ini upacara! Kalo dasi aku ga ada, bisa-bisa aku kena setrap!" Balas Jisung dengan panik.

"Lagian kamu kalo siapin itu tuh dari malem bukan dari sekarang! Mamah udah setrikain seragam kamu, atributnya ya siapin sendiri lah! Kamu udah gede, masa gaada kepikiran buat begitu sih?!"

Jeno kesal. Akhirnya Jisung sendiri kan repot, Jeno sama sekali gatau perihal atribut Jisung karena semuanya bocah itu yang memegang. Tugas Jeno hanya mencuci dan menyetrika. Kalo udah gini bawannya pengen marah-marah.

Jisung merengut. "Yaudah sih mah, mending sekarang mamah bantuin aku nyari dasi biar cepet."

Jeno menghela nafas lelah lalu ikut membantu Jisung mencari dasinya yang mendadak hilang di saat yang penting begini. Ada-ada aja deh emang anak laki-nya yang satu itu.

Jisung inget banget dia menaruh dasinya di dalam lemari. Pas banget di deket tumpukan komik-komik miliknya, tapi pas di cari sekarang kok mendadak gak ada? Jisung gak ngacak-ngacak lemari kemarin-kemarin.

"Nah ini apaan?!" Mamah Jeno terpekik sambil memegang dasi abu-abu di tangannya.

Dan, Jisung pun membeku di buatnya. "Lho, mah—kok ada? Aku cari di situ ga ada sumpah!"

Mamah Jeno berdecak, ia memasangkan dasi Jisung dengan cepat. "Makanya, kalo nyari barang tuh pake mata bukan pake mulut. Kamu bisanya marah-marah doang, gimana pengen ketemu?!"

Ya gimana Jisung gak marah-marah sih, kan dia lagi panik makanya gak bisa konsen, jadi apa-apa maunya tuh marah.

Jisung pun memutuskan buat gak ngejawab perkataan mamahnya tadi, kalo udah gini, Jisung gak bisa ngebales ucapan mamahnya. Kesel sih, tapi bener.

"Udah sana ke bawah. Sarapan yang cepet, papah kamu udah nunggu. Mamah nyusul."

Jisung mengangguk dan bergegas keluar dari kamarnya.

Meninggalkan Jeno yang sudah berdiri dan menatap nanar ceceran barang-barang yang ada di lantai. Sepertinya pekerjaannya lagi-lagi bertambah, ia menghembuskan nafas secara perlahan.

Jeno pun menyusul Jisung yang tadinya sudah keluar terlebih dahulu, ia memutuskan untuk membereskannya saat kedua pria yang ia sayangku sudah pergi.

Sesampainya Jeno di ruang makan. Dilihatnya Mark dan Jisung sedang memakan sarapan yang telah ia buatkan. Penampilan keduanya sudah rapi sekali—dan semua itu tentu berkat Lee Jeno yang cekatan.

"Jisung jangan lupa bawa bekalnya, udah mamah siapin."

Jisung yang tengah mengunyah roti sontak langsung terhenti dan manatap si mamah. "Ngapain bawa bekal sih mah? Akutuh cowo…"

Jeno langsung memelototi putra semata wayangnya itu. "HEH! Kamu gatau kan makanan di luar sana higenes apa enggak, bersih apa enggak, pake pengawet apa enggak?! Mending kamu bawa bekal, duit jajannya sekalian bisa di tabung,"

"Kamu kira mamah gatau tiap istirahat kamu jajan mie mulu di kantin?!"

Mampus aja ini gue

Skak.

Jisung tak bisa mengelaknya, kata-kata mamah Jeno benar apa adanya tadi. Jisung terciduk. Abisan, dia bingung tiap ke kantin harus jajan apa. Jadi dia beli mie deh buat ngenyangin perut.

"Ma-mamah tau d-dari si-siapa?" Jisung terbata-bata. Kalo udah masalah gini pasti mamahnya marah, jelas.

Jeno tersenyum bangga. "Jelas mamah tau dong!"

"Ya dari siapa mamah?"

Jisung ingin melabrak orang yang sudah cepuin dia masalah ini. Sialan banget, padahal awalnya Jisung aman-aman saja tuh.

"Dari Samuel…"

Wajah Jisung langsung mendadak datar. Sesampainya dia di sekolah, Samuel akan segera habis di tangannya. Apa banget pake cepuin Jisung?! Sahabat macem apa dia?!

"Oh."

"Jisungie, kamu kan gatau itu mie-nya udah matang apa belum. Kalo kamu keseringan makan mie juga gabaik bagi kesehatan kamu nak," Jeno menjelaskan dengan sabar. Semata-mata karena dia sangat menyayangi Jisung.

"Dan, kamu jangan ngelabrak Samuel. Coba aja kalo misalkan mamah gatau kebiasaan buruk kamu yang begini, lama-kelamaan kamu bisa sakit. Itu malah tambah ribet."

Jisung diam-diam mendengus. Rupanya si mamah tau apa yang hendak Jisung lakukan kepada Samuel. Ia pun melanjutkan sarapannya, memakan roti isi selai cokelat dengan sedikit beringas.

Mark tak berbicara apapun, dia meminum kopinya dengan tenang. Lagian ini urusan Jeno, istrinya yang lebih mengerti.

"YA AMPUN UDAH JAM 7?! KALIAN NGAPAIN AJASIH DARI TADI?!" Jeno terpekik begitu melihat jarum jam sudah menunjuk angka tujuh, sedangkan jarum panjangnya di angka dua-belas.

Jisung yang hendak menegak habis susunya langsung tersedak, begitu pula Mark.

"Mampus gue telat!"

"Aduh mana hari ini ada rapat lagi, sialan!"

Sepasang bapak dan anak itu terburu-buru membereskan peralatan mereka. Jisung menyambar tas serta kotak bekalnya, lalu lekas memakai sepatunya.

"Mamah Jisung pergi!"

Begitu pula Mark, setelah mengecup kening Jeno kilat ia menyusul Jisung yang sudah lebih dulu keluar.

"Mamah, papah pergi!"

Jeno hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan mereka, mengikuti keduanya dari belakang. Lagian siapa suruh berlama-lama, kena sendiri kan akibatnya. Rasain!

Ia mengulas senyum semanis mungkin pada keduanya, sedang tangannya melambai.

Awalnya dia panik karena (pasti) anak dan suaminya telat, tapi itu kan masalah mereka berdua. Meskipun sekarang dia juga cemas sih, terlebih Jisung, apakah poin anaknya akan di kurangi? Atau dia akan kena hukuman? Itu sih pasti.

Ga pa-pa juga sih, biar Jisung kapok, jadiin motivasi buat doi biar gak telat lagi.

Nah bagaimana keadaan si papah nanti?

Setelah Jisung, sekarang dia di buat pusing oleh Mark. Semoga saja suaminya tak apa-apa. Juga, dia seorang pemimpin di perusahaannya! Mana mungkin memberikan contoh yang buruk bagi karyawannya? Juga, Jeno tau kalau Mark ada rapat pagi hari ini.

Jeno pun memasuki kediamannya lagi setelah mobil Mark menghilang dari pandangan. Sekarang ada banyak hal yang harus ia selesaikan.

Membereskan meja makan, membersihkan seluruh ruangan yang ada di sana. Kalau sempat mungkin Jeno akan belanja bahan makanan yang sudah mulai menipis.

Menjelang makan siang, ia mengantar makan siang untuk suaminya. Menjelang jam kepulangan Jisung, dia akan mempersiapkan makanan untuk anaknya yang pasti akan merongrong sebab dia sudah kelaparan. Dan, menjelang makan malam, tentu ia akan memasak lagi.

Mungkin hari ini adalah hari tersibuk bagi keluarga kecil itu.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Sekarang, mari kita menengok bagaimana nasib Jisung. Yang terlambat karena keteledorannya sendiri, plus salahkan jalanan yang macet tadi.

Untung papah tau jalan pintas, jadi rada cepet gitu lah, tapi sama sih dia kena hukuman juga.

Berjemur di depan tiang bendera sambil memberi hormat selama satu jam pelajaran.

Ada untungnya juga, dia ga perlu ngikutin pelajaran matematika yang membosankan dan horor itu.

Jisung juga lebih memilih hukuman ini ketimbang harus membersihkan toilet yang bau. Boleh saja, tapi saat ini ia tak membawa parfum untuk membuat badannya wangi sehingga menarik orang-orang.

Jisung ingin berteriak rasanya, tangannya sekarang udah pegel banget, mana dia haus lagi sekarang.

Waduh minum es teh kayaknya bakalan enak banget kali ya? Membayangkannya saja Jisung udah ngiler.

Ada hasrat ingin menurunkan tangannya barang sejenak, namun karena mata si guru BP tetap tertuju padanya, siasat itu tidak terlaksana. Jisung ogah kalau-kalau hukumannya di tambah bila melakukan itu

Terlebih di tangan si guru BP ada penggaris panjang yang siap memukul tangannya kapan saja jika ia melakukan kesalahan.

"Badan yang tegap Lee Jisung!" bentak si guru keras, sontak Jisung langsung menegakan badannya kembali.

Kapan penderitaan ini berakhir? Batin Jisung. Sesungguhnya ia sangat butuh duduk sekarang sembari meluruskan kakinya. Ia sendirian kali ini, tak ada anak bandel tadi, semuanya berlagak seperti anak baik-baik.

Kulit Jisung terasa terbakar di bawah paparan sinar matahari yang memang sedang panas-panasnya. Wajahnya penuh keringat, sesekali Jisung membasuhnya.

Kring!

"Saatnya masuk jam kedua, sekali lagi masuk jam kedua."

Jisung menyeringai.

Satu jam pelajaran sudah terlewati, itu artinya masa hukumannya hampir selesai.

Dia tidak sabar ingin segera menjejalkan air banyak-banyak ke tenggorokan yang sudah begitu mendambakannya.

Melalui ekor matanya Jisung mengamati pergerakan si guru BP yang sekarang tampak jengkel, dia mendengus keras-keras sehingga Jisung dapat mendengarnya. Ia memperlebar seringaian.

"Baiklah, Lee Jisung kembali ke kelasmu sana!" Intonasinya saja sudah tak bersahabat, seperti mengusir.

Jisung langsung menurunkan tangannya dan berlari secepat kilat, ia tak perlu menengok ke belakang lagi untuk memastikan kalau guru BP itu sudah pergi.

Sekarang, tujuan utamanya adalah kantin sekolah.

Tak perlu waktu lama bagi Jisung untuk mencapai tujuannya, ia memandang sekeliling kantin yang masih lengah.

Istirahat tentu masih lama, yang sekarang ada hanyalah murid-murid yang kedapatan jamkos di kelas lalu ke sini untuk mengusir rasa bosan yang melanda.

Jisung memutuskan untuk duduk di salah satu kursi kosong, sekedar mengumpulkan kekuatannya yang tadi sempat terkuras.

Jisung membalikan badan sehingga punggungnya dapat menyandar pada pinggir meja, menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya. Untungnya dia dapet tempat yang cukup strategis.

Menutup matanya sejenak, tentu saja dia lelah dan butuh tidur sekarang. Sebab semalam Jisung juga tidur larut malam lantaran ada pertandingan sepak bola.

Dingin.

Jisung merasakan pipinya terasa dingin, seperti ada es yang menempel di sana. Ia menggeram tertahan, siapa yang berani mengganggunya? Perlahan, Jisung membuka mata.

Di sampingnya ada seseorang yang menempelkan plastik yang berisi es teh manis ke pipi kanannya. Sosok itu menampilkan cengiran lebarnya, dia menarik tangannya sehingga plastik tersebut menjauhi pipinya.

Jisung menyipitkan matanya, memandang minuman yang disodorkan sosok itu.

"K-kak Chenle? K-kakak ngapain ke sini?"

"Ya, nengokin pacar aku yang abis kena hukum lah. Nih minum dulu!" Sosok yang di ketahui bernama Chenle itu menjejalkan sedotan ke dalam mulut Jisung.

Jisung meneguk minuman itu dengan sedikit beringas. Tak lama, plastik itu sudah kosong menandakan kandas di minum oleh seseorang yang haus akan air.

"Kamu minumnya ga nyantai banget, untung ga keselek." Komentar Chenle seusai memandang cara minum Jisung.

"Aku haus banget, mana tadi ga sempet minum."

Chenle menatap Jisung dengan tatapan memelas, tangannya pun terangkat dan terulur untuk mengacak rambut Jisung. "Ututu kasiannya pacar aku. Tapi sekarang udah ga kan?"

Senyum Jisung mengembang, "enggak dong! Kan ada kamu yang mendadak dateng."

"Heleh, kamu bisa aja."

Jisung menghadap Chenle, lalu memandang mata pacarnya dengan penuh selidik. "Bukannya kamu hari ini ada pelajaran Fisika? Harusnya kamu di kelas bukannya ke sini!"

Chenle merotasikan matanya, kedua tangannya bersedekap. "Aku bosen di kelas, jadinya aku pura-pura ijin ke toilet, aslinya aku ke sini buat nemuin kamu."

Jisung mencubit pipi pacarnya gemas. "Siapa yang ngajarin kamu buat begitu hah?! Siapa?"

"Ya kamu lah! Seringan kamu kali yang bohong ke guru, bilangnya ijin ke toilet padahal ke kantin atau ga pura-pura lewatin kelas aku!"

Jisung pun tambah melebarkan cengirannya, diam-diam menyetujui perkataan pacarnya tadi. Itu kan semata-mata dia lakuin buat mantau pacarnya, meskipun nanti kalau ketahuan bohong malah makin ribet, tapi Jisung ikhlas biar dia bisa mastiin sendiri kalo pacarnya baik-baik aja.

"Aku suka panik tau kalo kamu kegep guru.." Chenle memajukan bibir bawahnya. "Kamu yang di hukum tapi aku yang panik."

Jisung kembali mencubit pipi pacarnya. "Manis banget sih pacar aku ini. Gak kok, ga bakal kegep. Aku ini udah ahli banget urusan bolos-membolos, jadi gausah khawatir banget yaa…"

"Idih bangga banget jago bolos doang, bangga tuh kalo kamu berhasil juarain olimpiade matematika!" Chenle menoyor kepala Jisung pelan.

"Hehe. Ya gak pa-pa dong, biar anti-mainstream."

"Anti-mainstream your head!"

Jisung pun merapatkan diri ke samping Chenle, merebahkan kepalanya pada bahu si pacar. "Aku capek banget By sumpah, rasanya mau bolos sampe pulang aja ini." Jisung memulai berkeluh-kesah dengan Chenle.

Awalnya Chenle ingin menjauhkan tubuhnya begitu Jisung mendekat, namun pergerakan pacarnya lebih cepat sehingga sekarang Jisung bersandar pada bahunya. Ia menatap kearah samping, tepatnya ke muka pacarnya yang sekarang lagi mejemin mata. Diam-diam Chenle tersenyum.

"Gaboleh gitu ah By, kamu boleh deh bolos jam pertama-kedua. Sisanya ikutin aja ya, aku gamau kamu ketinggalan pelajaran…" Kata Chenle sembari mengelus rambut pacarnya.

Jisung pun menganggukan kepalanya pelan. Untuk sementara ini biarin dia nikmatin waktu-waktu berduaan bareng pacarnya yang manis. Sisanya baru bikin mumet kepala gara-gara pelajaran yang materinya sulit di mengerti.[]

.

.

.

.

.

.

.

.

[A/N: HALOOOO! Bukannya update ff sebelah malah bikin ff baru, kerjaannya siapa sih?-_- Sebenarnya ff ini selingan doang diantara ff berchapter yang lainnya, jadi kalo idenya lagi lancar dan bener-bener mood mungkin aku bakal update cepet. Karena temanya mungkin random, yang jelas ini genre-nya family, hehe. Suka gemes tau gak sih ngebayangin mamah Jeno sama Papah Mark plus dedek Jisung, wkwk, btw, buat kalian yang ngefollow ig aku ( vkookisseu) aku pernah munculin suatu intro gaje gitu kan/? Tentang mereka bertiga ini, dan gara-gara keisengan aku itu jadi pengen nulis ff genre family unyu-unyu begitu hehe. Selamat membaca, dan ini khusus buat kalian yang haus akan ff-nya MarkNo yang beberapa hari ini belom ada kabar ff baru! Dan... Jangan lupa review yaa]